Instagram Perangi Online Bullying Lewat Dua Tool Baru

Bullying tidak mengenal tempat. Di sekolah, di tempat kerja, bahkan di media sosial pun selalu ada orang-orang dengan perilaku yang menjurus ke bullying. Tidak sedikit kasus serius yang diakibatkan oleh bullying, dan ini juga berlaku untuk online bullying di media sosial.

Sebagai salah satu media sosial dengan jumlah pengguna terbesar, Instagram merupakan panggung yang sangat pas bagi para pelaku online bullying. Untungnya pihak Instagram sendiri tidak mau tinggal diam. Mereka berkomitmen untuk membantu memberikan perlawanan terhadap online bullying dengan bekal kecanggihan AI alias kecerdasan buatan.

Eksperimen mereka terhadap AI melahirkan dua macam tool baru untuk melawan bullying. Yang pertama adalah fitur bernama Restrict, yang dirancang untuk melindungi pengguna dari interaksi-interaksi yang tidak diinginkan, yang sering kali berujung pada bullying.

Instagram Restrict feature

Restrict pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk membatasi gerak-gerik para pelaku bullying. Jadi setelah Anda me-Restrict seseorang, komentar yang datang dari orang tersebut hanya akan bisa dilihat oleh dia sendiri. Orang yang di-Restrict ini juga tidak dapat melihat kapan Anda terakhir aktif di Instagram atau apakah Anda sudah membaca DM (Direct Message) darinya.

Restrict sejatinya bisa dilihat sebagai alternatif yang tidak berisiko dari fitur Block, Unfollow dan Report. Tiga fitur itu sebenarnya sudah bisa membatasi perilaku bullying, akan tetapi sering kali malah semakin memperburuk keadaan, terutama apabila korban berinteraksi dengan pelaku di kehidupan nyata. Itulah mengapa banyak pengguna yang cenderung enggan memanfaatkan ketiga fitur tersebut meski kerap menjadi korban bullying.

Instagram undo comment

Tool yang kedua adalah implementasi AI untuk memperingatkan pengguna saat mereka hendak memberikan komentar yang bersifat ofensif. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar, fitur ini bakal memastikan kembali kepada pengguna sebelum komentarnya diunggah, sebab AI telah mendeteksi bahwa komentarnya mirip dengan komentar-komentar lain yang telah dilaporkan.

Secara teori, intervensi semacam ini bakal memberi pengguna kesempatan untuk mempertimbangkan kembali sekaligus mengurungkan niat mereka berkomentar dengan nada yang negatif. Berdasarkan pengujian awal Instagram, fitur ini terbukti dapat mendorong sejumlah orang untuk mengganti komentarnya dengan yang bersifat tidak terlalu menyinggung.

Harapannya tentu saja fitur ini dapat mencegah seseorang memanfaatkan fitur Restrict itu tadi. Instagram pada dasarnya ingin mendorong interaksi yang positif di antara para penggunanya, dan itu sangat penting mengingat mayoritas pengguna Instagram adalah kalangan muda-mudi.

Sumber: Instagram. Gambar header: Pexels.

Potensi Pengembangan Teknologi “Artificial Intelligence” di Asia Tenggara

Teknologi Artificial Intelligence (AI) dengan berbagai macam produknya saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, mulai dari pengaruhnya untuk pengembangan teknologi finansial, edukasi, hingga layanan kesehatan. AI sudah mempermudah dan mempercepat semua proses tersebut.

Sesi #SelasaStartup kali ini menghadirkan CEO Kata.ai Irzan Raditya. Irzan berbagi pengalamannya membangun startup yang mengedepankan teknologi AI dan program eFounder Fellowship Alibaba yang berlangsung di Tiongkok beberapa waktu yang lalu.

Meningkatkan ekonomi digital

Indonesia, meskipun masih dalam proses pengenalan dan pengembangan, ternyata memiliki potensi untuk penerapan teknologi AI. Menurut Irzan meskipun sangat luas cakupannya, namun dengan machine learning yang berfungsi sebagai core teknologi AI, deep learning justru yang paling banyak dikembangkan oleh pengembang di Indonesia.

