[Video] Rencana-Rencana Sequoia Capital Mendukung Pertumbuhan Startup Indonesia

DailySocial dan Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand berbincang mengenai ekosistem startup di Indonesia yang semakin bertumbuh dan bagaimana Sequoia Capital berperan merancang serangkaian program demi mendorong percepatan bisnis startup.

Untuk video menarik lainnya seputar modal ventura (venture capital) di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.

Melalui Rangkaian Program Akselerasi, Sequoia Capital Ingin Dukung Ekosistem Startup Indonesia

Sebagai salah satu pemodal ventura yang cukup aktif memberikan pendanaan kepada startup di Indonesia dan Asia Tenggara, Sequioa Capital memiliki strategi khusus yang diklaim bisa menjadi wadah bagi ekosistem startup. Mulai dari program akselerasi bernama Surge hingga Sequoia Spark, semua program yang dirancang menyesuaikan tahapan masing-masing startup. Dan kini telah melahirkan sejumlah startup yang berkualitas.

Kepada DailySocial.id, Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand mengungkapkan bahwa beberapa program yang diinisiasi oleh Sequoia ditujukan untuk membantu startup yang masih dalam tahap awal hingga mereka yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn di India hingga Asia Tenggara.

Disinggung kategori bisnis startup seperti apa yang kemudian menjadi perhatian Sequoia saat berinvestasi, Abheek menegaskan secara khusus sekitar 80-90% mereka selama ini telah memberikan perhatian lebih kepada startup hingga perusahaan yang berbasis teknologi. Mulai dari consumer internet, financial services, B2B software. hingga industri yang sedang tren saat ini yaitu kripto dan web 3.0.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada kategori bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang kemudian dilirik oleh mereka. Contohnya startup aquaculture Indonesia seperti eFishery. Namun secara khusus sektor yang masih menjadi perhatian dari Sequoia hingga saat ini adalah fintech.

“Dan saya melihat masih banyak peluang dari layanan fintech untuk terus tumbuh di Indonesia. Kami juga ingin bermitra lebih banyak lagi dengan startup yang menyasar layanan fintech dan masih dalam tahap awal. Termasuk di dalamnya perusahaan yang menyasar kripto dan terkaitnya, kami tertarik untuk berinvestasi kepada mereka,” kata Abheek.

Program unggulan Surge

Salah satu program yang menjadi unggulan dari Sequoia Capital adalah, program akselerasi Surge. Melalui program ini startup yang masih dalam tahap awal, bisa mendapatkan mentoring hingga dukungan capital yang relevan. Surge menggabungkan modal awal $1 juta hingga $2 juta dengan dukungan pembangunan perusahaan, kurikulum global, dan dukungan dari komunitas mentor dan pendiri startup.

“Kami melihat program Surge menjadi langkah awal bagi startup yang masih berada dalam tahap awal. Kami ingin menjalin kemitraan dengan lebih banyak lagi startup di Indonesia,” kata Abheek.

Bagi mereka yang sudah masuk dalam program Surge dan berhasil mengantongi pendanaan, ke depannya jika memiliki potensi, Sequoia akan memberikan investasi dalam putaran pendanaan selanjutnya. Dengan demikian, program Surge menjadi pembuka bagi mereka untuk bisa mendapatkan kesempatan pendanaan lanjutan.

Startup yang awalnya merupakan lulusan program Surge dan berhasil mengantongi invetasi tahapan lanjutan dari Sequoia Capital di antaranya adalah Lummo dan Qoala.

Saat ini tercatat sudah ada 9 startup lulusan program Surge. Sementara Sequoia Capital sendiri sudah terlibat dalam 22 startup di Indonesia. Di antaranya adalah Traveloka, Gudangada, GoTo, hingga Kopi Kenangan.

Portofolio Sequoia Capital India di Indonesia

Program Sequoia Spark, Build dan The Guild

Salah satu program yang telah diluncurkan oleh Sequoia India yang mendukung usaha para perempuan adalah Sequoia Spark. Program dana hibah sebesar $100.000 beserta pendampingan ini, ingin mengajak lebih banyak perempuan di India dan kawasan Asia Tenggara untuk menjadi pengusaha.

