Tiga Model Bisnis yang Sering Digunakan oleh Startup Hardware

Di Indonesia hiruk-pikuk perihal startup hampir selalu didominasi oleh layanan berbentuk perangkat lunak. Sangat jarang melihat nama-nama startup yang bergerak di bidang hardware dibicarakan di masyarakat dalam kesehariannya. Bukan tidak ada, startup hardware hanya belum banyak dikenal karena memang mengambil segmentasi niche, yang tidak begitu umum. Selain perihal sumber daya, model bisnis mereka juga sedikit berbeda dengan model bisnis startup kebanyakan.

Nama-nama mentereng di ranah startup hardware asal Indonesia seperi Cubeacon,  e-fishery dan PowerCube misalnya. Masing-masing memiliki model bisnis yang berbeda. Ada yang menjual hardware dengan bonus layanan, atau sebaliknya, menjual layanan berbonus penggunaan hardware. Ini tergantung pendekatan yang dilakukan masing-masing. Founder Bolt Venture Capital Ben Einstein dalam laman resminya membagikan tiga bentuk model bisnis yang biasa diterapkan untuk startup hardware. Sesuatu yang bisa dipertimbangkan bagi Anda yang sedang membangun startup hardware.

Model bisnis pertama yang biasa digunakan adalah hardware as a services. Model bisnis ini disebutkan sebagai model bisnis yang paling sering digunakan oleh startup yang menawarkan produk hardware. Di model bisnis ini startup mendapatkan keuntungan dari penjualan atau penyewaan perangkat yang bisa digunakan dengan membayar biaya berlangganan. Bisa berdasarkan waktu, tahunan atau bulanan, atau berdasarkan penggunaan data. Sederhananya model bisnis ini tidak menjual hardware secara langsung, tetapi menjual layanan yang mendukungnya untuk menutup biaya hardware.

Model bisnis selanjutnya yang bisa digunakan adalah hardware-enabled services. Model bisnis ini hampir serupa dengan model bisnis hardware as a services. Hanya saja model bisnis ini menggunakan produk layanan freemium. Pengguna dibebankan biaya untuk mendapatkan hardware mereka. Selanjutnya mereka akan mendapatkan layanan pendukung terbatas, seperti kapasitas penyimpanan dan fitur. Untuk mendapatkan layanan full service atau menambah kapasitas mereka kembali dibebankan biaya berlangganan. Harus penuh perhitungan dalam menentukan harga, karena semua tergantung pengalaman pengguna.

Model bisnis ketiga adalah consumable. Model bisnis ini yang paling ringkas. Menjual hardware langsung tanpa embel-embel layanan yang mengikatnya. Seperti yang dilakukan Amazon dengan Kindle-nya. Hanya saja untuk menerapkan model bisnis seperti ini perlu perhitungan dan pertimbangan yang matang. Seperti pengalaman pengguna dan kemungkinan penjualan berulang.

Perkembangan Sistem Operasi Tizen

Tizen merupakan sebuah sistem operasi terbuka (open source) yang dikembangkan untuk menjadi fondasi berbagai perangkat bergerak (mobile devices). Dikembangkan dengan landasan kernel Linux dan GNU C Library, Tizen berusaha memfasilitasi kebutuhan berbagai perangkat “smart” yang kini kian ramai di pasaran. Diusung oleh komunitas, sistem operasi terbuka ini juga mendapatkan dukungan dari vendor perangkat terkemuka, seperti Samsung dan Intel.

Samsung menjadi salah satu vendor yang paling percaya diri dengan Tizen. Pada bulan Oktober 2013 Samsung meluncurkan sebuah kamera pintar NX300M yang menjadi produk konsumen pertama berbasis Tizen yang dijual di pasaran. Setelah itu bulan April 2014 Samsung merilis sebuah jam tangan pintar Samsung Gear 2 menggunakan landasan platform Tizen. Tidak berhenti di situ saja, bulan Januari 2015 di pasar India, Samsung menghadirkan Samsung Z1, smartphone komersial berbasis Tizen. Diikuti oleh Samsung Z3 pada bulan Oktober 2015.

Samsung juga memperkenalkan Tizen pada Samsung Connect Auto, sebuah perangkat pintar yang siap membuat kendaraan mampu terhubung dengan konektivitas nirkabel dan berbagai layanan aplikasi. Tepatnya pada 21 Februari 2016 lalu. Hal ini membawa keyakinan terhadap eksosistem Tizen yang kian meningkat dan luas. Inovasi Tizen juga terus berkembang di berbagai perangkat yang dekat dengan pengguna, awal Juni ini Samsung Gear Fit 2 diluncurkan ke publik.

Pada versi awal, dari perspektif pengembang, Tizen menyediakan aplikasi pengembangan berdasarkan library JavaScript dan jQuery. Namun sejak versi 2.0, Tizen telah dibekali dukungan kerangka pengembangan native C++ yang kian mempermudah pengembang untuk membuat aplikasi berbasis Tizen. Seiring dengan makin majunya perkembangan aplikasi berbasis web, Software Development Kit (SDK) yang saat ini ada bahkan telah memungkinkan pengembang menggunakan HTML5 dan teknologi web modern untuk mengembangkan aplikasi di platform Tizen.

Dari perspektif pengusung, pada mulanya Samsung berkolaborasi dengan EFL Project (Enlightenment Foundation Libraries) mengembangkan sebuah sistem operasi yang dikenal dengan LiMo. Nama Tizen muncul ketika Intel bergabung bersama proyek tersebut pada September 2011, meninggalkan proyek MeeGo yang sebelumnya diinisiasi. Kehadiran Intel menumbuhan spekulasi bahwa Tizen merupakan kelanjutan dari MeeGo, namun pada faktanya keduanya dikembangkan menggunakan basis yang berbeda.

Di Januari 2012, LiMo Foundation berubah nama menjadi Tizen Association, yang mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Samsung, Intel, Huawei, Fujitsu, NEC, Panasonic, KT Corporation, Sprint Corporation, SK Telecom, Orange, NTT DoCoMo, dan Vodafone. Kolaborasi tersebut berhasil merilis Tizen v1.0 pada 30 April 2012 dengan code-name Larkspur.

Kemunculan versi pertama kian membuat para perusahaan terkait tertarik bergabung, Sprint Corporation salah satunya. Bersama Linux Foundation, platform open source tersebut terus dikembangkan. Hingga pada 25 September 2012, Tizen merilis versi keduanya dengan code-name Magnolia. Menambahkan kemampuan framework dengan fitur yang lebih baik, dengan dukungan HTML5/W3C API yang lebih mendalam, termasuk sistem keamanan yang ada di dalamnya.

