Google Pixel Buds Versi Baru Akhirnya Adopsi Tren True Wireless Earphone

Bersamaan dengan Pixel 4 dan Pixel 4 XL, Google turut mengungkap versi baru dari earphone wireless-nya, Pixel Buds. Berbeda dari yang dirilis tahun lalu, Pixel Buds kini telah mengadopsi rancangan true wireless dan tidak lagi ‘dinodai’ oleh seuntai pun kabel.

Secara fisik, desainnya sebenarnya masih cukup mirip dengan generasi pertamanya; bulat dan pipih di sisi luar, kemudian ada earpiece yang menonjol di sisi dalam. Yang sedikit berbeda adalah posisi earpiece yang agak turun ke bawah, dan Google juga telah membalut masing-masing ujungnya dengan eartip berbahan silikon.

Juga berbeda adalah semacam tangkai kecil yang menjulang ke atas yang berfungsi untuk menstabilkan posisi perangkat selagi terpasang di telinga. Di sisi bawah masing-masing earpiece, Google sengaja menempatkan sejenis ventilasi kecil agar pengguna masih bisa mendengar suara dari luar meskipun lirih, dengan harapan mereka tetap sadar akan apa saja yang terjadi di sekitarnya.

Google Pixel Buds

Di balik setiap unit earpiece-nya, tertanam driver berdiameter 12 mm serta sepasang mikrofon dengan teknologi noise cancelling. Google juga bilang bahwa Pixel Buds telah dilengkapi voice accelerometer, yang bertugas mendeteksi ucapan pengguna melalui getaran pada tulang rahangnya, sehingga pada akhirnya suara pengguna masih bisa terdengar jelas meski ada suara angin yang menderu, semisal ketika sedang berlari atau bersepeda.

Di samping mengandalkan bantuan Google Assistant, Pixel Buds juga dapat dioperasikan via panel sentuh pada sisi luar masing-masing earpiece-nya. Fitur auto on/off juga tersedia, yang berarti ia bisa memegang kendali sendiri dengan mendeteksi apakah ia sedang terpasang di telinga atau tidak.

Yang cukup mengejutkan, Google mengklaim Pixel Buds punya jarak sambungan Bluetooth yang jauh. Sejauh tiga ruangan yang berbeda kalau indoor, atau malah sejauh satu lapangan sepak bola kalau outdoor. Juga menarik adalah kemampuannya untuk mengatur volume dengan sendirinya berdasarkan ramai-tidaknya kondisi di sekitar.

Google Pixel Buds

Dalam satu kali pengisian, Pixel Buds diyakini mampu beroperasi selama 5 jam nonstop, sedangkan charging case-nya siap menyuplai daya ekstra yang setara dengan 19 jam pemakaian (total 24 jam). Bentuk charging case-nya yang seperti telur ini berbeda dari sebelumnya, dan ia kini dapat di-charge secara wireless, serta diklaim tahan cipratan air seperti Pixel Buds itu sendiri.

Berbeda dari Pixel 4, Google Pixel Buds baru akan dijual mulai tahun depan. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $179, sedangkan pilihan warnanya ada empat – tiga di antaranya sama persis dengan warna Pixel 4.

Sumber: Google.

5 Aplikasi Edit Audio untuk PC, Senjata Pelengkap Para Kreator Konten

Dalam menciptakan video berkualitas, Anda juga butuh audio yang baik. Dan untuk menghasilkan audio yang bagus Anda harus memiliki aplikasi edit audio yang tepat yang terpasang di laptop atau PC.

Nah, berikut ini adalah 5 aplikasi edit audio untuk PC yang bisa Anda pergunakan untuk menghasilkan audio berkualitas tinggi.

MP3 Cutter

Dari namanya saja Anda sudah bisa menebak ini aplikasi untuk apa bukan? Benar sekali, aplikasi ini digunakan untuk memotong audio MP3. Jika Anda pernah mendengarkan audio yang berisi kumpulan lagu yang dipotong-potong, pastilah si pembuat video menggunakan aplikasi ini. Selain itu, software ini bisa digunakan untuk memperkecil ukuran audio, jadi Anda bisa memasangnya sebagai ringtone HP. Anda bisa mendownload aplikasi MP3 Cutter ini di internet.