“Penggunaan data yang sangat banyak hingga pengolahan data dan akurasi menjadikan deep learning paling sering diterapkan di Indonesia,” kata Irzan.

Berbeda dengan Tiongkok yang termasuk negara paling advance dalam hal penerapan teknologi AI, kebanyakan masyarakat dari berbagai kalangan sudah terbiasa dengan adopsi teknologi. Mulai dari facial recognition, visual recognition semua sudah banyak diterapkan di Tiongkok. Dalam hal pembayaran sudah tidak lagi menggunakan uang tunai dan pembayaran non-tunai sudah menjadi pemandangan yang umum. Proses pembayaran tanpa kasir dan hanya memanfaatkan facial recognition juga sudah banyak diterapkan di Tiongkok.

“Untuk edukasi sendiri orang tua tidak perlu khawatir dengan aktivitas putra-putri mereka di sekolah. Dengan facial recognition semua bisa terpantau mulai dari kehadiran hingga hasil ujian mereka di sekolah,” kata Irzan.

Di Indonesia sendiri, meskipun belum terlalu masif diterapkan, namun kehadiran Go-Pay, Dana, dan OVO yang memanfaatkan QR Code untuk pembayaran mulai mengedukasi semua kalangan untuk mulai mengadopsi teknologi. Tidak hanya dimanfaatkan generasi muda, dengan proses yang mudah dan user-friendly teknologi tersebut juga bisa digunakan oleh lansia.

“Di Tiongkok saya melihat sudah banyak kalangan lansia atau mereka yang termasuk dalam usia tua menggunakan pembayaran secara cashless. Semua membuktikan jika tampilan dibuat dengan mudah dan user friendly, semua orang bisa mengadopsi teknologi,” kata Irzan.

Membantu UKM, layanan kesehatan, dan pendidikan

Salah satu faktor krusial yang dinilai mempengaruhi pengembangan teknologi AI dalam kehidupan sehari-hari adalah kehadiran fintech dengan penerapan teknologi AI dalam sistem mereka. Mulai dari pengumpulan data hingga credit scoring, semua bisa didapatkan secara cepat memanfaatkan teknologi tersebut. Efeknya proses pengecekan dan verifikasi bisa berjalan lebih cepat dan secara langsung membantu bisnis untuk mendapatkan modal tambahan, tanpa proses manual yang panjang dan menyulitkan.

Selain finansial, teknologi AI juga bisa membantu sektor kesehatan. Salah satunya menghadirkan konsultasi langsung, memanfaatkan aplikasi, yang menghubungkan dokter dengan pasien.

Dari sisi edukasi, teknologi AI dengan penerapan facial dan voice recognition juga bisa membantu anak-anak untuk mempelajari hal-hal paling mendasar. Dengan demikian proses belajar-mengajar bisa berjalan dengan mudah namun tetap menyenangkan untuk si anak.

“Ke depannya saya melihat potensi AI di Asia Tenggara bisa mengotomasi sekitar 50% pekerjaan dan mendatangkan penghasilan yang besar jika diterapkan dan dikembangkan secara positif. Untuk itu relasi dengan private sector dan pemerintahan bisa menentukan kemajuan teknologi AI agar bisa diterapkan lebih masif lagi,” tutup Irzan.

Catapa Implements Artificial Intelligence, Offering “Human Resources Intelligent System”

In its development, artificial intelligence (AI) implementation is getting broader and specific, for business in particular. One of the examples is Catapa, by presenting a smart system to support human resource division at the office.

A graduate from GDP Venture incubation has developed a Human Resources Intelligent System that serves various employee requirements, such as data management, payroll, taxes, and insurance.

In addition to the employee dashboard, Catapa’s Founder & CEO, Stefanie Suanita said, what distinct its platform with others in general is, they’ve applied Artificial Intelligence. One of those is represented in the form of virtual assistant named “Claudia”, with interactive design to help employees submitting leave, overtime work, and others.

The chatbot can be integrated to Facebook Messenger, LINE, Slack, or Telegram for business.

