Profil Perjalanan Karir Xepher dan Whitemon, 2 Pemain Indonesia Pertama di The International

Pagelaran turnamen Dota 2 The International 10 yang akan digelar bulan Oktober 2021 mendatang menjadi spesial bagi pengemar di Indonesia — di masa ekosistem Dota 2 di Indonesia tak lagi subur seperti dulu. Pasalnya, turnamen TI kali ini merupakan kali pertamanya pemain asal Indonesia dapat mengikuti turnamen esports terbesar di dunia ini.

Pemain Indonesia yang berhasil menembus TI10 tidak lain adalah Kenny “Xepher” Deo dan Matthew “Whitemon” Filemon. Kedua pemain tersebut merupakan pemain Support yang saat ini membela T1. Tim T1 berhasil lolos menuju TI10 berkat penampilan apik pemainnya dalam turnamen DPC musim ini.

T1 berhasil lolos ke dalam 2 turnamen Major musim ini yakni ONE Esports Singapore Major 2021 dan WePlay AniMajor. Bahkan Xepher dan kawan-kawan berhasil menempati peringkat ketiga turnamen WePlay AniMajor yang digelar bulan Juni 2021 kemarin.

Lalu bagaimanakah perjalanan duo support Indonesia dalam mencapai tangga tertinggi turnamen Dota 2 The International? Fans Indonesia harus menunggu hingga seri yang kesepuluh alias 10 tahun sebelum dapat menyaksikan anak bangsa bersaing dalam perebutan trophy Aegis of the Immortal.

Xepher – Pemain Berpengalaman yang Selalu Tampil Konsisten

Tigers Juara DreamLeague Season 10
Image Credit: DreamHack

Kenny “Xepher” Deo merupakan pemain profesional Dota 2 yang cukup lama di Indonesia. Dia mengawali karir profesionalnya pada tahun 2014 silam bersama tim Zero Latitude. Bersama Xepher, tim ini langsung melejit menjadi salah satu tim Dota 2 terbaik di Indonesia. Sayangnya tim Zero Latitude tidak berumur panjang. Tim tersebut langsung disband di tahun yang sama, meskipun penampilan apik para pemainnya.

Selanjutnya Xepher bergabung bersama TEAM nxl>. Kiprahnya di TEAM nxl> juga tidak berjalan cukup lancar karena tim ini juga memutuskan untuk melepas para pemainnya. Kemudian di awal tahun 2015 Xepher memutuskan untuk bergabung dengan raksasa Dota 2 Indonesia yakni RRQ. Sayangnya kiprah Xepher bersama tim RRQ kurang begitu bagus. Bersama RRQ, Xepher hanya berhasil menembus tingkat Minor — itu pun GESC Indonesia Minor yang kualifikasinya hanya melawan tim-tim Indonesia lainnya.

Pada tahun 2018, Xepher memutuskan untuk keluar dari RRQ dan bergabung dengan tim TNC Tigers bersama InYourdreaM. Bersama tim TNC Tigers inilah performa Xepher semakin baik dan konsisten. Dia semakin diperhitungkan sebagai supports terbaik di Asia Tenggara. TNC Tigers yang akhirnya berganti nama menjadi Tigers berhasil merengkuh gelar juara DreamLeague Season 10 di tahun 2018.

Penampilan konsisten terus ditunjukan oleh Xepher saat bersama tim barunya Geek Fam. Di tim inilah akhirnya Xepher diduetkan dengan Whitemon sebagai duo supports. 2 trophy berhasil mereka persembahkan yakni dari turnamen BTS Pro Series Season 2: Southeast Asia dan ONE Esports Dota 2 SEA League, sebelum akhirnya tim ini memutuskan untuk disband pada tahun 2020.

Dengan susunan squad yang hampir sama, mantan pemain Geek Fam berlabuh menuju tim T1. Permainan para pemain T1 semakin lama semakin kompak. Hal ini membuat performa tim semakin naik dan menjadikan T1 salah satu tim kuat di dunia. Hingga akhirnya tim T1 dapat menembus ajang The International 10 dengan status sebagai tim undangan.

Whitemon – Pemain Baru yang Penuh Talenta

Image Credit: ESL

Matthew “Whitemon” Filemon dapat dikatakan sebagai pemain baru di kancah profesional Dota 2. Meskipun sudah bermain game Dota sejak lama yakni sejak kelas 5 SD, namun Whitemon belum perhah terjun ke dunia esports. Selain itu Whitemon juga sebenarnya mempunyai role sebagai Carry sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi Supports 5.

Karir profesional Whitemon dimulai saat dikontrak untuk bermain sebagai stand-in di tim Pandora Esports. Sayangya tim Pandora Esports tidak bertahan lama dan membubarkan timnya. Karir profesional Whitemon selanjutnya terganjal restu orang tua dan juga dia harus memulai kuliahnya. Namun berkat keseriusan dari tim EVOS Esports dan Whitemon sendiri akhirnya dia dapat bergabung bersama tim ini pada tahun 2018 kemarin.

Di EVOS Esports, Whitemon bermain bersama pemain pro Indonesia yang lebih senior lainnya seperti Aville, iLogic, dan InYourdreaM. Bermain bersama pemain-pemain berpengalaman talenta membuat Whitemon terus terasah. Sayangnya tim ini hanya tak dapat berbicara banyak di skena internasional dan kesulitan menghadapi tim-tim Dota 2 dari Asia Tenggara lainnya. Akhirnya tim EVOS Esports memutuskan untuk disband pada tahun 2019.

Tidak butuh waktu lama, Whitemon segera mendapatkan tim baru yakni bersama Geek Fam dan diduetkan dengan Xepher. Dengan talenta yang dimiliki oleh Whitemon, dia langsung beradaptasi dengan baik di tim barunya dan menjadikan Geek Fam tim papan atas di Asia Tenggara sebelum akhirnya tim ini juga memutuskan untuk disband pada tahun 2020.

Bersama dengan Xepher akhirnya Whitemon direkrut oleh tim T1. Keduanya menjadikan T1 sebagai tim yang patut diperhitungkan tidak hanya di Asia Tenggara namun juga di dunia. Meloloskan tim T1 ke dalam turnamen The International 10 langsung adalah bukti talenta dari Whitemon.

***

Kita lihat saja bagaimana kiprah duo supports Indonesia dalam turnamen The International 10 mendatang. Turnamen ini nantinya akan diselenggarakan di Rumania pada 7 hingga 17 Oktober 2021 mendatang. Total hadiah yang diperebutkan dalam turnamen ini mencapai US$40,018,195 atau sekitar Rp573 miliar.

Jika Anda tertarik, kami sempat menuliskan sejarah lengkap Dota 2 dan The Internasional di sini.

MPL ID Season 8 is Ready to Start, This is the Schedule

A new era of Mobile Legends: Bang Bang Professional League (MPL) Indonesia Season 8 will start soon. The regular season of MPL ID S8 will begin on August 13 until October 3. After that, the playoffs will run on 8-10 October 2021.

As with the previous season, 8 teams will be fighting to be the best team in Indonesia. Those teams are Alter Ego, Aurafire, Bigetron Alpha, Evos Legends, Onic Esports, Rebellion Genflix, and RRQ Hoshi.

Even though the number doesn’t change, there is a new team in this season. Rebellion Genflix replaces Aerowolf. This might be speculation but the reason could be related to the financial problem in Aerowolf, according to some of its players. Previously, PMPL (a professional PUBG Mobile League) announced that Aerowolf is banned from the professional scene until December 31 2022 due to mismanagement.

“With the theme of New Era, MPL Indonesia Season 8 will be very exciting. Some players did decide to take a break, but several have made a comeback. Furthermore, many young players have proven themselves to be able to shine and have great potential to become legends; this is a new era for those who dream of being number one,” said Azwin Nugraha, Public Relations Esports, MOONTON Games, in a press release.

1st-week schedule. Image credit: Moonton.

Even though there are some veteran players such as Rekt, Liam, and LJ in Season 8, Lemon is absent in this season, at least according to the official lineup announcement. Let’s see if RRQ could get its 4th title without its most prominent player.