Adobe Audition

Aplikasi PC yang satu ini ditujukan kepada editor audio yang sudah profesional maupun yang ingin belajar menjadi profesional. Aplikasi ini memiliki banyak sekali fitur karena Adobe terkenal banyak menciptakan aplikasi profesional. Pada pertama kali percobaan Anda tidak akan dikenakan biaya,  namun jika ingin mendapatkan fitur yang lebih lengkap lagi maka Anda harus membayar 300rb/bulan.

Reaper

Reaper ini juga sama seperti Adobe Audition yaitu aplikasi PC yang dikhususkan untuk profesional. Aplikasi ini bahkan memiliki fitur merekam langsung audio ke mono. Selain itu ia juga dapat merekam ke banyak disk pada saat yang sama untuk redunansi data. Walaupun sama-sama aplikasi profesional, Reaper dinilai lebih terjangkau.

Audacity

Aplikasi edit audio dan musik selanjutnya adalah Audacity. Aplikasi ini banyak sekali kegunaannya yaitu memotong dan menambahkan audio serta memperbaiki audio yang rusak. Jadi jika Anda memiliki lagu yang sepertinya sudah rusak, bisa diperbaiki menggunakan aplikasi ini. Selain itu banyak sekali fitu efek yang bisa Anda gunakan. Lebih hebatnya aplikasi ini bisa Anda dapatkan secara gratis tanpa membayar sepeserpun.

Virtual DJ

Anda ingin belajar menjadi DJ? Aplikasi ini sangat cocok untuk Anda. Virtual DJ memang sudah terkenal di kalangan anak remaja dan dewasa sebagai aplikasi edit audio untuk belajar DJ. Untuk mendapatkan aplikasi ini juga mudah, Anda hanya perlu mendownload di situs resminya. Di aplikasi ini Anda bisa mencampurkan berbagai lagu menjadi satu bahkan sampai 99 lagu walaupun tidak dianjurkan sebanyak itu.

Gambar header Pixabay.

Braun Kembali Tekuni Bisnis Audio Lewat Trio Smart Speaker

Sebagian besar dari kita mungkin mengenal Braun sebagai merek gadget rumahan, akan tetapi pabrikan asal Jerman ini sebenarnya membangun reputasinya lewat industri audio, sebelum akhirnya meninggalkan segmen tersebut di tahun 1990. Namun siapa yang menyangka kalau di tahun 2019 ini Braun memutuskan untuk kembali berkiprah di bidang yang membesarkan namanya.

Secara teknis, adalah Pure Audio yang menghidupkan kembali nama Braun di ranah audio. Berbekal lisensi dari Procter & Gamble selaku pemegang merek Braun, tim Pure Audio yang bermarkas di Inggris inilah yang bakal mengembangkan dan memproduksi produk-produk di bawah bendera baru Braun Audio.

Braun LE1 yang menjadi inspirasi / Braun Audio
Braun LE1 yang menjadi inspirasi / Braun Audio

Produk pertama Braun setelah meninggalkan industri audio selama hampir tiga dekade adalah reinkarnasi modern dari salah satu speaker paling tenarnya, Braun LE1 rancangan Dieter Rams. Versi barunya hadir dalam tiga model yang berbeda: LE01, LE02, dan LE03, dengan perbedaan hanya pada ukuran dan kapasitas audionya.

Wujud ketiga speaker ini tetap minimalis dan elegan seperti versi orisinalnya yang dirilis pertama kali di tahun 1959. Sejumlah elemen desain modern tentu sudah diimplementasikan, demikian pula deretan inovasi seputar performa audio dan fitur-fitur pintar macam integrasi Chromecast, dukungan terhadap AirPlay 2 maupun setup multi-room.