Program ini diadakan dengan menyediakan pendampingan langsung yang mendalam kepada 15 startup yang dipimpin oleh perempuan setiap tahunnya dan modal cukup sebagai biaya awal untuk memulai usaha.

“Yang kami berikan adalah hibah bukan berupa investasi atau pembagian ekuitas. Melalui program ini kami ingin membuat proses membangun usaha bagi para perempuan lebih mudah, dengan pendampingan dari kami. Melalui program ini juga menjadi cara bagi kami untuk mencari perempuan yang cerdas dan memiliki motivasi yang besar untuk membangun usaha yang memiliki nilai” kata Abheek.

Kohort pertama dari program Sequoia Spark terdiri dari berbagai macam bidang, termasuk edtech, fintech, SaaS, dan crypto. Kohort ini menggabungkan tujuh startup dari Asia Tenggara, tujuh dari India dan satu dari Uni Emirat Arab. Dari Indonesia Sribuu berhasil mendapatkan mentoring dan pendanaan awal dari Sequoia Capital.

“Mentoring merupakan bagian dari Sequoia, kami bukan hanya bertindak sebagai mitra bisnis tapi juga bisa membantu mereka berupa mentoring melalui program yang kami tawarkan. Diharapkan bisa membantu komunitas karena semua program kami bangun berdasarkan tahapan yang ada. Mulai dari Surge untuk startup tahap awal, Spark untuk perempuan dan kami juga memiliki program bagi startup yang telah masuk dalam tahapan lanjutan seperti seri B hingga mereka yang sudah menjadi unicorn dan decacorn,” kata Abheek.

Khusus untuk startup yang akan mulai menggalang dana tahapan seri B, Sequoia Capital memiliki program bernama Sequoia Build. Melalui program ini, startup bisa mendapatkan kesempatan untuk mengelola bisnis lebih besar lagi, dengan memahami pentingnya mengejar growth, menciptakan kultur perusahaan hingga membangun strategi.

“Salah satu tantangan bagi startup yang berada dalam tahapan Seri B adalah, bagaimana mereka menciptakan kultur perusahaan yang baik, membangun strategi dan mempertimbangkan unit ekonomi versus growth,” kata Abheek.

Untuk startup hingga perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn, Sequoia Capital juga memiliki program khusus bernama The The Guild. Melalui program ini mereka akan didampingi untuk memikirkan growth dan bagaimana perusahaan terus bisa tumbuh.

“Sesuai dengan filosofi Sequoia Capital, yaitu bukan hanya memberikan pendanaan tetapi kami juga membantu perusahaan terus tumbuh untuk jangka panjang,” tutup Abheek.

Kiprah dan Rencana Sequoia India di Indonesia

Sequoia India minggu lalu mengumumkan pengumpulan dana $1,35 miliar atau setara 19,5 triliun Rupiah. Dana ini diperoleh dari sejumlah limited partner, yang dibagi dalam dua program fund: $525 juta untuk venture fund dan $825 juta untuk growth fund. Fokus pendanaannya tetap untuk startup di India dan Asia Tenggara.

DailySocial berkesempatan mewawancara Managing Director Sequoia Capital India Abheek Anand untuk mendiskusikan rencana mereka di ekosistem startup Indonesia pasca pengumpulan dana ini.

Managing Director Sequoia Capital India LLP, Abheek Anand / Sequoia
Managing Director Sequoia Capital India LLP, Abheek Anand / Sequoia

Portofolio Sequoia India di Indonesia

Sequoia India telah berinvestasi ke startup di Indonesia sejak tahun 2014, termasuk turut andil di permodalan bagi Tokopedia dan Gojek. Tahun ini, mereka turut meramaikan arus digitalisasi supply-chain FMCG lokal dengan berinvestasi di GudangAda dan Ula.

Di tahun 2019 mereka meluncurkan program akselerator Surge di wilayah operasionalnya. Beberapa startup Indonesia turut berpartisipasi dan mendapatkan pendanaan, seperti Qoala, Chilibeli, BukuKas, dan beberapa lainnya.