For the regular season, eight teams will compete in Bo3 double round-robin format. The top 6 teams from the regular season will continue to fight in the playoffs for a prize pool worth US$300,000. You could check its complete schedule on its official website.

Because of the pandemic, MPL ID S8 will be held online. Each team will play against each other from their own gaming house on Friday-Sunday. According to the press release, MPL ID S8 will be broadcasted on the following platforms:

YouTube MPL Indonesia

Facebook MPL Indonesia

Instagram MPL Indonesia

NimoTV @MPLIndonesia

Buntut Kasus Activision Blizzard, Banyak Sponsor Overwatch League Mundur

Kasus protes para karyawan Activision-Blizzard yang tak kunjung menemukan jalan keluar ternyata mulai memberikan dampak negatif kepada perusahaan. Beberapa sponsor dari turnamen Overwatch League 2021 mulai mengevaluasi ulang kerja sama mereka.

Dilansir dari Washington Post, Coca-Cola dan State Farm telah menyatakan bahwa mereka mengkaji ulang keterlibatan mereka karena banyaknya reaksi negatif terhadap kasus gugatan diskriminasi gender dan pelecehan seksual yang dituduhkan kepada Activision Blizard dua minggu lalu.

Hal tersebut diperparah karena pihak Activision Blizzard tidak kooperatif terhadap kasus ini dengan tidak jujur dan menutupi fakta-fakta yang terjadi di dalam perusahaan. Hal ini tentunya berujung pada aksi walk-out dan demo yang dilakukan para karyawan beberapa hari yang lalu.

Saat Coca-Cola dan State Farm masih mengkaji ulang, beberapa sponsor lain dari turnamen tersebut seperti Kellogg yang membawahi brand makanan ringan seperti Cheez-It dan Pringles telah hilang dari daftar sponsor.

Tampilan sponsor Overwatch League 2021 yang hanya tersisi Xfinity, Coca-Cola, dan Teamspeak

Raksasa telekomunikasi T-Mobile juga dilaporkan telah resmi mengundurkan diri dari turnamen terbesar Overwatch tersebut. Meskipun mereka tidak memberikan pengumuman terbuka bahwa mereka mundur namun, sama seperti Kellog, nama mereka juga telah hilang dari daftar sponsor Overwatch League.

Bahkan State Farm meminta kepada pihak penyelenggara Overwatch League untuk meniadakan iklan yang ditayangkan untuk pertandingan-pertandingan yang berlangsung minggu ini.

Padahal turnamen Overwatch League 2021 ini sudah berlangsung sejak 16 April 2021 lalu dan baru akan berakhir pada September mendatang. Berarti masih ada waktu satu bulan lebih hingga turnamen ini selesai. Diprediksi, akan ada lebih banyak sponsor yang akan ikut mundur melihat bahwa kasus yang dihadapi oleh Activision-Blizzard ini masih jauh dari kata selesai.

Sebelumnya kami telah mengabarkan bahwa kumpulan pekerja Activision-Blizzard membentuk aliansi pekerja yang kemudian menyurati CEO Blizzard, Bobby Kotick dan para direksi. Para karyawan tentunya meminta adanya keseriusan dari para petinggi Activision Blizzard terhadap kasus gugatan yang berjalan tersebut.

Moonton Umumkan Turnamen M3 World Championship, Digelar Akhir Tahun 2021

Moonton selaku publisher Mobile Legends baru saja mengumukan turnamen M3 World Championship 2021. Turnamen yang akan menjadi ajang esports Mobile Legends terbesar di dunia tersebut direncanakan digelar Desember 2021 mendatang. Turnamen ini nantinya akan diikuti oleh 16 tim terbaik Mobile Legends dari seluruh dunia. Kabar diumumkannya turnamen M3 World Championship 2021 tersebut diberitakan langsung melalui akun instagram official Mobile Legends Indonesia.

Turnamen M3 World Championship 2021 merupakan gelaran World Championship Mobile Legends yang ketiga. Turnamen ini pertama kali digelar bertajuk M1 World Championship pada November 2019 silam. EVOS Legends berhasil menjuarai turnamen ini setelah mengalahkan RRQ di partai grand final.

Gelaran kedua bertajuk M2 World Championship 2021 digelar pada awal tahun 2021 kemarin. Bren Esports dari Filipina berhasil memenangkan turnamen ini. Total hadiah yang diperebutkan dalam turnamen M2 World Championship 2021 kemarin mencapai US$300.000 atau sekitar Rp4,6 miliar.

Image Credit: newsbytes.ph

Turnamen M3 World Championship 2021 bisa dikatakan akan menjadi turnamen Mobile Legends terbesar yang pernah digelar. Saat ini Moonton sedang gencar-gencarnya mengembangkan ekosistem esports mereka. Hal ini dibuktikan dengan sistem turnamen franchise MPL diterapkan di Filipina, hadirnya turnamen MPL untuk regional Kamboja dan Brazil, serta digelarnya M3: Arabia Major sebagai ajang kualifikasi menuju M3 World Championship 2021 untuk tim-tim Mobile Legends di kawasan timur tengah.

Turnamen internasional yang baru saja digelar oleh Moonton adalah MSC atau Mobile Legends Southeast Asia Championship 2021 pada bulan Juni kemarin. Turnamen ini mempertemukan tim-tim Mobile Legends terbaik di Asia Tenggara dan memperebutkan total hadiah sebesar US $150,000 atau sekitar Rp2,1 miliar. Execration dari Filipina berhasil memenangkan turnamen MSC 2021 tersebut.

Saat ini tim-tim Mobile Legends sedang bertanding dalam turnamen-turnamen MPL tingkat regional mereka. Kemungkinan, juara dari turamen-turnamen tersebut yang akan menjadi wakil untuk pagelaran M3 World Championship 2021 mendatang.

Kita lihat saja tim manakah yang akan menjadi tim Mobile Legends terbaik di seluruh dunia nantinya. Apakah tim-tim dari Asia Tenggara bisa mendominasi lagi seperi yang sebelum-sebelumnya? Ataukah akan ada raja baru Mobile Legends dari regional yang tidak diperhitungkan sebelumnya?

BOOM Esports menangi VCT Indonesia Stage 3 Challenger 3

Turnamen VALORANT Champions Tour Indonesia sudah menyelesaikan Stage 3 Challengers 3. Turnamen seri terakhir di Indonesia ini diikuti oleh 8 tim VALORANT terbaik di Indonesia. 8 tim tersebut merupakan 3 tim dari turnamen VCT 2021: Indonesia Stage 3 Challengers 2 dan 5 tim dari babak kualifikasi.

BOOM Esports berhasil tampil sebagai juara VCT 2021: Indonesia Stage 3 Challengers 3 setelah mengalahkan RRQ Endeavour di partai grand final dengan skor 3-0 langsung. Dengan kemenangan ini, BOOM Esports berhak atas hadiah uang sebesar Rp35 juta dan 1 slot menuju turnamen VCT 2021: SEA Challengers Playoffs.

Tim-tim pesaing seperti Bigetron Astro, MORPH Team, dan RRQ Endeavour tidak mampu menghentikan kekuatan tim BOOM Esports. BOOM Esports melaju mulus dari babak quaterfinals upper bracket tanpa menelan 1 kali kekalahanpun. Tim seperti Cynical, BEAST, dan RRQ Endeavour menjadi korban pembantaian tim BOOM Esports.

Image Credit: Valorant Esports Indonesia

BOOM Esports berhasil menghilangkan kutukan mereka pada gelaran VALORANT Champions Tour Indonesia kali ini. Tampil sebagai wakil Indonesia di turnamen SEA Challengers Playoff musim lalu, BOOM Esports tampil tidak maksimal pada musim ini. Sejak seri 1 dan 2 kemarin BOOM Esports berhasil melaju hingga semifinal dan final, namun mereka gagal menjuarai kedua seri tersebut.