Braun Audio LE01 / Braun Audio
Braun Audio LE01 / Braun Audio

Khusus untuk LE01 dan LE02, konsumen dapat menempatkannya dalam orientasi vertikal, lalu menyandingkan dua unit dari masing-masing model untuk menciptakan setup stereo. Sebaliknya, dalam orientasi horizontal, secara default LE01 dan LE02 akan beroperasi sebagai speaker stereo tunggal.

Ketiga speaker ini dilengkapi konektivitas Bluetooth 4.2, akan tetapi tidak ada satu pun yang dapat beroperasi via tenaga baterai. Buat mereka yang memiliki banyak koleksi musik Hi-Res, trio speaker ini siap mengatasi file Hi-Res hingga 24-bit/96kHz.

Braun Audio LE02 / Braun Audio
Braun Audio LE02 / Braun Audio

Sebagai speaker wireless yang eksis di tahun 2019, tiga speaker anyar Braun ini tentunya turut dilengkapi dengan integrasi Google Assistant, lengkap dengan mikrofon noise cancelling yang siap menangkap suara pengguna meski musik tengah diputar cukup keras. Buat yang mementingkan privasi, mikrofonnya dapat dinonaktifkan dengan sekali klik pada salah satu tombol fisiknya.

Rencananya, trio Braun Audio LE Series ini bakal dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang. Harganya dipatok $1.199 untuk LE01, $799 untuk LE02, dan $379 untuk LE03, dengan pilihan warna hitam atau putih pada masing-masing model.

Braun Audio LE03 / Braun Audio
Braun Audio LE03 / Braun Audio

Sumber: What Hi-Fi.

Sonos Perkenalkan Speaker Portable Pertamanya, Move

Sebagai pelopor sistem audio multi-room, pengalaman Sonos di bidang speaker wireless tentunya tidak boleh kita remehkan. Kendati demikian, selama ini pabrikan asal Amerika Serikat tersebut rupanya belum pernah memproduksi speaker portable.

Debut Sonos di ranah portable ditandai oleh Sonos Move. Move pada dasarnya merupakan speaker pertama Sonos yang bisa kita bawa keluar rumah. Di samping Wi-Fi dan dukungan terhadap ratusan layanan streaming, Sonos Move turut dibekali koneksi Bluetooth, meski sayangnya cuma Bluetooth 4.2, bukan Bluetooth 5.0 seperti yang banyak dibicarakan belakangan ini.

Sonos Move

Meski dikategorikan portable, fisik Move rupanya jauh lebih bongsor ketimbang Sonos One, dengan dimensi 240 x 160 x 126 mm, serta bobot yang mencapai angka 3 kilogram. Ini berarti kinerja audio Move semestinya juga lebih baik daripada One, utamanya berkat sebuah tweeter dan mid-woofer yang disokong oleh sepasang amplifier Class-D.

Label portable itu didapat dari baterai terintegrasi yang mampu bertahan hingga 10 jam pemakaian dalam satu kali pengisian, tidak ketinggalan juga sebuah handle di bagian belakang yang menyatu dengan rangka Move. Rangkanya ini pun dirancang supaya weatherproof dengan sertifikasi IP56, sebuah keharusan buat perangkat yang dimaksudkan untuk digunakan di luar rumah.

Urusan charging, Move datang bersama sebuah unit docking yang praktis. Kabar baiknya, unit docking ini bukanlah suatu kewajiban apabila Anda berencana membawa Move bepergian jauh, sebab Move juga bisa di-charge langsung menggunakan kabel USB-C dan adaptor.

Sonos Move

Dari segi fitur pintar, Move banyak mewarisi kakak-kakaknya yang hanya dibekali Wi-Fi. Integrasi Google Assistant sekaligus Amazon Alexa adalah salah satunya, demikian pula fitur Trueplay yang memungkinkan speaker untuk mengadaptasikan kinerja audionya dengan kondisi ruangan. Pada Sonos Move, fitur Trueplay ini bahkan sudah disempurnakan lebih lanjut agar dapat beroperasi secara otomatis.

