Passpod Belum Melancarkan Akuisisi Terhadap Startup Rencana Perjalanan Asal Singapura Packdat

Menurut pemberitaan DealStreetAsia (paywall), salah satu perusahaan Indonesia yang sudah IPO, Passpod, telah mengakuisisi startup rencana perjalanan asal Singapura, Packdat. Tidak (belum) ada konfirmasi resmi dari pihak yang bersangkutan.

Ketika mengunjungi situs Packdat, kita akan disambut dengan pengumuman tegas pada latar belakang kuning berkilau dari kedua perusahaan. Sementara itu, menurut CEO Passpod, Hiro Whardana, mereka belum melancarkan akuisisi dan kedua perusahaan sedang terlibat kerjasama strategis untuk menempatkan fitur itinerari Packdat dalam platform Passpod.

Passpod berawal dari sebuah penyedia layanan Wi-Fi portabel lalu berkembang menjadi solusi menyeluruh bagi kebutuhan perjalanan. Perusahaan ini mulai melantai di bursa efek pada akhir Oktober 2018. Menggunakan dana segar dari IPO, Passpod merencanakan ekspansi ke lima negara di Asia Tenggara tahun ini.

Sebagai perusahaan yang sudah IPO, Passpod (ticker: YELO) bertanggung jawab untuk melaporkan hal-hal terkait merger dan akuisisi. Sampai saat ini, belum ada informasi, penyangkalan atau pengumuman resmi yang disampaikan melalui situs BEI.


Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Kristin Siagian as

Spotify Berinvestasi di Industri Podcast Demi Mewujudkan Visinya Menjadi Platform Audio Terbesar

Selama bertahun-tahun kita mengenal Spotify sebagai sebuah platform streaming musik. Namun di tahun 2019 ini, perusahaan asal Swedia itu ingin dipandang sebagai platform audio. Audio di sini maksudnya bukan sebatas musik saja, tapi juga termasuk podcast.

Visi ini mereka buktikan lewat akuisisi atas jaringan podcast Gimlet Media senilai sekitar $230 juta, sekaligus platform podcasting yang cukup populer, Anchor. Dan Spotify rupanya masih belum mau berhenti berinvestasi di industri podcast, mereka bahkan telah menyiapkan dana akuisisi sekitar $500 juta lagi untuk tahun ini.

Akuisisi atas Gimlet Media dan Anchor saja sebenarnya sudah cukup untuk membantu mendongkrak peran Spotify di industri podcast. Gimlet Media yang pada dasarnya merupakan kumpulan kreator podcast dapat membantu melengkapkan katalog Spotify, sedangkan Anchor selaku platform gratisan dapat membantu menarik minat kreator-kreator baru untuk mendistribusikan karyanya di Spotify.

Pencapaian Spotify di industri podcast sebenarnya sudah cukup gemilang. Menurut CEO-nya, Daniel Ek, dalam kurun waktu dua tahun saja, Spotify sudah berhasil menjadi platform podcast terbesar kedua di dunia (di belakang Apple kalau menurut Recode). Ke depannya, diestimasikan 20% dari total waktu penggunaan Spotify bakal dihabiskan untuk konten podcast.

Dibandingkan industri musik, skala industri podcast jelas jauh lebih kecil. Namun itu juga berarti modal yang harus dikeluarkan Spotify di industri podcast lebih kecil ketimbang di industri musik. Seperti yang kita tahu selama ini, Spotify harus merugi selama bertahun-tahun akibat biaya lisensi ke label musik yang sangat besar.

Modal tidak terlalu besar tapi tetap bisa membantu menumbuhkan user base, inilah yang sejatinya diincar oleh Spotify dari langkah strategisnya. Industri podcast sendiri terus bertumbuh setiap tahunnya, dan Spotify pada dasarnya tidak ingin melewatkan momentum emas ini.

Sumber: Recode dan Spotify.