Pada VCT 2021: SEA Challengers Playoffs nantinya BOOM Esports akan bergabung dengan 2 tim Indonesia yang lolos lebih dahulu yakni ONIC Esports dan Alter Ego. Turnamen VCT 2021: SEA Challengers Playoffs akan mempertemukan tim-tim VALORANT terbaik dari negara-negara di Asia Tenggara, Taiwan, dan Hongkong. Turnamen ini akan dimulai pada 12 hingga 22 Agustus 2021 mendatang dan diikuti oleh 16 tim. Turnamen ini nantinya akan memperebutkan total hadiah sebesar US$100.000 atau sekitar Rp1,4 miliar. Selain itu turnamen VCT 2021: SEA Challengers Playoffs juga memperebutkan 2 slot menuju turnamen VCT 2021: Stage 3 Masters – Berlin. Turnamen yang akan mempertemukan tim-tim VALORANT terbaik dari seluruh dunia.

Turnamen VCT 2021: Indonesia Stage 3 Challengers 3 sendiri menjadi seri terakhir dari pagelaran turnamen VALORANT Champions Tour di Indonesia. Turnamen ini merupakan turnamen teratas VALORANT di Indonesia dan diikti oleh 8 tim setiap serinya. Selain memperebutkan slot menuju turnamen tingkat internasional, VALORANT Champions Tour Indonesia juga memperebutkan uang tunai sekitar Rp50 juta hingga Rp64 juta setiap serinya.

Akhiri Dominasi EVOS Lynx, Belletron ERA Juara WSL Season 3

Turnamen Woman Star League (WSL) telah merampungkan musim yang ketiga. Pada musim yang ketiga ini akhirnya dimenangi oleh Belletron ERA. Tim ini berhasil mengalahkan RRQ Mika di partai grand final dengan skor akhir 4-1.

Pertandingan grand final yang menggunakan format best of 7 berlangsung dengsn seru. Pada 3 game pertama Belletron ERA tampil apik dengan kekompakan tim yang mereka suguhkan. Hal ini membuat mereka unggul cepat 3-0 langsung. Pada game keempat tim RRQ Mika berhasil memenangkan permainan dan berusaha untuk bangkit melakukan comeback. Sayangnya pada game kelima tim Belletron ERA berhasil mengunci kemenangan sekaligus mengakhiri perlawanan RRQ Mika dengan skor 4-1.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Woman Star League (@womanstarleague)

Dominasi Belletron ERA di turnamen WSL Season 3 ini sebenarnya sudah terlihat dari awal musim. Mereka tampil dominan sejak babak group stage berlangsung. Tim pesaingnya seperti RRQ Mika, EVOS Lynx, maupun Alter Ego NYX tidak mampu menyaingi performa Belletron ERA.

Belletron ERA bahkan tidak sekalipun menelan kekalahan pada babak group stage WSL Season 3 ini.

Pada babak playoff, Belletron ERA berhasil mengalahkan EVOS Lynx di final upper bracket sebelum melangkah ke grand final. Sementara tumbangnya EVOS Lynx di partai final lower bracket atas RRQ Mika membuat asa EVOS Lynx untuk mempertahankan gelar WSL musim ini kandas. RRQ Mika berhasil membalaskan dendamnya atas EVOS Lynx dan melangkah ke partai grand final sebelum akhirnya dikalahkan oleh Belletron ERA.

Dengan kemenangan ini di WSL Season 3 ini, Belletron ERA menjadi ratu baru Mobile Legends Indonesia. Turnamen Woman Star League 2 musim sebelumnya berhasil dimenangi oleh tim EVOS Lynx. Belletron ERA pantas mendapatkan gelar “The Invincibles” musim ini berkat torehan tak terkalahkan mereka selama 1 musim.

Turnamen WSL Season 3 sendiri dimulai pada 18 Juni untuk babak group stage dan 6 hingga 8 Agustus 2021 untuk babak playoff. Turnamen ini diikuti oleh 8 tim Mobile Legends perempuan terbaik di Indonesia. Pada musim yang ketiga ini total hadiah yang diperebutkan mencapai Rp110 juta.

ION Esports Rekrut Mantan Pemain Bigetron Infinity, Ikuti Turnamen SEA Icon Series Indonesia: Fall Season

Turnamen Wild Rift di Indonesia yakni Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia akan memasuki babak kualifikasi final. 16 tim Wild Rift terbaik di Indonesia akan mengikuti babak ini. 16 tim tersebut merupakan 13 tim yang berhasil lolos dari babak kualifikasi terbuka dan 3 tim undangan.

3 tim yang berhasil mendapatkan jatah undangan langsung Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia adalah Eagle365 Esports, MBR Esports, dan ION Esports. Eagle365 Esports dan MBR Esports merupakan semifinalis turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Summer – Indonesia lalu. Sedangkan tim ION Esports merupakan tim baru. ION Esports merekrut mantan pemain Bigetron Infinity yang beberapa waktu lalu memutuskan untuk membubarkan timnya.

Menurut peraturan dari Riot Games selaku publisher Wild Rift, setiap tim dapat mengklaim slot liga atau turnamen apabila mempunyai setidaknya 3 pemain dari tim lama. Sementara ION Esports berisikan full squad mantan pemain Bigetron Infinity.

Image Credit: Wild Rift Esports Indonesia

Hal inilah yang tidak bisa dilakukan oleh tim lainnya seperti ONIC Esports. ONIC juga memutuskan untuk membubarkan squad Wild Riftnya meskipun berhasil menjuarai turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Summer – Indonesia. Sayangnya para pemain ONIC Esports memutuskan untuk berpisah satu sama lainnya dan membuat slotnya kosong. Jatah 4 tim undangan turnamen Wild Rift di Indonesia yakni Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia berubah menjadi 3 tim undangan saja.

Menariknya, nama ION Esports merupakan salah satu tim yang sempat bermain untuk PUBG Mobile. Namun tim ini tidak bertahan lama karena pada akhir tahun 2020 kemarin memutuskan untuk bubar karena para pemain memutuskan untuk mencari tim baru lainnya. Sementara itu, banyak yang beranggapan bahwa tim ION Esports merupakan tim satelit atau tim kedua dari Bigetron Esports.

Kini ION Esports hadir kembali dan siap bertarung dalam game Wild Rift. Kita lihat saja bagaimana penampilan mantan pemain Bigetron Infinity dalam turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia kali ini. Apakah performa mereka masih sama seperti dahulu saat bermain dengan nama Bigeton Infinity? Ataukah malah menurun karena pergantian tim esports yang mereka lakukan?

Free Fire Kolaborasi dengan Timnas Sepak Bola Brasil, F1 Adakan Kompetisi Mobile Esports Baru

Dua organisasi esports mengumumkan kontrak kerja sama baru mereka pada minggu lalu. FaZe Clan mengungkap bahwa mereka akan berkolaborasi dengan McDonald’s untuk membuat industri game dan esports menjadi semakin inklusif. Sementara OG mengumumkan kerja sama mereka dengan perusahaan analitik asal Jerman. Di sisi lain, dua sponsor utama Overwatch League mempertimbangkan untuk menghentikan kontrak mereka karena skandal yang menimpa Blizzard.

Free Fire Kolaborasi dengan Timnas Sepak Bola Brasil

Minggu lalu, Free Fire resmi menjalin kerja sama dengan Konfederasi Sepak Bola Brasil (CBF). Dengan ini, Free Fire akan menjadi sponsor resmi dari tim-tim sepak bola Brasil selama dua tahun. Salah satu hasil dari kolaborasi ini adalah para pemain Free Fire di Brasil dan di seluruh dunia bakal punya kesempatan untuk mendapatkan skin dan item kolaborasi eksklusif. Selain itu, Free Fire juga akan melakukan kegiatan aktivasi di setiap pertandingan sepak bola dari timnas Brasil.

Pada 6 Agustus 2021, Free Fire memperkenalkan dua skin baru hasil kolaborasi mereka dengan tim nasional Brasil. Salah satu skin itu berupa seragam  sepak bola berwarna biru dan kuning, dua warna yang biasa digunakan oleh tim nasional Brasil. Selain itu, Free Fire juga akan meluncurkan beberapa item baru. Koleksi item itu akan menjadi bagian dari Farra dos Colecionadores alias Collector’s Spree. Namun, Garena belum memberikan informasi lebih lanjut terkait item tersebut, lapor Esports Insider.