Rencananya, Sonos Move bakal dipasarkan secara global mulai 24 September mendatang dengan banderol $399. Harga tersebut tergolong tinggi di segmen speaker portable, akan tetapi kita juga tidak boleh lupa dengan fakta bahwa Move tetap merupakan sebuah speaker multi-room. Kebetulan saja ia juga bisa mengandalkan koneksi Bluetooth ketika diperlukan.

Sumber: Sonos dan The Verge.

Jabra Elite 75t Siap Tandingi AirPods dengan Desain yang Ringkas dan Daya Tahan Baterai 7,5 Jam

Apple merilis AirPods generasi kedua bulan Maret lalu, jadi tidak mengherankan apabila pabrikan lain ikut menyusul dengan penawarannya masing-masing. Tidak terkecuali Jabra, yang baru saja memperkenalkan true wireless earphone anyar di ajang IFA 2019.

Dijuluki Elite 75t, ia merupakan penerus langsung dari Elite 65t yang diluncurkan pada awal tahun kemarin. Perubahan yang diusung memang tergolong sedikit, namun tetap cukup signifikan dalam menyempurnakan Elite 65t, yang selama ini kebetulan kerap direkomendasikan banyak reviewer sebagai alternatif terhadap AirPods.

Jabra Elite 75t

Dibanding pendahulunya, ada sedikit revisi pada desain Elite 75t. Bentuknya secara umum masih mirip, akan tetapi dimensinya diklaim menyusut hingga 20 persen, sehingga Jabra yakin Elite 75t semestinya bisa lebih nyaman di lebih banyak variasi bentuk telinga.

Meski ukurannya lebih ringkas, Elite 75t masih mengemas unit driver yang sama persis seperti Elite 65t. Ini berarti kualitas suaranya tidak berubah, atau malah bisa jadi lebih baik karena ia lebih pas di telinga berkat rancangan barunya.

Ruang yang tersedia lebih sempit, tapi ukuran driver-nya tidak berubah. Konsekuensinya, Jabra harus mengatur ulang penempatan antena Bluetooth di dalam Elite 75t. Kendati demikian, mereka mengklaim ini tak akan berpengaruh terlalu banyak terhadap stabilitas koneksi.

Jabra Elite 75t

Namun yang sangat menarik, Elite 75t justru menjanjikan daya tahan baterai yang lebih lama terlepas dari ukurannya yang lebih kecil. Dalam sekali pengisian, ia bisa beroperasi sampai 7,5 jam (Elite 65t cuma 5 jam), sedangkan charging case-nya siap menyuplai daya ekstra yang setara dengan 20,5 jam pemakaian.

Bentuk charging case-nya masih mirip seperti milik Elite 65t, akan tetapi port-nya telah diganti dengan USB-C. Lubang untuk menempatkan earphone-nya sekarang juga telah dibekali magnet untuk mencegah perangkat terjatuh apabila konsumen membuka case-nya dengan tenaga yang berlebihan.

Jabra Elite 75t kabarnya bakal mulai dipasarkan pada pertengahan bulan Oktober nanti seharga $199. Awal tahun depan, Jabra rencananya juga bakal merilis varian baru Elite 75t yang charging case-nya kompatibel dengan wireless charger (satu fitur AirPods generasi kedua yang saat ini belum ada di penawaran terbaru Jabra).

Sumber: The Verge.

 

True Wireless Earphone Terbaru Audio-Technica Punya Daya Tahan Baterai Total 45 Jam

Audio-Technica resmi menjalani debut perdananya di segmen true wireless earphone pada ajang IFA tahun lalu. Tahun ini, mereka kembali memanfaatkan event tahunan di Jerman tersebut untuk menyingkap penawaran terbarunya di ranah true wireless.

Lagi-lagi ada dua produk sekaligus yang diumumkan. Yang pertama adalah ATH-CKS5TW, yang masing-masing unitnya dilengkapi driver 10 mm dan tombol pengoperasian fisik. Dibanding penawaran tahun lalu, desain eartip-nya telah disempurnakan agar lebih bisa mencengkeram telinga sekaligus menyajikan isolasi suara yang cukup.

