Jumlah Pemain Farming Simulator 22 di Steam Kalahkan Battlefield 2042, Epic Games Akuisisi Harmonix Systems

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik di dunia gaming. Salah satunya, Steam berhasil mencetak rekor concurrent users baru. Selain itu, jumlah peak gamers dari Farming Simulator 22 di Steam lebih banyak dari Battlefield 2042, yang merupakan salah satu game paling dinanti pada tahun ini. Pada minggu lalu, Netflix juga mengumumkan bahwa mereka telah merekrut Amir Rahimi sebagai Vice President of Game Studios. Sementara Epic Games telah mengakuisisi Harmonix Systems, kreator dari Rock Band dan Dance Central.

Di Steam, Jumlah Pemain Farming Simulator 22 Kalahkan Battlefield 2042

Battlefield 2042 adalah salah satu game yang paling ditunggu-tunggu di 2021.  Hanya saja, setelah diluncurkan, Battlefield 2042 gagal memenuhi ekspektasi para fans. Salah satu kekecewaan para gamers, khususnya pemain PC, adalah banyaknya bugs di Battlefield 2042. Memang, Battlefield 2042 masih menjadi salah satu game paling populer di Steam pada minggu lalu. Tapi, popularitas dari game itu berhasil dikalahkan oleh Farming Simulator 22, yang diluncurkan beberapa hari setelah Battlefield 2042.

Berdasarkan data dari SteamDB, jumlah peak gamers dari Battlefield 2042 adalah 105.397 orang. Sementara jumlah peak gamers dari Farming Simulator 22 mencapai 105.636. Walau selisihnya tidak besar, Farming Sim 22 tetap berhasil mendapatkan peak gamers lebih banyak dari Battlefield 2042. Seperti yang disebutkan oleh Kotaku, jika platforms lain seperti PlayStation 5 dan Origin disertakan, kemungkinan, jumlah pemain Battlefield 2042 akan mengalahkan Farming Sim 22. Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa Battlefield 2042 — salah satu game yang paling dinanti tahun ini — kalah populer dari Farming Sim 22 di Steam, salah satu toko game digital terpopuler untuk game PC.

Valve Cetak Rekor Concurrent Users Baru: 27,1 Juta Orang

Pada minggu lalu, Steam berhasil memecahkan rekor concurrent users. Menurut SteamDB, sekarang, rekor concurrent users tertinggi dari Steam adalah 27.182.165 orang. Sebelum ini, rekor concurrent users Steam adalah 26,9 juta orang, yang tercapai pada April 2021. Dua game dari Valve memberikan kontribusi terbesar. Counter-Strike: Global Offensive memiliki concurrent players sebanyak 849.144 orang, sementara Dota 2 663.561 orang. Sementara game dengan kontribusi terbesar ketiga adalah PUBG, yang mendapatkan concurrent users sebanyak 241.902 orang. Apex Legends dari Respawn ada di posisi keempat dan New World dari Amazon di posisi lima, menurut laporan Eurogamer.

Epic Games Akuisisi Harmonix Systems, Kreator Rock Band

Epic Games baru saja mengakuisisi Harmonix Systems, studio di balik seri game Rock Band dan Dance Central. Bermarkas di Boston, Amerika Serikat, Harmonix telah membuat berbagai game bertema musik selama lebih dari 20 tahun. Harmonix mengungkap, walau telah diakuisisi oleh Epic, mereka tetap akan meluncurkan konten baru untuk Rock Band 4. Di bulan ini, Harmonix telah meluncurkan enam lagu baru di game tersebut, termasuk Montero (Call Me By Your Name) dari Lil Nas X dan Shimmer dari Fuel.

Rock Band adalah salah satu karya Harmonix Systems. | Sumber: Polygon

“Bergabung dengan keluarga Epic Games adalah pencapaian tersendiri bagi kami,” tulis Harmonix, seperti dikutip dari Collider. “Hal ini tidak bisa kami capai tanpa dukungan dari kalian semua, para fans. Terima kasih! Dalam 26 tahun terakhir, kami terus berusaha untuk menciptakan cara menikmati musik yang baru dan unik. Sekarang, kami akan bekerja sama dengan Epic untuk membawa pengalaman bermain game musik ke Metaverse.”

Netflix Kini Punya Vice President of Game Studios

Netflix menunjuk Amir Rahimi, mantan President of Games di Scopely, sebagai Vice President of Game Studios. Di Scopely, Rahimi telah bekerja selama dua tahun. Sebelum itu, dia bekerja sebagai SVP dan General Manager Los Angeles dari FoxNext, unit virtual Reality dan taman bermain dari Century Foxy. Dia juga pernah bekerja selama tiga tahun di Zynga dan tujuh tahun di Electronic Arts. Di Netflix, Rahimi akan melapor pada Mike Verdu, Vice President of Games, menurut laporan GamesIndustry.

Beberapa bulan belakangan, Netflix memang menunjukkan minat pada industri game. Mereka merekrut Verdu pada Juli 2021 dan mengakuisisi developer Oxenfree, Night School Studio, pada September 2021. Pada Juli 2021, Netflix mengungkap rencana mereka untuk menjajaki industri game. Mereka menyebutkan, mereka akan fokus ke mobile game terlebih dulu. Game yang mereka luncurkan akan bisa dimainkan secara gratis oleh orang-orang yang telah berlangganan Netflix.

Jumlah Gamers di Afrika Sub-Sahara Kini Capai 186 Juta

Jumlah gamers di kawasan Afrika Sub-Sahara naik dari 77 juta pada 2015 menjadi 186 juta orang pada 2021, menurut studi yang dilakukan oleh Newzoo dan Carry1st. Seiring dengan bertambahnya jumlah gamers, total belanja di industri game pun naik. Afrika Selatan menjadi negara dengan total belanja paling besar. Diperkirakan, pada tahun ini, total spending dari gamers di Afrika Selatan mencapai US$290 juta. Sebagai perbandingan, total spending di Nigeria diduga mencapai US$185 juta, Ghana US$42 juta, Kenya US$38 juta, dan Ethiopia US$35 juta.

Total belanja negara-negara Afrika Sub-Sahara.

Di kawasan Afrika Sub-Sahara, Afrika Selatan juga menjadi negara dengan persentase gamers paling tinggi. Sebanyak 40% populasi dari negara itu bermain game. Di Ghana, persentase gamers dibandingkan populasi hanya mencapai 27%, di Nigeria 23%, Kenya 22%, dan Ethiopia 13%. Dari 186 juta gamers di Afrika Sub-Sahara, sebanyak 177 juta orang bermain di mobile. Menurut studi yang dilakukan oleh Newzoo dan Carry1st, Afrika Sub-Sahara adalah salah satu kawasan dengan pertumbuhan mobile game paling besar, seperti yang disebutkan oleh GamesIndustry.