Sampai saat ini Tizen sudah memasuki versi 2.4, dan masih terus dikembangkan untuk berbagai perangkat. Beberapa inisiatif pengembangan dan peningkatan ekosistem juga sudah dilaksanakan sejak versi 2.1. Salah satunya adanya Tizen App Challenge oleh Samsung yang menawarkan hadiah hingga USD $ 4 Juta. Dan beberapa waktu ke depan, Indonesia Next App 3.0, sebuah sesi hackathon pengembangan perangkat lunak mobile yang diadakan Samsung bersama DailySocial juga akan menantang pengembang lokal untuk mengembangkan aplikasi di atas platform Tizen.

Keyakinan ini setidaknya telah meyakinkan bahwa Tizen merupakan sebuah sistem yang telah matang, dan kini tengah menyusun ekosistemnya untuk menjadi besar di pasaran. Bagi pengembang, menjadi sebuah kesempatan juga untuk berlabuh, menjadi bagian dari pembesar ekosistem sistem operasi multi-platform tersebut.

Artikel ini adalah kolaborasi antara DailySocial dengan program Indonesia Next Apps 3.0. Kompetisi inovasi aplikasi pengembang lokal yang diselenggarakan oleh Samsung dan didukung oleh DailySocial. Ikuti DailySocial untuk informasi selanjutnya terkait Indonesia Next Apps 3.0.

 

Belajar dari Ekosistem Startup Tiongkok

Negara Tiongkok tidak bisa lepas dari bahasan ketika membicarakan tentang ekosistem startup. Negara ini jadi salah satu negara yang bisa dijadikan rujukan, baik untuk perkembangan teknologi, pasar, pola investasi dan tren behavior konsumen. Teknologi dan perkembangan solusi yang ditawarkan startup di sana dianggap lebih maju beberapa tahun dari beberapa negara di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Lalu apa yang bisa dipelajari dari perkembangan tren teknologi yang ada di sana? Sebuah diskusi panel di acara Echelon Asia Summit mencoba membahas hal tersebut. Panel diisi oleh Partner Linear Venture Harry Wang,
Managing General Partner Integral Investment Group Peter Cheng, dan Head of Global Partnerships & Marketing TechTemple Coco Sun, Menjadi moderator dalam ajang ini adalah Founding Director Startups Greater Asia / Corporate Attorney, Carr & Ferrell Christina Hsiang.

Pendapat tentang wilayah Asia Tenggara

Asia Tenggara dipandang sebagai area yang paling menjanjikan. Coco Sun memberikan pendapat ini dan menambahkan bahwa kawasan ini adalah one of the best tetapi juga menyimpan kontroversi. Kondisi teknologinya masih ketinggalan 5-6 tahun dari Tiongkok. Indonesia juga tak luput dari komentar. Negara ini menyimpan peluang yang besar karena jumlah pengguna tetapi belum teruji visibilitasnya seperti di Tiongkok. Jadi masih meragukan untuk melihat startup yang akan sukses.

Peter Cheng memberi pendapat bahwa pasar Asia Tenggara menarik tetapi investor dari Tiongkok lebih tertarik ke pasar Amerika Serikat yang memang telah terbukti menghasilkan startup-startup berskala besar.

Pendapat ini tentunya bisa menjadi masukan bagi ekosistem startup di tanah air. Meski beberapa waktu ini muncul beberapa startup yang mendapatkan dana cukup besar dan melambungkan namanya untuk menjadi ‘kelas’ unicorn, namun kisah sukses dan startup yang menggunakan teknologi untuk benar-benar memecahkan masalah dan bisa dibawa scaling masih belum banyak terlihat.

Pola investasi yang berubah

Tidak hanya perkembangan teknologi dan layanan yang diberikan, pola investasi pun berubah di Tiongkok. Harry Wang menjelaskan bahwa dulu di Tiongkok kriteria untuk melakukan investasi fokus pada talent. Kriteria yang dilihat smart people saja, tetapi sekarang lebih ke big data dan smart learning. Tiongkok memiliki data yang terkumpul dalam jumlah besar, maka pengolahan data dan layanan yang memaksimalkan data ini akan menjadi incaran investor.

Meski demikian talent juga tetap menjadi faktor penting, yaitu talent yang memiliki kemampuan global. Faktor lain yang diperhatikan adalah ada tidaknya pasar yang disasar oleh startup tersebut.

Harry juga menyebutkan pandangan yang menarik tentang big data di Tiongkok. Dari sisi teknologi mereka cukup maju, tetapi lemah di sisi lain, misalnya cara meng-capture market yang ada.

Sedikit tentang kondisi teknologi di Tiongkok

Seperti yang disebutkan di atas, kondisi perkembangan atau kemajuan teknologi di Tiongkok lebih maju dari negara Asia lain, terutama Asia Tenggara. Lalu seperti apa sekiranya teknologi yang sedang berkembang di sana?

Peter memberikan sedikit penjelasan. Menurut dia di Tiongkok para pemain di industri TI sudah maju dari sisi teknologi, live streaming disebutkan lagi ‘hot’ meski pemainnya sudah cukup banyak yang terjun di area ini.

Menurut Peter, startup yang menghadirkan layanan vertical mobile enterprise adalah yang sedang diincar oleh investor saat ini. Kondisi ekonomi yang sedang menurun juga bisa menjadi peluang karena para pelaku bisnis membutuhkan optimasi dari sisi teknologi. Di sinilah startup bisa membuat pemecahan masalah dan menawarkan layanan mereka.

Menyinggung tentang pembahasan unicorn, Peter berpendapat bahwa sulit untuk mencari perusahaan yang mampu menjadi ‘one winner take all’ di Tiongkok. Bisa jadi kondisinya akan memunculkan beberapa unicorn di satu segmen layanan.

Menurut Peter pelajaran lain yang bisa dipetik adalah dengan skala konsumen yang besar, di Tiongkok startup bisa menyasar segmen niche dan tetap bisa sukses (menjadi besar) karena segmen yang niche di sana susah cukup besar untuk jadi target konsumen startup. Hal yang sama seharusnya bisa diterapkan di Indonesia.

Bagaimana startup Asia Tenggara bisa bersaing

Bahasan pertanyaan ini menarik untuk dicermati, terutama jika Anda sedang mengembangkan startup yang ingin memasuki pasar Tiongkok atau ingin mendapatkan investasi dari Tiongkok.