Claudia, a virtual assistant for employee issues related to HR
Claudia, a virtual assistant for employee issues related to HR

 

As the usual SaaS (Software as a Service), Catapa subscription model is quite flexible, accumulated based on usage. In its implementation, the system will automatically count the payment/deduction for BPJS Kesehatan (Health) and Ketenagakerjaan (Employee), including PPh 21 accumulation for employee taxes. Catapa platform has also fully integrated with Klik BCA Bisnis.

Currently, there are some modules ready to be attached to the system. Starts from Recruitment for new employees, Time Management to manage absence and leaves. Also, Talent Management module to monitoring some actions related to the staff competency, and Reimbursement for any kinds of business-related submission or reimbursement.

Catapa was founded on April 21st, 2017. Stefanie said, they’ve handled thousands of payslips every month from various business users. In order to improve features, integration with “sister company” and other supporting platform is being developed to facilitate users in the near future.

The other highlight of Catapa is about data security and privacy. In the release, they guarantee the secure Personally Identifiable Information (PII) by adding the basic data encryption (communication apps), server (communication client), Network Demilitarized Zone (DMZ) implementation, and avoid data loss (disaster recovery).

Aside from Catapa, there are some startups providing digital services for employee-related needs. There are GreatDay HR, Talenta, Gadjian, Mekari, Jojonomic, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Prosa.ai Dapatkan Pendanaan Seri A dari GDP Venture

Prosa.ai startup pengembang platform artificial intelligence (AI) untuk teknologi pemrosesan teks (NLP – Natural Language Processing) dan pengenalan suara dalam Bahasa Indonesia, hari ini (20/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh GDP Venture. Tidak disebutkan nominal dana diterima. Investasi tersebut melanjutkan pendanaan awal yang diterima tahun lalu dari Kaskus (juga merupakan portofolio GDP Venture)

“Walaupun jumlah talent AI terbatas termasuk di Indonesia, tetapi para pendiri Prosa.ai menunjukkan bahwa Indonesia mampu untuk mengembangkan teknologi AI dan Prosa.ai pun telah menunjukkan progress yang sangat baik dalam waktu singkat,” sambut CEO GDP Venture Martin Hartono.

Ia juga mengatakan, AI merupakan teknologi yang sedang berkembang dan sangat dibutuhkan untuk menunjang berbagai industri. Sehingga berinvestasi pada teknologi AI merupakan langkah strategis bagi perusahaannya dan diharapkan dapat berpartisipasi dalam kemajuan teknologi di Indonesia.

Prosa.ai didirikan sejak tahun 2018, berawal dari hasil riset para co-founder yakni Ayu Purwarianti, Dessi Puji Lestari dan Teguh Eko Budiarto. Belum lama ini, Prosa.ai bekerja sama dengan Kominfo meluncurkan Chatbot AntiHoaks yang berfungsi untuk mengecek berita, artikel atau tautan yang diberikan oleh masyarakat melalui fitur chat.

“Pendanaan yang kami dapatkan akan kami gunakan untuk memperkuat tim kami, meningkatkan kualitas produk dan data kami menjadi lebih baik lagi. Beberapa produk yang akan kami tingkatkan lagi kualitasnya, seperti Prosa Hoax Intel, NLP Toolkit API, Concept-Sentiment, Chatbot NLP Processing, Text Data Sets, Voice Biometrics, Speech Datasets, Speech-to-Text, Text-to-Speech, Conversational Analytics and Meeting Analytics for Bahasa Indonesia,” ungkap CEO Prosa.ai Teguh Eko Budiarto.

On Lee selaku CTO GDP Venture dan CEO & CTO GDP Labs yang merupakan salah satu Board Directors dari Prosa.ai mengatakan, “GDP Venture sangat senang diberi kesempatan untuk mendanai Prosa.ai karena perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan AI terbaik di Indonesia yang didirikan oleh founders yang kredibel dan mempunyai pengalaman dibidang AI dibarengi dengan tim yang solid dan teknologi yang andal.”

Terapkan Kecerdasan Buatan, Catapa Tawarkan “Human Resources Intelligent System”

Seiring perkembangannya, penerapan kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI) mulai meluas dan spesifik, khususnya untuk bisnis. Salah satunya seperti yang dilakukan Catapa dengan menghadirkan sistem cerdas untuk membantu divisi sumber daya manusia di perkantoran.