Sumber header: Steam

Exclusive Interview: Riot’s Answers on Its Expansion in Entertainment and Esports Industries

Arcane, the animated series of League of Legends (LoL) on Netflix, is a huge success. As reported by Deadline, it became the most popular show in the US, defeating The Mandalorians and Stranger Things.

It’s also reported that Arcane is renewed for a second season. Besides its commercial success, it’s critically acclaimed by critics around the world. Joshua Rivera from Polygon writes this in the review, “As a show made by Riot Games, one of the biggest players on Video Game Island, Arcane may be one of the most significant attempts at bridging the distance, at making games less of an island — bringing the show where everyone watches them, on Netflix. Even if it ultimately isn’t that bridge, it’s still an excellent TV show, which is a wonderful thing to be.”

Around the time of Arcane’s release date, LoL World Championship 2021 also concluded the annual world-class competition with record-breaking audiences. Over 4 million viewers, excluding Chinese viewers, watched the grand final between EDG and DWG KIA.

Image credit: Esports Charts Pro Feature

It really seems a great weekend for Riot Games. That’s why, when I have an opportunity to ask some questions, I jumped at the chance. Justin Hulog, General Manager Riot Games SEA, answered all of these questions.

Some people, even Netflix, believe that games are the future of entertainment. So, why do you expand to movies/TV series?

League of Legends’ dedication to lore is what allows us to explore so many different alternate universes, stories and formats. We wanted Arcane to be a true, celebratory moment for all Riot Games’ fans. That means showcasing all the different ways Arcane can manifest in our bread-and-butter: games.

Explore the vast interpretations and activities of Arcane around all our games so that no matter what you’re playing, or what you want to try, Arcane will be there waiting for the gamers. We believe that only a game company can fully intertwine the evolution of their IP within various media: a cross-product moment done right.

Is it because Netflix gives you the chance? Is it similar to the partnership you have with Logitech in gaming peripherals? Or is this something you guys want to go full hand on deck in the movie industry (similar to what you’ve been doing in esports)?

Riot Games has shown what it means to allow passion and dedication to drive our work in games, sports, and now entertainment.

We showed the world what excellent player service in live service games could be like. We then redefined sports and broadcasting with the advent of esports. Now, we’re taking the learnings from the past 10+ years to conquer the next frontier of entertainment. Arcane is just the beginning.

How about the other expansions such as fashion (Louis Vuitton), music (K/DA), and other industries? What is the end-game for those expansions? Will they be stand-alone businesses that can support themselves (like esports)? Or it’s just for supporting the games industry?

Riot Games aims to shepherd cultural milestones with our exclusive and innovative partnerships. We’re here to make it better to be a player, and with these various partnerships and entertainment properties, our goal is to show what games can do when brands work together to create authentic and immersive ways to play.

Speaking of esports, considering LoL is one of the long-lasting games and esports which makes it one of the benchmarks in the industry, can you share some of your data related to those 2 industries?

In October 2021 alone, we reached 180 million active users in the League of Legends universe. This includes players from League of Legends, League of Legends: Wild Rift, Legends of Runeterra, Teamfight Tactics and Fight for the Golden Spatula (licensed in China). While we are still working on League of Legends esports numbers from this year’s World Championship, last year’s Worlds recorded more than 1 Billion Hours Watched, the highest ever.

How many MAU are in LoL in 2021? How many esports viewers does LoL have worldwide (2021)? I ask because I think some of the esports data doesn’t include Chinese viewers.

While we’re not able to share MAU details, we are pleased to have reached 180 million active users in the League of Legends universe in October 2021 alone. This includes players from League of Legends, League of Legends: Wild Rift, Legends of Runeterra, Teamfight Tactics and Fight for the Golden Spatula (licensed in China).

I’m really interested to map the distinction between esports and the gaming market, so If you can’t share the number, could you answer which one is the biggest between these 3 types of market:

  • People who play LoL and watch its esports
  • People who play LoL but don’t watch its esports
  • People who don’t play LoL but watch its esports

We believe that every player experience matters and these three categories are definitely close to the audience behaviour we have observed. There are hardcore League players who enjoy its esport in tandem, while there are also nearer players to the League of Legends universe who are picking their very first esport fandom or may just be more immersed in the gameplay and less in spectating esports.

However, we have seen strong growth in mobile esports interest, particular with the League of Legends: Wild Rift SEA ICON Series. Southeast Asia was not only the first region to receive the Wild Rift Open Beta, but was also the first to run mobile esports within Riot.

How about in VALORANT? Is it similar or different? Since VALORANT is so much newer than LoL.

We’ve been fortunate to have been able to grow different communities and fan bases for VALORANT on top of that for the League of Legends universe games. It is hard to believe that VALORANT is barely two years old, whereas League of Legends has recently celebrated its 12th anniversary.

Last, let’s speak Worlds. Compared to TI (Dota 2) which has more variety in its winner’s region (US, EU, CIS, and China), Worlds has been dominated by South Korea and the East. 10 out of 11 Worlds, the East won the championship. 6 out of 11, South Korea won. Why do you think it is the case?

It’s no surprise that League of Legends is an absolute phenomenon in South Korea. Much of League’s success in the market stems from the history of gaming in South Korea, which saw the wide penetration of PC cafes and the popularity of free-to-play games like League in such environments. South Korean esports athletes are regarded like bonafide celebrities, which has further fuelled the passion for the game and sustained the nation’s competitive edge in esports. That said, we are seeing new international talent emerging year after year, especially with the expansion of our esports for VALORANT and Wild Rift.

Resep yang Buat Harry Potter: Magic Awakened Sukses di Tiongkok

Harry Potter: Magic Awakened diluncurkan pada 9 September 2021. Meskipun hanya dirilis di beberapa negara Asia — Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, dan Makau — game buatan NetEase itu berhasil mendapatkan lebih dari US$228 juta dalam waktu kurang dari 2 bulan. Dengan begitu, Magic Awakened menjadi game dengan pemasukan terbesar ke-2 dalam franchise Harry Potter, menurut data dari Sensor Tower.

Tiongkok, pasar game terbesar di dunia, menjadi kunci dari kesuksesan NetEase dengan Magic Awakened. Di negara tersebut, Magic Awakened berhasil menjadi game dengan jumlah download paling banyak dan pemasukan terbesar di iOS. Tak hanya itu, Magic Awakened bahkan berhasil mempertahankan gelar itu selama tujuh hari berturut-turut. Menurut Niko Partners, Magic Awakened menjadi game non-Tencent pertama yang berhasil mendapatkan pencapaian tersebut sejak Onmyoji dirilis pada 2016.

Jika Anda membandingkan Magic Awakened dengan Onmyoji, Anda akan menemukan beberapa kesamaan antara keduanya. Pertama, keduanya sama-sama digarap oleh NetEase. Faktanya, tim dan produser dari Onmyoji juga ikut serta dalam pengembangan Magic Awakened. Kedua, baik Magic Awakened dan Onmyoji sama-sama merupakan card-based RPG.