Coco mencoba melihat dari tren yang ada bahwa startup di Amerika Serikat cenderung mengarah ke IPO sedangkan di Asia Tenggara startup yang ada masih craving di area optimasi rencana bisnis. Coco memberi saran agar startup di wilayah ini melihat apa yang sudah sukses di negara yang lebih maju. Startup regional bisa melihat dari apa yang sudah sukses di Tiongkok.

Coco tidak menyukai istilah copycat karena meski layanan yang ada di Tiongkok atau di negara lain mirip dengan layanan yang sudah lebih dulu ada di negara maju, tetapi eksekusi yang ada tetap akan memiliki pendekatan lokal. Beberapa layanan Tiongkok yang mengambil ide dari layanan yang sudah jalan di Amerika Serikat bisa bertahan karena eksekusinya kental dengan nuansa lokal. Perusahaan Amerika Serikat cenderung akan go global, sedangkan di Tiongkok lebih melayani pasar lokal.

Copycat startup memang menyimpan kontroversi. Di satu sisi bisa memberikan dampak negatif (tidak ada inovasi, me too product), di sisi lain bisa juga memberikan dampak positif (transfer teknologi, uji pasar, proven business). Kondisi ini masuk dalam contoh yang diberikan Peter. Lima belas tahun terakhir ini startup Tiongkok banyak yang memulai bisnis dengan meniru produk startup Amerika Serikat, tetapi kemudian meningkatkannya dengan lebih banyak berinovasi. Beberapa contoh yang dikenal adalah layanan messaging WeChat dan platform pembayaran Alipay.

Cara mengembangkan ekosistem startup regional

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dari sisi talent. Harry memberikan saran dengan membawa talent terbaik yang mengembangkan karier di luar region untuk kembali masuk ke region dan mengembangkan layanan dan teknologi.

Langkah seperti di atas sebenarnya sudah mulai terjadi di Indonesia. Beberapa anak bangsa yang sempat berkarier atau mengembangkan usaha di luar negeri kembali ke Indonesia untuk mendirikan atau bekerja di startup. Perkembangan seperti ini bisa memberikan sisi positif, misalnya sisi transfer knowledge, juga bisa membawa relasi yang didapatkan di luar region ke Asia Tenggara.

Saran untuk startup yang ingin masuk ke pasar Tiongkok

Pertanyaan dalam diskusi tentu saja menyinggung tentang saran apa yang bisa diberikan bagi startup Asia Tenggara untuk mengejar ketertinggalan dan saran yang cocok bagi startup untuk masuk ke pasar Tiongkok atau mendapatkan investasi dari investor Tiongkok.

Peter memberikan saran singkat tetapi cukup masuk akal. Ia menyebutkan bahwa jika ingin masuk ke Tiongkok bisa mencari partner lokal. Menurut dia jarang sekali startup/perusahaan/layanan yang masuk sendirian di Tiongkok dan sukses.

Sedangkan Harry menyebutkan bahwa startup bisa membawa informasi yang ada di luar Tiongkok untuk masuk ke pasar Tiongkok sebagai informasi untuk mengembangkan layanan. Ada beberapa teknologi yang sudah ada yang bisa digunakan tidak perlu dikembangkan dari awal. Berangkat dari sini, startup bisa mulai mengembangkan lebih lanjut layanan yang dihadirkannya.

Sedangkan Coco memberikan pendapat bahwa tipe investor asal Tiongkok memiliki mindset yang lebih agresif dan berpikir cukup pendek untuk menuju exit. Coco juga berpendapat bahwa investor yang paling pas untuk didekati adalah investor Tiongkok yang berbasis teknologi (memiliki latar belakang teknologi atau yang mengerti teknologi – Ed).

Coco menyebutkan adanya kurang komunikasi yang terjadi antara pelaku startup Asia Tenggara dan Tiongkok. Jarang ada yang mau masuk ke pasar Tiongkok dari Asia Tenggara. Ia menambahkan harus lebih banyak partnership antara kedua kawasan ini.

Menemukan Pola Pengguna Produk Startup

Target pengguna biasanya ditentukan di awal merumuskan bisnis. Rumusan tersebut umumnya juga digunakan untuk memastikan produk memenjawab kebutuhan dan dapat diterima di pasar. Namun langkah untuk mengenali penggunya harusnya tidak berhenti di situ. Selanjutnya diperlukan beberapa usaha untuk menemukan pola dan karakteristik pengguna. Salah satunya dengan menggali data pengguna dengan mengkategorikan atau memfilter karakter-karakter pengguna.

Founder and Managing Partner Greg Sands dalam laman resmi Medium milik Costanoa Venture Capital memaparkan beberapa pertanyaan yang diperlukan dalam menggali data untuk menemukan pola agar memperjelas kategori pengguna seperti apa yang cocok dengan sebuah produk.

Beberapa pertanyaan tersebut antara lain meliputi demografi perusahaan, jabatan kerja, waktu penjualan, adakah hubungan antara teknologi yang digunakan dengan keputusan pengguna menggunakan produk, apakah produk menjadi alternatif atau solusi utama dari pengguna, berapa dana yang disiapkan pengguna untuk produk, dan beberapa kategori lainnya.

Greg dalam tulisannya menyebutkan bahwa praktik terbaik untuk mengetahui pola pengguna dari sebuah produk adalah dengan menambahkan beberapa pertanyaan untuk mengeksplorasi hipotesis yang muncul. Seringnya beberapa pola akan muncul dan biasanya hanya sebatas pola-pola umum. Sampai tahap ini berarti harus ada beberapa pertanyaan lanjutan yang lebih spesifik mengenai apa yang sebenarnya diinginkan pengguna dan lainnya.

Pada intinya mengetahui lebih lanjut karakteristik berguna untuk mengantisipasi false alarm dari banyaknya penjualan di awal. Harus ada sesuatu yang mengikat mereka, sesuatu yang mempelajarinya untuk menyediakan yang benar-benar mereka butuhkan. Mengantisipasi pengguna yang coba-coba harus ada yang mengenali dan mengetahui kebutuhan mereka lebih lanjut.

Greg dalam akhir tulisannya menyebutkan bahwa memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pola pelanggan dapat menjamin sebuah bisnis berada dalam fokus yang benar untuk membangun bisnis jangka panjang.

