Aplikasi Krowrier Hadirkan Layanan Logistik dengan Konsep “Crowdsourcing”

Memanfaatkan pengguna transportasi umum seperti KRL, MRT, TransJakarta, Railink dan LRT, platform logistik berbasis crowdsourcing Krowrier resmi meluncur di Indonesia. Masih tersedia di kawasan Jabodetabek, perusahaan menawarkan harga flat Rp19 ribu ke semua pengguna yang ingin mengirimkan barang memanfaatkan pengguna transportasi umum.

Kepada DailySocial, CEO Said Romadlon mengklaim, Krowrier menjadi pioneer perusahaan di bidang logistik yang menerapkan metode crowdsourcing dan mengoptimalkan fungsi transportasi publik. Metode ini menjadikan proses pengiriman paket menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan.

“Krowrier hadir dengan visi untuk menciptakan solusi dalam industri pengiriman dengan menerapkan metode yang ramah lingkungan dan menawarkan efisiensi. Ramah lingkungan dengan mengoptimalkan penggunaan transportasi publik sehingga mengurangi kemacetan dan polusi. Efisien dengan memberikan added value bagi pengguna transportasi umum dalam mobilitasnya.”

Target dan rencana penggalangan dana

Berbeda dengan layanan pengiriman lain, cara kerja Krowrier melibatkan tiga pihak, yaitu Feeder, Drop Point, dan Courier. Feeder yaitu orang yang mengambil paket dari pengirim ke drop point dan dari drop point ke penerima. Drop Point adalah ruang transit penyimpanan paket yang letaknya di sekitar stasiun. Courier adalah pengguna transportasi umum yang membawakan paket dari drop point awal menuju drop point tujuan. Singkatnya, proses end-to-end Krowrier dilakukan dengan memberdayakan massa dan memanfaatkan transportasi publik.

“Untuk saat ini berada di angka sekitar 100 lebih pengguna yang mengirimkan paket tiap harinya. Saat ini layanan baru tersedia untuk wilayah Jabodetabek rute Depok-Manggarai. Ke depannya, kami akan memperluas wilayah secara bertahap namun progresif,” kata Said.

Platform Krowrier dapat diakses melalui landing page maupun aplikasi. Krowrier mengklaim memiliki fitur-fitur unggulan, di antaranya live time tracking (pengirim paket dapat melihat secara real-time keberadaan paketnya dan siapa yang membawa paketnya), live chat (pengirim dapat berkomunikasi langsung dengan kurir Krowrier), multiple order (pengirim dapat mengirimkan barang sekali banyak ke berbagai alamat dalam sekali pengiriman), dan scheduling (baik pengirim maupun kurir dapat mengetahui kapan barang ingin diantar).

“Kami menargetkan di kuartal keempat, semua rute KRL, MRT, TransJakarta, Railink dan LRT sudah ada layanan Krowrier. Next round, di 2020 kami akan masuk rute kereta antar kota dan bus antar provinsi. Di 2021, kami akan duplikasi di semua kawasan metropolitan di Asia,” kata Said.

Untuk mencapai target tersebut, Krowrier membuka peluang bagi angel investor dan venture capital untuk berinvestasi di model bisnis yang ditawarkannya. Strategi perusahaan untuk memperoleh pendapatan adalah dengan terus meningkatkan user experience dan terus memberikan added value kepada pengguna dan mitra crowdsourcing.

“Krowrier memberikan alternatif bagi masyarakat yang ingin mengirimkan barang secara cepat, aman. Daerah tujuan yang berjarak lebih dari 25 km tetap dapat dijangkau dengan biaya terjangkau,” tutup Said.

Application Information Will Show Up Here

Xendit Klaim Pertumbuhan Perusahaan Terus Sajikan Angka Positif

Penyedia jasa infrastruktur teknologi finansial Xendit menginformasikan sejumlah pencapaian dan target yang ingin dicapai tahun ini. Kepada DailySocial, COO Tessa Wijaya mengungkapkan, “Sampai saat ini, kami bertumbuh lebih dari 1000% CAGR setiap tahunnya. Pertumbuhan ini menurut kami sangat sehat melihat perkembangan ekonomi dan industri pembayaran digital di Indonesia. Kami yakin dapat mempertahankan tren positif ini setiap tahunnya.”