Lalu, apa saja yang dilakukan oleh NetEase sehingga Magic Awakened bisa langsung populer di Tiongkok? Menurut Niko Partners, ada empat hal yang membuat Magic Awakened sukses. Berikut penjelasan lengkapnya.

Popularitas Franchise Harry Potter di Tiongkok

Salah satu alasan mengapa Magic Awakened disambut dengan hangat di kalangan gamers Tiongkok adalah karena popularitas franchise Harry Potter di negara itu. Di Tiongkok, novel pertama Harry Potter diluncurkan pada Agustus 2000, 3 tahun setelah versi bahasa Inggris dari novel itu diluncurkan. Berdasarkan data dari Beijing Youth Daily, total penjualan novel Harry Potter di Tiongkok mencapai sekitar 200 juta buku.

Walau novel terakhir dari Harry Potter diluncurkan pada 2007 dan film terakhir dari franchise itu ditayangkan pada 2011, belakangan, franchise Harry Potter kembali populer di kalangan masyarakat Tiongkok. Alasannya, karena pada tahun lalu, film Harry Potter pertama kembali ditayangkan di bioskop Tiongkok. Tak hanya itu, bulan lalu, Universal Studio Resort juga resmi dibuka di Beijing. Di sana, ada area khusus untuk Harry Potter.

Universal Beijing Resort punya bagian khusus untuk Harry Potter. | Sumber: Facebook

Keberadaan Magic Awakened pertama kali diumumkan pada Oktober 2019 oleh Warner Bros. dan Portkey Games, divisi WB yang bertanggung jawab untuk membuat dan merilis game Harry Potter. Proses pengembangan Magic Awakened sendiri ditangani oleh NetEase dan Portkey Games. Sejak keberadaan Magic Awakened diumumkan, informasi terkait game itu perlahan diungkap, seperti fakta bahwa di Magic Awakened, pemain akan bisa menjadi murid Hogwards. Dengan begitu, NetEase berhasil membuat gamers Tiongkok tertarik dengan Magic Awakened bahkan sebelum game itu diluncurkan.

Kampanye Marketing Pra-Peluncuran

Popularitas franchise Harry Potter bukan satu-satunya alasan di balik kesuksesan Magic Awakened. Faktor lain yang membuat game itu populer di kalangan gamers Tiongkok adlaah kampanye marketing yang dilakukan oleh NetEase sebelum peluncuran. Melalui kampanye pra-peluncuran, NetEase membiarkan orang-orang untuk mengunduh Magic Awakened dua hari sebelum game diluncurkan. Setelah mengunduh game itu, orang-orang akan bisa mengakses beberapa segmen dari Magic Awakened.

Salah satu hal yang bisa pemain lakukan sebelum game diluncurkan adalah membuat karakter dan ikut serta dalam Sorting Hat Ceremony. Tak berhenti sampai di situ, pemain juga bisa menghias ruang asrama mereka dan mengundang teman-teman mereka untuk bermain bersama. Semua hal ini mendorong para pemain untuk berbagi pengalaman mereka memainkan Magic Awakened di media sosial, seperti Weibo dan WeChat. Alhasil, ada lebih dari 15 juta orang yang mendaftarkan diri dalam pra-registrasi.

Gameplay yang Unik

Tidak peduli seberapa cakap sebuah perusahaan melakukan marketing, jika gameplay dari sebuah game membosankan, maka pada akhirnya, para pemain akan meninggalkan game itu. Kabar baiknya, NetEase berhasil memberikan gameplay yang unik pada Magic Awakened dengan menggabungkan elemen RPG dengan CCG. Selain itu, game tersebut juga menyediakan mode PvE dan PvP. Story Mode dari game itu bahkan menerapkan sistem real time battles. Jadi, saat battle, pemain bisa menggerakkan karakter mereka. Hal ini penting karena posisi pemain akan mempengaruhi efektivitas dari sihir yang mereka gunakan.

Dalam Magic Awakened, NetEase juga menyediakan special cards. Kartu-kartu khusus tersebut bisa digunakan oleh pemain untuk memanggil karakter atau binatang legendaris dari dunia Harry Potter. Selain Story Mode, NetEase juga melengkapi Magic Awakened dengan berbagai mode dan mini game. Harapannya, jumlah gamers yang tertarik untuk memainkan game itu akan bertambah. Beberapa mini game yang ada di Magic Awakened antara lain quidditch, dance mode, serta roguelike mode di Forbidden Forest.

Fitur Sosial

Terakhir, aspek yang membuat Magic Awakened sukses di Tiongkok adalah adanya fitur sosial dalam game. Fitur sosial sudah terintegrasi ke dalam game sebelum atau setelah game diluncurkan. Sebelum game diluncurkan, para gamers bisa menggunakan fitur sosial pada game untuk berbagi pengalaman mereka ketika mereka melalui Sorting Hat Ceremony untuk menentukan asrama yang akan mereka tinggali.

Setelah game diluncurkan, fitur sosial pada game pun menjadi semakin beragam. Para gamers tidak hanya bisa membagikan konten tentang events dalam game ke media sosial, mereka juga bisa mengakses grup diskusi, walkthrough, dan bahkan video dalam jaringan sosial internal pada game. Fitur sosial memang salah satu fitur penting untuk gamers Tiongkok. Karena, bagi gamers Tiongkok, bermain game merupakan bagian dari bersosialisasi.

Magic Awakened di Masa Depan

Magic Awakened memang telah sukses untuk menarik hati para gamers di Tiongkok. Namun, hal itu bukan berarti game itu sudah sempurna. Masih ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh para gamers. Salah satunya adalah sistem monetisasi yang sangat agresif. Jika pemain ingin mendapatkan kartu level tinggi, maka dia harus siap untuk mengeluarkan uang. Protes lain dari para pemain adalah ketika mereka membeli item dalam game, pembelian itu berubah menjadi subscription aktif.

Dari segi cerita, sebagian pemain mengeluhkan bahwa ada beberapa bagian dalam Magic Awakened yang tidak realistis atau tidak sesuai dengan cerita di novel Harry Potter. Misalnya, dalam game, pemain bisa mendapatkan spells yang seharusnya tidak bisa diakses oleh para murid Hogwards. Contoh lainnya, pemain bisa menggunakan Unforgivable Curses. NetEase mencoba untuk mengatasi masalah itu satu per satu. Saat ini, mereka akan membatasi jumlah Unforgiveable Curses yang bisa pemain gunakan.

