YesBoss Mulai Ekspansi Regional dengan Akuisisi HeyKuya Filipina

Layanan asisten virtual YesBoss melihat potensi bisnis di kawasan regional dan mulai merambah negara tetangga dengan mengakuisisi HeyKuya yang berbasis di Filipina dengan nilai transaksi yang tidak disebutkan. Keduanya secara umum memilih fitur dan cara kerja serupa, mengandalkan layanan berbasis SMS untuk membantu konsumen memenuhi kebutuhannya. HeyKuya akan berubah nama menjadi YesBoss Filipina dengan CEO sekarang, Shahab Shahibi, menjadi Managing Director-nya.

HeyKuya, yang artinya dalam bahasa Tagalog adalah “kakak laki-laki”, didirikan oleh Machine Ventures pada bulan Oktober 2015 dan telah melayani pemesanan makanan dan pemesanan tiket perjalanan ke 15 ribu pengguna dan menangani 500 pemesanan setiap harinya. Shahibi tentang akuisisi ini berkomentar, “YesBoss dan HeyKuya memiliki passion yang sama dalam meningkatkan pertumbuhan yang cepat sembari mempertahankan nilai kultural yang ada pada perusahaan.”

Indonesia dan Filipina adalah dua negara dengan penduduk padat di kawasan Asia Tenggara dan memiliki karakteristik mirip sebagai penikmat messaging. Mencoba menyasar pasar yang tanpa mengharuskan penggunanya menggunakan smartphone atau mengunduh aplikasi merupakan cara menarik untuk mendapatkan lebih banyak pengguna.

YesBoss sendiri disebutkan saat ini telah menangani lebih dari 800 ribu percakapan sejak berdiri bulan Juni 2015. Co-Founder dan CEO YesBoss Group Irzan Raditya terhadap akuisisi ini mengatakan, “Pengguna kami saat ini maupun pengguna pada masa yang akan datang akan sangat diuntungkan saat sedang traveling di Asia Tenggara karena mereka akan mendapatkan pelayanan dengan kualitas yang sama dari asisten pribadi virtual mereka.”

Secara regional, sebelumnya di Malaysia sudah lebih muncul layanan serupa dengan nama Be Malas, tapi kini Be Malas sudah pivot dan bertransformasi menjadi platform e-commerce.

YesBoss telah memperoleh pendanaan awal di bulan Oktober 2015, dipimpin oleh 500 Startups dan melibatkan Convergence Ventures dan IMJ Investment Partners. Irzan beranggapan, “Conversational commerce di Asia Tenggara adalah the next big thing dan kami percaya bahwa salah satu kunci untuk menjadi juara dalam ranah conversational commerce di Asia Tenggara adalah dengan berkolaborasi.”

Berikut ini adalah perbincangan kami dengan Irzan  di bulan September 2015 soal on-demand economy:

Masa Depan “Exit Startup” di Asia Tenggara adalah Merger dan Akuisisi, Bukan IPO

Golden Gate Ventures (GGV) yang berbasis di Singapura merilis laporan kedua tentang pertumbuhan merger dan akuisisi (M&A) di kawasan Asia Tenggara. Mereka menyimpulkan bahwa masa depan “exit startup” di Asia Tenggara adalah M&A, bukan IPO (penawaran saham perdana) di bursa saham. GGV memprediksikan bakal terjadi pertumbuhan 500% untuk M&A di kawasan ini, sehingga diperkirakan sejak tahun 2020 bakal ada 250 proses M&A setiap tahunnya.

Pemetaan GGV menunjukkan hanya ada 11 IPO perusahaan teknologi di Asia Tenggara sejak tahun 2005, sementara di periode yang sama ada 127 akuisisi. 43% di antara proses M&A ini dilakukan oleh perusahaan non-Asia Tenggara.
Kebanyakan IPO yang dilakukan startup kawasan ini dilakukan di bursa saham Australia yang menawarkan posisi unik bagi perusahaan yang lebih kecil untuk berada di papan utama. Singapura mulai memasuki segmen ini dengan menawarkan papan saham The Catalist.

Indonesia sendiri sudah mempertimbangkan inisiatif kategori khusus di Bursa Efek Indonesia untuk UKM dan startup. Tercatat setidaknya 8 akuisisi terhadap startup terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2015 dan belum ada IPO yang terjadi. Bhinneka, dalam acara perayaan ulang tahunnya baru-baru ini, memberikan pernyataan berminat melakukan IPO dalam waktu dua tahun ke depan pasca perolehan pendanaan 300 miliar Rupiah dari Ideosource.