OG Esports Kolaborasi dengan Perusahaan IT, Shikenso Analytics

Organisasi esports asal Eropa, OG Esports, baru saja menjalin kerja sama dengan Shikenso Analytics, perusahaan IT asal Jerman. Sebagai bagian dari kolaborasi ini, Shikenso akan memberikan analisa mendalam tentang performa media sosial OG. Sebelum kerja sama dengan OG, Shikenso juga telah membantu beberapa pelaku esports lain, seperti FATE Esports dan penyelenggara turnamen BLAST. Kepada rekan mereka, Shikenso biasanya memberikan informasi terkait performa dari kegiatan aktivasi mereka.

Shikenso akan berikan data tentang performa media sosial OG. | Sumber: Esports Insider

“Kami sangat senang dengan platform Shikenso dan kami kagum akan layanan yang bisa mereka berikan pada rekan-rekan kami,” kata Head of Partnerships, OG Esports, Romane Sorine, seperti dikutip dari Esports Insider. “Ketka kami menggunakan platform dari Shikenso, mereka bisa membuat platform yang sesuai dengan kebutuhan OG serta membantu kami dalam membuat presentasi yang memenuhi keinginan dari rekan-rekan kami.”

Dua Sponsor Utama Overwatch League Dikabarkan Bakal Batalkan Kontrak Sponsorship

Coca-Cola dan State Farm dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk menghentikan kontrak sponsorship dengan Overwatch League (OWL) setelah kasus gugatan Blizzard akan diskriminasi dan pelecehan seksual merebak. Seperti yang disebutkan oleh The Washington Post, kedua sponsor utama OWL itu sedang menimbang kembali apakah mereka masih mau melibatkan diri dengan liga esports itu. State Farm dan Coca-Cola merupakan dua dari tujuh sponsor utama yang namanya tertulis pada situs OWL. Beberapa sponsor lain OWL adalah IBM, Xfinity, Cheez-It, Pringles, dan TeamSpeak.

Minggu lalu, perusahaan telekomunikasi AS, T-Mobile telah menghentikan kerja sama mereka dengan OWL. Dan tampaknya, sponsor-sponsor lain dari OWL akan mengikuti jejak T-Mobile, menurut laporan Polygon. Jika Coca-Cola dan State Farm memutuskan untuk berhenti menjadi sponsor, hal ini akan menjadi masalah bagi OWL. Pasalnya, kontrak sponsorship OWL dengan sejumlah brand besar merupakan salah satu bukti dari kesuksesan liga esports tersebut.

McDonald’s Gandeng FaZe Clan untuk Dorong Inklusivitas Industri Esports

McDonald’s baru saja menandatangani kontrak sponsorship dengan FaZe Clan. Melalui kerja sama ini, McDonald’s dan Faze akan membuat sejumlah konten yang dibintangi oleh para kreator ternama Faze. Konten tersebut dibuat dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa industri game dan esports merupakan industri yang inklusif.

Konten hasil kolaborasi McDonald’s dan FaZe akan menampilkan beragam cerita. Misalnya, cerita tentang bagaimana para anggota FaZe bisa menjadi populer seperti sekarang. Pada akhirnya, tujuan dari kolaborasi ini adalah untuk mendukung keberagaman di industri game dan esports serta menunjukkan apa yang FaZe dan McDonald’s lakukan untuk membuat industri game dan esports menjadi semakin inklusif, lapor Forbes.

F1 Bakal Gelar Kompetisi Mobile Esports Baru

Formula 1 menggelar kompetisi mobile esports kedua mereka. Kali ini, game yang diadu adalah Real Racing 3, yang dirilis oleh Electronic Arts. Pemain yang keluar sebagai pemenang akan mendapatkan tiket untuk menghadiri satu balapan F1 pilihan mereka dalam satu tahun ke depan. Sementara 10 pemain terbaik akan mendapatkan kacamata hitam berlisensi F1, Formuleyes. Dalam update terbaru Real Racing 3, game itu sudah menyertakan semua mobile F1 pada 2021.

“Sekarang, kami sedang berusaha untuk membangun reputasi kami di lanskap mobile game. Dan kami sangat senang karena bisa menyertakan Real Racing 3 dalam F1 Esports,” kata Ellie Norman, Director of Marketing and Communications, Formula 1, seperti dikutip dari The Race. “Kami harap, jumlah peserta dari kompetisi ini akan lebih banyak dari sebelumnya.”

Studi Komparasi antara Olimpiade dan Kompetisi Esports: Mana yang Lebih Menguntungkan?

Dalam beberapa tahun belakangan, esports memang jadi kian populer. Meskipun begitu, tetap ada stigma negatif yang melekat pada industri competitive gaming. Keikutsertaan esports dalam event olahraga besar — seperti SEA Games atau Asian Games — bisa membantu untuk menghapuskan stigma tersebut. Tak hanya itu, kemunculan esports di kompetisi olahraga, seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) atau Piala Presiden, juga bisa membuat masyarakat menjadi semakin tahu akan keberadaan esports.

Dari semua event olahraga, Olimpiade merupakan event yang paling bergengsi. Sebelum ini, Hybrid.co.id pernah membahas tentang apakah esports pantas untuk masuk ke Olimpiade. Kali ini, saya akan membandingkan proses penyelenggaraan Olimpiade dengan esports events kelas dunia seperti The International dan League of Legends Worlds. Tujuannya adalah untuk melihat apakah Olimpiade dan world class esports events memang pantas untuk disandingkan dengan satu sama lain.

Persiapan Olimpiade

Olimpiade hanya dilangsungkan selama 16 hari. Meskipun begitu, persiapan untuk menggelar event tersebut memakan waktu hingga bertahun-tahun. Persiapan dimulai dengan memilih kota untuk menjadi tuan rumah Olimpiade. Pengajuan untuk menjadi tuan rumah dari Olimpiade 2020 (yang digelar pada 2021 karena pandemi COVID-19) telah dimulai sejak Mei 2011. Ketika itu, International Olympic Committee (IOC) menginformasikan National Olympic Committee (NOCs) bahwa mereka bisa mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah dari Olimpiade 2020.

Pada Juni 2011, Gubernur Tokyo mengajukan kotanya sebagai tuan rumah. Selain Tokyo, ada beberapa kota lain yang juga mengajukan diri, seperti Istanbul, Madrid, Baku, Doha, dan Roma. Namun, pada akhirnya, Tokyo terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade 2021. Tokyo menandatangani kontrak untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2021 pada September 2013.

Jangan heran jika waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan Olimpiade sangat lama. Kota yang hendak menjadi tuan rumah Olimpiade memang biasanya dpilih 7-12 tahun sebelum Olimpiade digelar. Misalnya, untuk Olimpiade Musim Dingin 2022, Beijing telah ditetapkan sebagai tuan rumah pada Juli 2015. Dan Paris dipilih untuk menjadi tuan rumah dari Olimpiade 2024 sejak September 2017. Alasan mengapa kota tuan rumah Olimpiade dipilih selama bertahun-tahun sebelumnya adalah karena menjadi tuan rumah Olimpiade memerlukan banyak persiapan.

Sebagai tuan rumah Olimpiade, sebuah kota tidak hanya harus membangun desa atlet untuk menampung para peserta Olimpiade, tapi juga membangun atau memperbaiki stadion yang akan digunakan di event bergengsi itu. Tak berhenti sampai di situ, pemerintah kota juga harus memperbaiki infrastruktur kota, memastikan bahwa kota mereka siap untuk menerima kedatangan banyak orang selama Olimpiade berlangsung.

Contohnya, sebagai tuan rumah Olimpiade 2021, Tokyo harus menyiapkan lebih dari 41 ribu kamar hotel untuk media, eksekutif IOC, representatif NOC, serta representatif International Sports Federations (ISF). Tak hanya itu, mereka juga harus memastikan bahwa para turis yang datang akan kebagian hotel. Sebelum pandemi, pemerintah Tokyo berencana untuk menyiapkan kapal pesiar di pelabuhan Tokyo sebagai hotel sementara. Namun, rencana itu dibatalkan karena tidak banyak penonton yang hadir untuk menonton Olimpiade tahun ini secara langsung.