Ke depan, NetEase sudah punya rencana untuk mengekspansi dunia dalam Magic Awakened dengan menambahkan lokasi-lokasi baru yang bisa pemain jelajahi. Selain itu, mereka juga akan memperkenalkan elemen gameplay baru. Baik NetEase maupun Warner Bros. telah mengonfirmasi bahwa mereka akan meluncurkan Magic Awakened di pasar internasional. Hal ini sesuai dengan ambisis NetEase untuk memperbesar kontribusi pasar game global ke pemasukan mereka. Saat ini, hanya 10% dari pemasukan game NetEase berasal dari pasar internasional. Mereka berharap, dalam beberapa tahun ke depan, angka itu akan naik hingga 50%.

PUBG New State Raih Untung $2,6 Juta, Roblox Tuntut Seorang Youtuber

PUBG: New State berhasil lewati 20 juta unduhan hanya dalam minggu pertamanya

Krafton akhirnya resmi merilis PUBG: New State yang dibuat untuk menyaingi PUBG Mobile. Hanya dua minggu pasca dirilis, PUBG: New State dikabarkan telah diunduh lebih dari 23 juta kali.

Dilansir dari Gameindustry.biz, dengan jumlah unduhan yang masif tersebut badan riset teknologi Sensor Tower mengestimasi bahwa PUBG: New State telah mendulang keuntungan dari Android maupun iOS sekitar $2,6 juta atau sekitar Rp37,4 miliar. Tiga negara penyumbang terbesarnya adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Turki.

India menjadi negara dengan jumlah pemain terbanyak yaitu sekitar 7 juta pemain yang mengisi 30 persen dari total jumlah pemain. Amerika Serikat menduduki peringkat kedua, sedangkan Korea Selatan menduduki peringkat ketiga.

Sebagai perbandingan, PUBG Mobile original berhasil mencapai 28 juta unduhan saat diluncurkan pada 2018 lalu. Namun perbedaannya, sebelum peluncurannya secara global PUBG Mobile telah dirilis di Tiongkok terlebih dahulu. Sedangkan PUBG: New State dirilis global secara bersamaan di 200 negara.

Roblox tuntut Youtuber $1,6 juta karena meneror para pemain lain

Image Credit: Roblox

Cukup langka untuk melihat sebuah perusahaan game menuntut pemainnya sendiri hingga ke meja hijau. Namun itulah yang dilakukan oleh Roblox Corporation yang dikabarkan tengah menuntut YouTuber dan content creator Benjamin Robert Simon.

Pemain yang dikenal dengan nama Ruben Sim ini kedapatan melakukan aksi teror di dalam Roblox. Aksi yang dilakukan oleh timnya yang disebut cybermob tersebut antara lain melecehkan pemain lain, menggunakan hinaan rasis dan homopobik, hingga mengunggah foto Adolf Hitler ke dalam game.

Roblox sebenarnya tidak tinggal diam mengenai perilaku negatif Simon dan bahkan telah menghukum akun milik Simon hingga beberapa tahun. Namun sayangnya Simon dapat kembali ke Roblox menggunakan akun yang dibuat oleh orang lain.

Lebih parahnya, Simon juga mengunggah perbuatannya tersebut sebagai konten di YouTube dan kanal Patreon miliknya. Dan yang terbaru adalah saat Roblox Developer Conference dilaksanakan di San Francisco bulan lalu. Simon membuat berita hoax bahwa polisi tengah mencari “teroris” yang akan ada dalam event tersebut.

Semua kekacauan yang dilakukan oleh Simon ini akhirnya membuat para developer Roblox gerah dan akhirnya melayangkan tuntutan sebesar $1,6 juta atau sekitar Rp23 miliar kepada Simon. Sayangnya belum ada informasi lanjutan mengenai jalannya tuntutan tersebut.

Cloud Song Homestead & Class Change: Blasteran Action MMORPG dengan Harvest Moon

MOBA dan Battle Royale mungkin memang kelihatannya lebih gempita akhir-akhir ini, berkat skena esports-nya yang meriah di berbagai belahan dunia.

Namun demikian, MMORPG sebenarnya masih jadi favorit banyak orang. Di Indonesia, menurut Statista, market share dari MMORPG berada pada angka 67,6% dari total keseluruhan pasar gaming. Pasalnya, tidak seperti MOBA dan Battle Royale, komunitas MMORPG seringnya tidak se-toxic dua genre kompetitif tadi — mengingat MMORPG biasanya juga punya elemen kooperatif, selain kompetitif (PVP dan PVE).

Berbicara soal MMORPG, Cloud Song: Saga of Skywalkers merupakan salah satu MMORPG yang, meski baru dirilis beberapa waktu lalu, sudah menjadi favorit banyak orang. Beberapa waktu yang lalu, game ini bahkan menempati posisi pertama di kategori Top Free RPG di Google Play. Tidak heran juga jika game ini jadi salah satu game terbaik 2021.

Gameplay dan Grafis Cloud Song

Cloud Song merupakan MMORPG yang dirilis oleh VNG untuk kawasan Asia Tenggara di bulan September 2021 kemarin.

Satu hal yang membuat Cloud Song menarik adalah sistem pertarungannya yang menuntut Anda terus aktif bergerak. Pasalnya, Cloud Song adalah game Adventure Action-RPG yang tidak hanya menuntut Anda mengeluarkan skill di saat yang tepat, tapi juga terus bergerak mencari posisi yang aman — khususnya saat melawan bos-bos raksasa.

Cloud Song juga menyuguhkan fitur PVP dan PVE yang sama asyiknya. Jadi, ARPG ini cocok juga buat dua tipe gamer, baik yang kompetitif (yang suka PVP) ataupun yang lebih suka berkawan dalam komunitas.

Jika berbicara soal MMORPG open world macam Cloud Song, konten yang masif juga jadi faktor yang krusial. Pasalnya, tidak sedikit juga game baru yang tidak memiliki banyak konten. Di Cloud Song atau Guardians of Cloudia (nama lainnya), Anda juga bisa mengumpulkan banyak Pet yang tidak hanya lucu buat dikoleksi tapi juga sangat berguna saat bertarung. Selain itu, kustomisasi di sini juga sangat variatif.

Selain gameplay-nya, Cloud Song juga memiliki gaya grafis bergaya anime yang cerah, berwarna, dan imut-imut. Gaya grafis semacam ini memang biasanya lebih menarik untuk lebih banyak orang, ketimbang gaya grafis yang kelam ataupun realistis. Karena grafisnya, Anda bahkan bisa sekadar berjalan-jalan menikmati pemandangan di setting fantasy cross world yang satu ini.

Cloud Song Homestead

Seperti yang tadi kami tuliskan tadi, Cloud Song punya segudang konten dan banyak tujuan untuk dikejar. Namun lebih hebatnya lagi, Cloud Song juga sudah mengeluarkan update baru yang cukup masif meski baru sekitar 3 bulan lalu game ini dirilis.