Tahun ini perusahaan sudah menambah beberapa kemitraan baru, baik dengan berbagai jenis startup maupun mitra-mitra dari berbagai pihak. Xendit mengklaim solusi pembayaran yang disajikannya, setelah beberapa kali pivot, saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan pasar dan sesuai dengan infrastruktur yang ada di Indonesia saat ini.

“Pada dasarnya setiap usaha yang memiliki potensi untuk menjual barang maupun jasa secara digital merupakan target pasar kami. Jenis-jenis usaha tersebut adalah [pemain] e-commerce seperti Tiket, Moka POS, BookMyShow, Style Theory, Lemonilo dan beragam UKM yang merupakan salah satu target pasar utama Xendit,” kata Tessa.

Perusahaan sendiri menyatakan belum akan menggalang dana baru dalam waktu dekat. Meskipun demikian, ia tidak memungkiri dana segar bisa mendukung implementasi strategi pengembangan bisnis startup. Xendit juga tidak menutup potensi berekspansi ke negara-negara tetangga.

“Kami berambisi untuk menjadi mitra bisnis solusi pembayaran digital terbaik. Tentunya hal ini akan didukung dengan pengembangan produk-produk yang dapat memenuhi product market fit yang terus berevolusi dan menjadi penyokong untuk memajukan infrastruktur sistem pembayaran di Indonesia,” kata Tessa.

Beberapa pesaing terdekat Xendit antara lain Midtrans dan Doku.

Mempermudah pembayaran digital

Ekosistem industri startup di Indonesia menurut Tessa masih dalam tahap perkembangan awal. Fokus pelaku industri startup di Indonesia saat ini masih ke pasar B2C yang sarat kompetisi. Diklaim belum banyak jenis bisnis yang menjamah ranah B2B maupun open API based seperti Xendit.

Masih rendahnya keterbukaan informasi juga menjadi perhatian perusahaan. Komunitas startup di Asia, termasuk Indonesia, cenderung lebih tertutup dalam berbagi ilmu pengetahuan, terutama mengenai ide, pengalaman dan strategi bisnis. Sedangkan di negara-negara maju, knowledge sharing dilakukan dengan sangat terbuka sehingga dapat memicu perkembangan industri secara signifikan.

Xendit ingin menjadi pelopor keterbukaan informasi tersebut. Ini dapat dilihat dari terbukanya akses desain open API based produk Xendit untuk umum di website kami dan forum terbuka bagi pelanggan kami untuk bertukar pikiran terkait untuk pelanggan-pelanggan startup kami,” kata Tessa.

Tentang strategi burn rate yang selama ini lazim dilakukan startup untuk menguasai pasar, Tessa menyebut burn rate tidak selalu berarti hal negatif. Ia memberi contoh Xendit berinvestasi untuk pertumbuhan Indonesia antara lain dengan cara merekrut tim teknis terbaik untuk melakukan pengembangan produk dan infrastruktur pembayaran kelas dunia.

Burn rate yang dilakukan saat ini juga termasuk dari bagian riset untuk menemukan product-market fit terbaik untuk pasar Indonesia, sehingga pelanggan, termasuk calon-calon startup unicorn dapat memusatkan perhatian mereka ke pengembangan bisnis masing-masing dan dapat membebankan tanggung jawab pemrosesan transaksi dan rekonsiliasi pembayaran digital.

“Tahun ini Xendit ingin fokus kepada kenyamanan bertransaksi, keamanan bertransaksi, dan keandalan sistem infrastruktur. Kami percaya jika klien-klien kami berkembang, sistem pembayaran di Indonesia berkembang, Xendit akan bertumbuh bersama mereka,” kata Tessa.

Menerapkan “End-to-End Analytics” untuk Akuisisi Pelanggan

Salah satu tantangan bisnis yang kerap dihadapi oleh brand adalah mempertahankan pelanggan. Setelah proses akuisisi dilakukan, return visit hingga high value transaction menjadi fokus kegiatan pemasaran yang wajib dicermati. Business Director, Analytics & CRM iProspect Valuklik Dessy Amirudin mengupas tentang “end-to-end analytics” dan potensinya mendorong pertumbuhan pelanggan dalam sesi #SelasaStartup DailySocial.