Essential Akuisisi CloudMagic, Pengembang Aplikasi Email Newton

Gelar “Bapak Android” rupanya tidak cukup untuk menunjang kesuksesan Andy Rubin dalam menjalankan bisnis hardware-nya sendiri di bawah bendera Essential. Mei lalu, beredar rumor bahwa seluruh aset Essential bakal dijual, dan di bulan Oktober, Essential memecat nyaris sepertiga dari total karyawannya.

PHK massal itu mungkin adalah kompromi yang harus dilakukan sekaligus alternatif yang lebih ideal ketimbang menjual perusahaan ke pihak lain. Essential bilang bahwa langkah berat itu harus diambil demi mempertajam fokus mereka dalam pengembangan produk baru.

Produk barunya apa belum ada yang tahu. Desas-desus mengenai smartphone baru maupun smart home hub belum ada yang dikonfirmasi sama sekali oleh Essential. Namun ini bukan berarti mereka sudah menyerah; baru-baru ini, Essential malah mengakuisisi CloudMagic, startup di balik aplikasi email Newton.

Kepada TechCrunch, juru bicara Essential mengatakan bahwa mereka terus memantau perusahaan-perusahaan yang berpotensi membantu mempercepat pengembangan portofolio produk mereka. Produknya seperti apa sekali lagi kita masih belum tahu, tapi yang pasti produk itu eksis, kalau tidak buat apa mereka mengambil risiko mengakuisisi startup yang belum lama ini memutuskan untuk pivot.

Ya, CloudMagic sendiri memang sudah berhenti mengembangkan Newton sejak Agustus lalu demi berfokus pada proyek baru. Bisa jadi kala itu mereka sudah dalam proses negosiasi dengan Essential, dan proyek baru yang dimaksud adalah produk di bawah payung Essential.

Semua ini tentu baru sebatas spekulasi, namun setidaknya bisa menjadi jaminan bahwa Essential belum mau menyerah begitu saja setelah gagal dengan produk perdananya.

Sumber: TechCrunch.

Laporan Terkini Ungkap Rencana Logitech Mengakuisisi Plantronics (Updated)

Sejak beroperasi di tahun 1981, Logitech telah menjadi salah satu merek periferal komputer yang paling tersebar luas di muka Bumi. Beragam produk mereka tawarkan, dari mulai mouse Bluetooth mungil pendukung kerja hingga steering wheel premium penunjang game-game simulator. Dalam kiprahnya, Logitech juga tak jarang melakukan pengambil-alihan ‘strategis’.

Dalam waktu tiga tahun ke belakang, perusahaan aksesori asal Swiss ini telah membeli brand Saitek dan sejumlah aset milik Mad Catz, kemudian Logitech turut mengakuisisi produsen pencipta perangkat gaming profesional Astro Gaming. Dan di akhir minggu kemarin, terdengar kabar soal rencana Logitech untuk merangkul Plantronics – perusahaan spesialis perangkat audio dan komunikasi – agar jadi bagian dari mereka.

Informasi ini dilaporkan oleh sejumlah narasumber pada Reuters. Jika berita ini benar adanya, maka langkah tersebut akan menjadi akuisisi terbesar yang Logitech lakukan demi memperluas keanekaragaman bisnisnya. Sang informan bilang, Logitech telah menawarkan angka lebih dari US$ 2,2 miliar buat jadi pemilik Plantronics. Terhitung di hari Jumat minggu lalu, Plantronics punya nilai sebesar US$ 2 miliar.

Jika negosiasi berjalan lancar, Logitech dan Plantronics akan membuat pengumuman dalam waktu dekat. Tetapi narasumber juga mengingatkan bahwa tetap ada kemungkinan perbincangan kedua perusahaan tidak mencapai kesepakatan dan perjanjian tersebut dibatalkan.

Reuters menjelaskan, bisnis Plantronics dan Logitech saat ini berada di bawah tekanan yang diakibatkan oleh ‘sejumlah penawaran’ dari raksasa-raksasa teknologi dan IT dunia, misalnya dari Cisco Systems, Microsoft bahkan Alphabet (Google).