Jaring-Jaring Startup

Membaca judul atas mungkin mengingatkan Anda seorang tokoh superhero fiksi yang judulnya kurang lebih mirip “Jaring-Jaring Spiderman”. Jaring-jaring atau orang menyederhanakannya dengan jejaring adalah ikatan yang bersifat semi terstruktur yang menghubungkan satu node (titik) dengan node yang lain. Sebelum kita mulai artikel ini, mari kita anggap node atau titik ini sebagai startup untuk memudahkan pemahamannya.

Pilar pertama: diri

Pada suatu hari saya mengikuti sebuah kegiatan bertema membangun technopreuner. Sebuah tema yang tengah ‘ngehits’ di masa itu. Acaranya sederhana, pada dasarnya panitia mengundang beberapa orang yang berhasil membangun startup, entah itu berhasil karena ekspansi pasar, berhasil karena mendapatkan funding dari VC (Venture Capital), atau berhasil menggandeng perusahaan besar multinasional dalam menjual produknya. Singkat cerita, pada sesi istirahat ada peserta yang berdiskusi dengan peserta yang lain.

“Ah buat startup di masa kini perlu modal besar tampaknya, saya lihat beberapa pembicara yang menjadi narasumber memiliki latar belakang yang berasal dari keluarga mampu, mantan pekerja berprestasi di perusahaan multinasional ternama, atau para pekerja luar negeri yang kembali dan memiliki kecukupan modal.”

Saya jujur terpaku. Yang dia kemukakan benar adanya. Saya jadi ingat Sang Pemilik Hidup Yang Maha Kaya, kemudian teringat salah satu quote dari salah seorang mentor motivasi pada saat saya kuliah:

“Jika kita harus memilih uang 500 juta dengan salah satu tangan kita, apakah kita mau menukarnya, jika kita harus memilih uang 1 miliar dengan kehilangan satu mata kita, apakah kita juga mau menukarnya untuk modal startup kita.”

Silahkan Anda jawab dengan hati. Saya yakin jika Anda sungguh-sungguh menjawabnya, jawabannya akan sama persis dengan yang dikatakan tersebut.

“Tidak… mata, tangan, kaki, hidung kita tidak bisa ditukarkan dengan uang modal untuk sebuah startup.”

Anda melihatnya? Secara natural kita sebagai umat manusia sudah cukup kaya. Semua yang kita miliki dan dalam tubuh kita sudah sangat canggih dan dapat digunakan. Jadi mari kita sepakati sebuah aturan pertama bahwa Tuhan sudah memberikan modal awal kita untuk membangun startup dan ini adalah pilar utama membentuk jaring-jaring startup. Modal memang perlu tetapi semangat kita membuat produk yang baik lebih diperlukan.

Pilar kedua: persaudaraan dan kerja sama

Pilar selanjutnya? Mari saya pindah Anda ke cerita selanjutnya. Pada saat itu saya tengah di sebuah kegiatan seminar e-government. Saya datang lebih pagi karena memenuhi undangan. Pada saat itu saya kaget bukan kepalang bertemu teman seangkatan saya yang saat ini bukan hanya memiliki bisnis software sebatas startup garasi tetapi memiliki gedung bertingkat dengan lebih dari dua puluh pegawai di bawah komandonya. Terus terang saya sedikit cemburu, tetapi saya yakin konsep Sang Pencipta bahwa rezeki itu sudah diatur berdasar ikhtiar (usaha), istiqomah (kesungguhan) dan tawakal (kesabaran).

Coba tebak, kenapa saya cemburu? Tidak, saya tidak cemburu karena dia berlimpahan harta atau keamanan finansial. Yang membuat saya sangat cemburu adalah semua nama teman yang saya kenal dan yang saya ketahui membuat startup bersama dia masih ada, masih di sana, masih berkarya, dan masih membangun kekaisaran startup mereka di tengah badai keuangan, badai sepi pekerjaan, atau bahkan badai hutang. Itu yang membuat saya salut!

Banyak di antara kita, founder sebuah startup, tidak tahan untuk mencari pekerjaan yang lebih mapan, tidak sanggup untuk bertahan dari badai sehingga berpindah pekerjaan, hingga tidak tahan untuk membuat startup sendiri karena startup yang dia ikuti sudah tidak sejalan dengan kebebasan atau pola pikirnya. Itu memang bukan kesalahan, karena memang sangat mudah membuat startup dibandingkan mempertahankan.

Tetapi apakah Anda melihatnya? Membuat startup bukanlah mencari orang yang cerdas, ber-IPK 3.8, berasal dari universitas ternama, atau bahkan berpendidikan S2/S3 untuk mengakselerasi pertumbuhan startup Anda. Tidaklah selalu penting dengan atribut tersebut rekan di samping Anda, tetapi sangatlah penting untuk Anda tahu siapa yang bisa berada di samping Anda selama startup itu ada.

Jadi izinkan kita ungkapkan pilar jaring-jaring startup berikutnya yang kita sebut ukhuwah atau persaudaraan. Membuat startup adalah membentuk persaudaraan baru, ibarat kaki yang tertusuk jarum, maka mulut berteriak, ibarat startup itu terkena musibah maka orang-orang sebenarnya adalah yang tetap ada untuk membangunnya kembali bukan yang pergi meninggalkannya.

Pilar ketiga: power of people

Lalu bagaimana dengan pilar ketiga dari jaring-jaring startup? Ambil contoh kembali ketika Saya melihat bagaimana kolega saya bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain, kemudian membuat startup, membuat produk, memperoleh hibah sebegitu besar tetapi tetap hidup sederhana. Saya melihatnya sendiri bagaimana seseorang yang mampu membeli Porsche tetapi tetap menggunakan mobil yang sederhana. Sampai pada suatu saat saya mencoba memahami ke mana semua keberhasilan itu? Ternyata pegawainya yang suka nonton bola dia belikan tiket untuk mendukung timnya di luar sana. Seorang tangan kanannya yang gemar beribadah dia belikan tiket umroh sekeluarga, hingga anak SMK yang ikut dia semenjak startup itu berdiri dia pinjamkan rumah tinggal. Luar biasa! Saya hanya tertegun.

Anda tahu kenapa saya tertegun? Pertama, saya melihat kepercayaan dia kepada setiap orang yang sudah berjuang, setiap orang yang tidak pernah mengeluh pada saat tidak gajian, dan tidak mengeluh pada saat pekerjaan yang berat atau perubahan manajemen startup. Kita semua tahu bahwa salah satu ciri sebuah startup yang akan menjadi perusahaan menengah ke atas akan mengalami transformasi kebebasan dan mengarah keberaturan dan kedisiplinan yang kita sebut dengan manajemen. Dari yang meeting tidak terjadwal menjadi terjadwal, dari yang bisa masuk kapan saja akhirnya harus disiplin.