Startup hasil inkubasi GDP Venture tersebut mengembangkan sebuah Human Resources Intelligent System yang melayani berbagai kebutuhan kepegawaian, seperti pengelolaan data personalia, penggajian, perpajakan, hingga tanggungan asuransi.

Selain dasbor kepegawaian yang dapat dikelola perusahaan, Founder & CEO Catapa Stefanie Suanita menjelaskan, pembeda utama platformnya dengan sistem informasi kepegawaian pada umumnya ialah mereka telah mengaplikasikan AI. Salah satunya direpresentasikan dalam bentuk asisten virtual bernama “Claudia”, didesain interaktif agar membantu karyawan dalam pengajuan cuti, persetujuan lembur dll.

Chatbot tersebut dapat diintegrasikan dengan Facebook Messenger, LINE, Slack atau Telegram yang digunakan perusahaan.

Claudia Chatbot
Claudia, asisten virtual untuk membantu kebutuhan karyawan terkait HR

Layaknya SaaS (Software as a Services), model berlangganan Catapa cukup fleksibel, dihitung berdasarkan penggunaan. Saat diaplikasikan ke bisnis, sistem juga dapat secara otomatis melakukan perhitungan pembiayaan/potongan untuk BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, termasuk melakukan perhitungan PPh 21 untuk pajak pegawai. Platform Catapa juga sudah terintegrasi penuh dengan Klik BCA Bisnis.

Beberapa modul pendukung telah dimiliki dan dapat ditambahkan ke sistem. Mulai dari modul Recruitment untuk proses perekrutan pegawai baru, Time Management untuk mengelola data kehadiran dan pengajuan cuti. Ada juga modul Talenet Management untuk mengelola berbagai hal terkait pengembang kompetensi pegawai, dan Reimbursement untuk pengajuan pengajuan atau pengembalian dana keperluan pekerjaan.

Catapa dirilis pertama kali pada 21 April 2017. Menurut pemaparan Stefanie, saat ini Catapa telah menangani ribuan playslip setiap bulan dari berbagai pengguna bisnis. Untuk meningkatkan fitur, integrasi dengan “sister company” dan platform pendukung lainnya tengah dilakukan sehingga ke depannya dapat memudahkan pengguna.

Hal lain yang turut menjadi perhatian dari pengembang Catapa ialah mengenai keamanan dan privasi data. Dalam keterangannya, pihaknya menjamin keamanan Personally Identifiable Information (PII) dengan membubuhkan enkripsi basis data (komunikasi apps), server (komunikasi client), implementasi Network Demilitarized Zone (DMZ), dan pencegahan terhadap kehilangan data (disaster recovery).

Selain Catapa, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang menyajikan layanan digital untuk kebutuhan kepegawaian. Ada GreatDay HR, Talenta, Gadjian, Mekari, Jojonomic dan sebagainya.

Biometric Platform Developer Element Inc Debuts in Indonesia

Element Inc partners with BCA for its debut in Indonesia. In its release, the New York-based biometric platform developer said, BCA is to implement authentication solution using facial recognition. Before Jakarta, Element Inc also has an operational base in Singapore, Manila, Nairobi, and Lagos.

The mobile software base biometric technology implementation from Element Inc is expected to ignite banking service development, to open the digital banking innovations and provide a convenient process. It includes improving customer acquisition for BCA by offering a safe and user-friendly experience through biometric authentication. It goes along with BCA’s main focus in its technology innovation.

“BCA’s reputation and success as the biggest private bank in Southeast Asia reflect the company’s leading technology innovation, giving the customers high-quality products and services in digital banking,” Head of Element Inc Indonesia, Suluh Adi said.

“By 2025, 284 million Indonesians are projected to have 410 million smartphone connection, that allows mobile banking to have the next breakthrough in digital financial. We’re proud to be partners with BCA in order to develop digital initiatives and take a closer step to the frictionless future,” he added.