[Baca juga: BEI dan Kadin Akan Bangun Inkubator untuk Mempersiapkan IPO Startup]

Meskipun demikian, startup masih kesulitan mendapatkan return dengan melakukan IPO karena kebanyakan investor umum kesulitan memahami model bisnis dan bagaimana startup bertumbuh. Ujung-ujungnya lebih mudah bagi startup untuk melakukan exit dengan nilai tinggi melalui proses M&A. Dengan pemodelan statistik, GGV memprediksikan bakal terjadi pertumbuhan 500% untuk M&A startup Asia Tenggara dari tahun 2015 hingga tahun 2020, dengan setidaknya 250 M&A setahun mulai tahun 2020.

ggv_m&a_prediction

Managing Partner GGV Vincent Lauria menyatakan, “Di Amerika Serikat, ‘exit’ yang sukses melibatkan ‘go public’. [..] Di Asia Tenggara, [kondisinya] berkebalikan. Penjualan [startup] biasanya memberikan imbal balik finansial yang lebih besar ketimbang ‘go public’, terutama jika pengakuisisi memiliki ketertarikan strategis yang besar di kawasan [Asia Tenggara].”

Secara umum, GGV menyimpulkan startup yang didanai dengan modal besar, memiliki peluang diakuisisi lebih besar pula. Perolehan pendanaan biasanya digunakan startup untuk secara cepat membangun kemampuan pengembangan produk yang lebih cepat, merekrut talenta, dan meningkatkan operasi di seluruh kawasan. Startup yang sudah matang menarik perhatian berbagai calon pembeli prospektif yang ingin mengembangkan sayapnya di Asia Tenggara.

Dengan mengakuisisi perusahaan, pemain global dapat mengurangi sejumlah kesulitan untuk mengembangkan bisnis di pasar asing. Tahun 2015 saja GGV mencatat pendanaan yang dikeluarkan di kawasan Asia Tenggara mencapai nilai total hingga $2 miliar (26 triliun Rupiah).

“Dengan mengakuisisi perusahaan dengan tim yang kuat, basis konsumen yang sudah ada, dan fondasi operasional yang kuat, perusahaan global dapat berekspansi di Asia Tenggara dengan lebih efisien ketimbang melakukan semuanya sendiri [dari awal],” ujar Alexis Horowitz­ Burdick, pendiri startup kosmetik Luxola yang tahun lalu diakuisisi konglomerat fashion LVMH.

Akuisisi Migme terhadap Hipwee dan Shopdeca adalah Manuver Tepat Sasaran

Dalam keterbukaannya di Bursa Efek Australia, platform social entertainment Migme mengumumkan akuisisi terhadap dua layanan lokal, Hipwee dan Shopdeca. CEO Migme Steven Goh kepada Tech In Asia menyebutkan total biaya akuisisi mencapai $2 juta (Rp 27 miliar) dalam bentuk tunai dan saham. Co-founder masing-masing perusahaan akan tetap berada di perusahaan dan menjadi bagian dari Migme per awal tahun 2016.

Akuisisi terhadap layanan e-commerce dan media populer ini bisa dibilang  manuver bisnis Migme yang signifikan di Indonesia setelah popularitasnya meredup sejak konsumen tradisionalnya beralih dari ponsel Java ke smartphone Android.

Tidak mengherankan jika dua startup ini yang akhirnya dipilih. Shopdeca adalah layanan e-commerce yang menjual barang-barang gaya hidup, sementara Hipwee merupakan media online yang menyasar gaya hidup anak muda. Cocok dengan segmen pasar yang diharapkan Migme.

Kami mengekspektasikan Hipwee akan tetap berdiri sebagai entitas bisnis tersendiri mengingat brand-nya yang cukup kuat di kalangan anak muda. Migme sendiri berniat mereplikasi metode bisnis dan konten yang dianut Hipwee ke India dan Filipina yang menjadi pasar potensial berikutnya bagi Migme.

Untuk Shopdeca sendiri, ada kecenderungan entitas bisnisnya bakal dilebur dalam entitas e-commerce Migme, apalagi Pendiri Shopdeca Andreas Thamrin bakal bergabung dengan Migme sebagai Global Head of Ecommerce. Migme sebelumnya juga telah mengakuisisi layanan e-commerce Singapura Sold.sg.