“Sampai saat ini, kami telah bekerja dengan 19 startup teknologi di Indonesia untuk mendemokratisasi sektor-sektor penting seperti perdagangan, pendidikan, finansial, F&B, logistik, hingga perhotelan,” jelas Abheek.

Berikut daftar investasi yang telah ditorehkan Sequoia India untuk startup lokal:

Startup Tahun Investasi
Tokopedia 2014
Gojek 2015
Modalku 2016
Traveloka 2017
OnlinePajak 2017
Moka 2017
Akulaku 2018
Kopi Kenangan 2019
Kargo 2019
GudangAda 2020
Ula 2020

Startup Indonesia peserta program Surge:

Surge 01 1. Qoala

2. Bobobox

Surge 02 1. Rukita

2. Storie

3. Chilibeli

Surge 03 1. Hangry

2. BukuKas

3. CoLearn

Fokus ke startup tahap awal

Abheek menjelaskan, pihaknya melihat tren perkembangan pesat ekosistem startup di Indonesia dalam enam tahun terakhir. Berdasarkan pengalaman investasinya, Sequoia India memilih untuk fokus untuk mendanai startup tahap awal di kawasan ini. Mereka melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh secara signifikan dan menyelesaikan masalah banyak orang.

“Kami berinvestasi di Tokopedia dan Gojek di masa-masa awal mereka. Saat ini perusahaan tersebut menjadi sumber inspirasi bagi para pendiri startup baru. Faktanya, Indonesia saat ini memiliki unicorn terbanyak di Asia Tenggara,” jelas Abheek.

Ia melanjutkan, “Kami ingin terus melipatgandakan komitmen kami terhadap startup di Indonesia, dengan tidak hanya menjadi bagian dari unicorn generasi pertama, tapi juga setiap generasi berikutnya [..] Kami berpikir bahwa Indonesia berada di titik kritis dan akan meledak dengan peluang populasi yang berkembang dan mengerti teknologi.”

Hipotesis investasi

Melihat track-record investasinya, Sequoia India terlihat cenderung agnostik secara sektoral. Mereka berkolaborasi dengan berbagai model bisnis, mulai dari layanan konsumer, B2B, fintech, hingga healthtech.

“Sekarang, lebih dari sebelumnya, bisnis dengan unit ekonomi yang solid tidak lagi sekadar baik untuk dimiliki [melalui investasi]. Mereka wajib dimiliki. Yang kami cari adalah para pendiri yang membangun bisnis dengan unit ekonomi yang masuk akal di pangsa pasar yang besar,” jelasnya.

Dampak pandemi Covid-19 dirasa tidak memperlambat tensi investasi mereka.

“Kami terus bertemu dengan pendiri yang bersemangat dengan ide dan bisnis yang menarik, terutama di tahap awal. Sebelumnya kami akan melakukan obrolan mingguan dengan para pendiri di Jakarta dan kami akan terus melanjutkan — dan memindahkan percakapan itu secara online.”

Saat ini program Surge 04 juga sudah dibuka pendaftarannya. Mereka berharap lebih banyak startup tahap awal di Indonesia yang dapat terlibat dalam program ini.

Abheek mengatakan, “Satu pesan kami untuk para pendiri adalah: bahwa tidak pernah terlalu dini untuk berbicara dengan kami. Kami tersedia melalui email, semua platform media sosial, dan terus menerus menciptakan lebih banyak saluran. Ekonomi belum ditutup, bisnis masih terus diciptakan setiap hari. Kami terus tertarik untuk bermitra dengan para pendiri yang berani untuk membuat gebrakan di dunia.”

“Penggalangan dana baru-baru ini senilai $1,35 miliar merupakan indikasi komitmen kami dan kami akan terus mengandalkan komitmen ini ketika menyangkut pasar-pasar utama di Asia Tenggara seperti Indonesia, terlepas apakah kami dapat hadir secara langsung ataupun tidak,” pungkasnya.