Pada saat itu mungkin ‘kebebasan’ yang diimpikan oleh kaum muda pengembang startup akan mulai bergeser ke ‘ala enterprise’ yang membosankan, tetapi pada tahap itu bergembiralah karena artinya startup tempat Anda bekerja itu tumbuh dan orang-orang yang sampai ke tahap tersebut dan itu layak kita sebut sebagai para pejuang .

Jadi apakah implikasinya? Tidak usah ragu jika suatu saat Anda sebagai founder harus mencairkan dana simpanan perusahaan untuk kesejahteraan para pejuang di sana. Sungguh uang yang Anda sebut sebagai keberhasilan yang tidak lain adalah ‘meta-success’. Inti startup bukan seberapa banyak yang disimpan di pundi perusahaan, tetapi seberapa besar startup tersebut dapat memberi manfaat kepada para pejuang. Ingat startup adalah ‘the  power of people’.

Pada suatu saat keterbatasan melanda Anda, yakinlah dan tetap tersenyum karena Startup Anda berisi orang hebat! Inilah yang saya sebut pilar ketiga jaring-jaring startup. “The Power of People”, slogan yang sama persis ketika Steve Ballmer ex-CEO Microsoft, mengubah Microsoft dari kegalauan enterprise menjadi enterprise yang tumbuh dan berani lewat Cloud dan Office 365-nya.

Sebagai penutup mari kita simpulkan tiga pilar utama jaring-jaring startup. Pertama adalah selaku founder, Anda harus memiliki komitmen untuk menggunakan yang Tuhan berikan terutama tenaga dan sebagian besar waktu Anda untuk membuat inti dari jaring-jaring startup ini. Pilar kedua adalah membangun ukhuwah dan silaturahim antara founder, rekanan, dan pelanggan, walau terbilang sederhana inilah yang membuat jaring-jaring startup makin luas dan besar. Selanjutnya pilar ketiga adalah bagaimana sebuah startup berpikir lebih jauh agar jaring-jaring startup yang dibuat lebih kuat solid dan tidak mudah patah, rahasianya adalah ‘the power of people‘ utamakan pengembangan personal dibanding hal lain yang ada di startup Anda. Memang mudah berkata, tetapi tidak ada salahnya mencoba.

Selamat berpuasa dan tetap berkembang untuk jaring-jaring startup Anda.


Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Ridi Ferdiana melalui sejumlah penyuntingan

Dr. Ridi Ferdiana adalah pemerhati di bidang teknologi pendidikan dan juga rekayasa perangkat lunak. Saat ini berperan sebagai research and education advisor di Microsoft Innovation Center dan juga sebagai peneliti di Universitas Gadjah Mada.

Menghadapi Kompetisi Bisnis Startup

Kisah mengenai keberhasilan startup macam Facebook, Google, AirBnB dan beberapa lainnya memang layak untuk disimak. Selain untuk memotivasi diri dalam mengembangkan bisnis, menyimak kisah keberhasilan mereka juga bisa menambah referensi soal bagaimana kita menghadapi persaingan di startup. Terlebih untuk ekosistem startup yang masih dalam tahap berkembang seperti di Indonesia saat ini. Sangat penting untuk memahami bagaimana cara menangani kompetisi bisnis startup.

Kegelisahan dalam menghadapi persaingan startup bahkan terjadi sebelum startup belum terbentuk, sejak dalam ide, sejak dalam pikiran. Biasanya kegelisahan ini meliputi keinginan untuk segera melakukan eksekusi, mengeluarkan produknya dengan segera. Takut akan ada orang dengan pemikiran yang sama lebih dulu mengeksekusi idenya, kalah start.

Atau mungkin kegelisahan semacam dari pemikiran bahwa kejenuhan pasar akan kompetisi berimbas pada sulitnya meningkatkan akuisisi pelanggan, kesadaran terhadap layanan yang ada dan harga yang tinggi. Atau mungkin kegelisahan seperti brand yang diinginkan sudah ada di pasar, ketakutan terhadap pesaing dengan suntikan dana yang lebih besar dan lain sebagainya.

Ada beberapa cara untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi kegelisahan sehingga fokus bisa lebih banyak diberikan untuk perbaikan kualitas layanan dan hal berguna lainnya. Tahap pertama adalah mengubah cara pandang atau psikologi Anda. Ubah dari yang semula bisa menggunakan “Kami khusus . . .” pada saat awal mula peluncuran menjadi “Fitur kami mirip, hanya saja kami punya”.

Dengan mengubah perspektif ini Anda bisa datang memasuki kompetisi dengan (sedikit) lebih tenang. Anda tidak perlu berusaha untuk mengalahkan atau mengenalkan diri. Bisnis yang datang belakangan biasanya memenangi persaingan dengan menyuguhkan kualitas yang lebih bagus dibanding pendahulunya, menawarkan kemewahan yang belum diberikan sebelumnya.

Setelah mengubah perspektif selanjutnya adalah memberikan fokus lebih pada retensi. Selalu ingat pertumbuhan pengguna bukanlah tujuan dari bisnis. Setelah mengalami fase pertumbuhan pengguna selalu cari jalan keluar untuk bagaimana mempertahankan mereka, bagaimana terus memberikan pengalaman terbaik dengan memberikan yang mereka butuhkan agar tidak meninggalkan produk Anda.

Langkah terakhir yang bisa dicoba untuk menghadapi kompetisi startup adalah dengan memperkuat brand. Banyak hal yang bisa didapat dengan memperkuat brand. Salah satunya meningkatkan retensi pengguna.

Berikut Ini 5 Strategi Pemasaran Startup Menggunakan Instagram

Media sosial memberikan pilihan bagi perusahaan untuk berinteraksi dengan komunitas dan mempromosikan produknya. Tetapi dari sekian banyak pilihan, media sosial manakah yang tepat bagi target konsumen Anda?

Jika Anda menarget konsumen di kalangan muda Indonesia, maka Instagram adalah jawaban yang tepat. Menurut survei We Are Social, 32% dari pengguna media sosial di Indonesia menggunakan Instagram. Sedangkan riset JakPat menunjukkan jika lebih dari 70% pengguna Instagram berusia antara 16-25 tahun.

Dengan potensi active users sebesar itu, Instagram menjadi platform yang paling diincar banyak brand atau perusahaan di Indonesia. Lalu, sebagai startup, how to kick ass on Instagram?

