Kick off in 2019, Prasetia Dwidharma Pours Investment to Startups from Singapore and Malaysia

Starting of 2019, the local investor Prasetia Dwidharma participated in two startup funding. First, the series A funding for Pixibo, a Singapore-based startup focused on developing “customer experience” platform for fashion e-commerce.

Today (1/17), Malaysia-based B2B marketplace platform, Dropee, announces seed funding led by Vynn Capital. Prasetia Dwidharma also participate in this round worth of Rp4.8 billion.

Prasetia Dwidharma is a venture capital founded in 2008 by Arya Setiadharma and Ardi Setiadharma. Both are known to run contractor companies in the telecommunications infrastructure.

The Jakarta-based venture capital started their investment in digital startup per 2013, focused on Southeast Asia’s market – although some startups aren’t. They claim to have more than 60 startup portfolios, some local startups invested on include, HipCar, Pomona, Nodeflux, Ride Jakarta, and Ekrut.

Post Funding, Pixibo plans to uses additional funding for product development and partnership expansion. In the funding release announced a partnership with Indonesian sportswear retailers, MAP Active. Both are to collaborate in delivering footwear product recommendation platform for sport.

Pixibo products for fashion commerce
Pixibo products for fashion commerce

Dropee aims to expand the market to make more SMEs using its digital procurement. Expansion is to be focused on domestic and regional area. What’s interesting is their main focus to provide services for SMEs in rural areas.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Awali 2019, Prasetia Dwidharma Kucurkan Investasi untuk Startup Asal Singapura dan Malaysia

Mengawali tahun 2019, investor lokal Prasetia Dwidharma berpartisipasi dalam pendanaan dua startup. Pertama pada pendanaan seri A untuk Pixibo, startup asal Singapura yang fokus kembangkan platform “customer experience” untuk e-commerce di bidang fesyen.

Sementara hari ini (17/1), platform B2B marketplace asal Malaysia, Dropee, mengumumkan putaran pendanaan awal (seed round) yang dipimpin Vynn Capital. Prasetia Dwidharma turut terlibat dalam pendanaan yang bernilai Rp4,8 miliar tersebut.

Prasetia Dwidharma merupakan venture capital yang didirikan pada tahun 2008 oleh Arya Setiadharma dan Ardi Setiadharma. Keduanya dikenal menjalankan perusahaan kontraktor di bidang infrastruktur telekomunikasi.

Pemodal ventura berbasis di Jakarta ini memulai investasi di startup digital per 2013, fokusnya di pasar Asia Tenggara — kendati ada beberapa startup di luar Asia Tenggara yang turut diberi pendanaan. Pihaknya mengklaim telah memiliki lebih dari 60 portofolio startup, beberapa startup lokal yang diinvestasi termasuk HipCar, Pomona, Nodeflux, Ride Jakarta, dan Ekrut.

Untuk Pixibo, pasca pendanaan, pihaknya berencana menggunakan tambahan modal untuk pengembangan produk dan perluasan kemitraan. Salah satu kemitraan yang turut diumumkan dalam rilis pendanaan ialah bersama peritel pakaian olahraga Indonesia, MAP Active. keduanya akan berkolaborasi melahirkan platform rekomendasi produk alas kaki untuk berolahraga.

Pixibo
Produk yang disajikan Pixibo untuk fashion commerce

Dropee berambisi melakukan ekspansi pasar untuk menyasar lebih banyak UKM yang memanfaatkan layanan pengadaan digital miliknya. Ekspansi akan difokuskan untuk wilayah domestik dan regional. Yang menarik, salah satu fokus utama mereka menghadirkan layanan untuk UKM di wilayah rural.

Layanan Stoqo Mudahkan Pebisnis Kuliner Belanja Bahan Baku

Stoqo merupakan online supplier yang menyediakan berbagai kebutuhan bisnis kuliner. Mereka menjembatani distributor berbagai bahan baku –seperti minyak goreng, kopi, tepung dll—di satu platform. Selain itu, untuk beberapa bahan makanan seperti sayuran dan daging segar, pengguna turut dihubungkan dengan penjual dari pasar. Target utama Stoqo adalah pemilik restoran, kafe, katering dan usaha kuliner rumahan.