Menggabungkan data online dan offline

Banyak cara untuk mengakuisisi pelanggan baru, namun masih belum banyak yang sukses mempertahankan pelanggan untuk kembali membeli produk. Dengan menerapkan end-to-end analytics semua bisa dilihat dengan jelas, misalnya seperti apa behaviour terhadap perusahaan. Sehingga bisa dilakukan aksi yang konkret, agar pelanggan bisa menjadi loyal dan engage.

“Kebanyakan brand kehilangan pelanggan karena kurangnya edukasi saat pelanggan baru bergabung atau onboarding. Dari analitik bisa dilihat problem apa yang terjadi sehingga bisa dilakukan aksi yang tepat agar tidak terjadi lagi kehilangan pelanggan,” kata Dessy.

Melalui focus group juga bisa dilakukan rebranding produk memanfaatkan feedback dari responden. Melakukan survei juga bisa dilakukan untuk menemukan masalah lebih awal terhadap produk atau layanan yang ditawarkan. Tantangan terbesar yang kerap dihadapi adalah menggabungkan data yang masuk secara online dan offline menjadi data yang unifying.

Untuk bisa menggabungkan kedua data tersebut, cara paling populer yang dilakukan dengan menerapkan Data Management Platform. Dengan cara ini, data yang masuk secara online, kebanyakan adalah anonymous data, bisa digabungkan dengan data yang bentuknya lebih detail dan kebanyakan berasal dari offline channel.

Dari data tersebut nantinya brand bisa menerapkan framework yang relevan. menyesuaikan kegiatan pemasaran yang bersifat data driven. Framework yang ideal untuk diterapkan adalah, strategi objektif, menciptakan analisis berbasis data, proses menyeleksi pelanggan dan target pelanggan, kampanye marketing, privasi dan metriks.

Menentukan tipe pelanggan

Cara lain yang bisa dilakukan agar bisa mendapatkan pelanggan yang lebih loyal adalah mempelajari lebih mendalam kebiasaan dan jenis masing-masing pelanggan. Proses yang disebut customer equity, dipercaya bisa melakukan kegiatan pemasaran dengan target pasar yang relevan.

Dalam hal ini menurut Dessy, penting untuk bisa mendapatkan pelanggan loyal dengan kategori high value. High value dalam hal ini adalah mereka yang kerap melakukan pembelian secara rutin dengan produk yang premium dan lebih fleksibel terhadap kebijakan dan persyaratan yang berlaku.

Sementara untuk pelanggan low value, kebanyakan hanya membeli barang dengan nilai yang rendah dan kerap mengeluh juga tidak terlalu fleksibel mengikuti persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Tahapan ideal yang dipercaya ampuh untuk dilakukan adalah diawali dengan akuisisi pelanggan, growth atau menambah jumlah pelanggan dan retensi yaitu mempertahankan jumlah pelanggan yang kembali lagi membeli produk atau layanan yang ditawarkan.

“Pada akhirnya perusahaan akan sukses mendapatkan pendapatan jika bisa mengakuisisi pelanggan yang loyal, sehingga retention bisa meningkat jumlahnya dan nilai transaksi bisa bertambah,” kata Dessy.

Aplikasi Vospay Jembatani Jasa Pembiayaan Keuangan dan Pelanggan

Salah satu platform yang mencoba menghadirkan solusi finansial digital adalah Vospay. Ia hadir sebagai enabler dengan menghubungkan existing player, perusahaan-perusahaan pembiayaan maupun lembaga-lembaga jasa keuangan lainnya, dengan ekosistem digital. Melalui aplikasi, pelanggan bisa mengajukan dana multiguna dan melakukan pembayaran cicilan berbagai produk, seperti gadget, furnitur, hingga emas.

Kepada DailySocial, CEO Vospay Tito Tambayong mengungkapkan, fintech tidak hanya soal disrupsi atau bersaing dengan pemain industri keuangan yang sudah ada, tapi juga mengarah pada kolaborasi antara startup teknologi dengan institusi finansial atau lembaga-lembaga keuangan yang telah ada.

“Bisnis kami dapat dikatakan unik. Bila mayoritas fintech memilih menjadi direct market disruptor, kolaborasi yang dibangun melalui aplikasi dan inovasi teknologi, serta sistem dan jaringan bertujuan menciptakan berbagai produk serta bisnis digital yang baru bagi para partner. Integrasi teknologi kami sediakan melalui open API.”