Untuk para atlet, Tokyo harus membangun desa atlet. Mereka tidak bisa sembarangan membangun desa atlet. Ada berbagai ketentuan yang harus mereka penuhi, seperti lokasi desa atlet harus dekat dengan stadion atau lokasi tempat perlombaan. Paling jauh, jarak desa atlet dengan tempat lomba adalah 50 kilometer atau 1 jam berkendara menggunakan mobil. Jika ada tempat kompetisi yang jauh dari desa atlet, maka tuan rumah harus membangun desa atlet lain yang dekat dengan lokasi perlombaan tersebut. Sebagai contoh, pada Olimpiade Musim Dingin 2014, Rusia membuat dua desa atlet. Pertama, desa atlet utama yang terletak di Sochi. Kedua, desa atlet yang ada di Roza Khutor, untuk atlet ski dan snowboard.

Persiapan Esports Events

Sekarang, mari kita bandingkan persiapan Olimpiade dengan persiapan yang tournament organizer (TO) harus lakukan untuk menggelar kompetisi esports, mulai dari turnamen di level nasional sampai tingkat internasional. Untuk mengetahui proses penyelenggaraan kompetisi esports, Hybrid.co.id menghubungi Herry Wijaya, Head of Operations, Mineski Indonesia dan Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer, RevivalTV. Kedua pria ini jelas punya pengalaman dalam mengadakan esports events tingkat nasional dan internasional.

Selain Herry dan Irli, Hybrid.co.id juga menghubungi ESL, yang merupakan salah satu penyelenggara kompetisi esports paling konsisten dalam menggelar esports events skala besar. Turnamen-turnamen esports tingkat internasional terbesar dan terpopuler sudah biasa jadi garapan ESL. Kali ini, SVP, Managing Director, ESL Asia Pacific Japan, Nick Vanzetti yang akan mewakili ESL memberikan insight-nya.

Herry mengatakan, untuk mengadakan kompetisi esports tingkat nasional, biasanya diperlukan waktu persiapan selama 3-6 bulan. Sementara untuk mengadakan kompetisi level internasional, waktu yang diperlukan akan bertambah menjadi dua kali lipat, sekitar 6-12 bulan. Sementara itu, Irli menyebutkan bahwa persiapan untuk mengadakan esports events sekelas The International atau LOL Worlds akan memakan waktu sekitar 8-12 bulan.

“Idealnya, waktu persiapan itu sekitar 8-12 bulan. Planning phase dan concepting butuh waktu sekitar 3-4 bulan, detailing perlu waktu 2-3 bulan, promosi akan dimulai pada 2-3 bulan sebelum event berjalan,” kata Irli melalui pesan singkat. “Setelah itu, eksekusi dan post event.” Dia menambahkan, “World class event, it is all about capturing the moments, about the experience untuk orang-orang yang nonton, baik di venue ataupun secara online. Tugasnya organizer? Membuat kesempatan sebanyak mungkin agar para stakeholder bisa mendapatkan momen tersebut.”

“Momen seperti apa? Untuk audiens biasa, stage yang ‘wah’ dan konten yang menghibur. Buat audiens hardcore, final match yang caster-nya sangat iconic. Buat yang punya pengalaman EO, event yang jalannya rapi, dan buat yang suka musik, soundtrack yang benar-benar nyangkut di hati,” ungkap Irli.

Ketika hendak menggelar esports events, Irli menjelaskan, secara umum, ada empat stakeholders yang harus diperhatikan. Keempat stakeholders itu adalah pemain/talent, audiens, sponsor, serta developers atau IP owners. Kru juga menjadi stakeholder lain yang harus dipertimbangkan oleh pihak organizer. Irli menambahkan, tergantung pada skala sebuah kompetisi, kemungkinan, ada stakeholders lain yang harus diperhaikan, seperti pemerintah atau perusahaan pesaing.

“Yang penting, kita sebagai organizer harus memikirkan banget semua hal-hal di atas: apa yang bisa membuat event menjadi memorable (dalam arti positif) untuk semua stakeholders. Untuk membuat event menjadi memorable bagi semua stakeholder, kebutuhannya beda-beda,” kata Irli. “Hotel bagus untuk kru dan makanan yang enak. LO talent yang bagus serta fasilitas pendukung supaya ketika mereka tampil di panggung nggak pakai ribet, dan audiens mendapatkan tontontan yang tidak ngaret serta production value-nya bagus; untuk sponsor, KPI-nya terpenuhi dan lain-lain.”

Ketika ditanya soal persiapan yang harus dilakukan oleh organizer, Herry memberikan rincian tentang segala sesuatu yang harus disiapkan oleh organizer, seperti:

1. Venue dan mandatory
2. Hard production and soft production
3. Properti
4. Peralatan produksi
5. Hospitality
6. Talents
7. Internet dan komunikasi
8. Miscellanous things, seperti alat tulis atau hard disk jika diperlukan

“Yang dimaksud dengan mandatory adalah segala sesuatu yang harus disiapkan ketika kita menggunakan sebuah venue,” ujar Herry ketika dihubungi melalui telepon. “Misalnya, jika kita ingin menggunakan Tennis Indoor Senayan, kita harus menyediakan pemadam kebakaran dan ambulans, sesuai dengan standar dari mereka. Tak hanya itu, kami juga harus menyiapkan izin keramaian.” Lebih lanjut, dia menjelaskan, hard production mencakup stage, booth, gate, dan segala sesuatu yang bersifat fisik, sementara soft production mencakup semua hal yang dibutuhkan untuk membuat konten digital, seperti aset digital. Sementara hospitality mencakup hotel, makanan, serta transportasi.

LAN Events. | Sumber: ESL Gaming

Tidak jarang, kompetisi esports akan disponsori oleh merek endemik, seperti perusahaan smartphone untuk kompetisi esports mobile atau perusahaan pembuat hardware untuk turnamen esports PC. Terkait produk dari sponsor, terkadang, sponsor akan memberikan produk mereka dan kadang kali, mereka hanya akan meminjamkan produk tersebut. Hal itu akan tergantung pada kontrak yang sudah ditandatangani.

“Ada sponsorship dalam bentuk barang. Kita boleh untuk menjual lagi barang ini,” kata Herry. “Tapi, juga ada sponsor yang memberikan dalam bentuk pinjaman. Jadi, yang penting, presence produk mereka ada selama kompetisi.”

Senada dengan Herry dan Irli, Nick mengungkap bahwa ESL membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk mengadakan world class esports events. Dia menambahkan, semakin dekat dengan hari H, maka semakin besar pula beban kerja ESL.

“Ada banyak persiapan yang harus dilakukan untuk menggelar event internasional,” ujar Vanzetti. “Pertama, kami harus mencari venue yang sesuai dengan kebutuhan kami. Hal ini biasanya tergantung pada seberapa besar event yang hendak kami adakan.” Dia mengungkap, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan ESL sebelum memilih sebuah venue, yaitu kapasitas, ketersediaan internet, dan lokasi dari venue tersebut, apakah ia mudah dijangkau atau tidak.

“Kami juga akan memastikan agar pemain, talents, karyawan ESL, dan semua pihak yang harus pergi ke kota tempat kompetisi diadakan, bisa mendapatkan akomodasi yang memadai, seperti visa, tiket penerbangan, hotel, dan lain sebaganya,” ungkap Vanzetti. Dia menekankan, salah satu prioritas ESL sebagai organizer adalah memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kompetisi esports mendapatkan pengalaman yang memuaskan, mulai dari ketika mereka berangkat, sepanjang acara, sampai mereka kembali ke rumah masing-masing.

LOL Worlds 2020 digelar di Shanghai. | Sumber: LOL Esports

Lalu, bagaimana organizer menentukan kota yang menjadi tuan rumah untuk kompetisi esports internasional? Herry menyebutkan, ketika hendak memilih kota tuan rumah, biasanya mereka akan menyesuaikan dengan keinginan klien. Jika tujuan klien adalah untuk memberikan fans service pada pecinta game mereka, maka Mineski akan menggelar kompetisi di kota yang masyarakatnya sudah mengenal game tersebut. Sebaliknya, jika klien ingin membangun pasar baru dan memperkenalkan game mereka ke pontesial konsumer, maka Mineski akan mengadakan kompetisi di kota yang masyarakatnya justru tak terlalu mengenal game milik klien.