Guna memaksimalkan operasional di tahun ini, akhir Desember 2018 lalu Stoqo dikabarkan baru mendapatkan suntikan pendaan seri A dari Monk’s Hill Partners dan Accel Partners India. Belum diinformasikan mengenai detail dan nominal pendanaan. Sebelumnya Stoqo juga menjadi satu dari sembilan startup yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program akselerasi Alibaba eFounders Fellowship di Hangzhou.

Aswin Andrison (Co-founder dan CEO Stoqo) memulai Stoqo dari bisnis jualan beras di Cipinang. Waktu itu ia harus mengantarkan pesanan langsung ke masing-masing pelanggan. Digitalisasi model bisnis, membuat Stoqo kini miliki lebih dari 2500 jenis produk  yang biasa dibutuhkan bisnis kuliner. Stoqo miliki visi: “memberdayakan yang kurang terlayani untuk bekerja demi kehidupan yang lebih baik.”

“Yang sudah banyak pemainnya itu e-commerce untuk segmen B2C. Untuk segmen B2B terutama dalam hal pemenuhan bahan pokok untuk bisnis kuliner, Stoqo adalah perintis,” ujar Aswin dalam sebuah wawancara dengan SWA.

Stoqo memberikan layanan pengiriman pesanan selama 6 hari dalam seminggu. Pengiriman dilakukan paling cepat hari esok, untuk tiap pemesanan yang masuk sebelum jam 2 siang. Dengan memesan lebih dari Rp300.000, Stoqo menggratiskan biaya kirim, hal ini untuk memberikan nilai lebih pasalnya pengusaha kuliner cukup “peka” dengan biaya seperti ini.

Pengguna juga tidak harus melakukan pembayaran di muka, bisa juga dibayar ketika barang diterima. Saat ini Stoqo baru melayani pelanggan di seputar Jakarta,  Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Sebagai sebuah B2B commerce, Stoqo turut membuka peluang kemitraan untuk supplier produk bahan baku kuliner. Guna memberikan efisiensi pada proses logistik, menjelang akhir tahun lalu Stoqo meresmikan STOQOHub pertamanya di wilayah Pasar Rebo. STOQOHub merupakan rumah penyimpanan bahan baku dari supplier sebelum dikirimkan ke konsumen.

“Sesuai dengan namanya, STOQOHub #1 mencerminkan jantung atau pusat kegiatan operasional STOQO yang dapat memudahkan tim Operasional dan Customer Experience untuk melayani kebutuhan para pelanggan,” ujar Aswin.

Founder Stoqo
Co-founder Stoqo, Angky William and Aswin Andrison / Alpha JWC Ventures

Selain Aswin, Stoqo didirikan oleh seorang co-founder lain yang juga menjadi CTO, yakni Angky William. Sebelum di Stoqo, Aswin bekerja sebagai konsultan di McKinsey, sementara Angky software engineer di Amazon.

Menurut Aswin, pengadaan bahan baku untuk UKM yang bergerak di bidang kuliner cukup menantang. Dengan manajemen yang tepat dan efisiensi, bisa menumbuhkan 40-60% keuntungan. Namun jika terjadi kesalahan, bisa saja membuat bisnis tersebut bangkrut, cukup rentan. Apa yang dilakukan Stoqo ialah memanfaatkan teknologi untuk menjadi pelaku UKM lebih produktif, mendorong untuk optimasi bisnis dan inovasi produk.

Application Information Will Show Up Here

IPO is Postponed, Bhinneka Aims for Series C Funding This Year

Bhinneka is preparing Series C funding to support business development in B2B segment. It’s to be finalized in the middle of this year.

Hendrik Tio, Bhinneka’s CEO and Founder avoid to mention the funds needed in this round. He said the funds will be used to support the whole business growth, especially in the B2B segment, not only the IT.

He considers B2B segment to have better prospect in the future, it means an opportunity for Bhinneka to win this segment.