Tito menambahkan, menilik bentuk layanan teknologi serta kolaborasi yang ditawarkan, belum ada perusahaan ataupun startup lain yang menawarkan bentuk yang serupa di Indonesia seperti yang ditawarkan oleh Vospay. Saat ini Vospay tercatat sebagai pelaku Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan masuk di dalam regulatory sandbox OJK sebagai financing agent.

Tambah jumlah mitra dan pengguna

Saat ini Vospay telah bekerja sama dengan lebih dari sepuluh lembaga jasa pembiayaan, termasuk beberapa pemimpin pasar di Indonesia. Perusahaan-perusahaan pembiayaan tersebut dapat menawarkan layanan pembiayaan digital secara langsung ke pelanggan berupa cicilan tanpa kartu kredit.

Mitra lembaga jasa keuangan tersebut di antaranya adalah Adira, BCA Finance, BFI, JTO Finance, dan Mega Finance. Vospay disebut telah bermitra dengan sejumlah platform e-commerce dan marketplace, seperti iLotte, JD.id, Bukalapak, Blibli, dan Fabelio.

Jaringan digital baru yang terbentuk diharapkan menjadi ekosistem yang terus berkembang secara berkesinambungan dengan memanfaatkan dan mengembangkan infrastruktur yang ada untuk mewujudkan transformasi digital dalam industri pembiayaan nasional secara efektif dan efisien.

“Hal yang menarik, sesuai dengan prinsip integrate once, innovate continuously yang kami yakini sejak awal, di setiap partner ditemukan ide maupun peluang yang baru dari waktu ke waktu dalam tempo yang relatif singkat untuk dikembangkan bersama. Keberagaman profil konsumen, DNA bisnis, risk appetite, dan berbagai kebutuhan pada ekosistem digital menyediakan kesempatan-kesempatan yang unik bagi setiap pemain,” kata Tito.

Vospay menerapkan transaction based fees terhadap lembaga jasa pembiayaan dan merchant discount rate (MDR) ke platform e-commerce.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Vospay berencana untuk melakukan penggalangan dana Seri A akhir tahun ini dan masih dalam tahapan penjajakan dengan beberapa investor yang tertarik.

“Target lain yang ingin kami capai tahun ini adalah menambah jumlah mitra dan pengguna yang saat ini sudah mencapai sekitar 50 ribu jumlahnya,” kata Tito.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Pemprov DKI Jakarta, Botika Siapkan Teknologi Chatbot Javira

Didukung dengan teknologi kecerdasan buatan atau populer dikenal sebagai Artificial Intelligence (AI), Botika meluncurkan chatbot Jakarta Virtual Assistant (Javira) yang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nantinya chatbot ini bisa berfungsi sebagai platform untuk mengobrol secara lebih dekat dengan pemerintah daerah. Di dalamnya warga mampu mengetahui informasi terkini mengenai kota hingga pelaporan aduan.

Kepada DailySocial, CEO & Founder Botika Ditto Anindita mengungkapkan, Javira dibuat untuk mendukung program pembangunan kota cerdas atau smart city DKI Jakarta, dan Botika menjadi salah satu startup lokal yang mendukung Pengembangan Smart City DKI Jakarta.

“Awalnya kita yang mencoba melakukan pendekatan dengan Pemprov DKI dan menawarkan teknologi chatbot yang kami miliki. Kemudian karena adanya kesamaan visi Pemprov DKI pun kemudian menyambut baik usulan kami.”

Chatbot milik Botika ini nantinya bisa dimanfaatkan warga tanpa harus mengunduh aplikasi baru dengan memanfaatkan platform messaging seperti WhatsApp dan Facebook Messenger. Javira akan hadir di kanal media sosial resmi Pemprov DKI Jakarta.

Teknologi chatbot Javira disebut didukung teknologi Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML) dan Natural Language Processing (NLP) Bahasa Indonesia yang memudahkan warga kota mengobrol dengan bahasa kasual dan tidak kaku.

Keunggulan lain yang diklaim hanya dimiliki chatbot Botika adalah pemanfaatan kombinasi bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Menyesuaikan kebiasaan dan latar belakang masing-masing pengguna, chatbot juga bisa menjawab pertanyaan menyesuaikan bahasa yang digunakan.