Ditakar dari kiprah di ranah audio, Platronics malah mempunyai pengalaman yang lebih lama dari Logitech. Nama perusahaan ini diambil dari kata ‘plane‘ dan ‘electronics‘, merepresentasikan spesialisasi brand Amerika itu terhadap bidang komunikasi penerbangan. Produk mereka sudah lama digunakan oleh berbagai maskapai dunia, menjadi merek perangkat komunikasi pilihan utama NASA, serta dipakai oleh Neil Armstrong dalam misi pendaratan perdana di bulan.

Dalam perjalanannya, lini produk Plantronics telah meluas ke beragam segmen. Kini mereka menyediakan earpiece Bluetooth, earphone khusus olahraga berkonektivitas wireless, hingga headset gaming.

Menariknya, Plantronics sendiri belum lama ini sempat mengabarkan rencana mengakuisisi Polycom, yaitu perusahaan teknologi komunikasi, video dan kolaborasi konten. Nilainya sangat besar, mencapai US$ 2 miliar. Beberapa brand yang telah jadi bagian Plantronics meluputi Clarity, Altec Lansing, dan Volume Logic.

Update:

Berdasarkan pengumuman yang diungkapkan oleh TechCrunch, Logitech memutuskan untuk membatalkan negosiasi dengan Plantronics. Meski demikian, mereka membenarkan telah melakukan diskusi terkait potensi transaksi tersebut.

KapanLagi Youniverse Kini Kelola Penuh Brilio, Joe Wadakethalakal Tinggalkan Perusahaan

Brilio, platform media yang fokus menjangkau generasi milenial, kini dimiliki penuh KapanLagi Youniverse (KLY), perusahaan hasil merger KapanLagi Networks (KLN) dan KMK Online. Co-Founder Joe Wadakethalakal mengumumkan bahwa dirinya telah mengundurkan diri sebagai CEO perusahaan dan Danny Purnomo, sebelumnya Co-Founder dan CMO Brilio, menjadi CEO yang baru.

Danny mengonfirmasi bahwa Brilio akan tetap beroperasi seperti biasa sebagai entitas independen dan menyebutkan Levina Amelia sebagai CMO perusahaan yang baru. Tidak ada perubahan lain di jajaran manajemen.

Kepada DailySocial, Danny mengatakan, “Aliansi bisnis dengan KLY akan lebih terbuka, terutama untuk Brilio berkolaborasi dengan grup secara keseluruhan.”

KLY, sebelumnya KLN, memang sejak awal pendirian berperan sebagai pemilik mayoritas Brilio yang didirikan di tahun 2015. Joe, dalam pernyataannya menyebutkan, salah satu opsi yang ada ialah mengonsolidasikan Brilio dengan KLY begitu Brilio mencapai skala tertentu. Poin itu disebut sudah dicapai saat ini.

“Ketika sebuah startup telah mencapai titik tertentu konsolidasi bisa membawa bisnis ke level berikutnya dengan memfokuskan sumberdaya, aset, dan pengetahuan kedua organisasi untuk mendukung sebuah formula yang sudah terbukti bekerja. Ini adalah posisi Brilio saat ini,” ujar Joe.

Di tahun 2017, Brilio mengklaim memiliki 21 juta pembaca (unique visitor), 96 juta halaman dibaca (pageviews), dan konten video yang dilihat lebih dari 12 juta kali setiap bulannya.

Application Information Will Show Up Here

IBM Caplok Pembuat Linux, Pecahkan Rekor Akuisisi

IBM Corp dilaporkan telah setuju untuk mengakuisisi perusahaan pembuat open source Linux, Red Hat sebesar $34 miliar atau Rp 517 triliun, sebagai upaya untuk mendiversifikasi perangkat keras dan teknologi dan tentu mendorong pencapaian margin laba yang ditargetkan.