Indonesia and target in 2019

Element Inc is supported by far with some investors, including GDP Venture, PTB Ventures, Central Capital Ventura, MDI Venture, and BRI investment arm. The Artificial Intelligence and biometric solution of Element Inc offer palm, fingerprint, and face recognition in the simplest and safest way.

The strategy for new markets, including Indonesia, is to adjust and form partnerships. Starts from the national-scale company for financial service, health and communication, also innovation companies with rapid growth in the market.

Their focus in Indonesia begins with providing high quality, streamlined, and scalable software service to be used by partners, including requirements and market demand. Their team believes the KPI on user growth and revenue will be discovered once the partner’s success metric achieved.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembang Platform Biometrik Element Inc Debut di Indonesia

Element Inc jalin kerja sama dengan BCA untuk debutnya di Indonesia. Dalam rilisnya, startup pengembang platform biometrik berbasis pusat di New York tersebut menuliskan, BCA akan menerapkan solusi autentikasi menggunakan facial recognition. Selain di Jakarta, Element Inc juga sudah memiliki basis operasi di Singapura, Manila, Nairobi dan Lagos.

Penerapan teknologi biometrik berbasis perangkat lunak mobile dari Element Inc diharapkan bisa memicu pertumbuhan layanan perbankan, membuka kunci untuk seluruh inovasi digital banking dan memberikan keamanan yang lebih baik. Termasuk meningkatkan akuisisi pelanggan BCA dengan menawarkan sebuah pengalaman yang nyaman dan aman melalui autentikasi biometrik. Sesuai dengan fokus BCA dalam inovasinya di bidang teknologi.

“Reputasi dan kesuksesan BCA sebagai salah satu bank swasta terbesar di Asia Tenggara mencerminkan kepemimpinan inovasi teknologinya, memberikan pelanggan mereka produk dan layanan berkualitas tinggi dalam perbankan digital,” ujar Head of Indonesia Element Inc Rizki Suluh Adi.

“Pada tahun 2025, diproyeksikan 284 juta orang Indonesia diperkirakan memiliki 410 juta koneksi ponsel cerdas, memungkinkan mobile banking untuk membuka terobosan berikutnya dalam layanan keuangan digital. Kami bangga dapat bermitra dengan BCA untuk memajukan inisiatif digitalnya dan melangkah selangkah lebih dekat untuk membangun frictionless future,” imbuhnya.

Indonesia dan target di tahun 2019

Element Inc sejauh ini didukung oleh sederet investor seperti GDP Venture, PTB Ventures, Central Capital Ventura, MDI Venture, hingga unit investasi BRI. Teknologi kecerdasan buatan dan solusi biometrik Element Inc menjanjikan solusi pengenalan wajah, sidik jari, hingga telapak tangan yang dikemas dengan kemudahan dan aman.

Strategi yang diusung Element Inc untuk pasar-pasar baru, termasuk Indonesia adalah dengan penyesuaian dan kerja sama. Mulai dari perusahaan skala nasional untuk penyedia jasa finansial, kesehatan dan komunikasi hingga perusahaan inovasi yang bertumbuh dengan pesat di pasar.

Fokus mereka di Indonesia dimulai dengan menyediakan layanan perangkat lunak berkualitas tinggi, streamlined dan scalable yang bisa dimanfaatkan oleh mitra-mitra, termasuk dengan pemenuhan persyaratan dan kebutuhan pasar. Pihak Element percaya bahwa KPI mereka tentang pertumbuhan pengguna dan juga pendapatan akan didapatkan setelah metrik keberhasilan para mitra tercapai.

Mengupas Upaya Gringgo Menyediakan Solusi Pengelolaan Sampah Berbekal AI

Ada banyak hal yang bangsa Indonesia bisa banggakan: keragaman budaya, kekayaan alam, hingga potensi sumber daya manusia. Namun ada sejumlah perkecualian. Harus kita akui, masih sedikit dari penduduk Indonesia yang betul-betul peduli terhadap lingkungan. Di bulan Agustus kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan bahwa kita adalah negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.

Laporan majalah Science di tahun 2015 menyebutkan ada 3,2 juta ton limbah plastik dihasilkan di kawasan indonesia tiap tahunnya dan 1,29 juta ton dibuang ke laut. Kondisi ini mendorong beberapa orang dan perusahaan untuk mengambil langkah konkret demi meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan sampah. Yayasan Gringgo Indonesia ialah salah satu nama yang menonjol berkat gagasan inovatifnya dan keberhasilan mereka terpilih mendapatkan bantuan Google di program AI Impact Challenge.

Gringgo 1

Gringgo merupakan satu dari 20 organisasi/startup non-profit di bidang sosial yang jadi penerima hibah Google.org dengan total dana senilai US$ 25 juta. Untuk memahami besarnya pencapaian mereka, perlu Anda tahu bahwa ada 2.600 pelamar Google AI Impact Challenge yang datang dari 12 negara dan Gringgo merupakan satu-satunya startup yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.

Di luar dukungan dalam bentuk uang, Gringgo memperoleh bantuan kredit dan konsultasi dari Google Cloud, pelatihan dari pakar AI Google, serta berkesempatan mengikuti program mentoring selama enam bulan dari para ahli di Google Launchpad Accelerator. Di presentasinya, CTO Gringgo Febriadi Pratama menceritakan singkat pengalaman mereka mengikuti pertemuan selama lima hari bersama 19 penerima hibah di kota San Francisco.

Gringgo 8

 

Kompleksnya masalah limbah di Indonesia

Di sambutannya, Novrizal Tahar selaku Direktur Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa demi menyelamat-kan Indonesia dari bahaya laten timbunan sampah, pola pikir kita sudah mesti diubah. ‘Membuang sampah pada tempatnya’ bukan lagi jalan keluar yang bisa diandalkan. Masing-masing orang kini harus sadar dan mulai mengidentifikasi limbah yang mereka hasilkan serta menyortir jenis sampah sebelum membuangnya.

Gringgo 4

Tentu saja, prakteknya tidak sesederhana itu. Ada hanyak hal dan situasi yang membuat penanggulangan sampah bertambah pelik. Pertama, kedala datang dari keadaan sosial. Biasanya, masyarakat sangat meremehkan kesejahteraan para petugas pembersih dan pemulung. Pemasukan mereka juga sangat kecil, lalu mayoritas pengumpul sampah datang dari sektor usaha informal tanpa ada sama sekali sistem pendukung yang terintegrasi serta memadai.

Selain itu, sampah berdampak pada faktor ekonomi. Gringgo sebagai organisasi asal Bali melihat langsung bagaimana kotoran-kotoran yang terbawa arus dapat memenuhi pantai. Kondisi ini tentu saja memengaruhi turisme karena pemerintah daerah kadang terpaksa menutup area pantai buat melakukan pembersihan. Kemudian, sampah juga sangat memengaruhi sektor perikanan dan mencemari biota.

Gringgo 2

 

Memulai dari skala kecil

Gagasan di belakang penciptaan Gringgo dicetus pada tahun 2014, waktu itu mengusung tajuk Cash for Trash. Tim punya misi untuk memberi terobosan serta menciptakan dampak positif bagi lingkungan dengan cara membangun solusi perputaran ekonomi yang memprioritaskan masyarakat, planet dan kesehatan. Ketika Gringgo Indonesia Foundation resmi berdiri di 2017, proyek mereka dimulai di desa Sanur Kaja, Denpasar.

CTO Gringgo Febriadi Pratama di presentasinya.

Di tahun 2017, Denpasar memiliki populasi kurang lebih 898 ribu jiwa, dan diisi oleh 43 desa. Dalam setahun, penduduknya menghasilkan sekitar 700 ribu ton sampah, tetapi hanya 333.955 ton yang terkumpul secara benar. Waktu itu, wilayah operasi para pemungut sampah belum merata dan sering kali saling tumpang tindih. Dengan bertambahnya partisipan program, cakupan jadi lebih luas dan peluang satu pekerja kebersihan masuk ke area operasi rekannya jadi lebih kecil.