“Misalnya jika pengguna berasal dari kalangan milenial, chatbot bisa menjawab sesuai dengan bahasa sehari-hari yang mereka gunakan, sehingga membuat percakapan menjadi lebih personal,” kata Ditto.

Masih dalam proses pengembangan dan persiapan, Botika menargetkan chatbot tersebut bisa meluncur dalam waktu tiga bulan ke depan. Tak hanya soal komunikasi dengan warga yang semakin terbuka, teknologi chatbot Botika juga mampu menciptakan sistem monitoring untuk Pemerintah yang lebih real time dan kesigapan dalam menindaklanjuti aduan-aduan warga.

“Jadi, tidak ada alasan lagi untuk pemerintah sulit dihubungi. Era yang serba cepat seperti ini, Javira mampu menjadi solusi utama untuk menjadi penghubung antara warga kota dengan pemerintah,” kata Ditto.

Rencana penggalangan dana dan pendirian R&D Center

Tahun 2019 ini Botika berencana melakukan penggalangan dana Pra Seri A. Masih dalam tahapan penjajakan, nantinya dana segar tersebut akan digunakan oleh Botika untuk mengembangan fitur baru seperti Voice Recognition dalam bentuk smart speaker–seperti Alexa yang dikembangkan Amazon.

Botika juga memiliki rencana untuk mendirikan Research and Development Center di Yogyakarta. Saat ini Botika juga telah mengembangkan teknologi media monitoring terintegrasi dengan media sosial dan dengan predictive analytics.

“Dengan proses yang kami kembangkan, nantinya pihak terkait bisa melihat tren dan isu yang beredar di media sosial lebih awal. Sehingga bisa menangkan isu tersebut sebelum menjadi viral,” kata Ditto.

Club Alacarte Berencana Rambah Kategori Hotel

Memasuki akhir tahun 2019, platform gaya hidup berbasis keanggotaan Club Alacarte berencana untuk merambah kategori hotel. Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Club Alacarte Ferdinand Sutanto menyebutkan, di tahun 2019 ini, sudah banyak aktivasi yang dilakukan untuk terus mengedukasi target pasar. Peluncuran kategori baru diharapkan bisa menambah konsumen Club Alacarte.

“Kami merilis kategori hotel ini dengan tujuan memberikan lebih banyak penawaran kepada anggota kami. Kami melihat bahwa salah satu tren lifestyle saat ini adalah traveling dan hotel merupakan kebutuhan utama saat bepergian di dalam maupun luar kota.”

Nantinya anggota Club Alacarte akan mendapatkan referensi hotel yang berkualitas setelah melalui proses kurasi yang ketat. Perusahaan akan memberi penawaran Beli-1-Gratis-1 Malam dan Diskon 30% di hotel mitra. Tidak disebutkan kapan ketersediaan kategori ini di dalam aplikasi.

“Dengan adanya penambahan penawaran baru kepada anggota Club Alacarte dengan value yang cukup tinggi, kami berharap membership kami dapat menjadi lebih kompetitif dibandingkan produk-produk lainnya di pasaran,” kata Ferdinand.

Pertumbuhan jumlah merchant dan anggota

Club Alacarte mengklaim telah memiliki lebih dari 500 mitra di kategori Dining (restoran), Lifestyle, dan Retail. Untuk active user, Club Alacarte sudah memiliki sekitar 50.000 active user, tumbuh lebih dari 200% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Dari sisi akuisisi, kami juga terus bekerja untuk menambahkan mitra kerja sama kami setiap bulannya. Sebagai contoh, berbagai merchant yang cukup terkenal di kalangan penduduk Jakarta seperti Steak Hotel by Holycow, Pepper Lunch, Sailendra Restaurant JW Mariott, BLP Beauty, dan The Ritz Carlton Spa telah kami tambahkan di kuartal kedua 2019 ini.” kata Ferdinand.

Layanan yang paling banyak digunakan di Club Alacarte adalah kategori Dining. Khusus di kategori Lifestyle, layanan yang sangat diminati mencakup penawaran-penawaran Beauty dan Fitness.

“Dari sisi demografi kami mencatat pengguna Club Alacarte mayoritas adalah perempuan. Karena produk kami merupakan membership berbasis aplikasi, demografi usia member kami berkisar dari 19 sampai 35 tahun,” kata Ferdinand.