“We’ll keep doing it [external funding]. Hopefully, to make another one this year, [now] on progress. The final, should be in the first semester [this year],” he said, Tuesday (1/8).

In Bhinneka’s business plan, they’re building an integrated system to connect all of Bhinneka’s core business from upstream to downstream. It’s a part of company’s big plan to put omni channel strategy first.

He gave an example when a consumer cancelled a transaction at Bhinneka for some reasons. Data will be stored in a system to support their transaction in the nearest outlets by adding interesting gimmicks.

“It’s why we keep using offline and online strategy, not only one sided, because the multi channel supports our whole strategy. The key is to stay consistent and innovative in developing technology.”

The company has also completed the Bhinneka app with better UI / UX to adjust to the target consumers. This app is made for B2C market.

He commented on the same occasion related to Bhinneka’s plan for IPO. He said this year was not the right moment to make a corporate action considering the political situation, it had to be postponed for the next two to three years.

In fact, based on company’s readiness, he claimed to have met all the requirements by IDX long time ago. The company has tried to register and get approval.

“We actually have passed the trial and ready to go ublic. However, we’re waiting for the moment, due to this year’s political condition, it’s not the right time, maybe two to three years later.”

Bhinneka business accomplishment

In 2018, Bhinneka claimed an increased revenue by 40% in the past five years. It’s B2G segment contribution with nearly 50% percentage, followed by B2B (30%) and other from B2C (20%).

In terms of online and offline sales, B2C segment only, is quite equal at 10% for each channel.

“This year, it [revenue] should’ve at least same with last year, at 40%.”

In order to support the omni channel strategy, Bhinneka will continue to open new offline outlets, not as massive as others. The plan is to add five more outlets in Bandung, Yogyakarta, and Jakarta.

Bhinneka currently has eight outlets, seven are located in Jakarta, and the rest is in Surabaya. Including 33 representative offices in all provinces in Indonesia to handle B2B and B2G segments.

Bhinneka has partnered with 3 thousand brands, more than 9 thousand supplier vendors, and 40 thousand consumers from B2B and B2G segments.

Since it was founded in 1993, Bhinneka’s business started from Digital Printing Solution. In 1995, it expanded to IT product sales, and four years later they entered e-commerce industry with Bhinneka.com site.

In 2001, they try to enter offline business as the company’s mission to gain consumer’s trust. B2B segment is started to be in demand 10 years later, by releasing Bhinneka Business.

B2G segment was started a year later, and officially operating in 2015 through e-procurement and e-catalog launching. Within the same year, Bhinneka’s revenue has reached Rp1 trillion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Tunda IPO, Bhinneka Rencanakan Pendanaan Seri C Tahun Ini

Bhinneka tengah mempersiapkan pendanaan seri C untuk dukung percepatan bisnis, terutama di segmen B2B. Pendanaan ini ditargetkan akan rampung pada pertengahan tahun ini.

CEO dan Founder Bhinneka Hendrik Tio enggan menuturkan kebutuhan dana yang dibidik Bhinneka untuk putaran kali ini. Menurutnya dana tersebut nantinya akan dipakai untuk mendukung pertumbuhan bisnis Bhinneka secara keseluruhan, terutama di segmen B2B dan tidak hanya untuk TI saja.

Hendrik menilai segmen B2B memiliki prospek yang cukup baik ke depannya, sehingga ada peluang buat Bhinneka seriusi agar menjadi pemenang di segmen tersebut.

“Kami terus melakukan itu [pendanaan eksternal]. Mudah-mudahan tahun ini akan dapat lagi, [sekarang] sudah proses. Final-nya mungkin semester pertama [tahun ini] sudah selesai,” terangnya, Selasa (8/1).

Dalam pipeline rencana bisnis Bhinneka, perusahaan tengah membangun sistem terintegrasi yang bisa menghubungkan semua inti bisnis Bhinneka dari hulu ke hilir. Sistem ini merupakan bagian dari rencana besar perusahaan yang ingin mengedepankan strategi omni channel.