GudangAda Notches 372 Billion Rupiah Worth of Series A Funding

After securing seed funding last February 2020, GudangAda B2B marketplace platform for FMCG products today (5/5) has announced another round. In this series A, the firm managed to bag funding worth of US$25.4 million, or around 372 billion Rupiah. This round was led by Sequoia India and Alpha JWC Ventures, with the participation of Wavemaker Partners. The company is to develop a new line ob business and build up the internal team.

The platform provides a place for FMCG industry players to meet and conduct transactions online, from suppliers, distributors to retail traders. This warehouse provides an opportunity for traders to develop their business through faster inventory turns, optimal pricing, greater choice of goods and business partners, and transparent transaction management.

GudangAda is said to succeed in connecting around 50 thousand traders in 500 cities, and covering almost 100 percent of FMCG wholesalers in Indonesia, through an enabler approach.

Previously, GudangAda received seed funding from Alpha JWC Ventures and Wavemaker Partners, with participation from Pavilion Capital, valued at US$10.5 million or around 154 billion Rupiah. With this series A funding, the company has managed to get total funding of US$ 36 million within 15 months since it was founded.

“When we first invested in GudangAda and Stevensang, we knew that they would become leading players in the FMCG industry, not only in Indonesia but also in Southeast Asia […] FMCG is an industry that is still running traditionally and is also difficult to break down innovation. It’s not easy to change habits and behavior, especially those that have been going on for decades. However, GudangAda claims that it is possible as long as the players know where to penetrate, what kind of difficulties, and how to execute the strategy effectively,” Alpha JWC Ventures’ Managing Partner, Chandra Tjan said.

In fact, there are some existing startups with similar services beforehand, making it easy for business partners to complete basic standards. Previously, there was Stoqo who served similar services targeting partners from food businesses. Unfortunately, they had to announce service termination earlier this year. In addition, there are other players such as Foodia, Eden Farm, Wahyoo, and many more serves different specializations – with the same core, becoming a hub for business players with merchants.

Momentum amid pandemic

Stevensang GudangAda
GudangAda’s Founder and CEO, Stevensang

GudangAda was founded in the end of 2018 by Stevensang (CEO) with 25 years of experience in the FMGC industry. In an interview with DailySocial he said, “GudangAda was founded due to his concerns over the continuity of the traditional shop business in the digital age. The business concept is to empower all parties involved in the ecosystem, therefore, they can get optimal benefits from the platform.”

Amid the Covid-19 pandemic, GudangAda has gained momentum to expand. The physical distancing situation has put the online-based solutions as an alternative to fulfill the demand of FMGC products – as to ensure the availability of food and other daily needs, and help industry players to continue to run optimally during the PSBB period in some areas.

“B2B supply chains in many developing countries face challenges in terms of capital constraints, ineffective inventory management, and manual operational processes. GudangAda built a digital ecosystem that can change the face of the Indonesian FMCG industry which is currently still running traditionally […] Indonesia will witness the emergence and development of the use of B2B technology in the second e-commerce wave, and we are very pleased for the opportunity to work with GudangAda in this trip,” Managing Director of Sequoia Capital (India) Singapore, Abheek Anand said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GudangAda Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 372 Miliar Rupiah

Setelah Februari 2020 lalu umumkan pendanaan awal, hari ini (05/5) GudangAda platform marketplace B2B untuk produk FMCG kembali mengumumkan pendanaan terbarunya. Dalam putaran seri A, mereka berhasil bukukan dana senilai US$25,4 juta atau setara 372 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh Sequoia India dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Wavemaker Partners. Perusahaan akan menggunakan pendanaan ini untuk terus mengembangkan sistem teknologinya, meluncurkan lini bisnis baru, dan memperkuat tim internal.

Platform yang dihadirkan menyediakan tempat bagi pemain industri FMCG untuk bertemu dan melakukan transaksi secara online, mulai dari pemasok, distributor, hingga pedagang eceran. GudangAda ini memberikan kesempatan bagi pedagang untuk mengembangkan bisnis mereka melalui perputaran inventori yang lebih cepat, penentuan harga yang optimal, pilihan barang dan rekan bisnis yang lebih banyak, serta manajemen transaksi yang transparan.