Vanzetti juga menyebutkan, besar pasar di sebuah kota atau negara memang jadi salah satu tolok ukur ESL dalam memilih kota/negara tuan rumah dari sebuah kompetisi esports. Selain itu, hal lain yang menjadi pertimbangan mereka adalah ketertarikan pemerintah akan esports.

“Kota yang terpilih sebagai tuan rumah bisa memberikan dukungan dalam berbagai cara. Misalnya, mereka bisa membantu kita untuk mendapatkan visa bagi pemain dan staf. Mereka juga bisa mendukung bagian marketing atau membantu biaya sewa venue atau akomodasi,” ungkap Vanzetti. “Melalui sistem bidding, TO akan bisa bekerja sama dengan kota yang menawarkan keuntungan strategis sehingga mereka bisa mengadakan esports event kelas dunia yang memuaskan.”

Namun, seperti yang disebutkan oleh Irli, saat ini, satu-satunya publisher yang menggunakan sistem bidding dalam memilih kota untuk menggelar kompetisi esports adalah Valve. Dia menjelaskan, Valve memberikan kesempatan pada para event organizer untuk mengajukan proposal dalam menggelar turnamen Major. Para organizer tersebutlah yang akan mengajukan kota yang menjadi tuan rumah dari sebuah kompetisi.

“Dari pengalaman gue handle event-event skala nasional dan internasional, beberapa faktor yang dipertimbangkan adalah fasilitas di kota tersebut, jumlah pemain di kota itu, jumlah pemain di kota-kota sekitar, accessibility ke kota itu, seperti bandara, hotel, jarak dengan venue,” kata Irli. “Support produk dari sponsor di kota itu, kondisi politik di kota tersebut, dan antusiasme dari warga lokal.”

Dalam mengadakan kompetisi esports, organizer juga harus bisa mengatur manpower alias sumber daya manusia (SDM). Herry menyebutkan, untuk mengadakan kompetisi online, diperlukan sekitar 40-60 orang. Angka ini bisa menggelembung menjadi 80-12 orang jika turnamen diselenggarakan secara offline. Sementara untuk mengadakan kompetisi offline level internasional, dia menyebutkan, akan diperlukan sekitar 150-170 orang. Namun, tidak semua kru tersebut merupakan pekerja dari Mineski. Sebagian merupakan bagian dari “familia”, yaitu freelancer yang memang terus bekerja untuk Mineski.

Soal jumlah SDM yang diperlukan dalam menggelar world class esports events, Vanzetti menyebutkan, ESL biasanya akan membutuhkan sekitar 200 staf dan pekerja kontrak. “Selain mempekerjakan staf ESL, kami juga menjalin kontrak dengan supplier dan perusahaan lokal untuk membantu kami mengadakan event,” ujarnya. Menurut estimasi Irli, menggelar world class esports event layaknya The International atau LOL Worlds akan membutuhkan sekitar 200-300 staf di segala posisi. Jumlah staf yang diperlukan akan berbanding lurus dengan besar lokasi turnamen digelar.

“Semakin besar event dan venue-nya, lebih banyak orang yang dibutuhkan untuk handle floor, bisa sampai 500-600 orang,” ujarnya. “Tapi, biaya untuk bagian ini bisa ditekan, karena bisa menggunakan volunteer atau freelancer yang dibayar per jam atau per hari.” Dia menjadikan Djakarta Warehouse Project (DWP) sebagai perbandingan. Dia menyebutkan, festival musik terbesar Indonesia itu membutuhkan sekitar seribu kru. Namun, tim intinya hanya berisi 50-100 orang. Sementara ratusan orang sisanya merupakan freelancer atau volunteer.

Tren Viewership Olimpiade dan Kompetisi Esports

Viewership bisa menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan dari sebuah event. Sayangnya, viewership Olimpiade tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan kompetisi esports, bahkan dengan event seperti The International atau LOL Worlds sekalipun. Alasannya sederhana: karena metrik yang digunakan berbeda. Biasanya, jumlah penonton TV menjadi salah satu cara untuk mengukur kesuksesan Olimpiade.

Sementara itu, banyak kompetisi esports yang tidak disiarkan di TV. Kebanyakan konten esports disiarkan di platform streaming, seperti Twitch dan YouTube. Alhasil, metrik yang digunakan pun biasanya bukan rating, tapi hours watched serta jumlah penonton rata-rata dan jumlah peak viewers. Karena itu, untuk membandingkan viewership Olimpiade dengan TI dan LOL Worlds, saya memilih untuk membandingkan tren viewership dari keduanya: apakah tren viewership menunjukkan tren naik atau turun.

Di Amerika Serikat, Olimpiade biasanya disiarkan oleh NBC (National Broadcasting Company). Upacara pembukaan Olimpiade Tokyo hanya ditonton oleh 16,9 juta orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penonton pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah penonton tahun ini mencetak rekor sebagai jumlah penonton paling sedikit, menurut data dari Nielsen. Tak hanya itu, selama Olimpiade Tokyo berlangsung, jumlah penonton di NBC hanya mencapai setengah dari jumlah penonton Olimpiade Rio de Janeiro pada 2016. Padahal, NBC telah menghabiskan US$7,65 miliar untuk memperpanjang kontrak hak siar Olimpiade di AS hingga 2032.

Berikut jumlah penonton Olimpiade Tokyo jika dibandingkan dengan Olimpiade Rio selama lima hari:

Selasa, 27 Juli 2021, jumlah penonton turun 58%
Rabu, 28 Juli 2021, jumlah penonton turun 53%
Kamis, 29 Juli 2021, jumlah penonton turun 43%
Sabtu, 31 Juli 2021, jumlah penonton turun 57%
Minggu, 1 Agustus 2021, jumlah penonton turun 51%

Jumlah penonton Olimpiade di NBC pada hari Minggu, 1 Agustus 2021, hanya mencapai 13 juta orang. Padahal, pada Olimpiade Rio, jumlah penonton mencapai 26,7 juta orang. Menurut laporan AP News, peak viewers dari siaran Olimpiade di NBC terjadi pada Kamis, 29 Juli 2021. Ketika itu, itu, jumlah penonton mencapai 16,2 juta orang. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan jumlah penonton Olimpiade Rio, jumlah penonton saat itu masih 43% lebih rendah.

CEO NBC Universal, Jeff Shell menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan rating siaran Olimpiade pada tahun ini terjun bebas. Salah satunya adalah karena Olimpide harus diundur satu tahun akibat pandemi. Tahun ini, masyarakat juga tidak disarankan untuk datang dan menonton Olimpiade secara langsung. Bagi perusahaan broadcast asal AS, mereka juga harus menyesuaikan jam tayang. Pasalnya, jeda waktu antara Tokyo dan Washington DC mencapai 13 jam. Untuk mengakali hal tersebut, NBC serta perusahaan media lain berusaha untuk menawarkan siaran Olimpiade melalui berbagai platform pada jam yang berbeda-beda. Namun, Reuters menyebutkan, hal ini justru membuat para penonton kebingungan.

Sekarang, mari kita beralih ke viewership dari The International dan LOL Worlds. Ada tiga metrik yang saya gunakan sebagai tolok ukur, yaitu hours watched, jumlah penonton rata-rata, dan jumlah  peak viewers. Saya menggunakan data dari Esports Charts. Sebagai catatan, penyelenggaraan The International 2020 harus ditunda karena pandemi COVID-19. Karena itu, jumlah hours watched, peak viewers, dan average viewers dari kompetisi itu pada 2020 tertulis 0.

Jumlah hours watched, peak viewers, dan average viewers dari TI dan LOL Worlds. | Sumber: Esports Charts

Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, dari tahun ke tahun, viewership The International terus menunjukkan tren naik di semua metrik. Untuk LOL Worlds, jumlah penonton rata-rata juga terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2019, jumlah penonton rata-rata bahkan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, mencapai 60%. Namun, dari segi peak viewers dan hours watched, viewership LOL Worlds tidak selalu menunjukkan tren naik. Sesekali, jumlah hours watched dan peak viewers dari LOL Worlds stagnan atau menunjukkan sedikit penurunan.