Dia memberi contoh, saat konsumen tidak jadi bertransaksi di Bhinneka karena berbagai hal. Datanya akan tersimpan dalam sistem yang bakal dimanfaatkan untuk dorong mereka bertransaksi di gerai Bhinneka terdekat lokasi dengan menyertakan gimmick yang menarik.

“Makanya kami tetap mengedepankan strategi online dan offline, tidak hanya di salah satu sisi saja sebab multi channel ini mendukung seluruh strategi kami. Untuk itu kuncinya adalah konsisten dan terus inovatif dalam mengembangkan teknologi.”

Perusahaan juga tengah menyempurnakan aplikasi Bhinneka dengan tampilan UI/UX yang lebih matang demi menyesuaikan dengan target konsumen. Aplikasi ini dikhususkan untuk pasar B2C.

Dalam kesempatan yang sama, Hendrik juga mengomentari rencana Bhinneka terkait IPO. Dia bilang tahun ini bukan momentum yang tepat untuk melaksanakan aksi korporasi tersebut karena sudah masuk tahun politik, sehingga harus ditunda sampai dua sampai tiga tahun mendatang.

Padahal, berdasarkan kesiapan perusahaan dia mengaku sudah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah sejak lama. Bahkan perusahaan sudah mencoba untuk mendaftarkan diri dan mendapatkan persetujuan.

“Jadi sebenarnya kita sudah lolos uji coba dan sudah sangat siap untuk go public. Tapi kita sedang menunggu momentum ya karena kalau tahun ini masih tahun politik sehingga bukan waktu yang tepat, mungkin dua sampai tiga tahun ke depan.”

Pencapaian bisnis Bhinneka

Pada tahun 2018, Bhinneka mengklaim revenue rata-rata naik hingga 40% sejak lima tahun belakangan. Kenaikan ini dikontribusikan dari segmen B2G dengan persentase hampir 50%, kemudian diikuti segmen B2B (30%) dan sisanya dari B2C (20%).

Dilihat dari penjualan secara online dan offline, untuk segmen B2C saja, disebutkan cukup seimbang sebesar 10% untuk masing-masing kanal.

“Tahun ini ditargetkan [revenue] minimal bisa mengimbangi dari tahun lalu yang mencapai 40%.”

Untuk dukung strategi omni channel, Bhinneka akan terus membuka gerai offline baru meski tidak masif seperti peritel kebanyakan. Rencananya ada lima tambahan gerai yang bakal terletak di Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta.

Adapun saat ini Bhinneka memiliki delapan gerai, tujuh di antaranya ada di Jakarta dan sisanya di Surabaya. Juga 33 kantor representatif di seluruh provinsi di Indonesia untuk melayani segmen B2B dan B2G.

Bhinneka telah bermitra dengan 3 ribu brand, lebih dari 9 ribu vendor penyuplai, dan 40 ribu konsumen dari segmen B2B dan B2G.

Sejak pertama kali hadir di tahun 1993, awal mula bisnis Bhinneka dimulai dari Bhinneka Digital Printing Solution. Lalu tahun 1995 merambah ke penjualan produk TI dan empat tahun kemudian masuk ke ranah e-commerce dengan situs Bhinneka.com.

Pada 2001 mulai mencoba masuk ke gerai offline sebagai langkah perusahaan dalam menambah unsur kepercayaan buat para konsumen. Segmen B2B akhirnya mulai dilirik pada 10 tahun kemudian, dengan merilis Bhinneka Bisnis.

Segmen B2G dirintis setahun kemudian, namun baru resmi pada 2015 lewat peluncuran e-katalog dan e-procurement. Pada tahun yang sama, revenue Bhinneka tembus Rp1 triliun.

Application Information Will Show Up Here

FixcoMart Hadirkan Layanan E-commerce untuk Peralatan Perkakas Teknik dan Industri

Pesatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia dan kemajuan di bidang otomotif menyebabkan kebutuhan akan peralatan perkakas teknik dan industri yang sangat tinggi setiap tahunnya. Selain itu, banyaknya kebutuhan dari sisi perusahaan, yakni sistem pembelian oleh purchasing, approval dari atasan, riwayat pembelian, dan harga yang transparan, menjadikan alasan yang kuat FixcoMart, layanan e-commerce khusus untuk produk-produk MRO/perkakas seperti handtools, powertools, lubricant, mesin, otomotif, safety, bangunan didirikan.