Selain meluncurkan kategori hotel dalam waktu dekat, ada beberapa target yang ingin dicapai perusahaan. Dengan teknologi yang dimiliki, Club Alacarte berusaha membantu pelaku bisnis offline dalam menghadapi pergeseran pola perilaku konsumen yang menjadi serba online. Tentang penggalangan dana baru, Ferdinand menegaskan pihaknya masih belum memiliki rencana tersebut dalam waktu dekat.

“Kami sudah melakukan satu putaran pendanaan di akhir tahun lalu. Oleh karena itu fokus kami saat ini adalah untuk terus mengembangkan produk kami lebih dalam dan melakukan lebih banyak akuisisi member baru,” tutup Ferdinand.

Application Information Will Show Up Here

Program “Startup Generator” Antler Meluncur di Indonesia Tahun 2020

Didirikan tahun 2017 lalu di Singapura, Antler sebagai startup generator berencana berinvestasi sekaligus membantu calon entrepreneur dan pendiri startup mengembangkan startup mereka di Indonesia. Masih dalam tahapan pencarian individu yang berkualitas, rencananya Antler akan meresmikan batch pertama di Indonesia tahun 2020 mendatang.

Managing Partner Antler Jussi Salovaara mengungkapkan, program yang dilancarkan perusahaannya berbeda dengan program inkubasi atau akselerator yang sudah banyak dikembangkan secara global.

Fokus ke individu yang memiliki visi, pengalaman, serta latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang mendukung, Antler ingin membantu mereka mendirikan bisnis yang sehat dan meminimalisir terjadinya kegagalan saat mendirikan startup.

“Bukan hanya membantu mereka mendirikan startup yang relevan, program yang dihadirkan Antler juga membantu mereka menciptakan bisnis yang tidak terlalu mainstream dan mencoba untuk memberikan solusi dan peluang bisnis yang tepat.”

Antler memiliki rencana membantu 20 startup Indonesia setiap tahunnya dengan memberikan dukungan kepada pendiri startup untuk membentuk tim yang tepat, memberikan pendanaan untuk tahapan awal (pre-seed dan seed), dan memberikan akses ke platform hingga jaringan secara global.

Investasi yang akan digelontorkan Antler adalah $100 ribu per startup.

Antler juga akan memberikan berupa grant atau uang saku setiap dua bulan kepada peserta yang mengikuti program. Mereka yang berhasil bakal mengikuti program lanjutan selama beberapa bulan berikutnya yang fokus untuk meluncurkan dan mulai menumbuhkan perusahaan mereka dengan dukungan dari para mentor, penasihat, dan VC. Tidak melulu didukung mentor asing, Antler juga didukung mentor asal Indonesia yang berkualitas, termasuk CEO GDP Venture Martin Hartono dan Presiden Direktur Blue Bird Noni Purnomo.

Saat ini Antler sudah tersebar di 8 lokasi, yaitu Singapura, London, New York, Sydney, Stockholm, Oslo, Nairobi dan Amsterdam. Sejak program pertamanya di Singapura tahun 2018 lalu, Antler mengklaim telah menghasilkan lebih dari 80 perusahaan teknologi baru.

Menargetkan eks pegawai startup unicorn

Dua contoh startup lulusan program Antler adalah Sampingan yang telah mendapatkan pendanaan tahapan awal dari Golden Gate Ventures dan Base yang telah memperoleh dana tahap awal dari East Ventures dan Skystar Capital. Kedua startup ini memiliki kesamaan, yaitu para pendirinya pernah menjadi pegawai startup unicorn Gojek.

Menurut Jussi, salah satu profil peserta program Antler yang berpotensi adalah memiliki pengalaman bekerja di startup ternama atau memiliki latar belakang pengalaman bekerja di korporasi dan perusahaan besar.

“Saya melihat lulusan atau mantan pegawai startup unicorn menjadi peserta yang paling berpotensi. Seperti yang sudah dibuktikan oleh Wisnu Nugrahadi (Sampingan) dan Yaumi Fauziah Sugiharta (Base) yang sebelumnya pernah bekerja di Gojek.”

Inspigo Yakin “Podcaster” Indonesia Mampu Ciptakan Konten Kreatif dan Bisnis yang Berkesinambungan

Dalam laporan bisnis kuartal kedua tahun 2019 yang diterbitkan Spotify, pertumbuhan jumlah pendengar podcast diklaim mengalami peningkatan sebanyak 50% dibanding kuartal sebelumnya.