Update yang masif kali ini diberi nama Homestead. Fitur Homestead memungkinkan Anda memiliki rumah yang lengkap dengan taman dan pantai. Ada banyak hal yang bisa dilakukan di sini. Anda bisa menanam tanaman untuk mendapatkan bahan pangan seperti gandum. Anda juga bisa menebang pohon untuk mendapatkan kayu ataupun menambang untuk mendapatkan bijih besi dan kawan-kawannya. Tidak lupa juga Anda bisa memancing. Proses memancingnya tidak terlalu ribet tapi masih cukup menyenangkan untuk dilakukan.

Screenshot: Cloud Song

Di dalam Homestead, Anda juga akan mendapatkan banyak Quest lengkap dengan berbagai hadiah. Hadiah yang bisa Anda dapatkan dari Quest Homestead bahkan termasuk Diamond. Selain hadiah Quest, ada juga Homestead Store yang menawarkan berbagai item yang tidak kalah menarik, yang akan sangat berguna untuk melanjutkan pertarungan dan petualangan Anda di luar Homestead.

Cloud Song Class Change

Bersamaan dengan rilisnya update Homestead, VNG juga merilis fitur Class Change. Fitur Class Change ini akan sangat berguna bagi Anda yang mungkin sudah bosan bermain dengan Class yang sama dari level 1 tapi Anda tidak ingin membuat karakter baru.

Pasalnya, fitur ini memungkinkan Anda mengganti Class dasar dari Class Family yang sama di level 70 dan ke Class Family yang berbeda di Level 85. Contohnya, Anda bisa berganti dari Swordsman ke Rogue atau Archer di level 70 karena masih termasuk Family yang sama. Namun, jika Swordsman Anda ingin berganti ke Mage, Anda harus menunggu sampai level 85 karena Mage hanya berada di Family yang sama dengan Oracle.

Oh iya, satu hal yang harus Anda perhatikan saat ingin berganti Class adalah jumlah populasi Class tersebut di Server Anda. Karena, jumlah populasi Class tersebut akan menentukan juga harga yang harus dibayarkan. Misalnya semakin banyak Archer di Server Anda, semakin mahal pula harga yang harus dibayarkan jika Anda ingin menjadi Archer. Sebaliknya, jika tidak banyak Oracle di Server Anda, harga yang dibutuhkan untuk berganti jadi Class tersebut akan jadi lebih murah

Screenshot: Cloud Song

Selain mengganti Class tadi, Anda juga bisa menyesuaikan Stats dari karakter yang berganti Class. Pasalnya, jika Anda misalnya berganti Class dari Archer ke Mage, Anda harus mengalokasikan poin dari STR ke INT.

Selain Homestead dan Class Change, Cloud Song juga merilis update lain seperti: fitur Equipment System, Rune System, Pet Talent, Medal System, Tampilan Avatar Baru, dan Emoji Pack

Brand Ambassador Cloud Song

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Jena 🌸 (@jenadammaya)

Berdekatan dengan update tadi, sebelumnya Cloud Song juga menunjuk JenaDammaya sebagai Brand Ambassador. Model dan gamer jelita ini akan berinteraksi dan bermain bersama komunitas gamer Cloud Song. Ia juga akan livestream juga dengan kawan-kawan Cloud Song.

Akhirnya, jika Anda ingin bertualang di game dengan tagline “Homestead – Nikmati Petualangan di Alam Bebas” yang satu ini, Anda bisa download Cloud Song gratis di tautan ini. Sedangkan untuk informasi lebih lengkap terkait game ini, Anda juga bisa mengunjungi laman resminya ataupun follow media sosialnya baik di Instagram dan Facebook.

Disclosure: Artikel ini disponsori oleh VNG

Tencent Dilaporkan Dilarang Luncurkan Aplikasi Baru Ataupun Memberikan Update

Raksasa teknologi Tencent kini tengah terkena sanksi oleh pemerintah Tiongkok. Sanksi yang dikeluarkan oleh Kementrian Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok tersebut berupa larangan bagi Tencent untuk meluncurkan aplikasi baru ataupun memberikan update pada aplikasi-aplikasi mereka yang telah ada.

Dilaporkan oleh Chinastarmarket.cn (via South China Morning Post), pemberlakukan sanksi ini merupakan bagian dari “Bimbingan Administratif Sementara” terhadap Tencent. Sanksi ini dijatuhkan karena Pemerintah Tiongkok menyebut beberapa aplikasi milik Tencent telah melanggar aturan proteksi data di beberapa kesempatan selama tahun 2021 ini.

Dalam pelaksanaannya, Kementrian Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok telah memberikan arahan kepada platform dan app stores untuk mengimplementasikan pembatasan terhadap aplikasi-aplikasi milik Tencent.

Image Credit: South China Morning Post

Ke depannya, pemerintah Tiongkok harus melakukan pengecekan terhadap aplikasi baru ataupun update terhadap aplikasi-aplikasi milik Tencent sebelum dapat diluncurkan. Proses persetujuan tersebut disebut membutuhkan waktu kurang lebih tujuh hari.

“Kami terus berupaya meningkatkan fitur perlindungan pengguna dalam aplikasi kami, dan juga menjalin kerja sama rutin dengan lembaga pemerintah terkait untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Aplikasi kami tetap berfungsi dan tersedia untuk diunduh,” ungkap juru bicara Tencent dalam keterangan resminya.

Ada lebih dari 70 aplikasi dan juga lebih dari 100 game mobile yang telah dipublikasikan oleh Tencent termasuk yang paling populer adalah aplikasi WeChat dan juga PUBG Mobile. Sayangnya, tidak ada informasi apakah sanksi yang disebutkan sebelumnya hanya diberlakukan pada aplikasi-aplikasi yang terbukti melakukan pelanggaran, atau pada semua aplikasi yang dimiliki oleh Tencent.

Image Credit: Tencent

Pemerintah Tiongkok kini memang tengah memperketat aturan mereka terhadap video game dan aplikasi lain. Mulai dari pembatasan waktu bermain bagi anak di bawah umur, hingga ke arahan agar para publisher game mengurangi fokus mereka untuk mencari keuntungan.

Berbagai macam keputusan tersebut diambil oleh Pemerintah Tiongkok untuk menanggulangi dampak negatif yang disebabkan oleh aplikasi dan game. Sanksi terhadap Tencent kelihatannya juga termasuk bagian dari program milik Pemerintah Tiongkok tersebut.

Di sisi lain Tencent memang sempat menjadi target pengawasan dari Pemerintah Tiongkok karena beragam keputusan perusahaannya yang tidak sesuai dengan arahan dari pemerintah. Sebelumnya, Tencent juga telah dijatuhi denda sebesar 500 ribu Yuan atau sekitar Rp1 miliar. Dan sekarang pergerakan perusahaannya benar-benar dibatasi hingga waktu yang belum ditentukan.