Sepanjang sejarah IBM, ini adalah akuisisi terbesar yang pernah mereka lakukan. Untuk mendapatkan Red Hat, International Business Machines Corp yang memiliki kapitalisasi pasar senilai $114 miliar, akan membayar $190 per saham secara tunai untuk Red Hat dan premi 63 persen dari harga penutupan saham pada hari Jumat.

Pembelian Red Hat dari segi finansial akan membantu IBM tumbuh dengan lebih baik, mendorong pendapatan secara langsung dan peluang lebih besar di sektor produk perangkat lunak yang telah terbukti diminati melalui kanal penjualan globalnya. Akuisisi akan mengubah peta persaingan di industri cloud, di mana IBM akan menjadi perusahaan penyedia teknologi komputasi cloud terbesar di dunia berkat dukungan komputasi cloud bersama Red Hat.

Red Hat menjual perangkat lunak dan layanan berbasis sistem operasi Linux yang berstatus open source dengan pendapatan mencapai $3 miliar untuk pertama kalinya di tahun ini. Pendapatan sebesar ini dikarenakan divisi Red Hat Enterprise Linux sukses menggaet pelanggan besar dari level korporasi dunia. Di kuartal terakhir, Red Hat dilaporkan berhasil mendapatkan 11 kontrak senilai lebih dari $5 juta untuk masing-masing proyek dan 73 proyek dengan nilai lebih dari $1 juta.

Jim Whitehurst, CEO Red Hat mengatakan bahwa bergabungnya perusahaan dengan IBM akan memberi mereka skala, sumber daya, dan kemampuan yang lebih besar untuk mempercepat dampak dari open source sebagai dasar untuk transformasi digital dan membawa Red Hat ke pasar yang lebih luas.

Di tahun 2000-an, Oracle, Microsoft, dan tentu saja IBM sudah menunjukkan ketertarikannya untuk membeli Red Hat. Tapi tak ada satupun yang benar-benar mewujudkan keinginan itu, sampai saat Linux menjadi salah satu pemain vital di industri piranti lunak yang secara otomatis membuat harga Red Hat ratusan kali lipat lebih mahal dari sebelumnya.

Sumber berita RedHat, CNBC, NYTimes dan gambar header Arstechnica.

Bukalapak Lakukan “Akuisisi Terhadap Talenta dan Teknologi” Prelo

Layanan marketplace Bukalapak melakukan langkah strategisnya tahun ini dengan melakukan acquihire “akuisisi terhadap talenta dan teknologi” Prelo. Informasi yang kami peroleh memastikan Founder Prelo Fransiska Hadiwidjana kini menjadi Head of Business Bukalapak.

Belum ada informasi lebih lanjut tentang nasib Prelo sebagai bisnis pasca langkah strategis ini, apakah akan ditutup atau tetap berjalan secara independen. Juga siapa saja talenta yang mengikuti jejak Fransiska. Saat tulisan ini dimuat, situs Prelo masih aktif beroperasi.

Kepada DailySocial, Chief Strategy Officer Bukalapak Teddy Oetomo mengonfirmasi, “Bukalapak tidak mengakuisisi Prelo, namun kami hanya mengakuisisi talenta-talenta dari Prelo yang memiliki talenta unik  dan istimewa yang sesuai dengan kebutuhan Bukalapak.”

“Mohon maaf terkait rencana maupun strategi ke depan kami belum bisa share,” ujarnya.

Ini bukanlah skema akuisisi atau acquihire pertama yang dilakukan Bukalapak. Sebelumnya Co-Founder dan President Bukalapak M. Fajrin Rasyid menjelaskan bahwa pihaknya sudah mulai melakukan akuisisi terhadap beberapa software house.

Di kesempatan tersebut Fajrin menyebutkan, pihaknya tengah dalam tahap penjajakan akuisisi terhadap pemain e-commerce yang bersinergi dengan perusahaan dan tampaknya Prelo yang menjadi sasaran pertamanya. Prelo dan Bukalapak memiliki segmen pasar yang beririsan sebagai marketplace C2C.