Proses akuisisi terhadap Gimlet Media dan Anchor, yang menghasilkan konten podcast berkualitas dan memiliki jaringan yang cukup besar, memperkuat posisi Spotify sebagai penyedia konten podcast paling beragam secara global.

Pertumbuhan podcast di Indonesia

Di Indonesia sendiri mulai hadir beragam konten podcast di berbagai platform. Pilihannya cukup beragam, mulai dari komedi, bisnis, politik hingga hiburan.

Dalam survei yang dirilis DailySocial tahun lalu terungkap, alasan utama pendengar melirik podcast adalah pilihan konten yang beragam dan memberikan fleksibilitas saat menikmati konten. Bisa didengarkan sesuai dengan selera dan kondisi pendengar karena sifatnya yang on-demand. Dari survei tersebut juga terungkap beberapa platform podcast lokal yang mulai dikenali pendengar. Salah satunya adalah Inspigo yang menghadirkan konten podcast lokal terkurasi.

Menurut CEO Inspigo Tyo Guritno, tren peminatan konten podcast meningkat selama dua tahun terakhir. Dengan kemudahan produksi podcast, mulai banyak orang tertarik untuk mencoba, termasuk kreator YouTube dan influencer.

Meskipun demikian, Tyo menegaskan di Indonesia perkembangan podcast di Indonesia saat ini masih dalam fase awal. Orang Indonesia memiliki kultur yang sangat familiar dengan audio. Kebiasaan mendengarkan radio bisa dikatakan sangat melekat di keseharian, sehingga ia optimis podcast pasti akan mendapat tempat di hati orang Indonesia.

“Saat ini kami telah melakukan banyak eksperimen untuk berbagai format konten, berkolaborasi dengan berbagai komunitas, untuk terus menambah content range yang lebih luas agar bisa membantu pendengar dengan latar belakang dan kebutuhan berbeda,” kata Tyo.

Konten dan format

Persoalan konten juga menjadi perhatian para podcaster dan pendengar podcast di berbagai platform. Tyo melihat sebaiknya kreator konten podcast tidak hanya menciptakan konten dengan topik mainstream, tetapi lebih meluas didukung dengan format yang menarik.

“Salah satunya juga dengan munculnya konten-konten yang lebih niche, seperti podcast cerita anak, podcast tentang game, podcast tentang film, atau podcast tentang kecantikan. Sesuai dengan perkembangan positif dari data kita akan naiknya pendengar di kategori ini,” kata Tyo.

Langkah selanjutnya adalah bagaimana supaya pendengar podcast menghargai effort para podcaster yang sudah membuat konten dan juga tercipta ekosistem industri podcast yang membuat para kreator menjadi sustainable.

“Karena industri podcast Indonesia masih di tahap awal, ekosistem yang mendukung seluruh pelaku juga belum terbentuk. Hal ini perlu dipikirkan secara seksama. Agar nantinya ekosistem ini menjadi sehat dan sustainable, baik secara bisnis, konten, hingga regulasi,” kata Tyo.

Pertumbuhan vs profit

PwC dalam laporannya memprediksi tahun ini periklanan global di segmen podcast akan menembus angka $1 miliar (Rp 14 triliun) pertamanya. Potensi tersebut, menurut Tyo, bisa menjadi tantangan tersendiri bagi bisnis podcast di Indonesia yang masih di tahap awal.

Untuk itu perlu dipertimbangkan lebih jauh oleh penyedia platform dan pencipta konten podcast, apakah fokus ke growth terlebih dahulu atau mulai memikirkan untuk mengantongi profit.

Banyak podcaster yang memulai podcast dari hobi. Ke depannya, yang bisa diperhatikan, adalah bagaimana podcast bisa menjadi lebih dari sekedar hobi. Tidak bisa dipungkiri bawah financial support juga dibutuhkan agar podcaster bisa konsisten dan menciptakan karya podcast yang berdampak positif bagi pendengarnya.

Idealnya bisnis podcast yang sustainable adalah mereka yang bisa mengalami pertumbuhan organik dengan menyasar konsumen yang bersesuaian. Menurut Tyo, perilaku dan respon konsumen membutuhkan lebih banyak eksplorasi di bidang monetisasi.