Developer Game Indonesia Dominasi SEA Games Awards 2021, Rebut 5 dari 10 Kategori Penghargaan

Ajang SEA Games Awards 2021 telah usai digelar pekan lalu, dan Indonesia boleh berbangga melihat sekumpulan developer-nya mendominasi perhelatan tersebut. Dari 10 kategori penghargaan yang diperebutkan, 5 di antaranya berhasil dimenangkan oleh developer game asal tanah air.

Di kategori Best Game Design misalnya, ada rogue-lite platformer Rising Hell yang keluar sebagai pemenang, mengalahkan judul-judul lain seperti Tank Brawl 2: Armor Fury, The Signal State, Malice, dan Eldritch. Rising Hell dikembangkan oleh Tahoe Games, studio game indie yang bermarkas di kota Kediri.

Rising Hell tak hanya menerima pujian dari sisi gameplay. Musik heavy metal dalam game ini rupanya juga cukup memukau sampai-sampai ia berhasil memenangkan kategori lain, yakni Best Audio. Padahal, saingannya di kategori ini bisa dibilang berat-berat, termasuk Coffee Talk yang soundtrack resminya kini dikemas sebagai vinyl.

Selanjutnya, ada kategori Best Technology yang dimenangkan oleh Biwar Legend of Dragon Slayer karya Devata Game Production asal Bali. Biwar merupakan sebuah action adventure dengan banyak elemen puzzle. Grafiknya tampak memukau berkat penggunaan Unreal Engine 4, akan tetapi bagian yang lebih istimewa adalah, keseluruhan game-nya menggunakan dialek tradisional Bali.

Beralih ke kategori Best Visual Art, giliran When the Past Was Around yang terpilih sebagai pemenang. Game petualangan ini digarap oleh Mojiken Studio, developer asal Surabaya yang portofolionya memang dipenuhi oleh game-game yang masing-masing memiliki art style uniknya sendiri-sendiri.

Kategori kelima sekaligus yang paling prestisius adalah Grand Jury Award yang berhasil dimenangkan oleh Coffee Talk. Mahakarya Toge Productions ini sejatinya sudah tidak perlu perkenalan lagi, dan game-nyapun juga telah beberapa kali mendapat sorotan internasional sejak diluncurkan pertama kali di awal 2020. Sekuelnya sudah dijadwalkan meluncur tahun depan.

Lanjut ke kategori Best Innovation, ada Airship Academy karya Revolution Industry. Dengan lebih dari 150 komponen yang bisa dipasangkan ke lebih dari 30 jenis rangka pesawat yang berbeda, kompleksitas yang ditawarkan game ini betul-betul tidak perlu diragukan. Di saat yang sama, pengembangnya masih bisa menyajikan narasi yang tidak kalah mendalam.

Bicara soal narasi, kategori Best Storytelling dimenangkan oleh DeLight: The Journey Home karya developer Malaysia, DreamTree Studio. Game ini menceritakan kisah seorang perempuan tuna netra dalam perjalanannya bertemu kembali dengan orang tuanya. Selama bermain, pemain bakal dihadapkan dengan pilihan-pilihan sulit, dan semua ini akan berdampak langsung pada alur cerita game.

Untuk kategori Audience Choice Award, pemenangnya adalah Fallen Tear: The Ascencion, sebuah metroidvania dengan bumbu open-world dan grafik 2D yang memukau. Dibuat oleh studio asal Filipina, CMD Studios, Fallen Tree terlihat menjanjikan meski sejauh ini masih dalam tahap pengembangan.

Kategori berikutnya, yakni Best Student Game, berhasil direbut oleh Water Child. Game dengan atmosfer yang kuat dan musik yang emotif ini digarap oleh sekelompok mahasiswa UOW Malaysia KDU University College yang menamai dirinya SkyJus Works.

Terakhir, ada kategori Rising Star Award yang dimenangkan oleh Exist.EXE karya Skyfeather Games Studio. Game ini banyak terinspirasi oleh JRPG klasik, dengan sistem combat turn-based yang unik dan agak berbeda dari biasanya.

Buat yang tertarik menyaksikan perhelatan SEA Games Awards 2021 secara lengkap, Anda bisa menonton siaran ulangnya di laman Facebook resmi eGG Network.

Via: IGN.

Kreator Pokemon GO Berhasil Kumpulkan $300 Juta untuk Wujudkan Metaverse

Perusahaan di balik game mobile augmented reality (AR) Pokémon GO, Niantic kini punya rencana ambisius baru. Setelah cukup sukses membawa para Pokémon ke dunia nyata lewat AR, sekarang Niantic dikabarkan ingin mewujudkan metaverse ke dalam dunia nyata.

Dikabarkan oleh Techcrunh, Niantic disebut telah berhasil mengumpulkan pendanaan sebesar US$300 juta atau sekitar Rp4,3 triliun dari para investornya. Dana investasi masif tersebut membuat valuasi perusahaan Ninatic kini menjadi US$9 miliar atau sekitar Rp 128 triliun.

Pembicaraan soal metaverse ini juga telah dimulai oleh pendiri dan CEO Niantic, John Hanke, pada bulan Agustus lalu. Hanke mengutarakan bahwa mereka memiliki pemahaman konsep yang cukup berbeda terhadap metaverse. Bila perusahaan lain membangun dunia virtual yang nantinya dapat diakses menggunakan perangkat virtual reality (VR), maka Niantic berusaha sebaliknya.

Image credit: knowledia

Dunia metaverse milik Niantic nantinya akan berusaha untuk membawa orang-orang untuk lebih dekat ke dunia luar. Mereka percaya bahwa metaverse juga dapat dibangun lewat augmented reality yang akan diakses di dunia nyata.

“Di Niantic, kami percaya bahwa manusia akan sangat bahagia saat dunia virtual dapat membawa mereka ke dunia nyata,” ungkap Hanke. “Berbeda dengan metaverse fiksi-ilmiah, metaverse dunia nyata akan menggunakan teknologi untuk meng-upgrade pengalaman kita di dunia seperti yang telah kita kenal selama ribuan tahun.”

Untuk mewujudkan hal tersebut, perusahaan yang berbasis di San Francisco ini telah mengumumkan alat untuk membantu mengembangkan game berbasis AR yang diberi nama Lightship AR Developer Kit atau ARDK. Berita baiknya, Niantic menggratiskan dev-kit ini bagi siapapun selama memiliki pengetahuan dasar terhadap game engine Unity.

Dana triliunan yang telah disebutkan sebelumnya juga akan digunakan untuk membantu Niantic memperluas ARDK. Selain itu, Niantic juga menggandeng banyak perusahaan lain seperti Universal Pictures, Warner Mucis Group, Historic Royal Palaces, hingga festival musik dan seni Coachella untuk merealisasikan metaverse mereka tersebut.