Berkat sistem garapan Gringgo, Febriadi bilang bahwa para pekerja kebersihan bisa mendapat pemasukan dua hingga tiga kali dari biasanya. Volume sampah yang terkumpul juga bertambah banyak sampai tiga kali lipat, mencapai 350-meter kubik per bulan, dan memperlihatkan kenaikan dari 9- jadi 12-ton tiap bulan. Sistem juga efektif dalam pengumpulan limbah plastik, dari yang tadinya cuma 400kg melesat jadi 5-ton per bulan.

Gringgo 3

Solusi dari Gringgo diharapkan pula mendorong partisipan untuk fokus mengumpulkan jenis sampah yang tidak begitu umum, namun sebetulnya punya nilai tinggi. Satu contohnya adalah popok bekas. Ada material di dalamnya yang bisa didaur ulang dan tak semua orang tahu. Gringgo mencoba agar detail nilai dari limbah ini lebih terekspos, dan para petugas kebersihan juga lebih tahu ke mana mereka harus menyalurkannya.

Gringgo tentu saja punya rencana untuk memperluas jangkauan operasi ke wilayah luar Denpasar. Meski begitu, mereka juga telah menetapkan kriteria: daerah-daerah itu mesti punya karakteristik demografi mirip Denpasar, dengan jumlah penduduk antara 800 ribu sampai 2 juta jiwa.

 

Solusi dari Gringgo

Teknologi pengenalan gambar berbasis kecerdasan buatan merupakan tulang punggung dari platform Gringgo. Tapi untuk bisa beroperasi secara maksimal, ada banyak hal harus terpenuhi. Mungkin Anda sudah tahu mengenai kemitraan Gringgo bersama Datanest, sebuah platform DSaaS penyedia visualisasi data, kecerdasan buatan, prediksi machine learning, serta actionability. Gringgo juga harus lebih dulu mengumpulkan ratusan ribu gambar agar sistem dapat melakukan identifikasi dan mempelajari pola.

Gringgo 9

Saat tersedia luas nanti, solusi Gringgo diharapkan mampu bekerja secara simpel. Pengguna – baik pihak pengumpul sampah atau organisasi/perusahaan – dapat memasukkan foto, video, info GPS, metadata hingga hasil survei. Setelah proses pembersihan dilakukan, engine kecerdasan buatan, machine learning dan platform labelling akan menentukan langkah yang bisa dilakukan selanjutnya. Nantinya, UI akan menampilkan nama barang serta menghitung perkiraan nilai dari semuanya.

Menjawab pertanyaan saya soal di perangkat apa rencananya Gringgo akan mengimplementasikan sistem ini, Febriadi Pratama menjelaskan bahwa timnya masih melangsungkan pengujian di sejumlah hardware berbeda dan belum mengambil keputusan (tim tengah mempertimbangkan smartphone atau kamera. Yang jelas, seluruh data diolah di cloud, jadi prosesnya hampir tidak membebani device. Febriadi juga bilang pengembangan platform saat ini berada di tahap alpha.

AI Data Labeling Startup Datasaur Announces Seed Round from GDP Ventures

Datasaur, a startup for data labeling, has announced their seed round from GDP Venture. The development of this new service was due to the rise of AI. Behind every AI algorithm are thousands of human-labeled training examples. Organizing and labeling such data today is tedious, time-consuming and expensive.

Datasaur develops smart tools to make labeling more productive and efficient. It emphasizes a policy of privacy and data safety – previously, labeling was often outsourced and data could end up in the wrong hands. Based on the announcement by Datasaur’s Founder & CEO, Ivan Lee, the system will use AI-based models and Natural Language Processing (NLP) to proactively suggest labels and save time.

Project management tools are included for organizing data and assuring accuracy. Labels that do not match previous labels or do not make sense contextually will be submitted to another labeler for verification. In the first phase, Datasaur is focused on text-based data. It has plans to expand to audio in the near future.

“We have secured a seed round of funding. Since announcing last week, several investors have reached out and we are keeping the round open for a select few we think would make for good strategic partners,” the Datasaur team said to DailySocial.

Ivan Lee is the CEO and Founder of Datasaur.ai. He graduated with a Computer Science B.S. from Stanford University in 2009. He took a leave of absence from pursuing his Computer Science Master’s degree to co-found Loki Studios with three other Stanford students. After raising institutional funding and building a profitable game, Loki was acquired by Yahoo in 2013.