Anda juga bisa melihat viewership untuk LOL Worlds 2020 dan The International 2019 pada grafik di bawah.

Viewership LOL Worlds 2020. | Sumber: Esports Charts
Viewership dari The International 2019. | Sumber: Esports Charts

Jika Anda membandingkan jumlah penonton Olimpiade dengan jumlah peak viewers dari esports events, kompetisi esports memang masih kalah. Namun, esports punya satu keunggulan lain dari Olimpiade, yaitu umur rata-rata penonton yang lebih muda. Per 2016, umur rata-rata penonton Olimpiade adalah 53 tahun. Sementara itu, umur rata-rata penonton esports adalah 26 tahun. Jika ingin tahu lebih lanjut tentang masalah ini, saya pernah membahasnya di sini.

Money, Money, Money~

Selain viewership, metrik lain yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah sebuah event sukses atau tidak adalah uang. Karena itu, saya akan membahas soal biaya yang diperlukan untuk mengadakan Olimpiade serta esports events dan juga keuntungan/kerugian yang didapat oleh kota tuan rumah.

Besar biaya yang disiapkan oleh kota tuan rumah untuk mengadakan Olimpiade berbeda-beda. Satu hal yang pasti, dana yang dialokasikan bisa mencapai miliaran atau bahkan puluhan miliar dollar. Misalnya, Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang membutuhkan biaya sebesar US$12,9 miliar dan biaya untuk Olimpide Musim Dingin 2010 di Vancouver mencapai US$6,4 miliar. Sementara untuk menjadi tuan rumah dari Olimpiade dan Paralimpiade 2012, London mengeluarkan sekitar mencapai US$14,6 miliar. Untuk menggelar Olimpiade 2008, Beijing menghabiskan US$42 miliar.

Tentu saja, dana tersebut tidak hanya dihabiskan untuk infrastruktur olahraga, seperti stadion. Seperti yang disebutkan oleh Investopedia, kota yang ditunjuk sebagai tuan rumah Olimpiade biasanya juga akan memperbaiki infrastruktur dasar, dengan membangun jalan atau memperbaiki bandar udara. Selain itu, kota tuan rumah juga biasanya membangun infrastruktur lain yang dibutuhkan untuk mengakomodasi lonjakan populasi selama Olimpiade, seperti hotel.

Sebagai contoh, untuk menyambut Olimpiade 2016, Rio membangun 15 ribu kamar hotel baru untuk mengakomodasi turis. Sementara Sochi mengeluarkan US$42,5 miliar untuk membangun infrastruktur non-olahraga demi Olimpiade 2014. Dari puluhan miliar dollar yang Beijing keluarkan untuk Olimpiade 2008, sebanyak US$22,5 miliar mereka habiskan untuk membangun jalan, bandar udara, kereta bawah tanah, dan kereta api. Mereka juga menghabiskan US$11,25 miliar untuk membersihkan lingkungan.

Karena pemerintah mendadak membuat banyak program infrastruktur, maka muncul banyak lowongan pekerjaan baru. Hal ini menjadi salah satu keuntungan yang didapat oleh kota yang menjadi tuan rumah Olimpiade. Selain itu, pemerintah kota juga bisa mendapatkan pemasukan ekstra karena selama enam bulan sebelum dan sesudah Olimpiade, ribuan sponsor, media, atlet, dan penonton akan hadir ke kota yang menjadi tuan rumah Olimpiade.

Selain turis, Olimpiade juga punya beberapa sumber pemasukan lain. Salah satunya adalah penjualan lisensi. Sayangnya, sejak Olimpiade 2008, harga lisensi Olimpiade terus turun. Anda bisa melihatnya pada grafik di bawah, yang didasarkan pada data dari Statista.

Pemasukan Olimpiade dari lisensi. | Sumber: Statista

Marketing menjadi sumber pemasukan lain untuk Olimpiade. Kabar baiknya, dari tahun ke tahun, pemasukan Olimpiade dari marketing menunjukkan tren naik. Pada periode 2013-2016, pemasukan dari marketing memang sempat turun. Namun, penurunan itu tidak besar, hanya 3%, dari dari US$8 miliar pada periode 2009-2012, menjadi US$7,8 miliar pada periode 2013-2016.

Pemasukan Olimpiade dari marketing. | Sumber: Statista

Sayangnya, menjadi tuan rumah Olimpiade juga menimbulkan masalah tersendiri. Salah satu masalah yang paling utama adalah kerugian finansial. Alasannya, pemasukan yang didapat dari Olimpiade biasanya tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Sebagai contoh, London hanya mendapatkan US$5,2 miliar. Sementara itu, untuk mengadakan Olimpiade Musim Dingin 2010, Vancouver mengeluarkan US$7,6 miliar dan hanya mendapatkan US$2,8 miliar.

Selain itu, terkadang, jumlah lowongan pekerjaan baru yang muncul juga tidak sebanyak perkiraan. Misalnya, Salt Lake City (tuan rumah Olimpiade 2002) hanya mendapatkan 7 ribu lowongan pekerjaan baru, padahal, diperkirakan, jumlah lowongan baru yang muncul akan mencapai 10 kali lipat dari itu. Seolah itu tidak cukup buruk, kebanyakan lowongan pekerjaan baru yang muncul justru ditujukan untuk orang-orang yang memang sudah punya pekerjaan. Alhasil, jumlah pengangguran di kota tuan rumah tetap sama.

Peluang bisnis yang muncul berkat Olimpiade juga biasanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan internasional, seperti perusahaan konstruksi atau restoran. Dengan kata lain, penyelenggaraan Olimpiade tidak selalu menguntungkan pelaku bisnis lokal di kota tuan rumah. Terakhir, masalah yang mungkin dihadapi pemerintah kota tuan rumah Olimpiade adalah terbengkalainya infrstruktur yang dibangun untuk Olimpiade — seperti desa atlet dan stadion olahraga — setelah Olimpiade berakhir. Dalam beberapa dekade belakangan, muncul certa “horor” akan infrastruktur bekas Olimpiade yang menjadi terbengkalai. Hal ini pernah terjadi di Turin, Italia, yang menjadi tuan rumah dari Olimpiade 2006.

Desa atlet di Turin. | Sumber: Olympics

Oke, sekarang, mari kita bandingkan biaya yang diperlukan untuk mengadakan esports event, mulai dari kompetisi nasional, sampai kompetisi kelas dunia seperti The International atau LOL Worlds.

Untuk masalah biaya, Vanzetti menyebutkan bahwa esports events kelas dunia akan memakan biaya sekitar jutaan dollar. Sementara itu, Herry memperkirakan, turnamen esports tingkat nasional akan memakan biaya sekitar US$500 ribu sampai US$1 juta. Untuk kompetisi esports international, maka biaya itu akan menggelembung menjadi dua kali lipat. Dan untuk mengadakan event seperti The International atau LOL Worlds, Herry menduga, biaya yang diperlukan akan mencapai sekitar US$5-10 juta. Senada dengan Herry, Irli juga menyebutkan bahwa dana minimal yang diperlukan untuk menggelar TI atau LOL Worlds adalah US$5 juta.

“Rinciannya, produksi 50%, hospitality dan manpowers 20%, promosi 20%, dan laiin-lain 10%,” ujar Irli. “Gambaran kasarnya seperti itu. Tapi, tergantung pada kebutuhan klien. Production value apa yang mereka mau tingkatkan. Biayanya nanti scale up dari sana. Kalau Valve, mereka itu fokus ke story, aftermovie, dan gimmick yang ada hubungannya dengan game. Sementara Riot lebih suka fokus ke opening ceremony yang mewah, teknologi broadcasting canggih, dan lain-lain.”