Metaverse memang menjadi topik yang cukup hangat diperbincangkan terutama setelah bos Epic Games, Tim Sweeney telah melemparkan topik ini beberapa bulan lalu. Metaverse juga semakin populer saat CEO dan pendiri Facebook (sekarang bernama Meta), Mark Zuckenberg juga mengangkat topik ini.

Namun pendekatan multiverse yang dilakukan oleh Niantic terbilang lebih terjangkau dan masuk akal untuk diterapkan. Pasalnya, penggunaan AR lewat smartphone lebih memungkinkan daripada harus memaksa para pengguna untuk membeli headset VR baru yang belum terlalu populer sekarang.

Jika Anda tertarik untuk tahu lebih jauh soal metaverse, kami pernah menuliskan tentang serba-serbi metaverse lengkap sebelumnya dari mulai definisi, relevansi, sampai potensinya. Selain itu, kami juga sempat membahas lebih dalam tentang hal-hal apa saja yang membuat teknologi VR sepertinya kesulitan untuk lepas landas.

Keanu Reeves Tidak Ingin Karakter Filmnya Muncul di Mortal Kombat

Seri Mortal Kombat memang menjadi salah satu game fighting dengan pertarungan dan juga karakter-karakter yang ikonik. Pertarungan brutal yang tidak segan memperlihatkan adegan sadis dengan berbagai karakter unik dengan jurusnya masing-masing memang memiliki basis fans yang besar.

Tidak mengherankan bila pada akhirnya Mortal Kombat berhasil mendatangkan berbagai karakter dari semesta lain, termasuk film layar lebar seperti Terminator, Robocop, hingga Rambo. Hal ini tentu membuka kemungkinan karakter dari film lain untuk mampir ke dalam game ini.

Salah satu yang sempat disebutkan oleh sang kreator, Ed Boon, adalah karakter John Wick meskipun pada akhirnya dirinya mengakui bahwa pernyataannya pada tahun 2019 tersebut hanyalah candaan belaka.

Image credit: Reddit

Namun pernyataan “candaan” tersebut kini ditanyakan langsung kepada sang aktor, Keanu Reeves oleh Esquire Magazine. Dalam video seri berjudul “Explain This”, Reeves menerima pertanyaan apa pendapat sang aktor bila John Wick, Neo (dari seri The Matrix), atau bahkan kedunya untuk masuk ke dalam semesta Mortal Kombat. Apakah dirinya memperbolehkannya?

Sayangnya, Reeves ternyata tidak merestui dua karakter film ikoniknya tersebut untuk muncul di dalam Mortal Kombat.

“Jika itu terserah saya? Maka tidak. Mortal Kombat adalah game yang luar biasa dalam banyak hal, tapi kupikir… kalian tahu, Neo, John Wick, mereka bisa melakukan halnya masing-masing. Begitu juga dengan Mortal Kombat.” Ujar aktor berumur 57 tahun tersebut.

Image credit: Epic Games

Karakter John Wick sendiri sebenarnya telah muncul dalam beberapa game sebelumnya. Yang pertama adalah dalam Payday 2, meskipun wajah yang digunakan dalam game-nya tidak menyerupai Keanu Reeves. Yang kedua adalah sebagai skin di dalam Fortnite yang merupakan kolaborasi dengan filmnya. Dan yang terakhir adalah game strategi resminya yang berjudul John Wick Hex.

Sedangkan untuk karakter Neo sebenarnya juga telah muncul dalam tiga game adaptasi resmi dari film The Matrix. Namun sebenarnya Neo lebih berkesempatan untuk muncul ke dalam Mortal Kombat karena baik Mortal Kombat ataupun The Matrix sama-sama berada di bawah naungan Warner Bros.

Keanu Reeves kelihatannya lebih ingin bahwa dua karakter yang ia mainkan tersebut tetap berada di mediumnya masing-masing. Namun dengan kehadiran film terbaru baik John Wick dan The Matrix, kemungkinan untuk kolaborasi dengan beragam game masih tetap terbuka.

Laporan IGDX: Perketat Regulasi, Pemerintah Ingin Developer Game Lokal Jadi Lebih Kompetitif

Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan pasar game paling besar. Sementara di dunia, Indonesia merupakan pasar game terbesar ke-16. Pada 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengungkap bahwa pemasukan industri game Indonesia mencapai Rp24,88 triliun atau sekitar 2,19% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Sayangnya, walau pasar game Indonesia besar, developer lokal hanya menguasai sekitar 0,4% dari pangsa pasar. Hal itu menunjukkan, pasar game Indonesia memang masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan game asing. Pemerintah Indonesia ingin mengubah hal ini.

Menyeimbangkan Posisi Developer Lokal dan Asing

Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI), Cipto Adiguno, mengungkap bahwa pertumbuhan industri game Indonesia sebenarnya sangat besar, yaitu 50% per tahun. Hanya saja, walau industri game lokal Indonesia terus tumbuh 50% per tahun dalam 10 tahun ke depan, pangsa pasar yang dikuasai oleh developer lokal tetap tidak lebih dari 5%. Karena itu, bergandengan dengan berbagai kementerian dari pemerintah, AGI berusaha untuk mengakselerasi pertumbuhan industri game di Indonesia.

“Salah satu cara untuk mempercepat pertumbuhan industri adalah menciptakan perusahaan yang besar,” kata Cipto ketika ditemui di Indonesia Game Developer Conference (IGDX) yang digelar di Sheraton Kuta, Bali. “Menurut Pareto Principle, 20% perusahaan terbesar akan memberikan efek sebesar 80% pada industri. Di industri game, angkanya sebenarnya di bawah itu. Misalnya, di Kanada, 5% perusahaan terbesar mempekerjakan 80% dari seluruh tenaga kerja. Jadi, sejumlah kecil perusahaan — tapi berukuran besar — dapat memberikan efek besar ke industri. Hal ini yang ingin kami lakukan.”

Cipto Adiguno, Presiden AGI. | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Menurut Cipto, mendorong terciptanya perusahaan game lokal raksasa, hal lain yang bisa mendorong pertumbuhan industri game adalah regulasi yang lebih jelas. “Saat ini, game itu nggak ada peraturan. Kita punya rating system, tapi tidak wajib. Tidak ada penegakannya dan peraturannya tidak terlalu kuat,” ujarnya. Dan ketidakjelasan tersebut bisa menciptakan masalah. Misalnya, anak kecil memainkan game yang penuh dengan kekerasan. Dengan adanya regulasi yang lebih jelas dan penegakan sistem rating yang lebih kuat, diharapkan stigma buruk akan game juga bisa memudar.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Ditjen Aptika Kementerian Kominfo, I Nyoman Adhiarna mengatakan bahwa salah satu usaha pemerintah untuk membantu developer lokal agar bisa bersaing dengan developer asing adalah menyamaratakan kedudukan keduanya dalam pasar, termasuk dalam hal pembayaran pajak.