Connect and scale!

Dengan Instagram dan Facebook terkoneksi satu sama lain, itu menjadi kesempatan bagi brand Anda untuk tampil di dua media sosial dengan user base terbesar. Jadi ketika Anda membuat Facebook Page untuk bisnis Anda, make sure to add Instagram tab. Ketika Anda mempublikasi foto atau video di Facebook, otomatis bisa tampil juga di laman Instagram Anda.

Salah satu keunggulan dari linking Facebook dan Instagram adalah pengguna Instagram biasanya lebih terbuka untuk like atau follow akun Instagram lainnya dibandingkan dengan pengguna Facebook. Jadi kalau potential audiences Anda tertarik untuk follow akun Instagram Anda, bukan tidak mungkin mereka juga akan tertarik untuk menyukai Facebook Anda.

Use the power of hashtag but don’t go too crazy

Keajaiban hashtag untuk mempublikasikan sebuah brand telah teruji. Semakin konsisten dan semakin sering hashtag digunakan, akan semakin banyak pula audience yang relevan dengan brand atau produk Anda terjaring.

Kunci dari pemakaian hashtag # adalah pilih yang sesuai dengan produk, brand atau bahkan deskripsi produk Anda. Kombinasikan antara hashtag yang berkaitan dengan produk Anda dengan hashtag yang sedang populer, sehingga ketika orang mencari konten dari hashtag populer, mereka juga dapat menemukan konten Anda.

Tapi yang harus diingat, jangan menggunakan hashtag terlalu berlebihan. Sebaiknya gunakan maksimal 5 hashtag dalam setiap post.

Revamp your business profile

Lihat lagi profile dari akun bisnis Instagram Anda, apakah sudah menarik atau kreatif? Ingat, tidak hanya foto saja yang harus menarik, tapi juga profil akun Anda juga harus mengundang perhatian

Pemilihan photo profile atau background photo pun harus sesuai dengan brand atau produk Anda, but don’t be too cheesy! Misalnya startup Anda menawarkan layanan cleaning service on demand. Mungkin Anda bisa memilih profile photo seorang Ibu yang terlihat bahagia karena hidupnya sudah terbantu dengan layanan Anda.

Selain itu, setiap bisnis dan brand punya identitas, dari logo hingga warna yang identik dengan brand tersebut. Karena itu ketika Anda punya akun Instagram, jangan lupa untuk memasukkan unsur tema dari perusahaan atau bisnis Anda.

Email Marketing with Instagram Content

Great, your customers receive an email marketing every month but, why don’t you spice it up! Selain promosi produk atau servis, Anda juga bisa bermain dengan konten-konten yang kreatif dari Instagram Anda.

Anda juga bisa crowdsource foto-foto menarik dari followers Anda di Instagram lho. Hitung-hitung selain menjadi lebih kreatif, dengan menggunakan photo-photo dari follower Anda bisa menjadi cara untuk Anda melibatkan komunitas Anda.

Make it local

Gunakan geotag untuk setiap post Anda sehingga Anda bisa mentarget konsumen yang relevan dan tepat pada sasaran. Dengan begitu akan dapat meningkatkan engagement rate Anda karena Anda mempublikasi content yang sesuai dengan audiences yang berada di wilayah tersebut.

Misalnya Anda sedang berada di Surabaya untuk event promosi produk Anda, kenapa tidak mempublikasi foto event tersebut dan geotag Surabaya. Jadi Anda bisa gunakan post tersebut sebagai cara untuk reaching out to the targeted audiences with targeted messages.

Itu 5 cara yang dapat Anda lakukan dalam mempromosikan startup Anda di Instagram. Yang paling penting dalam media sosial adalah selalu engage atau berinteraksi dengan followers Anda. Remember, building connection means building loyalty.


Disclosure: Tulisan tamu ini ditulis oleh Gina Dwi Prameswari. Gina adalah Content Consultant di BBOX Consulting. Ia bisa dihubungi melalui blog BBOX 

Strategi Exit Startup Bisa Dipikirkan Sejak Awal

Ada banyak diskusi seru ketika membicarakan strategi exit untuk para startup. Ada beberapa ‘aliran’ exit yang bisa dipilih dalam menjalankan startup. Ada yang bertujuan untuk exit dengan IPO, ada yang exit dengan M&A (merger and acquisition), dan ada pula yang memiliki pandangan tidak akan exit dan mengembangkan terus startup yang dijalaninya.

Seharusnya tidak ada yang salah dengan beberapa pandangan yang disebutkan di atas selama dijalani dengan profesional. Exit bagi startup seharusnya dijalankan atau dipilih bukan tanpa alasan. Memilih exit juga bukan berarti keluar dari medan perang dan lari dari tanggung jawab. Semua dijalankan sesuai strategi yang dibutuhkan startup.

Salah satu topik yang menarik untuk disimak di ajang Echelon Asia Summit 2016 yang diadakan di Singapura beberapa waktu lalu adalah soal exit untuk startup. Panelis yang hadir adalah Head of Media & Technology Asia Tenggara Goldman Sachs Andy Tai dan Executive Director North Ridge Partners Chris Tran. Founder & CEO, Detecq Wong Zi En menjadi moderator diskusi ini.

Kapan harus memikirkan exit

Dua pembicara ini secara garis besar memiliki pandangan yang sama bahwa strategi exit bisa dipikirkan sedini mungkin.

Andy memberikan pendapat bahwa rencana apakah akan exit atau tidak harus dipikirkan early possible ketika menyusun bisnis plan. Ia berpendapat bahwa startup yang kini bermunculan banyak yang tidak memikirkan hal ini karena lebih condong pada passion mereka dalam menjalankan startup, padahal di banyak sisi rencana exit bukan hanya bisa baik bagi founders tetapi juga bagi investor.

Sedangkan Chris memiliki pendapat bahwa startup yang sukses adalah yang para founders-nya memiliki tujuan akhir yang jelas. Pertumbuhan seperti apa yang ingin dicapai saat mengembangkan startup. Selain itu startup juga harus memperhatikan beberapa hal, termasuk growth, innovation dan talent.

Seperti yang dibahas di awal artikel, exit tak melulu berarti founders keluar dari perusahaannya dan melepaskan ke pemilik baru. Dalam proses M&A biasanya founders stay di perusahaan meski terkadang ada jangka waktu tertentu (lock).