“Kami ingin turut membantu menciptakan ekosistem industri podcast yang ideal, yang berkontribusi besar di perekonomian negara dan menempatkan Indonesia sebagai salah satu pelaku podcast dunia yang mempunyai konten-konten lebih keren dibanding dengan beberapa negara yang sekarang menjadi acuan. Dan melihat betapa kreatifnya orang Indonesia, kami yakin sekali ini bisa terjadi dalam beberapa tahun ke depan,” tutup Tyo.

Hampir Setahun Kantongi Izin, ShopeePay Masih Belum Jadi Anak Emas di Shopee

Hampir setahun usai mendapatkan lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia, posisi ShopeePay sebagai platform pembayaran di Shopee Indonesia masih belum menjadi anak emas. Saldo ShopeePay tidak menjadi fokus yang ditampilkan di halaman muka, seperti halnya Ovo di Tokopedia atau Dana di Bukalapak, padahal ShopeePay sudah bisa digunakan untuk berbagai pembayaran di ekosistem layanan yang dimiliki oleh Sea Ltd ini.

Head of Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo yang dihubungi DailySocial mengungkapkan, saat ini ShopeePay masih dikembangkan  pihak internal agar menjadi pilihan yang menarik bagi konsumennya.

“Berkesesuaian dengan komitmen kami dengan menghadirkan ShopeePay untuk dijadikan sebagai platform pembayaran berbasis teknologi ke depannya. Kami sedang dalam tahap mengembangkan fitur tersebut untuk dapat dipublikasikan secara sempurna secepatnya.”

Radityo sendiri enggan membeberkan pencapaian dan angka yang dihasilkan ShopeePay saat ini. Secara umum, konsumen marketplace di Indonesia paling banyak masih menggunakan fungsi transfer bank dalam bertransaksi secara online.

“Untuk angka atau persentase dari pengguna ShopeePay dengan demografi yang kami tuju masih berkesesuaian dengan jumlah dari pengguna Shopee yang aktif bertransaksi di seluruh Indonesia,” kata Radityo.

Di bulan Agustus lalu sempet tersiar kabar gangguan penggunaan ShopeePay, baik isi ulang oleh konsumen maupun pencairan oleh merchant. Pihak Shopee mengakui saat itu sempat terjadi gangguan.

“Sampai saat ini ShopeePay telah menjadi salah satu pilihan dalam metode pembayaran para pengguna Shopee di seluruh Indonesia. [..] Nantinya [ShopeePay] akan dikembangkan ke ranah publik sebagai platform pembayaran berbasis teknologi,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here

Mbiz Collaborates with Investree to Provide Financial Service

After previously reported in a strategic partnership with fintech lending, Mbiz officially announced Investree as the new associate to support financing for suppliers. Mbiz’ CEO, Rizal Paramarta said the company will be focused on supplier financing of SMEs in order to finalize the project through Mbiz platform and Mbizmarket.

“There are currently many SMEs having difficulty in meeting the client’s standard, [..] for being corporate and enterprise supplier, payment should be done after the project finished. In order to manage the financial system, they need a big amount of cash.”

He also mentioned the payment terms can affect business productivity in related companies, especially when the time does not meet the expectation or the current financial management terms. The issue might occur not only in SME-level but also suppliers with bigger management.

Adrian Gunadi, Investree’s CEO said the partnership with Mbiz considered as a strategic step on channel acquisition. The main objective is to reach broader coverage of SMEs in an efficient way.

“All borrowers will experience seamless lending process using integrated technology of Investree and Mbiz. They offer loans of Invoice Financing, Pre-Invoice Financing, and Buyer Financing. Those products are included in Investree‘s supply chain,” he said.

Although Mbiz has recently introduced its marketplace platform targeting SMEs called Mbizmarket, it can also be utilized by companies within the Mbiz ecosystem.

In terms of partnership extension with other financial institutions or fintech lending, Paramarta emphasized on its current focus to observe the strategic partnership with Investree. However, we keep the door open for those who want to collaborate with Mbiz.

Earlier, Mbiz has launched a leasing service with Tokyo Century Corporation, the biggest financing company in Japan.

Overall, the number of e-procurement players using Mbiz and Mbizmarket platform is increasing. It also involves companies of various scale, from giant corporates to SMEs. Since 2018, Mbiz has recorded an increasing number in service and product procurement company (60%), and service and product purchasing company (40%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian