Potensi dan Tantangan Industri Agrotech di Indonesia

Di tengah daftar startup agro lokal yang terus bertambah, ada beberapa pemain yang justru makin memantapkan keberadaan dan bisnisnya. Salah satunya adalah TaniGroup yang mengembangkan platform TaniHub dan TaniFund. Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan saat ini platform TaniHub sudah digunakan secara aktif oleh 680 kelompok tani sebagai vendor. Kliennya sendiri sudah mencapai lebih dari 230 unit, meliputi supermarket, restoran, eksportir, industri, dan UKM.

Sedangkan untuk TaniFund, pihaknya mengklaim sudah berhasil menyalurkan dana hingga 19 miliar rupiah ke 34 proyek yang digarap kelompok tani. Pendanaan tersebut didapat secara crowdfunding (online) maupun KUR beberapa bank. Didirikan sejak Agustus 2016, TaniGroup juga telah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, dipimpin Alpha JWC Ventures.

Guna meningkatkan kapabilitas, tahun ini TaniHub meluncurkan aplikasi vendor untuk para petani agar dapat menjual produk mereka secara langsung. Terdapat juga aplikasi klien untuk memudahkan konsumen B2B membeli produk dari para petani tadi. Diharapkan dua aplikasi tersebut dapat mempercepat proses on-boarding maupun transaksi.

“Untuk TaniFund, kami sedang dalam proses peningkatan aplikasi untuk petani dan pendamping, sehingga petani dapat menggunakan aplikasinya untuk mendapatkan bantuan asistensi dalam pembudidayaan, seperti informasi cuaca, tumpang sari, metode perawatan tanaman dan lainnya,” ujar Ivan kepada DailySocial.

Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup
Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup

Tantangan di sektor agro

Faktanya tantangan untuk bisnis pertanian sangat banyak, baik yang secara substansi dalam rantai produksi maupun unsur lainnya seperti kapasitas petani. Hal tersebut turut dirasakan oleh tim TaniGroup dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Ivan tantangan terbesar adalah proses sosialisasi, baik kepada mitra petani maupun klien.

“Meski merupakan proses yang cukup costly dan painful, namun ini proses yang mungkin wajib dilalui oleh semua startup yang ingin membuat sebuah terobosan besar. Cara kami menjelaskan proses bisnis kepada petani-petani selama ini adalah dengan mengikuti acara-acara sosialisasi keliling daerah yang dilakukan oleh Kemenkoninfo, KemenkopUKM, OJK dan BI,” terang Ivan.

Keyakinan TaniGroup lambat laun teknologi akan mentransformasikan sistem pertanian Indonesia ke arah yang lebih produktif dan transparan. Ivan mencontohkan, dengan sistem digital terdapat peningkatan jumlah supply dari petani. Petani mengakui terbantu dengan adanya kepastian pasar. Mereka lebih berani menanam lebih banyak dan memperkerjakan orang lebih banyak di ladang.

“Para kelompok tani yang mengajukan pendanaan melalui TaniFund juga bisa mendapatkan pendanaan yang relatif lebih cepat. Selain di sisi marketplace commerce maupun lending, teknologi dapat membantu dalam hal asistensi lapangan bagi petani-petani yang ingin melakukan pembudidayaan yang tepat dan optimal,” lanjut Ivan.

Dengan capaian yang berhasil diraih, TaniGroup cukup percaya diri untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa di tahun ini. Pembaruan fitur masih akan terus digencarkan, mengikuti berbagai masukan dari kelompok tani dan klien B2B. Selain itu tahun ini TaniFund menargetkan angka yang lebih besar untuk pendanaan bagi petani, dengan tujuan meningkatkan dampak sosial, khususnya pada pertanian organik yang ramah lingkungan.

Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup
Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup

“Kue” di sektor pertanian masih besar

Seiring banyak yang menyadari potensi Indonesia sebagai negara agraris, banyak startup baru berbasis agrotech bermunculan. Permasalahannya memang banyak sekali, jika melihat data pertumbuhan sektor pertanian misalnya, menurut data BPS pada tahun 2016 pertumbuhannya cuma berkisar di angka 1,85 persen. Termasuk investasi di sektor pertanian yang tidak signifikan, padahal porsi industri pertanian secara nasional masih sekitar 13,56 persen.

Banyak yang tertantang untuk menyelesaikan, sehingga banyak pemain baru. Namun menurut Ivan hal tersebut justru harus disambut baik.

“Kami menganggap ‘kue’ di sektor pertanian sangat besar sehingga tidak perlu sesama agrotech menganggap satu sama yang lain sebagai kompetitor. Harapan kami, semua agrotech dapat saling berkolaborasi karena misi utama agrotech Indonesia haruslah pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak/nelayan, mempromosikan sustainable farming untuk menjaga keberlanjutan bisnis pertanian Indonesia, dan menjaga ketahanan makanan nasional,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Indonesia di Ajang Echelon Asia Summit 2018

Echelon Asia Summit kembali diselenggarakan. Ajang berkelas regional ini banyak dijadikan oleh startup untuk berunjuk gigi, memamerkan solusi produk yang dikembangkan dan memperluas koneksi pasar. Echelon sendiri selalu menghadirkan sesi bertajuk “Top100”, kesempatan bagi startup di tahap early-stage untuk berkompetisi mempresentasikan karyanya. Di antara 100 startup yang berhasil dikurasi dari seluruh wilayah Asia Pasifik, 9 startup di antaranya hadir dari Indonesia.

Berikut ini adalah daftar startup Indonesia yang hadir mengikuti pameran di Echelon Asia Summit 2018:

Exquisite Informatics (SaaS)

Fikri Akbar, Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics
Fikri Akbar, Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics

Startup yang berdiri sejak Oktober 2016 ini menyediakan layanan analisis data dan pengembangan platform data untuk korporasi. Saat ini telah menangani beberapa bidang bisnis, mulai dari perbankan, medis, ritel hingga perusahaan energi. Di Echelon kami bertemu dan berbincang dengan Fikri Akbar selaku Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics.

Ia menceritakan bahwa klien korporasi di Indonesia memiliki tantangan tersendiri saat hendak memilih platform data. Beberapa kultur yang ada seperti: mereka hanya mau menggunakan produk dari brand besar, setiap transisi kepemimpinan akan menghasilkan kerja sama dengan perusahaan teknologi mereka, bahkan mereka sering tidak mau mengakui bahwa perusahaannya tidak pernah aware dengan strukturisasi data.

Dari hal tersebut Exquisite Informatics sadar betul untuk tidak bermain produk data –karena dirasa sulit jika harus bersaing dengan Oracle, Microsoft, IBM dll. Solusi yang coba ditawarkan ialah menghadirkan dasbor yang menjadi hub di antara platform data yang sudah dimiliki oleh perusahaan dan menyatukan ke dalam sistem yang saling terintegrasi.

Produk Exquisite Informatics memungkinkan data dari berbagai sumber untuk disatukan dan direstrukturisasi, sehingga memudahkan proses visual dan analisis terjadi dalam satu dasbor terpadu. Selain produk berupa SaaS, Exquisite Informatics juga menyediakan layanan pengembangan dan konfigurasi infrastruktur server. Hal ini mengingat banyak perusahaan yang butuh comply dengan memiliki pusat data on-premise untuk server yang menampung data konsumen Indonesia.

Gradana (Fintech)

(kanan) Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha
(kanan) Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha

Gradana menyediakan layanan P2P lending khusus untuk produk-produk properti. Saat ini pihaknya memiliki tiga varian produk. Pertama ialah GraDP, memungkinkan peminjam mengajukan biaya untuk pembayaran uang muka/down-payment dalam pembelian rumah. Kedua ialah GraSewa, produk ini memungkinkan pengguna mengajukan pinjaman untuk biaya sewa yang umumnya (di Indonesia) harus dibayar minimal satu tahun di muka.

“Di Indonesia itu unik, orang yang ingin melakukan sewa properti biasanya harus membayar minimal satu tahun di muka, untuk beberapa orang atau bisnis kecil sering kali memberatkan. Dengan GraSewa, kita bantu membayarkan di muka, sehingga dari sisi konsumen tetap serasa membayar sewa bulanan,” ujar Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha.

Selanjutnya untuk produk ketiga ialah GraKarya, yakni pembiayaan untuk pembelian aset atau layanan properti lainnya, misalnya untuk pembiayaan interior. Dengan tiga varian produk tersebut, Gradana saat ini sudah melayani pinjaman di beberapa kota, di antaranya di Jakarta, Medan, dan Bandung. Memang tidak langsung banyak bisa ekspansi ke luar, karena untuk memberikan layanan properti Gradana juga membutuhkan rekanan lokal untuk verifikasi dan lain-lain.

Didirikan sejak tahun 2016, Gradana baru go-to-market sekitar awal tahun 2017. Bulan Desember tahun lalu pihaknya baru mendapatkan perizinan dari OJK. Saat ini sudah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari angel investor, dan ditargetkan tahun ini dapat membukukan pendanaan seri A untuk perluasan operasional dan bisnis.

JALA Tech (IoT)

Co-Founder JALA saat mempresentasikan produknya di hadapan juri
Co-Founder JALA saat mempresentasikan produknya di hadapan juri

JALA adalah pengembang perangkat IoT yang ditujukan untuk memonitor kualitas air pada tambak udang. Perangkat ini didesain untuk dapat mengatasi masalah budidaya udang dengan mengukur, menganalisis dan memberikan semua rekomendasi berdasarkan kondisi kualitas air tambak. JALA dikembangkan untuk membantu petambak udang dan meningkatkan respons petambak dalam menjaga kualitas air dan mengurasi kesalahan penanganan dalam bertambak udang.

Sistem JALA sendiri terdiri dari tiga bagian, pertama ialah sebuah perangkat yang dilengkapi sensor untuk memahami kadar oksigen terlarut, suhu, pH, salinitas, dan TDS (Total Dissolved Solid). Kemudian hasil pantauan dari sensor tersebut akan diproses dan dikirimkan hasilnya melalui aplikasi web dan SMS. Dibanding mobile app, SMS tampaknya memang lebih efisien untuk petani udang di lapangan. Dalam laporannya, JALA memberikan informasi dan rekomendasi untuk membantu petambak dalam mengambil tindakan yang tepat berdasarkan kondisi kualitas air tambak udang yang telah diukur.

Mallness (Lifestyle)

Tim Mallness dalam booth pameran yang disajikan dalam Echelon
Tim Mallness dalam booth pameran yang disajikan dalam Echelon

Mallness adalah aplikasi berbasis informasi yang menyajikan berbagai promosi, diskon, informasi program loyalitas member, dan berbagai hal lainnya seputar pengalaman belanja di pusat perbelanjaan (mall). Dari bisnis prosesnya, Mallness menyasar dua segmen sekaligus, yakni B2B dan B2C. Untuk B2B, Mallness memberikan layanan bisnis promosi kepada pusat perbelanjaan, brand, dan toko. Sedangkan untuk B2C, Mallness menyajikan pengalaman digital kepada para pengunjung pusat perbelanjaan.

Hal menarik dari aplikasi ini ialah penyajian konten yang dipersonalisasi. Tidak semua informasi ditampilkan ke semua orang, melainkan berdasarkan tren histori dan minat yang disukai saja. Startup ini berdiri sejak Desember 2017, didirikan dua co-founder berkebangsaan Spanyol, yakni Marco Hernáiz dan Mireya de Mazarredo.

Untuk tahun 2018, Mallness memiliki dua target utama, pertama ialah integrasi dengan payment gateway di aplikasi untuk pembayaran. Sedangkan yang kedua pihaknya merencanakan melakukan ekspansi ke Surabaya dan Medan.

MallSini (Lifestyle)

Partnership Executive MallSini Theresia Livinka
Partnership Executive MallSini Theresia Livinka

Mirip dengan Mallness, aplikasi MallSini menyajikan direktori promosi dan informasi seputar pusat perbelanjaan di Jakarta. Perbedaannya, untuk beberapa pusat perbelanjaan yang sudah bekerja sama, di aplikasi didesainkan indoor mapping untuk memudahkan pengguna ketika ingin menemukan gerai tertentu. Kepada pengelola pusat perbelanjaan, MallSini memberikan layanan berupa analisis dan tren kecenderungan konsumen yang didapat dari aplikasi, dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan dan pengalaman pengunjung.

Meluncur sejak Maret 2018, MallSini telah membukukan lebih dari 5000 pengguna. Saat ini sekurangnya sudah ada 25 pusat perbelanjaan di Jakarta yang menjadi mitra. MallSini juga mendapatkan dukungan dari Agung Sedayu dan Summarecon Mall.

Medika App (Healthtech)

Co-Founder Medika App yang hadir dalam Echelon Asia Summit
Co-Founder Medika App yang hadir dalam Echelon Asia Summit

Startup yang digawangi oleh Danang Firdaus (CEO) dan Suka Bayuputra (COO) ini menawarkan platform end-to-end untuk menghubungkan masyarakat dengan layanan kesehatan. Implementasinya bekerja sama langsung dengan rumah sakit atau institusi kesehatan lainnya. Startup yang didirikan sejak Mei 2017 ini terakhir mengumumkan perolehan pre-seed funding dari Fenox Venture Capital senilai USD50.000.

Terkait model bisnisnya, Medika App menyasar langsung segmentasi B2B dan B2C. Melalui model B2B pihaknya menyajikan layanan manajemen pasien di rumah sakit, termasuk aplikasi untuk kebutuhan operasional dan administrasi medis. Sedangkan di sisi B2C, Medika App menyediakan aplikasi pemesanan kepada pengguna untuk layanan dokter dan kesehatan. Di pembaruannya, saat ini Media App juga melayani pemesanan jasa kecantikan dan perawatan kesehatan.

Di Media App, pengguna tidak hanya bisa membuat janji dengan dokter. Saat ini aplikasi sudah terhubung dengan sistem pembayaran berbasis payment gateway. Sehingga pengguna dapat melakukan pembayaran di awal melalui kartu kredit atau transfer bank, saat di klinik atau rumah sakit tidak perlu lalu melakukan pembayaran.

MyClinicalPro (Healthtech)

Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan
Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan

Startup ini menyediakan aplikasi manajemen yang membantu klinik dan dokter agar punya sistem operasional yang lebih terstruktur. Di dalamnya juga mengakomodasi kebutuhan pencatatan rekam medis pasien. Menariknya MyClinicalPro didesain sebagai platform yang membantu dokter melakukan analisis atas tren pasien. Dengan demikian diharapkan dapat terhubung dengan pasien secara lebih optimal.

“Selama ini kebanyakan klinik tidak memiliki data valid dari histori penanganan pasien, misalnya mengetahui tren usia, tren penyakit yang ditangani dan sebagainya. Padahal dengan mengetahui hal itu, dokter dan klinik akan banyak diuntungkan, terutama untuk peningkatan bisnis kesehatan itu sendiri,” ujar Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan.

Beroperasi sejak tahun 2016, saat ini MyClinicalPro sudah terhubung dengan 300 dokter dan klinik di 10 kota di Indonesia. Tahun ini mereka merencanakan untuk merilis aplikasi di sisi pasien, sehingga dapat menghadirkan layanan yang menghubungkan langsung dengan dokter.

Tanijoy (Agrotech)

Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra
Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra

Tanijoy adalah sebuah platform pemberdayaan petani yang terdiri dari dua sistem utama, yakni permodalan dan manajemen pengolahan lahan. Startup ini berdiri atas inisiatif salah satu co-founder yang sebelumnya berpengalaman 6 tahun menjadi petani. Banyak hal yang dirasa perlu diselesaikan, salah satunya soal peningkatan perekonomian para petani. Selain menyalurkan pembiayaan –layaknya aplikasi investasi pertanian yang saat ini ada—Tanijoy juga memberikan manajemen pengolahan lahan.

“Dari data kami, 70% petani mitra di Bogor tidak piawai baca-tulis, dari situ kami menyadari perlu adanya pendamping lapangan yang mengarahkan mereka. Sehingga di Tanijoy kami tidak melepaskan petani secara penuh, setiap hari ada yang disebut field manager melakukan pengambilan data terkait kebutuhan petani dan lahan yang digarap. Dari situ sistem kami memantau dan memberikan informasi kepada pihak terkait, termasuk investor,” ujar Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra.

Sampai tahun ini, Tanijoy masih akan memfokuskan pada riset produk dan layanan. Harapannya ketika nanti dilakukan perluasan, sistem yang diusung memiliki SOP dan spesifikasi yang pas untuk efisiensi dalam bisnis pertanian di Indonesia.

Tjetak (Marketplace)

Booth Tjetak dalam sesi pameran Echelon
Booth Tjetak dalam sesi pameran Echelon

Tjetak adalah sebuah B2B marketplace yang membantu individu dan bisnis untuk melakukan pencetakan berbagai kebutuhan desain. Produk yang dijual mulai dari kartu nama, stiker, kalender, buku, kaos, hingga pernak-pernik acara seperti gelas plastik. Untuk konsumen individu, Tjetak menawarkan sistem keagenan memungkinkan setiap orang untuk menjual produk cetakan secara instan. Sedangkan untuk bisnis, Tjetak menyediakan API untuk dihubungkan ke situs yang dimiliki sehingga dapat mengintegrasikan sistem pemesanan kebutuhan desain cetak secara mudah.

Startup ini baru melakukan go-to-market per Juli 2018 ini. Untuk operasional, Tjetak bekerja sama langsung dengan pemilik vendor percetakan dari berbagai wilayah operasional. Selain menawarkan desain dan jasa pencetakan, dalam aplikasi juga sudah diakomodasi layanan logistik untuk pengantaran produk yang dipesan.

HARA Ingin Bantu Atasi Isu Perekonomian Lewat Pertukaran Data Berbasis Blockchain

Industri pertanian di Indonesia masih memiliki isu, salah satunya mengenai efisiensi produksi. Isu tersebut seringkali jadi masalah tersendiri lantaran minimnya informasi yang bisa didapatkan oleh para petani. Tak hanya itu, di sektor pangan yang notabenenya dekat dengan pertanian juga sama. McKinsey Research pernah merilis hasil penelitian yang menyatakan sekitar 30% produksi pertanian dan makanan terbuang sia-sia karena kurangnya informasi dan terjadi kerugian sekitar US$940 miliar setiap tahunnya.

HARA pun hadir dengan semangat mengatasi isu tersebut. Secara operasional, perusahaan hadir di Indonesia sejak 2015 sebagai wilayah proyek percontohan. HARA memiliki kantor di Singapura yang dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis dan kerja sama.

Di Indonesia, HARA melakukan pengembangan dan penyebaran aplikasi dengan menjalin kerja sama dengan antar lembaga. Seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LSM atau NGO), instansi keuangan, dan aktif melakukan penelitian pertanian di beberapa daerah.

Kepada DailySocial, CEO HARA Regi Wahyu menuturkan pihaknya membangun HARA untuk mewujudkan kesejahteraan perekonomian melalui pertukaran data (data-exchange) terdesentralisasi berbasis teknologi blockchain. Dengan demikian dapat menunjang keputusan berdasarkan data dan informasi yang tepat dan bermakna bagi masyarakat.

“Dengan fokus awal di sektor pangan dan pertanian, HARA adalah solusi berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan dalam pasar pertukaran data untuk sektor-sektor yang paling memiliki dampak sosial di dunia,” terang Regi.

Model bisnis

HARA memanfaatkan data terdekat (near time data) yang dinilai akan sangat berharga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kerugian dan menciptakan efisiensi pasar. Dalam prosesnya, tim HARA mengumpulkan data dari berbagai pemangku kepentingan selama dua tahun terakhir.

Mereka terdiri dari penyedia data (data provider) yang menyerahkan data mereka di HARA; pembeli data (data buyer) yang membutuhkan data untuk proses pengambilan keputusan. Selain itu ada juga penilai data (data qualifier) untuk menjamin kualitas data; dan terakhir ada layanan yang membantu pengguna mengubah data menjadi informasi rujukan dan laporan.

Ada insentif yang diberikan dalam platform HARA untuk memotivasi penyedia data dalam mengajukan data dan menghasilkan skalabilitas yang tepat. Penyedia data akan dihargai dengan insentif berupa token dan poin loyalitas, setelah mereka menyumbangkan data faktual seputar informasi tentang tanah, prakiraan cuaca, dan data KYC di seluruh Indonesia.

Kios penukaran poin loyalitas / HARA
Kios penukaran poin loyalitas / HARA

Pada tahap lebih lanjut, HARA akan menggunakan smart contract untuk memastikan terpenuhinya segala hal yang tercantum dalam persetujuan dari pemilik data berdasarkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang dianut Uni Eropa.

HARA dapat diakses melalui aplikasi dan dashboard dengan fungsi yang berbeda. Aplikasi digunakan untuk mempercepat akuisisi data bagi perusahaan data, agen lapangan, dan petani. Sementara dashboard memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan produktivitas antara 20%-30%.

Berkat model bisnis ini, sekaligus menjadi diferensiasi antara HARA dengan pemain sejenis. Regi menilai, dengan blockchain yang terdesentralisasi dapat menciptakan dampak sosial. Untuk itu, pihaknya memulai dari sektor pangan dan pertanian, berikutnya menjalar ke sektor lainnya yang paling berdampak bagi masyarakat. Contohnya pendidikan, kesehatan, transportasi dan hiburan.

Di samping itu, proyek percontohan yang sudah dijalankan diklaim sudah menunjukkan hasil awal yang menjanjikan khususnya bagi petani. Beda halnya dengan perusahaan lainnya yang masih berada di tahap konsep.

“Kami merupakan inisiatif dari para pendiri dan tenaga ahli teknologi dari Dattabot yang sudah berpengalaman di bidang big data analytics sejak 2003. Kami juga berkolaborasi dengan penasihat dan mitra berkaliber tinggi berskala global.”

Untuk pendanaannya, HARA menggelar penjualan pribadi Initial Coin Offering (ICO) dengan token ERC20 yang bakal digelar pada akhir Juni 2018. HARA menawarkan 1,2 juta keping token, harapannya dana yang terkumpul berkisar antara US$5 juta sampai US$25 juta.

Dana tersebut akan digunakan untuk implementasi proyek (45%), pengembangan produk (37%), pengembangan bisnis (8%), dan sisanya untuk operasional dan cadangan.

Tantangan dan rencana berikutnya

Regi melanjutkan tantangan yang saat ini masih dihadapi HARA mengenai tahap implementasi itu sendiri. Setiap desa menurutnya memiliki karakter dan keunikan masing-masing, serta lanskap tanaman pangan kebanyakan didominasi oleh petani berskala kecil.

Untuk itu, pihaknya melakukan kolaborasi dengan mitra strategis seperti LSM dan pemerintah yang memiliki pemahaman tentang lanskap pertanian daerah.

Pada tahun ini HARA menargetkan dapat memperluas wilayah proyek percobaan hingga ke Indonesia bagian barat, termasuk Jawa Timur dengan total 400 wilayah baru. Selain Indonesia, HARA ingin ekspansi ke negara yang terletak di garis khatulistiwa, seperti Vietnam, Thailand, Bangladesh, Kenya, Uganda, Meksiko, dan Peru.

“Kami menargetkan untuk menjangkau 2 juta petani untuk tergabung dalam ekosistem HARA di 2020 mendatang,” tutupnya.

TaniHub Luncurkan Dua Aplikasi untuk Vendor dan Mitra Pengemudi

Startup pertanian TaniGroup, yang membawahi TaniHub dan TaniFund, baru saja merilis dua aplikasi baru. Aplikasi tersebut bernama TaniHub Driver dan TaniHub Vendor. TaniHub merupakan aplikasi berbasis e-commerce yang memberikan alternatif bagi petani untuk mendistribusikan hasil panennya ke pemilik bisnis makanan.

Aplikasi TaniHub Driver digunakan untuk memfasilitasi mitra pengemudi. Adanya mitra tersebut memungkinkan petani dapat terhubung dengan jasa pengiriman hasil panen ke tempat tujuan. Sementara aplikasi TaniHub Vendor dapat dimanfaatkan oleh petani untuk terhubung dengan calon konsumen. Di dalamnya petani dapat mengakses daftar vendor yang tersedia, melakukan transaksi, hingga mendapatkan notifikasi pemesanan.