Faktor yang harus diperhatikan dalam proses M&A

Berbicara tentang M&A, ada beberapa faktor (pandangan VC) yang bisa diperhatikan oleh para founders. Andy menyebutkan setidaknya ada beberapa hal yang bisa diperhatikan. Faktor penting untuk proses M&A adalah strategi revenue yang dimiliki startup, apakah startup itu men-disrupt kondisi yang telah ada atau tidak. Sisi talent di sini pun memegang peranan penting.

Faktor lain terkait proses ‘paper works’ adalah governance right atas perusahaan tempat investor menanamkan modal. Investor memperhatikan faktor ini dalam proses M&A. Contohnya hak veto untuk menolak keputusan founders.

Andy juga menyebutkan hal menarik tentang mindset yang bisa ada di para founders. Ekspektasi mereka atas angka (harga) startup mereka biasanya lebih tinggi sedangkan biasanya investor lebih skeptis pada proyeksi keuangan dari startup. Perbedaan mindset ini tentunya perlu diperhatikan saat founder menargetkan M&A, karena ketidaksamaan persepsi bisa membuat proses gagal.

Pendapat lain yang senada disampaikan Chris. Menurutnya founders harus bisa memperhatikan future promises yaitu kondisi-kondisi di masa depan yang akan dihadapi oleh startup mereka. Para founders juga harus bisa memikirkan bagaimana meningkatkan valuasi saat negosiasi untuk proses M&A. Salah satu saran yang diungkapkan Chris adalah menggunakan jasa advisor atau penasihat. Ia berpendapat bahwa advisor ini bisa memberikan bantuan untuk menunjukkan valuasi yang tepat untuk startup.

Pilih IPO atau M&A

Pertanyaan di atas standar tetapi jawabannya bisa bermacam-macam. Menurut dua investor panelis ini ketika ditanya tentang memilih mana IPO atau M&A menjawab secara logika tentu saja semua tergantung kondisi dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.

Chris mengatakan bahwa M&A memiliki keuntungan salah satunya adalah prosesnya yang relatif lebih ‘mudah’ dari IPO, misalnya jangka waktu tunggu proses dan pengurusan dokumen. Dalam proses menjalaninya, M&A juga bisa dibilang lebih ‘mudah’ karena IPO berarti investor akan bertambah dari publik.

Bagaimana dengan kondisi di kawasan Asia Tenggara? Andy memberikan pendapat bahwa IPO akan lebih menantang untuk startup di kawasan ini, sedangkan M&A akan lebih masuk akal. Beberapa faktor yang yang mendukung pendapat ini adalah M&A akan menjadi sinergi agar startup bisa lebih berkembang dan proses M&A berlangsung lebih cepat.

Andy juga menambahkan bahwa penting bagi para founders untuk memikirkan skala perusahaan saat menjalani startup mereka, apakah mereka akan menargetkat untuk IPO, M&A, atau tetap menjadi perusahaan tertutup.

Big Exit

Cara yang tepat dalam menjalankan startup adalah dengan memecahkan masalah. Demikian juga dengan proses M&A. Bagi founders yang memang berencana untuk menempuh jalan ini, Chris memberikan saran bahwa founders harus melihat sisi konsumen dan mencari pemecahan masalah. Untuk proses M&A bisa juga melihat pesaing dan memberikan pemecahan masalah yang lebih baik.

Startup yang bisa diakuisisi juga bukan hanya yang bisa mendapatkan user baru dan lebih besar dari pesaing, tetapi bisa pula mencuri dari layanan yang lebih besar dan sudah ada terlebih dahulu. Akusisi bisa ditempuh oleh perusahaan besar atas perusahaan yang ‘disruptive’ ini untuk mempercepat pertumbuhan pasar.

Saran lain yang diberikan oleh Chris adalah start with end mind, menentukan secara tepat dari awal siapa konsumen dari layanan startup serta bekerja sama dengan advisor.

Memikirkan exit bukan berarti ‘menyerah’ sebelum bertanding. Founders yang memikirkan strategi akan seperti apa perusahaannya di masa depan adalah mereka yang memiliki visi dan tahu apa yang ingin dicapai dengan startup-nya.

Beberapa startup membutuhkan exit (biasanya berupa M&A) untuk urusan strategis. Perusahaan yang mengakuisisi biasanya memiliki dana, cakupan akses pasar yang lebih luas, dan bisa membawa startup tersebut untuk berkembang lebih besar lagi.

Dalam perkembangan dunia digital yang serba cepat ini, ada banyak cara yang bisa ditempuh oleh startup, apakah stay private, IPO atau M&A. Bisa jadi, menjadi exit agnostic dan selalu melihat para perkembangan internal (pertumbuhan pengguna, laporan keuangan, burn rate) dan memperhatikan perkembangan eksternal (konsisi pasar, tren, persaingan) adalah cara yang tepat. Tidak ada formula yang sama untuk setiap kondisi tetapi cerdas membaca pola dan menelaah informasi adalah kunci.

Suksesi Sektor Pertanian Indonesia dengan Teknologi

Inisiatif yang berkontribusi untuk meningkatkan sektor pertanian di Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi dirasa menjadi hal yang sangat krusial saat ini. Baik pemerintah maupun swasta sudah selayaknya memulai memikirkan bagaimana meningkatkan efektivitas dan potensi petani lokal dengan pendekatan modern, yakni dengan teknologi.

Hal ini penting, karena kendati diversifikasi ekonomi dan urbanisasi telah memberikan dampak ke sektor pertanian beberapa tahun terakhir, namun statistik di lapangan menyatakan bahwa pertanian masih menjadi mata pencaharian bagi mayoritas rumah tangga di Indonesia.

Sektor modern seperti e-commerce begitu bertumbuh pesat, menyasar 90 juta pengguna internet konsumtif yang sangat cepat beradaptasi dengan dinamika yang ada. Namun pembaruan sektor tradisional dirasa sangat penting untuk dijadikan prioritas, karena selain Indonesia memiliki kekuatan di sektor tersebut, dalam hal ini pertanian, berupa sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA).

Idealnya jika sektor baru seperti e-commerce saja bisa tumbuh dan diperkirakan mencapai nilai $130 miliar per 2020 mendatang, sektor agro yang memiliki komoditas lebih besar harus bisa didorong untuk memberikan sesuatu yang lebih.

Mengemas sektor tradisional dengan cara modern

Inisiatif untuk membangun platform pendorong bisnis pertanian menjadi salah satu program jangka panjang Presiden RI Joko Widodo. Salah satunya melalui inisiatif berbentuk aksi dan sinergi dalam sebuah proyek berbasis e-commerce di Brebes Jawa Tengah bulan April lalu. Sebuah layanan yang ingin menjembatani hasil panen dengan konsumen melalui pendekatan digital. Sama dengan komputerisasi di berbagai lini bidang, transparansi akan menjadi sebuah keuntungan ketika sebuah proses dijalankan secara algoritmik.