“Diharapkan kehadiran FixcoMart sebagai layanan lengkap untuk perusahaan dan kalangan individual, bisa menjawab kebutuhan akan pasar yang sangat luas terutama dalam bisnis online serta transparansi purchasing di perusahaan,” kata Managing Director FixcoMart Iwan Kesuma Kepada DailySocial.

Dalam kesempatan ini, FixcoMart mengumumkan perolehan pendanaan Seri A yang diklaim senilai 7 digit (dalam US$). Tidak disebutkan siapa investor yang terlibat dalam pendanaan kali ini, namun dana segar yang diperoleh akan digunakan untuk mengembangkan bisnis, memperluas jaringan mitra ke seluruh pelosok Indonesia, menambah pegawai dan memperkuat sistem di situs perusahaan.

“Kami juga berencana akan membuat aplikasi mobile, serta penggunaan gedung baru yang lebih luas. Selain itu, tidak menutup kemungkinan Fixcomart akan memperluas kategori barang selain bidang yang ada saat ini,” kata Iwan.

Saat ini FixcoMart telah memiliki ribuan pengguna aktif yang diklaim jumlah tersebut terus bertambah. Terkait dengan mitra, FixcoMart telah menjangkau mitra di seluruh Indonesia serta memiliki kerjasama telah dijalin sebelumnya.

Cara mudah pembelian produk di FixcoMart

Pengguna bisa langsung melakukan pembelian melalui FixcoMart jika barang memang ready stock. Jika barang belum tersedia, pengguna dapat membuat quotation pada fitur request for quotation. Jika pengguna merupakan konsumen korporasi, mereka dapat memanfaatkan fitur-fitur seperti approval oleh atasan, deposit uang dan riwayat pembelian (transaction history) saat bertransaksi di FixcoMart.

“Setelah pembayaran dilakukan, produk-produk yang dipesan akan dikirimkan melalui jaringan ekspedisi yang ada ke seluruh Indonesia bahkan keluar negeri dengan packaging yang rapi serta aman,” kata Iwan.

Untuk proses pengiriman barang dengan kelengkapan, Fixcomart didukung oleh ekspedisi dari JNE, TIKI, J&T, Wahana, Pos Indonesia, Deliveree, Ninja Express, Go-Send, Grab Express, REX, RPX, Fedex, dan DHL.

“Dalam hal pembayaran FixcoMart juga menawarkan pilihan pembayaran seperti, transfer bank, cicilan 0%, cicilan tanpa kartu kredit, kartu kredit. Kedepannya pengguna juga dapat melakukan pembayaran melalui minimarket, GO-PAY, OVO, dan lainnya.

Iwan melanjutkan, FixcoMart juga tersedia di berbagai marketplace di Indonesia untuk memudahkan pembeli terutama end users. Di antaranya adalah Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Lazada, Elevenia, Blanja. Sementara itu strategi monetisasi yang dilakukan berupa penjualan produk, kemitraan yang saling menguntungkan, dan juga beriklan di situs serta media sosial.

Target FixcoMart

Sebagai layanan e-commerce spesialis produk perkakas dan teknik untuk industri hingga individu, FixcoMart masih memiliki target yang ingin dicapai. Di antaranya adalah, menghadirkan varian kategori produk lainnya dan memperluas jangkauan kebutuhan akan pasar di Indonesia.

“FixcoMart akan menjadi layanan e-commerce spesialis teknik terdepan dan terbesar di Indonesia dengan market B2C (individu) dan B2B (korporasi) yang terus dipercaya banyak end users maupun perusahaan-perusahaan untuk berbelanja kebutuhan mereka,” tutup Iwan.