“Kami dengan bangga mengumumkan peluncuran aplikasi TaniHub Vendor dan TaniHub Driver di PlayStore. Sekarang seluruh mitra petani, peternak dan nelayan dapat dengan mudah mendaftarkan dan menjual hasil panen mereka ke TaniHub melalui apps ini dengan cara yang paling efisien dan efektif dan tanpa ribet,” ujar Co-Founder & CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan.

Menurut Ivan, aplikasi ini didesain semudah mungkin agar dapat diadopsi cepat oleh petani. Melalui TaniHub, para petani juga memungkinkan untuk melakukan penjualan komoditas hasil panen dalam jumlah besar. Misi sosial yang diaplikasikan TaniHub ialah membantu memasarkan produk petani secara langsung, sehingga secara tidak langsung juga dapat memangkas rantai penjualan yang umumnya kurang menguntungkan untuk para petani.

Sebelumnya akhir April 2018 lalu, TaniGroup baru saja mengumumkan perolehan data Pra-Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan diikuti beberapa angel investor. Salah satu fokus pendanaan tersebut untuk meningkatkan kapasitas bisnis TaniHub, salah satunya kini direpresentasikan dengan peluncuran aplikasi untuk efektivitas proses bisnis.

“Yang membuat TaniHub istimewa adalah layanan end-to-end kami. Kami memiliki tim di lapangan untuk mengawasi jalannya seluruh proses, tim spesialis yang mendampingi para petani, serta platform e-commerce yang siap menyerap seluruh hasil panen mereka. Jadi kami tidak hanya memberikan dana tapi juga pendampingan dari awal hingga akhir, sehingga risiko bisnis dapat diminimalkan,” ungkap Ivan dalam kesempatan pengumuman pendanaan beberapa waktu lalu.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Solusi Komplit Ternaknesia untuk Bantu Peternakan di Indonesia

Industri startup di sektor investasi budidaya atau bisnis yang mencoba membantu permasalahan konvensional di sektor peternakan perlahan mulai tumbuh. Kondisi ini ditandai dengan mulai banyaknya layanan yang muncul dengan solusi yang kian komplit.

Salah satu yang berpartisipasi di dalamnya adalah Ternaknesia. Beroperasi sejak tahun 2015, kini Ternaknesia hadir dengan solusi yang semakin lengkap mulai dari investasi hingga membantu memasarkan hasil peternakan.

Dari penuturan tim Ternaknesia pihaknya mengawali bisnisnya tiga tahun silam dengan membantu memasarkan hewan kurban baik secara online maupun offline. Seiring berjalannya waktu jaringan peternak yang semakin besar menggugah Ternaknesia untuk membantu di lebih banyak hal. Pada akhirnya di awal tahun 2017 Ternaknesia mulai membangun aplikasi dan website yang berisi fitur crowd investment untuk membantu pemasaran melalui fitur ternakQurban.

Sejauh ini jaringan Ternaknesia sudah menjangkau kota-kota di Jawa Timur, seperti Kediri, Madiun, Bojonegoro, Wonogiri, Pacitan, dan Madura. Selain itu jaringan peternak Ternaknesia sudah sampai di Banten.

Solusi yang ditawarkan Ternaknesia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan solusi yang ditawarkan startup investasi budidaya lainnya. Solusi pemasaran misalnya, didesain untuk membantu para peternak untuk mendapatkan kanal pemasaran yang baik dengan harga yang sesuai.

Solusi ini dinilai akan memutus mata rantai distribusi yang cenderung panjang sehingga lebih efisien dari segi harga, bagi untuk konsumen maupun pelanggan. Baik itu hewan hidup atau yang sudah diolah seperti susu, daging, telur dan lainnya.

Di sisi manajemen, Ternaknesia menyiapkan aplikasi untuk membantu proses manajemen peternakannya. Salah satu yang diunggulkan adalah sistem pencatatan keuangan, sehingga peternak dimudahkan dalam mengatur modal dan menentukan penghasilan.

Sementara untuk para pengguna Ternaknesia menyediakan fitur investasi yang bisa menjadi sumber modal bagi para peternak yang kesulitan mengakses permodalan.

Digawangi Dalu Nuzlul Kirom sebagai Founder sekaligus CEO, Suryawan sebagai CTO, Diaz Permana sebagai COO, Saktiawan sebagai CMO, dan 7 orang lainnya yang berlatar belakang IT, elektro, peternakan, kedokteran hewan, keuangan, dan pemasaran, Ternaknesia berusaha mewujudkan cita-cita sebagai layanan yang menyediakan solusi lengkap dari hulu ke hilir untuk peternakan di Indonesia.