Prelo merupakan marketplace yang memiliki semangat memerangi barang palsu dengan menghadirkan platform jual beli barang-barang pre-loved atau barang tangan kedua. Prelo berbasis di Bandung dan kebetulan tahun ini Bukalapak membuka pusat R&D baru di Kota Kembang ini.

Update: Bukalapak bersikukuh langkah yang diambil bukan merupakan akuisisi atau acquihire, melainkan “skema kreatif” untuk mengakuisisi talenta dan teknologi Prelo

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Moka Akuisisi Startup Asal India GetFocus

Moka, salah startup SaaS (Software as a Services) untuk PoS (Point of Sales) terbesar di Indonesia, baru saja mengawali langkah besar mereka dengan mengakuisi startup asal India, GetFocus. Akuisisi ini disebut sebagai langkah strategis Moka memperkuat lini engineering mereka.

Pertumbuhan Moka dari tahun 2016 memang cukup signifikan. Moka dalam perjalanannya berhasil mendapatkan dukungan dari sejumlah investor, mulai dari Mandiri Capital, Convergence Ventures, East Venture, Fenox, Northstar Group, hingga yang paling baru dari Sequoia Capital India, Softbank Korea, EDBI dan EV Growth.

Berapa minggu setelah pengumuman pendanaan terbaru, Moka kembali membuat langkah strategis dengan mengakuisisi GetFocus. Akuisisi ini, menurut CEO Moka Haryanto Tanjo, adalah bentuk kesadaran untuk terus mengembangkan produk dengan memanfaatkan tim riset dan teknologi yang ada di India.

Moka saat ini mengklaim sudah memiliki lebih dari 12.000 merchant aktif dan menggunakan layanan Moka setiap hari. Akuisisi GetFocus akan menjadi salah satu bagian dari upaya Moka untuk meningkatkan kualitas layanan mereka dengan memanfaatkan keahlian yang dimiliki GetFocus selama ini.

“Dengan mengakuisisi GetFocus, Moka akan terus memperkuat keunggulan teknologi dan kepemimpinan kami dalam menghadirkan layanan terbaik bagi seluruh pelanggan,” terang Haryanto.

September lalu Moka baru saja mengamankan pendanaan senilai Rp355 miliar. Menurut Haryanto dalam keterangannya pendanaan tersebut direncanakan untuk pengembangan produk seiring dengan Moka yang mencoba menjadi one stop service untuk mitranya.

Moka saat ini sudah bekerja sama dengan sejumlah penyedia layanan e-money untuk memperkaya metode pembayaran di platform Moka. Moka juga telah menjalankan layanan Moka Capital. Sebuah platform pinjaman p2p lending untuk menambah opsi pinjaman kepada merchant.

Akuisisi ini akan menjadi langkah strategis Moka, dan bukan tidak mungkin dengan memiliki tim riset dan pengembang baru yang berbasis di India Moka akan mengeluarkan sejumlah layanan baru untuk terus menuju cita-cita mereka menjadi layanan yang lengkap bagi mitra.

Application Information Will Show Up Here

Logitech Akuisisi Blue Microphones Senilai $117 Juta

Logitech kembali mengakuisisi sebuah perusahaan besar setahun setelah membeli Astro Gaming. Yang menjadi incaran kali ini adalah Blue Microphones, pabrikan asal AS yang mikrofonnya cukup populer di kalangan podcaster, YouTuber, maupun live streamer.

Logitech bersedia membayar $117 juta secara tunai guna mencaplok seluruh aset Blue, termasuk semua karyawannya. Namun sama seperti ketika Logitech mengakuisisi Ultimate Ears dan Jaybird, brand Blue masih akan dipertahankan sebagai salah satu portofolio produk Logitech.