“Selama ini, ketika kita bermain game dan membeli item di aplikasi, uang tersebut langsung masuk ke perusahaan game. Dan perusahaan tidak pernah bayar pajak ke kita,” ujar Nyoman. “Sementara itu, para pembuat game di Indonesia, mereka punya badan hukum Indonesia, mereka harus bayar PPN, harus bayar PPh. Hal ini tidak adil. Karena itu, kita ingin agar tercipta level playing field. Jadi mungkin, nantinya, perusahaan game asing harus membayar sesuatu ke pemerintah, walau bentuknya mungkin bukan pajak.”

Selain soal pajak, Nyoman mengungkap, hal lain yang ingin pemerintah lakukan adalah memastikan game-game buatan perusahaan asing yang diluncurkan di Tanah Air memang punya nilai yang sama dengan budaya Indonesia. Pada saat yang sama, dia berkata, pemerintah juga tidak ingin membuat peraturan yang terlalu ketat. Karena, dikhawatirkan, hal itu justru akan mematikan pertumbuhan industri game di Indonesia.

I Nyoman Adhiarna. | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Ketika ditanya apakah rencana pemerintah untuk mengenakan pajak pada perusahaan game asing akan membantu developer Indonesia, Cipto menjawab iya. Dia lalu menjelaskan, selama ini, ketika gamers membeli item dalam game, maka mereka akan menanggung PPN sebesar 10%. “Kalau kita menjual barang digital sebesar Rp100 ribu, sebenarnya, pembeli harus membayar Rp110 ribu. Dari pemasukan Rp100 ribu, App Store dan Play Store akan minta sebagian sebagai komisi. Tapi, mereka tidak memberikan faktur pajak ke kita. Jadi, kita bayar lagi PPN-nya,” cerita Cipto.

Cipto juga mengungkap, saat ini, pasar game di Indonesia sangat terbuka. “Perusahaan dari luar bisa jual game seenak hati mereka,” katanya. “Tapi, dari sini, untuk bisa keluar, tidak semudah itu.” Dia memberikan contoh, terkadang, untuk bisa meluncurkan game di negara-negara tertentu, developer harus memastikan bahwa data pemain disimpan di server yang berada di negara asal pemain. Contoh lainnya, untuk bisa meluncurkan game di Jepang, developer harus mematuhi sistem rating di negara itu. Selain itu, proses penetapan rating itu juga berbayar. Hal yang sama juga berlaku di Korea Selatan.

“Ada juga negara-negara yang melarang game untuk masuk sama sekali kalau kita tidak kerja sama dengan perusahaan lokal,” ujarnya. Salah satu negara yang dia maksud adalah Tiongkok. Untuk bisa meluncurkan game di Tiongkok, perusahaan game harus mematuhi banyak peraturan dari Beijing. Salah satunya adalah kerja sama dengan perusahaan lokal.

“Peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah negara-negara lain kan beragam, mulai dari agak mengganggu sampai benar-benar memblokir. Kita akan coba cari regulasi somewhere in-between,” kata Cipto. “Karena, kalau ketat memblokir juga pasti banyak backlash. Dan kita sebagai pemain game juga tidak mau kalau game favorit kita tutup. Kita kan juga bagian dari WTO (World Trade Organization), jadi tidak bisa seenaknya memblokir begitu saja.”

Meningkatkan Kualitas SDM

Jika dibandingkan dengan Jepang atau Amerika Serikat, industri game di Indonesia masih sangat muda. Alhasil, salah satu masalah yang muncul di industri game Indonesia adalah kurangnnya sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman. Untuk mengatasi masalah itu, Kominfo dan AGI mengadakan IGDX Academy. Program one-on-one mentoring itu diikuti oleh 25 developer game lokal.

Program IGDX Academy sendiri terbagi ke dua kategori: intermediate dan advanced. Cipto menjelaskan, kelas intermediate ditujukan untuk developer yang relatif berumur muda. Mereka akan dipasangkan dengan mentor dari dalam negeri. Sementara itu, kategori advanced ditujukan untuk developer yang sudah menjadi mentor lokal. Mereka akan mendapatkan mentor dari luar negeri. Para mentor yang dipilih untuk membimbing para peserta IGDX Academy ditetapkan oleh AGI.

“Ketika mencari mentor, pertama yang kita cari adalah pengalaman,” jawab Cipto ketika ditanya tentang karakteristik dari para mentor IGDX Academy. “Sejak awal, kita tahu bahwa skill yang akan diajari bukan skill teknis, tapi bagaimana cara untuk menjalankan bisnis game. Informasi itu adalah informasi penting yang banyak orang nggak tahu.”

Para developer yang menjadi mentee dari IGDX Academy.

“Seorang mentor harus punya posisi strategis. Kalau posisinya adalah technical programmer, dia tidak bisa menjadi mentor. Karena seorang mentor harus pernah mengambil keputusan strategis, seperti kemana tujuan perusahaan,  ketika dihadapkan pada dua pilihan, kenapa perusahaan mengambil keputusan A,” ungkap Cipto. Dia lalu menjelaskan alasan mengapa AGI memilih untuk mencari mentor yang mengerti sisi non-teknis.

“Sebagian besar developer game Indonesia memulai karir mereka karena mereka memang suka main game, bukan karena mereka mau dapat uang,” kata Cipto. “Kalau seseorang mengerti bisnis dan mau dapat uang, ada banyak pilihan lain yang lebih obvious dari game, seperti membuat startup teknologi, bisa dapat investasi, atau bermain Bitcoin. Tapi, biasanya, developer yang punya produk menjanjikan, mereka memang datang dari latar belakang yang bisa membuat produk yang bagus, tapi mereka biasanya tidak punya pemahaman bisnis yang baik.”

Selain pernah menduduki jabatan sebagai co-founder atau C-level, kriteria lain dari mentor IGDX Academy adalah lama pengalaman. AGI berusaha untuk mencari orang-orang yang sudah berkecimpung di dunia game selama setidaknya 10 tahun. Cipto menyebutkan, besar kecil dari perusahaan tempat sang mentor bekerja justru bukan masalah. Kriteria terakhir dari mentor yang AGI cari adalah ketersediaan waktu.

“Orang-orang dengan posisi strategis dan banyak pengalaman pasti sibuk,” ujar Cipto. Karena itu, dia menjelaskan, AGI mendesain program mentorship IGDX Academy sedemikian rupa agar para mentor tidak harus menghabiskan banyak waktu mereka. Seorang mentor biasanya bertanggung jawab atas dua mentee. Dan setiap mentor hanya harus menghabiskan waktu dengan masing-masing mentee mereka selama 40 menit seminggu. Artinya, seorang mentor hanya harus menghabiskan waktu selama kurang dari dua jam dalam seminggu.