Sebagai platform hiburan sosial, langkah akuisisi terhadap dua layanan ini sangat menarik dan menurut kami tepat sasaran. Kita tunggu apakah proses akuisisi ini bakal menjadi awal kebangkitan bisnis Migme di Asia.

Targetkan 5,5 Juta Pengguna, Rumah.com Akuisisi RumahDijual

Hari ini secara resmi Rumah.com, anak perusahaan PropertyGuru Group, mengumumkan akuisisi situs RumahDijual yang dimiliki oleh Yohanes Aristianto dengan jumlah yang tidak diungkapkan. Langkah ini merupakan akuisisi pertama yang dilakukan oleh Rumah.com dengan tujuan untuk menjangkau lebih dari 5,5 juta pencari properti dengan total kunjungan lebih dari 30 juta halaman setiap bulannya.

Strategi bisnis ini merupakan bentuk kelanjutan investasi sebesar $ 175 juta dari konsorsium strategis tiga investor TPG, SquarePeg Capital, dan Emtek Group pada bulan Juni 2015.

“Kami melihat nama RumahDijual.com cukup berpotensi dari segi SEO hingga jumlah pengguna serta traffic yang signifikan jumlahnya, setelah proses alot selama hampir satu tahun akhirnya Rumah.com memutuskan untuk mengakuisisi RumahDijual.com,” kata General Manager Rumah.com Wasudewan kepada media hari ini (03/12) di Jakarta.

Sejak didirikan pada tahun 2010 silam, RumahDijual.com milik pria lulusan ITB ini telah mampu mendapatkan 17 juta pageviews setiap bulannya dan peningkatan 2,6 juta pengguna setiap bulannya dalam kurun waktu 5 tahun. Dari sisi SEO, nama RumahDijual.com juga mampu menjadi kata kunci (keyword) yang sering digunakan oleh pengguna pada saat mencari informasi melalui mesin pencari tentang informasi properti terkini.

“Ketika saya bertemu dengan pihak dari Rumah.com saya menyadari bahwa kita memiliki visi yang sama untuk membantu para pencari rumah di Indonesia menemukan pilihan yang tepat. Saya yakin dengan bergabung bisa menempatkan pencarian properti di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi,” kata Yohanes.

Meskipun telah diakuisisi, RumahDijual.com tidak langsung terintegrasi dengan situs dari Rumah.com. Hal ini dilakukan agar masing-masing situs bisa tetap menjalankan usaha yang ada, menarik lebih banyak pengguna, dan menawarkan fitur andalan.

Dengan akuisisi ini gabungan kedua situs meraih 43% dari total market time on site, yang merupakan total waktu yang diperoleh oleh seluruh situs properti di Indonesia saat ini.

Langkah akuisisi merupakan yang kedua di industri marketplace properti tahun ini. Enam bulan yang lalu, layanan marketplace milik Rocket Internet Lamudi telah mengakuisisi PropertyKita. Hal ini memberi sinyal adanya konsolidasi di industri yang pemainnya semakin terbatas.

Menempatkan Rumah.com sebagai pemimpin pasar online properti di Indonesia

Dengan dilakukannya akuisisi kepada RumahDijual.com menempatkan posisi Rumah.com sebagai pemimpin pasar online property di Indonesia, dengan engagement market share hampir dua kali lipat dari pemain lainnya. Akuisisi ini juga menyediakan pilihan lebih kaya dengan informasi berkualitas yang akan membantu pencari properti di Indonesia menemukan rumah.

Untuk tahun 2016 mendatang, Rumah.com juga menjanjikan akan menambahkan fitur-fitur baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pengguna. Dari survei yang telah dilakukan tim Rumah.com, saat ini pengguna terbesar berasal dari smartphone, selebihnya dari desktop.

“Rumah.com telah membawa inovasi seperti memperbarui versi aplikasi mobile, penyegaran situs di bulan Juli 2015, dan penggabungan kalkulator KPR di situs dan aplikasi mobile. Setelah inovasi yang kami lakukan terbukti kunjungan pengguna yang masuk ke situs kami tumbuh 22% year-on-year dengan pertumbuhan kunjungan dari smartphone mencapai 53%,” kata Wasudewan.

Layanan E-commerce India Craftsvilla Berencana Akuisisi Startup Indonesia

Craftsvilla, salah satu layanan marketplace terbesar di India yang menyediakan ragam kerajinan tangan, busana tradisional, produk organik dan natural buatan India berencana untuk melakukan ekspansi di negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia. Untuk memperluas bisnisnya, Craftsvilla telah menyiapkan uang sekitar $10 juta (atau 136 miliar Rupiah) untuk mengakuisisi startup-startup Indonesia dan Malaysia berbasis teknologi, yang dinilai sesuai dengan kultur perusahaan. Nilai akuisisi yang ditawarkan adalah $1-2 juta.