Audio-Technica ATH-CKS5TW

Namun letak keistimewaannya ada pada daya tahan baterainya. Dalam sekali pengisian, ATH-CKS5TW diyakini mampu beroperasi sampai 15 jam nonstop. Charging case-nya malah lebih fantastis lagi, siap menyuplai tenaga ekstra sampai 30 jam, yang berarti total daya tahan baterainya mencapai angka 45 jam.

Sayangnya keunggulan di sektor baterai ini harus mengorbankan satu fitur yang mungkin dinilai penting untuk sebagian konsumen, yakni dukungan atas Siri maupun Google Assistant. Ya, kalau dukungan atas asisten virtual yang Anda cari, silakan coret perangkat ini dari wish list Anda.

Audio-Technica ATK-CK3TW / Audio-Technica
Audio-Technica ATK-CK3TW / Audio-Technica

Alternatifnya, ada earphone yang kedua, yaitu ATH-CK3TW. Unit driver yang diusungnya memang lebih kecil di angka 5,8 mm, dan ia mengandalkan kontrol sentuh ketimbang tombol fisik. Kendati demikian, dukungan atas Siri dan Google Assistant selalu tersedia bagi yang membutuhkannya.

Itulah mengapa daya tahan baterainya tergolong standar: 6 jam per charge, dengan tambahan 24 jam lagi dari charging case-nya. Meski kesannya biasa-biasa saja, angka-angka ini rupanya masih lebih baik ketimbang dua true wireless earphone yang Audio-Technica rilis tahun lalu.

Audio-Technica ATK-CK3TW

Baik ATH-CKS5TW maupun ATH-CK3TW sama-sama memiliki bodi yang tahan terhadap cipratan air dengan sertifikasi IPX2. Keduanya sama-sama mengandalkan konektivitas Bluetooth 5.0, dan masing-masing charging case-nya juga sudah memanfaatkan sambungan USB-C.

Yang cukup istimewa adalah fitur Auto Power On/Off milik keduanya. Jadi ketika earphone dikeluarkan dari charging case-nya, mereka bakal langsung menyala dengan sendirinya dan langsung tersambung ke ponsel (yang sebelumnya sudah di-pair terlebih dulu). Lalu ketika perangkat kembali ditempatkan ke charging case, mereka juga bakal mematikan dirinya sendiri.

Audio-Technica berencana memasarkan ATH-CKS5TW mulai bulan September ini juga seharga $149, sedangkan ATH-CKS3TW yang dihargai $99 baru akan menyusul di bulan November. Harganya ini jauh lebih terjangkau daripada dua true wireless earphone pertama Audio-Technica.

Sumber: Audio-Technica.

Bang & Olufsen Luncurkan Soundbar Pertamanya, Beosound Stage

Meski sudah dipandang sangat senior di industri perangkat audio, Bang & Olufsen rupanya belum pernah bermain di kategori soundbar. Setelah sekian lama dinanti, pabrikan asal Denmark itu akhirnya menyingkap soundbar perdananya, Beosound Stage.

Sesuai tradisi B&O, Beosound Stage hadir dengan rancangan yang minimalis sekaligus elegan. Proses desainnya dibantu oleh tangan-tangan mahir NORM Architects, melibatkan bentuk-bentuk geometris dan material-material alami. Ada tiga tipe Beosound Stage yang ditawarkan, tergantung dari bahan yang membentuk rangkanya: aluminium, tembaga, atau kayu oak.

Beosound Stage

Dengan wujud balok pipih seberat 8 kg, Beosound Stage dapat dipasangkan ke tembok di bawah TV, atau diletakkan di rak bawah TV. Terdapat sejumlah tombol pengoperasian di sisi ujungnya sebagai alternatif dari aplikasi smartphone maupun remote TV. Ya, Beosound Stage mengandalkan sambungan HDMI ARC, sehingga ia bisa dioperasikan memakai remote bawaan TV.