Melalui sistem online Presiden percaya bahwa transparansi akan memberikan hasil lebih kepada petani lokal. Dengan demikian akan mencegah spekulasi harga pangan yang sengaja diombang-ambingkan pihak tertentu, sehingga membuat hasil tani lokal justru kian tergerus. Proyek yang dikerjakan oleh beberapa startup agro, seperti Petani, LimaKilo, Pantau Harga dan TaniHub ini juga berusaha memberikan edukasi dan informasi seputar teknik bercocok tanam dan komoditas harga secara real-time.

Memanfaatkan keuntungan teknologi terbarukan

Biogas merupakan salah satu yang sedang digalakkan untuk menunjang sektor pertanian. Sebagai upaya untuk terus memutarkan hasil ataupun limbah pertanian, pemanfaatan teknologi terbarukan, khususnya di daerah dinilai mampu meningkatkan taraf hidup orang banyak. Biogas memiliki potensi yang signifikan. Dengan bahan baku sisa makanan ternak, kotoran hewan ternak, limbah pertanian dan sisa tanaman dapat dikonversi untuk penghasil listrik dan energi panas.

Beberapa waktu lalu proyek ini juga diimplementasikan di sebuah desa bersama Kalisari. Konversi tersebut berhasil memberikan keuntungan besar dari masyarakat, terlebih jika akses listrik yang sulit terjamah menjadikan BUMN seperti PLN sulit untuk menembus. Solusi inovatif terbukti menjadi penengah atas isu yang terjadi. Polusi pun juga berkurang, yang tadinya kotoran dibuang dan mencemari lingkungan, kini terkonversi menjadi sumber energi bermanfaat.

Berbagai komponen harus membentuk sebuah sinergi

Sebuah kemitraan pertanian keberlanjutan juga sedang digodok oleh Asosiasi Ekonomi Indonesia dan KADIN, dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan bagi petani lokal. Pemerintah pun juga ingin mendorong penggunaan metode modern lainnya untuk meningkatkan taraf hidup petani kecil di daerah. Skema kemitraan pertanian berkelanjutan berusaha mencapai tujuan untuk mengoptimalkan teknik produksi dan memecahkan masalah seperti akses kepada bibit unggul dan pupuk.

Inisiatif lain dalam bentuk pinjaman (KUR – Kredit Usaha Rakyat) juga menjadi prioritas pemerintah untuk memberikan “amunisi” kepada petani kecil. Di sisi lain inovator lokal juga menyajikan banyak opsi untuk memfasilitasi, salah satunya iGrow. Menggunakan model online marketplace, skema yang disajikan ialah menghubungkan antara investor dengan petani. Permodalan yang diberikan akan digunakan sebagai model petani menghasilkan hasil panen unggulan.

Idealnya sektor pertanian harus makin maju. Menguasai 35 persen total angkatan kerja, dan kontribusinya 13,6 persen terhadap PDB nasional, sektor ini wajib mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak, khususnya inovator.

Ekosistem Perangkat Berplatform Tizen

Tizen merupakan sebuah sistem operasi baru yang dapat dioptimalkan di berbagai jenis perangkat. Mulai dari smartphone, wearable device, smart TV dan berbagai perangkat lainnya yang sudah mulai dibubuhi label “smart“, semua akan kompatibel dengan sistem operasi Tizen. Untuk menciptakan lingkungan yang saling terhubung, Tizen juga dibekali kemampuan untuk melandasi sebuah sistem berbasis IoT (Internet of Things). Lalu bagaimana dengan ekosistem perangkat Tizen sendiri sampai saat ini?

Sebagai pemimpin di pangsa pasar mobile, Samsung yang juga sebagai pengusung lahirnya Tizen sudah memulai langkahnya dengan meluncurkan berbagai perangkat yang dilandasi sistem operasi Tizen. Yang gencar dibincangkan ialah dari seri Samsung Z, dengan model terakhir yang dipasarkan untuk pasar India yakni Samsung Z3. Untuk platform Tizen, Samsung menghadirkan varian smartphone dari lini bawah dan menengah untuk menjangkau lebih banyak pengguna, terutama untuk negara-negara dengan penetrasi mobile besar.

Belum lama ini Samsung juga merilis Gear Fit2 dan Gear IconX, sebuah fitness wearable dengan sistem operasi Tizen. Di produk TV pun Samsung sudah menelurkan seri SUHD TV KS9800, sebuah TV pintar dengan perangkat lunak Tizen di dalamnya. Produk-produk berbasis Tizen tersebut setidaknya menjadi awal dari keyakinan Samsung terhadap sistem operasi yang dirilisnya tersebut. Bahkan juga akan menjadi sebuah landasan KNOX, sistem keamanan mobile besutan Samsung.

“Tizen menjadi lebih penting bagi kita. Menjadi kekuatan TV, wearable dan IoT kami. Bahkan kekuatan solusi keamanan kami, KNOX. Kami sangat serius tentang Tizen. Ini adalah sistem operasi yang luar biasa,” ujar Mihai Pohontu selaku Vice President of Emerging Platforms Samsung.

Dari kabar yang beredar, smartphone berbasis Tizen pun tidak lama lagi akan hadir di Indonesia. Tentunya ini menjadi kabar baik bagi pengembang, karena berarti ekosistem pengguna dalam waktu dekat pun akan segera terbangun, untuk siap mengonsumsi aplikasi yang dikembangkan.

Dari perspektif pengembang aplikasi, ini menjadi sebuah momentum untuk menjadi early-innovator yang mengadaptasi aplikasinya ke dalam platform baru ini. Tentu saja aplikasi bercita rasa lokal akan menambah nilai, karena diperkirakan Tizen akan menjadi salah satu opsi perangkat pintar untuk keseharian masyarakat Indonesia. Selain itu, Tizen juga memberikan banyak opsi yang mempermudah pengembang aplikasi dalam berkreasi.

Artikel ini adalah kolaborasi antara DailySocial dengan program Indonesia Next Apps 3.0. Kompetisi inovasi aplikasi pengembang lokal yang diselenggarakan oleh Samsung dan didukung oleh DailySocial. Ikuti DailySocial untuk informasi selanjutnya terkait Indonesia Next Apps 3.0.