Salah satu konten yang Valve sediakan untuk mendukung The International adalah True Sight. True Sight merupakan seri dokumenter yang menunjukkan behind the scene dari para pemain profesional Dota 2 selama TI. Sementara itu, Riot Games lebih memilih untuk mengadakan opening ceremony yang megah.  Pada LOL Worlds 2017, Riot menerbangkan naga virtual di Beijing National Stadium. Sementara pada 2018, mereka menampilkan grup K-Pop virtual dengan menggunakan teknologi augmented reality. Satu tahun kemudian, Riot kembali menampilkan grup hip-hop virtual. Hanya saja, pada 2019, mereka menggunakan teknologi hologram, yang membuat garis batas antara dunia nyata dan dunia virtual menjadi semakin mengabur.


Lalu, apakah kompetisi esports menghasilkan untung?

Pada 2018, Derrick Asiedu, Head of Global Events, Riot Games mengungkap bahwa Riot menghabiskan lebih dari US$100 juta per tahun untuk program esports mereka dan mereka masih jauh dari balik modal. Padahal, League of Legends merupakan salah satu game dengan ekosistem esports terbaik. Kompetisi esports League of Legends tak hanya menarik banyak penonton, Riot pun serius untuk mengembangkan liga-liga internasional untuk game mereka itu. Walau belum mendapat untung secara finansial, Riot tetap mendapatkan keuntungan dari membangun ekosistem esports League of Legends. Keberadaan skena esports League of Legends membuat game yang berumur lebih dari 10 tahun itu tetap populer. Dengan begitu, pemasukan Riot dari penjualan konten dan item dalam game tetap bisa berjalan.

Jika dibandingkan dengan Olimpiade kompetisi olahraga tradisional, kompetisi esports juga punya model mometisasi yang berbeda. Event olahraga biasanya mendapatkan pemasukan sebesar 40% dari sponsorship, 40% dari broadcasting, dan 20% dari penjualan tiket serta merchandise. Sementara untuk esports,  sebanyak 80% pemasukan berasal dari sponsorship, 15% dari broadcasting, dan 5% dari penjualan tiket dan merchandise, menurut Alban Dechelotte, Head of Business Development and Sponsorship, League of Legends European Championship (LEC).

“Kami memang bisa menjual hak siar secara eksklusif untuk meningkatkan pemasukan,” kata Dechelotte pada GamesIndustry, “Tapi, walau pemasukan kami naik, viewership kami akan turun. Padahal, viewership juga penting. Karena, pada akhirnya, esports adalah alat marketing untuk game kami. Dengan begitu, sponsorship jadi prioritas nomor satu kami. Karena, dari segi persentase pemasukan, kontribusi sponsorship di pemasukan esports dua kali lipat dari pemasukan dari kegiatan olahraga tradisional.”

Senada dengan Asideu, Irli juga menyebutkan, sekitar 80% pemasukan untuk esports events memang berasal dari sponsorship. Sementara 20% lainnya berasal dari penjualan tiket, merchandise, dan lain sebagainya. “Karena itulah, kebanyakan esports event itu diadakan oleh developer/publisher game tersebut,” ungkapnya. “Esports belum memasuki tahap bisa membuat revenue stream dari penjualan tiket saja. Fungsinya masih menjadi marketing tools dari para publisher dan output utama dari esports event adalah eksposur. Event seperti The International dan LOL Worlds bisa mendorong pemasukan dari penjualan merchandise dan tiket sampai 30-40%, tapi sisanya tetap dari sponsor.”

BOOM Esports ketika menjuarai ESL Indonesia Championship Season 2. | Sumber: Twitter

Kabar baiknya, penyelenggaraan kompetisi esports skala internasional juga bisa menguntungkan perusahaan lokal. Vanzetti menyebutkan, ESL memang punya peralatan sendiri demi memastikan event yang hendak mereka adakan bisa dieksekusi dengan baik. Namun, mereka juga bekerja sama dengan supplier lokal untuk pengadaan panggung, seperti sounds, lights, dan LED.

“Untuk beberapa bagian lain, kami juga bekerja sama dengan perusahaan lokal, seperti untuk pengadaan furniture, security barrier, dan kamera,” ujar Vanzetti. “Di bagian ini, perusahaan lokal bisa mendapatkan untung besar berkat diselenggarakannya kompetisi esports kelas dunia di negara mereka.”

Kesimpulan

Persiapan untuk menggelar Olimpiade jauh lebih rumit dan memakan waktu yang jauh lebih lama daripada mengadakan esports events, bahkan untuk turnamen sekelas The International ataupun LOL Worlds. Tak hanya itu, dari segi biaya, mengadakan Olimpiade juga memakan biaya yang lebih besar, hingga miliaran dollar, sementara kompetisi esports “hanya” memerlukan biaya sebesar jutaan dollar. Meskipun begitu, Olimpiade tetap menarik jutaan penonton televisi. Memang, jumlah penonton Olimpiade menunjukkan tren turun. Tapi, bisa jadi hal ini terjadi karena perubahan kebiasaan menonton masyarakat, dari menonton TV menjadi menonton via aplikasi streaming.

Sementara dari segi pemasukan, baik Olimpiade maupun esports events pun tak melulu memberikan untung. Bedanya, sejak awal, esports memang digunakan sebagai alat marketing bagi publisher game. Sementara sumber pemasukan utama dari publisher itu ya tetap dari menjual game atau item dalam game. Dan esports terbukti efektif sebagai alat marketing. Buktinya, jumlah pemain Rainbow Six justru naik seiring dengan bertambahnya umur. League of Legends, Dota 2, dan Counter-Strike: Global Offensive, yang merupakan game-game tua pun masih dimainkan hingga saat ini.

16 Tim Wild Rift Terbaik akan Mengikuti Kualifikasi Final SEA Icon Series Indonesia: Fall Season

Turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia sudah menyelesaikan babak kualifikasi terbuka. Ada 4 seri kualifikasi terbuka yang digelar oleh OneUp selaku pihak penyelenggara. Sebanyak 13 tim berhasil mengamankan slot dari babak kualifikasi terbuka ini. Mereka akan bergabung dengan 3 tim undangan dari peserta turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Summer – Indonesia kemarin.

Keenam belas tim yang sudah mendapatkan slotnya tersebut nantinya akan bertanding pada babak kualifikasi final. Keenam belas tim tersebut adalah BOOM Esports, Dewa United, Kit Cat, Joker Squad, as a Team, Team OKE, Good Luck Gaming, Signature, DG Esports, 69 Esports, Pasopati Esports, Team Bangan, ECHO Esports, ION Esports, Eagle365 Esports, dan MBR Esports.

Image Credit: Wild Rift notoxic

Sebenarnya ada 4 tim yang diundang untuk mengikuti turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia. Tim ONIC Esports memutuskan untuk tidak mengambil slot tersebut. Sedangkan tim Bigetron Infinity para pemainnya diakuisisi oleh tim ION Esports.

Babak kualifikasi final Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia nantinya akan digelar pada 14 hingga 15 Agustus 2021 mendatang secara online. Turnamen ini akan menggunakan format double elimination dengan pertandingan best of 3. Turnamen kualifikasi final Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia akan memperebutkan 8 slot menuju ke babak selanjutnya yakni babak group stage.

Turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia adalah seri yang kedua diadakan di Indonesia. Seri pertamanya yaitu Wild Rift SEA Icon 2021: Summer – Indonesia diadakan Juni 2021 kemarin dengan memperebutkan total hadiah sebesar Rp190 juta.

ONIC Esports tampil sebagai juara setelah mengalahkan Bigetron Infinity di partai grand final. Namun sayangnya kedua tim ini tidak akan tampil lagi pada pagelaran Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia. Hal ini karena secara mengejutkan ONIC Esports, Bigetron Infinity, dan Monochrome Esports memutuskan untuk membubarkan timnya sebelum turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia ini dimulai.

Turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia merupakan seri turnamen Wild Rift tertinggi di Indonesia. Turnamen ini diselenggarakan oleh Riot Games bekerja sama dengan OneUp Indonesia. Turnamen ini menjadi ajang perebutan siapa tim Wild Rift terbaik di Indonesia saat ini. Turnamen Wild Rift SEA Icon 2021: Fall – Indonesia nantinya juga akan menentukan slot tim menuju turnamen Wild Rift tingkat Internasional.