Konektivitas lainnya mencakup Bluetooth dan Wi-Fi, integrasi Chromecast, serta dukungan atas AirPlay 2. Setup multi-room juga menjadi salah satu keunggulan Beosound Stage, dan ia memang dirancang agar tetap bisa beroperasi sebagai perangkat audio biasa meski TV yang tersambung sedang tidak menyala.

Beosound Stage

Namun jangan sekali-kali tertipu oleh penampilan simpelnya, sebab performanya terkesan sangat mumpuni di atas kertas. Total ada 11 unit driver yang tertanam, masing-masing disokong oleh amplifier berdaya 50 watt.

Dari 11 driver tersebut, empat di antaranya merupakan woofer berdiameter 4 inci, empat lainnya mid-range driver 1,5 inci, dan tiga sisanya adalah tweeter 3/4 inci. Menurut B&O, konfigurasi seperti ini diyakini juga membantu memaksimalkan sensasi 3D audio, dan ini penting mengingat Beosound Stage kompatibel dengan Dolby Atmos.

Rencananya, Beosound Stage bakal dipasarkan mulai akhir musim semi tahun ini. B&O mematok harga $1.750 untuk varian dengan rangka aluminium atau tembaga, sedangkan yang berangka kayu dihargai lebih mahal di angka $2.600.

Sumber: Engadget.

Smart Speaker Sudah, Bose Kini Luncurkan Portable Smart Speaker

Bose sejauh ini sudah merilis dua smart speaker, yakni Home Speaker 500 dan Home Speaker 300. Keduanya sama-sama mengusung integrasi Alexa dan Google Assistant sekaligus, tapi tidak ada satu pun yang bersifat portable, alias dilengkapi unit baterainya sendiri dan dapat dioperasikan tanpa harus menancap ke sambungan listrik.

Celah tersebut akhirnya sudah diisi oleh Bose Portable Home Speaker, yang baru saja datang sembari membawa baterai berkapasitas 12 jam pemakaian. Sebagai produk yang portable, tentu saja ia memiliki gagang untuk dibawa-bawa, dan sekujur bodinya diklaim tahan air dengan sertifikasi IPX4.

Dalam tubuh seberat 0,9 kilogram-nya, tertanam sebuah driver aktif, tiga radiator pasif, dan sebuah deflector untuk mendongkrak respon bass-nya, mengingat speaker kecil umumnya dinilai kurang membahana. Bentuknya yang silindris mengindikasikan bahwa speaker ini siap mendistribusikan suara ke seluruh sisi alias 360 derajat.

Bose Portable Home Speaker

Seperti yang saya bilang, integrasi Alexa dan Google Assistant merupakan fitur unggulan dari speaker ini, yang berarti interaksi dengan kedua asisten virtual tersebut dapat dilangsungkan tanpa smartphone sebagai perantaranya. Tombol “mic-off” turut tersedia bagi konsumen yang sangat menjaga privasinya.

Terkait konektivitas, Wi-Fi dan Bluetooth sudah pasti tersedia, akan tetapi speaker berdimensi 19 x 10 cm juga dibekali kompatibilitas dengan AirPlay 2 maupun Spotify Connect. Baterai berdaya tahan 12 jam itu mengandalkan USB-C untuk charging.

Bose berencana memasarkan Portable Home Speaker mulai 19 September mendatang seharga $349. Pilihan warna yang tersedia cuma dua seperti pada gambar.

Sumber: Engadget dan Bose.

Sennheiser Jalani Debut Perdananya di Bidang Otomotif dengan Membawa Konsep Immersive Audio

Tidak seperti Bowers & Wilkins, Bang & Olufsen, maupun dedengkot audio lainnya, Sennheiser selama ini belum pernah mengaplikasikan teknologinya ke sektor otomotif. Bukan berarti pabrikan asal Jerman itu tidak tertarik, namun mereka rupanya memiliki visi yang sedikit berbeda. Berbeda karena mereka ingin memberikan suatu suguhan yang benar-benar baru di dunia otomotif.