“Saat ini kami telah melakukan pembicaraan dengan beberapa startup di Malaysia dan Indonesia untuk bisa membantu kami melakukan ekspansi,” kata Co-Founder Craftsvilla Manoj Gupta.

Sebelumnya Craftsvilla baru saja mendapatkan pendanaan sebesar $34 juta. Selain ekspansi, pendanaan tersebut akan dimanfaatkan untuk meningkatkan customer experience serta menambah beberapa fitur baru seperti yoga, herbal dan produk ayurvedic, dan berencana untuk mengakuisisi startup dengan lini produk yang serupa.

“Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperluas bisnis kami adalah mencari teknologi dalam bentuk pemanfaatan big data dan teknologi mobile,” kata Manoj.

Menjembatani pengrajin lokal dengan pelanggan secara global

Craftsvilla baru saja mendapatkan pendanaan dari Nexus Venture Partners dan Lightspeed Venture Partners. Layanan ini didirikan oleh kumpulan anak muda asli India yang peduli dengan kebudayaan India dan ingin memasarkan ragam produk buatan India kepada peminat secara global.

Sejak awal didirikan, Craftsvilla senantiasa menghadirkan keindahan dan keanekaragaman kultur India yang bisa dibeli dengan mudah secara online. Produk yang ditawarkan merupakan kerajinan unik yang dibuat dalam jumlah yang terbatas dengan desain yang klasik oleh desainer, pengrajin, dan masih banyak lagi.

Memanfaatkan model marketplace, Craftsvilla mencoba menawarkan produk tersebut secara global kepada mereka yang berminat untuk memiliki produk dengan sentuhan tradisional India.

Rumour: Go-Jek Acquires India-Based Tech Company and Recruits Indonesian Descendants in Silicon Valley

In response to technical problems it often faces, Go-Jek has reportedly acquire an Indian-based tech company which will act as the startup’s tech division. After partnering with the Indian tech company for a while, Go-Jek finally decided to fully own the company. According to the info we received, this tech company is a portfolio of Sequoia Capital India, Go-Jek’s investor. Continue reading Rumour: Go-Jek Acquires India-Based Tech Company and Recruits Indonesian Descendants in Silicon Valley

Kresna Graha Investama Acquires Three Startups

Kresna Graha Sekurindo (KREN), which is known for its Kresna Securities, officially pivots, as it now becomes an investment company rather than merely a broker. This is marked with the change in its name into Kresna Graha Investama (Kresna). Due to this change, Kresna has prepared itself as a holding company, as well as establishing a specific subsidiary to acquire three e-commerce startups. Continue reading Kresna Graha Investama Acquires Three Startups

Lamudi Indonesia’s Reason of Acquiring PropertyKita

Couple of days ago, we reported about Lamudi Indonesia’s acquisition towards PropertyKita, a local service similar to the service. The acquisition is regarded as the first done by a Rocket Internet’s startup in Indonesia. What made Lamudi Indonesia took the decision? Continue reading Lamudi Indonesia’s Reason of Acquiring PropertyKita

Alasan Lamudi Indonesia Akuisisi Layanan PropertyKita

/ Shutterstock

Beberapa hari yang lalu kami memberitakanakuisisi yang dilakukan oleh layanan marketplace properti besutan Rocket Internet, Lamudi Indonesia, terhadap layanan lokal serupa PropertyKita. Bisa dikatakan, ini adalah akuisisi pertama yang dilakukan oleh perusahaan besutan Rocket Internet di Indonesia. Apa yang menjadi alasan Lamudi untuk mengakuisisi PropertyKita?

Continue reading Alasan Lamudi Indonesia Akuisisi Layanan PropertyKita

Lamudi Tampaknya Telah Akuisisi PropertyKita

shutterstock_167331812

Layanan marketplace properti besutan Rocket Internet, Lamudi Indonesia, dikabarkan secara diam-diam telah mengakuisisi layanan lokal yang bermain di segmen yang sama PropertyKita. Jika informasi ini benar terjadi, tampaknya bakal jadi akuisisi pertama yang dilakukan oleh perusahaaan besutan Rocket Internet di Indonesia.

Continue reading Lamudi Tampaknya Telah Akuisisi PropertyKita