Kondisi terkini dari Ternaknesia, dilaporkan bahwa mereka saat ini sudah mendapatkan 1648 jumlah unduhan aplikasi, dengan 206 investor dan 56 rekanan yang terdiri dari peternak hingga pengepul susu, daging dan telur.

Application Information Will Show Up Here

KopiTani Hubungkan Pecinta Kopi dengan Petani Kopi Nusantara

Industri perdagangan kopi Indonesia dinilai cukup menarik bagi KopiTani untuk menyediakan solusi berupa platform penjualan. Secara sederhana solusi KopiTani merupakan tempat jual beli kopi asli Indonesia secara online, termasuk memberdayakan petani kopi dengan fitur DokterKopi yang ada di dalamnya. Sejauh ini ada dua produk yang ditawarkan, yakni greenbeans dan roasted beans.

Green beans merupakan biji kopi yang diambil langsung dari petani binaan KopiTani. Di sana tidak ada peran tengkulak sehingga harga lebih layak. Sedangkan roasted beans, yang saat ini masih dalam tahap pengembangan, akan diambilkan dari para roaster independen untuk kemudian di-rebranding KopiTani sehingga bisa langsung dipasarkan melalui platform yang ada. Untuk pembelian roasted beans ini ke depan akan disediakan model pembayaran berlangganan sehingga nanti para pencinta kopi tanah air bisa langsung memesan dan berlanggan.

“Untuk yang berlangganan itu kami masih dalam pengembangan, itu untuk produk roasted beans yang langsung B2C. Jadi nanti para pencinta kopi jika berlangganan bisa kami kirimkan per bulan sesuai kebutuhan konsumsinya dengan kopi nusantara. Kami akan acak, misalkan bulan pertama kami akan kirimkan kopi Toraja kualitas bagus, kemudian bulan kedua kami akan kirimkan kopi Flores Bajawa dari beberapa roaster independen yang sudah kami kurasi,” terang CEO KopiTani Arif Rahmat.

CEO KopiTani

Sejauh ini KopiTani lebih fokus ke lapangan untuk pendampingan sambil terus melakukan sosialisasi terhadap aplikasi DokterKopi sebagai bagian dari platform KopiTani. Melalui aplikasi DokterKopi nantinya petani bisa langsung berkonsultasi mengenai penanganan masalah yang ditemui sebelum dan sesudah panen. Saat ini KopiTani sudah memiliki 50 mitra petani aktif dan tengah dalam masa penjajakan dengan Gapperindo Sulawesi Selatan yang memiliki jaringan 5000 petani.

Dan dalam upayanya terus melengkapi layanan KopiTani, pihaknya tengah melakukan penjajakan kolaborasi dengan Habibie Garden, startup yang menyuguhkan solusi IoT (Internet of Things) untuk perawatan tanaman.

“Ke depannya kami juga akan melakukan penjajakan kolaborasi dengan Habibie Garden untuk menerapkan sistem teknologi IoT di perkebunan kopi, karena salah satu masalah petani kopi yaitu biaya produksi yang tinggi karena saat ini masih menggunakan perkebunan konvensional. Di samping itu kami juga akan menyisihkan keuntungan yang didapat untuk donasi bibit kopi untuk replanting pohon kopi. Data dari kementerian pertanian sekitar 300 ribu hektar sudah tidak produktif lagi karena sudah terlalu tua,” papar Arif.

Cita-Cita AdaKopi Bantu Petani Memutus Rantai Distribusi

Masih banyak masalah di Indonesia yang bisa dipecahkan dengan teknologi. Setidaknya itu juga yang dipercaya oleh Dodi Setiawan, salah satu founder untuk AdaKopi. Layanan yang didesain untuk menghubungkan petani kopi dengan perusahaan atau siapa pun yang membutuhkan biji kopi.

Saat ini AdaKopi tengah mempersiapkan peluncurannya. Kabarnya Januari tahun 2018 AdaKopi siap untuk beroperasi dengan terjun langsung menjangkau petani kopi yang ada di Lampung,

AdaKopi seperti banyak platform hasil pertanian lain di Indonesia berusaha memangkas jarak yang selama ini ada antara petani kopi dengan mereka yang membutuhkan biji kopi seperti eksportir, pabrik dan pengusaha Kopi yang berada di Lampung. AdaKopi menjadi platfrom penghubung dengan harapan bisa memberikan harga dan kualitas terbaik bagi kedua belah pihak.

Dodi dibantu dengan dua temannya, Niki Rahmadi Wiharto yang berperan sebagai CTO dan Ahmad Taqiyudin sebagai CMO. Keduanya bahu membahu menghadirkan platform AdaKopi baik untuk web maupun untuk platform mobile. Termasuk juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk bisa lebih mendekatkan diri dengan petani kopi yang ada di Lampung.

“Kami sedang proses develop apps, jadi kami belum memiliki petani terdaftar namun kami bekerja sama dengan Nuttie Coffee yang memiliki 8000 petani kopi tersertifikasi di Tanggamus dan rencananya awal tahun depan kami mulai edukasi petani dan pada musim panen tahun 2018, kami akan mulai layanan kami,” terang Dodi.