Diklaim saat ini GudangAda berhasil menghubungkan sekitar 50 ribu pedagang di 500 kota, serta mencakup hampir 100 persen dari pedagang grosir FMCG di Indonesia, melalui pendekatan sebagai penyokong (enabler).

Sebelumnya, GudangAda mendapatkan pendanaan awal dari Alpha JWC Ventures dan Wavemaker Partners, dengan partisipasi dari Pavilion Capital, sejumlah US$10,5 juta atau sekitar 154 miliar Rupiah. Dengan pendanaan seri A ini, perusahaan telah berhasil mendapatkan pendanaan total sebesar US$36 juta  dalam 15 bulan sejak berdiri.

“Saat kami pertama kali berinvestasi pada GudangAda dan Stevensang, kami tahu bawa mereka akan menjadi pemain unggulan di industri FMCG, tak hanya di Indonesia, tapi juga di Asia Tenggara […] FMCG adalah industri yang masih beroperasi secara tradisional dan juga sulit didobrak inovasi. Tidak mudah untuk mengubah kebiasaan dan perilaku, terutama yang telah dilakukan selama puluhan tahun. Namun, GudangAda membuktikan bahwa hal tersebut dapat dilakukan jika pelakunya paham di mana pintu masuk terbaik, kesulitan apa yang dihadapi, dan bagaimana cara mengeksekusi strategi dengan efektif,” jelas Managing Partner Alpha JWC Ventures, Chandra Tjan.

Benar saja, sebelumnya memang sudah ada beberapa startup yang jajakan layanan serupa, memberikan kemudahan bagi mitra pebisnis memenuhi kebutuhan dasar. Menyasar mitra dari pebisnis makanan, sebelumnya ada Stoqo yang sajikan layanan serupa. Namun awal tahun ini mereka harus mengumumkan penghentian layanan. Selain itu, masih ada pemain lain seperti Foodia, Eden Farm, Wahyoo dan lain-lain dengan spesialisasi yang berbeda — namun intinya sama, menjadi hub untuk pebisnis dengan penyedia barang dagangan.

Momentum di tengah pandemi

Stevensang GudangAda
Founder & CEO GudangAda Stevensang / GudangAda

GudangAda didirikan akhir tahun 2018 oleh Stevensang (CEO) yang telah berpengalaman di industri FMGC selama 25 tahun. Dalam wawancaranya dengan DailySocial ia pernah mengatakan, “GudangAda didirikan karena adanya keprihatinan terhadap kelangsungan bisnis toko tradisional di era digital. Konsep bisnis yang diusung adalah untuk memberdayakan semua pihak yang terlibat dalam ekosistem sehingga bisa mendapatkan manfaat yang optimal dari platform.”

Di tengah pandemi Covid-19, solusi GudangAda justru mendapatkan momentum baik untuk memperluas cakupannya. Adanya anjuran untuk melakukan physical distancing membuat solusi berbasis online menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan produk FMGC – membantu menjamin ketersediaan sembako dan kebutuhan sehari-hari lain, serta membantu pelaku industri agar tetap berjalan optimal di masa PSBB di banyak daerah.

“Rantai pasokan B2B di banyak negara berkembang menghadapi tantangan dari segi keterbatasan modal, manajemen inventori yang tidak efektif, dan proses operasional manual. GudangAda membangun sebuah ekosistem digital yang dapat mengubah wajah industri FMCG Indonesia yang kini masih berjalan secara tradisional […] Indonesia akan menyaksikan muncul dan berkembangnya penggunaan teknologi B2B dalam gelombang e-commerce kedua, dan kami sangat senang atas kesempatan bekerja sama dengan GudangAda dalam perjalanan ini,” ujar Managing Director Sequoia Capital (India) Singapore, Abheek Anand.

Application Information Will Show Up Here

Persoalan Minimnya Talenta dan Peranan Investor dalam Mendukung Ekosistem Startup

Masalah minimnya talenta berkualitas ternyata menjadi salah satu kendala utama yang dihadapi oleh dunia startup Indonesia saat ini. Rendahnya lulusan engineer berkompetensi belum bisa mengakomodasi kebutuhan startup lokal hingga asing yang melancarkan bisnisnya di Indonesia.