Suguhan yang dimaksud adalah 3D audio, atau yang dikenal juga dengan istilah immersive audio. Seperti yang kita tahu, beberapa tahun terakhir ini Sennheiser sibuk mengembangkan platform teknologi bernama Ambeo yang menitikberatkan pada penyajian immersive audio.

Puncaknya, awal tahun ini Sennheiser menyingkap Ambeo Soundbar, yang diyakini sanggup menggantikan peran set home theater dalam menyajikan immersive audio, tanpa harus meminta bantuan dari perangkat lain seperti subwoofer. Berhubung teknologinya sudah cukup matang, Sennheiser kini berniat memperkenalkan Ambeo ke industri otomotif.

Klien pertama mereka adalah Karma Automotive, produsen mobil elektrik yang dulunya mengusung nama Fisker Automotive. Kolaborasi antara kedua pihak ini melahirkan sound system Ambeo untuk Karma Revero GT.

Berdasarkan penjelasan Sennheiser, sistem ini melibatkan sejumlah speaker multi-channel yang disusun menjadi dua lapis, serta dibantu oleh sebuah subwoofer. Agar semakin maksimal, sandaran kepala pada kursi mobil juga tidak lupa diintegrasikan dengan deretan speaker ini.

Contoh interface mobil sound system Sennheiser Ambeo / Sennheiser
Contoh interface sound system Sennheiser Ambeo pada layar dashboard mobil / Sennheiser

Menariknya, kadar immersive dari audio yang disuguhkan rupanya juga bebas diatur oleh konsumen melalui layar dashboard. Bahkan titik pusat suaranya pun juga bisa disesuaikan dengan keinginan. Sennheiser tak lupa menambahkan bahwa ini berlaku untuk sumber audio apapun, sebab Ambeo telah dilengkapi algoritma yang sanggup mengonversi format audio standar menjadi 3D audio.

Itu tadi soal output, dan ternyata sound system Ambeo juga meliputi input sekaligus. Berbekal deretan mikrofon berteknologi beam-forming, sistem ini juga dirancang untuk mewujudkan percakapan telepon via mobil yang lebih jernih dari biasanya, sebab teknologi beam-forming itu mampu memfokuskan mikrofon ke pembicara yang aktif.

Di saat yang sama, suara angin, suara mesin, atau suara gesekan ban juga akan dianulir oleh sistem ini. Lebih menarik lagi, berkat kemampuan menentukan titik pusat audio itu tadi, penumpang lainnya tak harus terganggu oleh percakapan telepon dan tetap bisa menikmati alunan musik yang tengah diputar.

Apa yang ditawarkan Sennheiser ini, khususnya seputar positional audio itu tadi, sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh pabrikan lain, Harman misalnya. Kendati demikian, karya Sennheiser ini terkesan lebih lengkap karena juga melibatkan immersive audio dan yang pada dasarnya merupakan teknologi noise cancelling untuk bercakap-cakap di dalam mobil.

Sumber: Sennheiser.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

Selain membantu mengurangi nouse di file audio hasil rekaman, Audacity juga punya kemampuan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas audio sehingga suara yang dihasilkan terdengar lebih solid dan jernih.

  • Jalankan Audacity di komputer Anda.
  • Kemudian klik File – Open atau tekan tombol CTRL + O.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

  • Setelah audio masuk ke dalam timeline, sekarang klik dan tekan CTRL + A untuk menandai semua grafik.
  • Lalu klik Effect – Equalization.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

  • Maka akan muncul jendela popup seperti ini. Di panel Select Curve, pilih opsi Bass Boost lalu klik OK.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

  • Ulangi step kedua di atas, tandai semua grafis kemudian klik Effect – Equalization.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

  • Sekarang, di bagian Select Curve pilih opsi Treble Boost dan klik OK.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

  • Permintaan Anda sedang diproses, ditandai dengan jendela popup seperti ini.

Cara Meningkatkan Kualitas Audio dengan Audacity

Selesai, sekarang silahkan putar dan dengarkan perbedaannya.

Gambar header Pixabay.