Ivan went on to participate in Yahoo’s inaugural Associate Product Manager program. He spent two years as a Product Manager defining and re-building mobile search using artificial intelligence. Ivan went on to serve as VP of Product at GoButler, working to define a new genre of virtual personal assistant. He most recently spent two years working on AI Products at Apple.

He currently lives in Silicon Valley. Aside from thinking about technology and its application to products, he enjoys playing Ultimately Frisbee on warm California days.

“Datasaur is co-located in California and Indonesia. We believe Indonesia’s rich tech ecosystem and abundance of data provide excellent opportunities for us to help out growing startups and established companies working on AI. We are very grateful to be partnering with GDP, a well-connected and respected firm. We see ourselves as a global company from the very start, and are happy to democratize access to AI worldwide,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Pengembang Platform Pelabelan Data AI “Datasaur” Dapatkan Pendanaan Awal dari GDP Venture

Startup pengembang platform data labeling Datasaur menerima pendanaan awal (seed round) dari GDP Venture. Pengembangan layanan ini dilatarbelakangi tren kecerdasan buatan (AI) yang terus meningkat. Di balik setiap algoritma AI ada ribuan pelatihan (mesin) yang umumnya berbasis “human-labeled training”. Mengelola dan memberi label data seperti itu adalah pekerjaan yang sangat membosankan, memakan waktu, dan mahal.

Datasaur mengembangkan alat cerdas untuk membantu pemberi label data bekerja secara lebih produktif dan efisien. Termasuk meningkatkan privasi dan keamanan data – sering kali pekerjaan pelabelan data dilakukan secara outsource. Berdasarkan ulasan yang ditulis Founder & CEO Datasaur Ivan Lee, sistem kerjanya menggunakan pemodelan berbasis AI dan didukung Natural Language Processing (NLP), yang secara proaktif menyarankan label.

Label data yang tidak selaras dengan perilaku pemberian tag sebelumnya atau secara kontekstual tidak pada tempatnya akan disorot untuk diverifikasi. Pengelola proyek dapat mengatur setiap data akan diberi label berapa kali, untuk menjamin tingkat akurasi. Di fase awalnya, layanan Datasaur masih berfokus pada masukan data berbasis teks. Ke depan akan memperluas cakupan pada masukan audio juga.

“Kami telah mendapatkan seed round dari GDP Venture. Sejak diumumkan minggu lalu, beberapa investor telah menghubungi kami, dan kami juga masih membuka partisipasi untuk babak pendanaan ini bagi beberapa orang terpilih, yang kami anggap akan menjadi mitra strategis,” ujar tim Datasaur saat dihubungi DailySocial.

Ivan merupakan lulusan ilmu komputer (B.S.) dari Stanford University. Ia memutuskan untuk mengambil cuti studi masternya untuk mendirikan Loki Studio bersama tiga rekan lulusan Standford lainnya. Di tahun 2013, Loki diakuisisi oleh Yahoo. Pasca akuisisi tersebut, Ivan ditunjuk sebagai Associate Product Manager perdana Yahoo.

Di Yahoo salah satu tanggung jawabnya ialah menyempurnakan platform mobile search dengan AI. Selanjutnya Ivan bekerja sebagai VP of Product di GoButler mengembangkan layanan virtual personal asistant. Sempat bekerja juga dua tahun sebagai AI Product di Apple. Saat ini Ivan tinggal di Silicon Valley untuk mengeksplorasi banyak hal mengenai produk aplikasi dan teknologi.

“Bisnis Datasaur berlokasi di California dan Indonesia. Kami percaya ekosistem teknologi di Indonesia dan berlimpahnya data memberikan peluang bagi kami untuk menumbuhkan startup dan perusahaan yang mengembangkan AI. Kami sangat bersyukur bisa bermitra dengan GDP. Kami memandang diri kami sebagai perusahaan global sejak awal muncul dan dengan senang hati akan mendemokratisasikan akses ke AI di seluruh dunia,” lanjutnya.