Dalam sesi diskusi yang digelar Google Indonesia hari ini (19/09), dibahas riset dan penelitian tentang investasi startup di Indonesia. Partner A.T. Kearney Alessandro Gazzini mengungkapkan dibandingkan India yang jumlah lulusan baru engineer luar biasa besar, Indonesia dinilai masih sangat minim baik dari jumlah dan pengetahuan.

“Karena masih rendahnya kualitas dari engineer Indonesia, idealnya pemerintah memberikan kemudahan untuk pekerja asing, dalam hal ini engineer, untuk bekerja di Indonesia.”

Hal senada diungkapkan Co-Founder & Group CEO C88 Financial Technologies JP Ellis yang selama ini telah cukup lama berkecimpung dalam dunia financial technology (fintech) di tanah air. Ia merasakan masih kesulitan untuk menemukan tenaga engineer yang berkualitas di Indonesia.

“Dari industri fintech tantangan bukan hanya soal talenta, namun juga dukungan dari pemerintah dalam hal ini regulator terkait dengan kebijakan untuk industri fintech di Indonesia,” kata Ellis.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan ada atau tidak ada talenta, bisnis startup harus terus berjalan. Tidak bisa menunggu jumlah engineer lokal untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Untuk itu ia menyarankan pendekatan perekrutan talenta asing (sambil mendidik engineer lokal baru) atau men-switch tenaga dari korporasi untuk berpindah ke startup.

Perlunya local hero dari sisi startup dan investor

Meskipun saat ini sudah banyak venture capital  lokal yang mulai aktif berinvestasi kepada startup asal Indonesia, namun masih kalah banyak jumlahnya dengan investor asing. Menurut Willson masih sedikit, bahkan terbilang belum ada investor lokal yang sukses mencetak startup yang sukses atau exit, dibandingkan dengan investor asing.

“Bukan hanya startup saja yang perlu local hero untuk menjadi inspirasi, namun investor juga perlu adanya local hero yang sukses. Idealnya paling tidak ada quick winning yang dihasilkan dari investor lokal.”

Dengan makin banyaknya perusahaan besar asal Tiongkok yang mendanai startup di Indonesia, bisa dipastikan bakal mempersempit ruang bagi investor untuk mendanai startup di Indonesia. Menurut Principal Sequoia Capital Abheek Anand, hal tersebut harusnya bukan menjadi persoalan yang perlu dikhawatirkan oleh investor, justru menjadi peluang terbaik untuk startup dan ekosistem.

“Masuknya perusahaan Tiongkok berinvestasi artinya kapital makin banyak tersedia, saya juga melihat perlunya local hero dari venture capital di Indonesia untuk menjadi inspirasi.”

Anand menambahkan banyaknya peluang dan kapital yang masuk ke Indonesia memang bisa menjadi permasalahan tersendiri, namun pendiri startup yang cerdas tentunya bisa menghadapi situasi tersebut dengan baik.

Wave kedua industri startup di Indonesia

Setelah wave pertama industri startup di Indonesia banyak didominasi oleh layanan e-commerce hingga transportasi menurut para investor dan pakar yang hadir dalam acara tersebut, untuk wave kedua diprediksi bakal bermunculan startup baru yang menyasar kepada edutech, healthtech hingga fintech dengan layanan yang lebih kompleks.

“Saya melihat fintech masih menjadi pilihan para pelaku startup, namun bentuknya mungkin lebih advance dengan berbagai layanan dan pilihan lebih baru lagi,” kata Ellis.

Sementara, menurut Willson, idealnya untuk investor sudah mulai melihat lebih ke depan terkait dengan kategori startup yang berpotensi untuk didanai. Bukan hanya berpatokan kepada tren yang ada namun berpikir “ahead of the wave“.

“Investor harusnya sudah bisa melihat lebih jauh lagi kira-kira layanan apa yang bakal sukses untuk diinvestasikan. Jangan melihat tren yang ada saat ini saja.”