Dodi dan kawan-kawan tampak menunggu momentum sambil menyiapkan layanannya. Ketika musim panen kopi tiba layanannya diharapkan sudah siap dan bisa digunakan oleh para petani. Selain harga ada hal lain yang juga diharapkan, salah satunya adalah menjaga kualitas biji kopi yang diperjualbelikan melalui sistem verifikasi yang dilakukan oleh tim AdaKopi. Setelah kualitas memenuhi standar baru petani kopi bisa menerima penawaran yang diajukan oleh pembeli dan petani bisa memilih penawaran yang sesuai.

“AdaKopi dibentuk untuk efisiensi rantai distribusi kopi sehingga harga kopi di tingkat petani lebih tinggi dan tidak ada praktik tengkulak. Sebenarnya petani itu hanya menginginkan kepastian harga dan itu yang tidak mereka dapat selama ini, dengan AdaKopi petani dapat melihat penawaran harga dari pembeli dan akan selalu di-update setiap waktu. Selain itu, untuk meyakinkan petani kami sedang upayakan berkoordinasi dengan Pemda atau dinas perkebunan setempat,” pungkas Dodi.

Future Agro Challenge Tantang Startup Lokal di Bidang Pertanian

Future Agro Challenge (FAC) merupakan kompetisi global yang berfokus untuk startup yang bergerak di bidang agtech, pangan, dan pertanian. FAC setiap tahunnya memilih ide-ide dan startup inovatif dari penjuru dunia untuk bersaing dalam Global Championship guna merebut titel “Agripreneurs of the Year”. Startup yang terpilih juga berkesempatan untuk mendapatkan akses ke sumber daya, termasuk pendanaan, untuk meningkatkan bisnis dan dampaknya bagi lingkungan sosial.

Tahun ini, untuk pertama kalinya FAC datang ke Indonesia, didukung BLOCK71 Jakarta dan Angel Investment Network Indonesia (ANGIN). FAC mencari agripreneur dengan solusi revolusioner di Indonesia untuk menghadapi tantangan pertanian baik di tingkat lokal, regional, dan/atau global. Pemenang terpilih akan bersaing di “Global Championships” untuk babak final di Istanbul. Mereka akan bertemu dengan para agripreneur berbakat dari 60+ negara lainnya yang juga menawarkan berbagai inovasi untuk mengatasi tantangan pertanian global saat ini.

“Kami telah melihat banyak agripreneurs dan agri startups di Indonesia dengan solusi menarik. Namun banyak yang sering tidak terdengar. Kami membawa FAC ke Indonesia dengan tujuan untuk membekali mereka dengan dukungan yang dibutuhkan dan menerjunkan mereka kerumunan pemangku kepentingan yang jauh lebih besar di tingkat global, dari calon investor hingga mitra kerja. Kami berharap FAC bisa menjadi platform bagi para agripreneur untuk meningkatkan bisnis mereka dan menginspirasi para calon agripreneur yang tertarik untuk segera bergerak,” kata Valencia Dea, Principal di ANGIN.

FAC memiliki urgensi untuk diselenggarakan secara global. Berbagai kajian mengungkapkan bahwa ketahanan pangan global saat ini berada di tingkat kritis. Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, produksi makanan perlu meningkat sebanyak 70 persen untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan 9 miliar penduduk dunia di tahun 2050. Para pakar juga melihat adanya beberapa akar permasalahan yang menyebabkan isu ketahanan pangan saat ini; mulai dari ledakan populasi, perubahan pola makan, perubahan iklim, kelangkaan air, sampai dengan penurunan jumlah petani.

Dengan 14 persen GDP berasal dari sektor pertanian, apakah berarti Indonesia aman dari kelangkaan pangan? Tidak juga. Saat ini 19,4 juta penduduk Indonesia masih mengalami kekurangan gizi. Dalam hal ketahanan pangan, The Global Food Security Index menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan 69 dari 113 negara. Selain mandeknya jumlah produksi beras dalam kurun tahun 10 terakhir ini, salah satu tantangan utama kita ada pada peningkatan kemakmuran petani. Sektor pertanian senilai 124 miliar dolar gagal untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan petani, sehingga 17 juta petani masih hidup di garis kemiskinan. Inilah penyebab kita kehilangan 500 ribu petani setiap tahunnya.

“Kami mengajak semua agripreneur Indonesia untuk mendaftar secara online sebelum tanggal 5 Desember melalui tautan ini: bit.ly/fac-id . Secara khusus, kami sangat menganjurkan startup agribisnis yang menargetkan ekspansi global untuk mendaftar. Global Championships adalah platform yang tepat bagi mereka untuk memamerkan solusi mereka dan mendapatkan eksposur global, baik dari investor maupun calon mitra,” kata Tinnike Lie, Community Manager BLOCK71 Jakarta.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Future Agro Challenge.