Akuisisi ini merupakan langkah yang wajar mengingat Logitech memang sudah cukup lama bermain di bidang audio sekaligus memproduksi sejumlah perangkat pendukung broadcasting. Headphone dan headset mereka punya, webcam pun juga demikian, tinggal mikrofon yang belum (sebenarnya ada tapi tidak populer), dan langkah termudah adalah meminang perusahaan yang sudah mendedikasikan waktunya sejak lama di segmen ini.

Salah satu produk Blue yang paling diminati konsumen, Blue Yeti / Blue Microphones
Salah satu produk Blue yang paling diminati konsumen, Blue Yeti / Blue Microphones

Kalau brand sekelas Beyerdynamic saja sudah mulai ikut bermain di kategori mikrofon USB, maka Logitech pun juga sudah harus mengerahkan upaya ekstra, dan akuisisi ini bisa dianggap sebagai langkah minim resiko bagi mereka. Popularitas mikrofon buatan Blue di kalangan live streamer juga bakal bersinergi dengan posisi Logitech yang memang sudah cukup kuat di sektor gaming.

Bagi Blue sendiri, berhubung brand-nya masih dipertahankan, akuisisi ini bisa dianggap sebagai suntikan dana segar buat upaya mereka memimpin di kategori mikrofon USB. Berada di bawah naungan Logitech juga berarti produk-produknya bisa menjangkau konsumen secara lebih luas.

Sumber: Logitech dan TechCrunch.

Makin Mendominasi, Slack Akuisisi HipChat dan Stride dari Atlassian

Belum lama ini, Microsoft secara resmi meluncurkan versi gratis dari Microsoft Teams dengan harapan sejatinya untuk ‘menculik’ sejumlah pengguna Slack yang belum berlangganan, sekaligus konsumen yang belum terjerumus dalam satu layanan business chat tertentu. Slack yang memang memimpin di kategori ini rupanya tidak mau tinggal diam.

Berdasarkan laporan Bloomberg, Slack sudah memutuskan rencana untuk membeli HipChat dan Stride, dua layanan serupa garapan Atlassian Corp. HipChat, bagi yang tidak tahu, bisa dianggap sebagai nenek moyang Slack, sedangkan Stride yang dirilis tahun lalu merupakan reinkarnasi modern dari HipChat – yang terbukti kalah saing dengan Slack.

Tampilan aplikasi Stride / Atlassian
Tampilan aplikasi Stride / Atlassian

Nominal transaksinya tidak disebutkan, tapi yang pasti Slack bakal menyelesaikan pembayarannya dalam jangka waktu tiga tahun, dan semua pengguna HipChat dan Stride bakal dibantu untuk bermigrasi ke Slack. Di samping itu, Atlassian juga bakal memperoleh porsi saham kecil di Slack.

Alasan di balik penjualan aset ini adalah, meski HipChat sudah bereinkarnasi menjadi Stride, layanan tersebut masih saja belum bisa menggaet konsumen yang cukup. Jika dibandingkan dengan dua produk lain Atlassian, yaitu Jira dan Trello, Stride jauh dari kata menguntungkan. Alhasil, ide untuk menjualnya pun muncul.

Atlassian + Slack

Ketertarikan Slack untuk ‘mencaplok’ kompetitornya bukanlah kebetulan, dan juga bukan atas dasar permusuhan. Baik Slack dan Atlassian sebenarnya sudah lama saling berbagi konsumen; ratusan ribu tim yang menggunakan Jira dan Trello juga merupakan konsumen Slack.

Dengan menjual dua aset yang kurang bisa berkembang itu ke Slack, Atlassian pun jadi bisa berfokus ke segmen yang dikuasainya, contohnya Jira dan Trello itu tadi di kategori software manajemen proyek. Slack di sisi lain juga bisa mengembangkan integrasi yang lebih erat dengan kedua layanan tersebut, sekaligus mengadopsi fitur-fitur milik Stride kalau dirasa perlu.

Sumber: Bloomberg dan Slack.