Tahun Ini Layanan E-Commerce Perkakasku Fokus untuk Pasar B2B dan B2G

Perkakasku sudah mulai berbisnis sejak tahun 2007. Berawal dari sebuah toko perkakas di daerah Bandung, Perkakasku menjelma menjadi sebuah situs e-commerce yang melayani pembelian secara online. Kini di tahun 2018 Perkakasku mencoba lebih fokus untuk segmen business to business (B2B) dan business to goverment (B2G). Perkakasku menjalankan kegiatan operasionalnya di Bandung, mulai dari stock gudang, proses pengiriman, hingga quality control.

“Semua pengiriman barang dilakukan dari Bandung. Kami mempunyai stok di gudang sendiri di Bandung, sehingga untuk memproses pesanan kami juga lakukan di tempat yang sama. Mulai dari menerima pesanan, QC (quality control) produk, proses pengemasan yang dilakukan oleh tim packing, QC pengemasan,” terang Promotions and Partnership Staff Perkakasku Raisha Khairunnisa.

Perkakasku mencoba terus konsisten menjalankan bisnis mereka dengan tetap menawarkan perkakas-perkakas yang dibutuhkan dengan kategori bervariatif, mulai dari power tools, hand tools, sparepart tools, engine, cleaning tools, home appliances, hingga kitchen appliances. 

Perkakasku juga menyediakan layanan purna jual, berbagai pemilihan kurir ekspedisi untuk pengiriman, metode pembayaran yang lengkap dan stok di gudang pribadi sehingga memudahkan untuk kontrol kualitas dan pengirman.

Mengenai fitur, selain fitur standar e-commerce Perkakasku menyediakan fitur rekomendasi sehingga memudahkan pengunjung saat mencari aksesoris atau sparepart yang kompatibel dengan produk yang dibuka. Perkakasku juga menyediakan blog yang berisikan review-review berbagai produk yang ada.

Raisha lebih jauh menjelaskan, di tahun 2018 Perkakasku mencoba lebih fokus pada sektor B2B dan B2G. Untuk B2B Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mempermudah permohonan quotation di sistem Perkakasku dan terhubung langsung dengan pihak sales.

Sementara untuk B2G Perkakasku sangat fokus pada pemeliharaan toko mereka yang terdaftar di e-catalogue LKPP dengan terus melengkapi produk dan ketersediaan stok.

“Strategi kami untuk B2B, kami memiliki sales khusus untuk menjemput bola ke berabgai perusahaan khususnya di wilayah Bandung dan sekitarnya. Selain itu juga kami berusaha terus untuk melengkapi varian produk perkakas karena permintaan dari perusahaan-perusahaan sangatlah beragam,” tutupnya Raisha.

Laporan DailySocial: Lanskap B2B E-commerce di Indonesia

E-commerce menjadi salah satu segmen bisnis digital yang telah terbukti tumbuh subur di Indonesia. Model bisnis yang populer diterapkan ialah B2C (Business-to-Consumer) dan C2C (Consumer-to-Consumer). Sesungguhnya ada potensi lain yang dapat digarap dengan platform e-commerce, yakni B2B (Business-to-Business), menyasar korporasi, UKM, dan pelaku usaha lainnya. Untuk menjangkau pangsa pasar bisnis, dibutuhkan banyak improvisasi di sisi layanan, salah satunya menerapkan e-procurement. Sejauh ini sudah ada beberapa pemain B2B commerce yang mencoba menggarap pasar Indonesia. Mereka beradu tangkas memperebutkan potensi pasar B2B yang masih tergolong “hijau”.

Untuk melihat sejauh mana pangsa pasar B2B commerce di Indonesia dan menelusuri pemahaman masyarakat tentang ketersediaan platform tersebut, DailySocial mencoba melakukan riset untuk topik terkait. Riset ini fokus mendalami kondisi pasar yang ada dan karakteristik platform B2B commerce yang sudah beroperasi di Indonesia.

Dalam laporan ini, DailySocial jmenyertakan hasil survei yang digagas bersama Jakpat Mobile Survey Platform, mengobservasi pemahaman responden tentang platform B2B commerce.

Beberapa poin yang dibahas dalam laporan ini:

  1. Potensi pangsa pasar B2B di Indonesia, melihat tren pertumbuhan global.
  2. Pemahaman masyarakat tentang B2B commerce.
  3. Karakteristik dan ragam fitur B2B commerce yang telah beroperasi.

Untuk pemaparan yang lebih detail, silakan unduh laporan riset bertajuk “A Study of B2B Commerce Services in Indonesia 2018″ secara gratis di sini.

Bizzy Konfirmasi Perolehan Pendanaan Pra-Seri B Senilai 115 Miliar Rupiah

Pengembang layanan e-commerce B2B Bizzy mengonfirmasi perolehan pendanaan Pra-Seri B senilai $8 juta (setara sekitar 115 miliar Rupiah), yang pertama kali dikabarkan DealStreetAsia. Pendanaan tersebut dipimpin Sinar Mas Digital Ventures (SMDV) dan beberapa investor baru dari vertikal industri berbeda — detailnya masih enggan diungkapkan pihak Bizzy.

Rencananya dana yang diperoleh akan dialokasikan untuk perekrutan talenta guna mendukung pengembangan solusi B2B yang terintegrasi dari hulu ke hilir, yakni berupa platform e-marketplace, e-procurement, e-distribution dan e-logistics.

“Pendanaan ini mampu menunjukkan besarnya ketertarikan investor yang berasal dari berbagai sektor terhadap platform yang sedang kami bangun. Dengan pengalaman dan dukungan mereka di sektor bisnis perkebunan, manufaktur, finansial, pertambangan, properti, dan teknologi, kami lebih percaya diri menghadirkan teknologi B2B multi-sektor dari hulu ke hilir,” ujar Co-Founder & CTO Bizzy Norman Sasono kepada DailySocial.

Seiring perkembangan yang ada, Bizzy mengaku menyadari untuk menjalankan model bisnis B2B tidak cukup dengan sekadar e-commerce. Sehingga dalam satu tahun terakhir, Bizzy lebih banyak fokus melakukan pengembangan platform agar bisa menjadi solusi menyeluruh bagi pelanggannya.

Norman juga menceritakan, timnya baru saja selesai melakukan perombakan besar pada platform Bizzy dari sisi teknologi untuk bisa menunjang fitur yang lebih luas dari sebelumnya.

“Sekarang platform Bizzy mendukung business model kuasi-ritel dan juga marketplace, lengkap dengan e-procurement, serta integrasi dengan ERP dan sistem e-procurement internal untuk customer skala enterprise. Ke depannya platform Bizzy juga akan mendukung banyak aspek lain yang lebih luas di dunia B2B selain e-commerce,” lanjut Norman.

Kemampuan integrasi dengan ERP internal yang dimiliki perusahaan menjadi salah satu keunggulan yang menarik. Norman menceritakan, integrasi yang ditawarkan Bizzy menggunakan protokol khusus yang memang telah disepakati oleh industri e-commerce, e-distribution, dan e-logistics di dunia, sebuah protokol yang lebih spesifik dari sekedar Web API pada umumnya.

Dari sisi bisnis disampaikan, Bizzy akan memperkuat jaringan vendor lokal di kota-kota utama di Indonesia seperti Banjarmasin, Pekanbaru, Palembang, Pontianak, Surabaya, hingga Medan. Kemudian juga akan mengundang perusahaan kelas korporasi dan menengah dalam vertikal yang didukung oleh investor, yaitu bidang perkebunan, manufaktur, finansial, pertambangan, properti dan teknologi.

“Selain memperluas bisnis, ke depan tentunya kami akan memperkaya barang-barang B2B yang tersedia. Saat ini sudah ada lebih dari 100 ribu barang dalam 14 kategori utama. Dari sisi produk dan platform, Bizzy akan menambah fitur-fitur baru yang akan membuat pelanggan dan vendor pengguna untuk dapat melakukan transaksi secara lebih transparan, accountable dan efisien lagi. Aplikasi mobile juga menjadi pelengkap dalam roadmap kami setelah aplikasi web yang sekarang tersedia,” Norman menjelaskan target Bizzy di tahun ini.