Koinworks to Cast More Institutional Lenders, Focusing to Serve SMEs

Lendable pours another debt funding to KoinWorks. In 2020, the funds given were worth $10 million (equivalent to 149 billion Rupiah), the nominal has currently increased to $30 million or around 435 billion Rupiah. In Indonesia, Lendable also disbursed a similar loan to Amartha in February 2021 valued at 704 billion Rupiah.

Previously in April 2020, KoinWorks also announced the debt funding from two Europe-based financial institutions. As we contacted, the company refused to reveal its identity. In an interview, KoinWorks’ Co-Founder & CEO, Benedicto Haryono did say that collaboration with institutional lenders is one of his strategies, both from domestic and foreign institutions.

He explained that the company had obtained institutional lenders since early 2018, marked by the entrance of Saison Modern Finance. Furthermore, Bank Mandiri followed in the middle of the year. In 2019, Sampoerna and CIMB Niaga also joined.

Focused on SMEs

For the company’s next plan after receiving the fresh funds, KoinWorks’ CFO Mark Bruny said that his team will still focus on serving the SME market which has great potential in Indonesia. This strategic collaboration is also said to be a success thanks to the transparency and good communication that exists between KoinWorks and Lendable.

“We believe that digital SMEs that have become borrowers on our platform will be able to survive and even seize the opportunity to thrive from this pandemic. Lendable agrees and they believe in the ability of Indonesian Digital SMEs and KoinWorks’ ability to carry out this vision,” Mark told DailySocial.id .

Regarding a change in approval or additional requests from Lendable to KoinWorks through this second collaboration, Mark emphasized that the approval is likely remain. Through the 300% increase of loan amount, KoinWorks is expected to be able to accelerate the distribution funds to Indonesian SMEs.

The current number of KoinWorks’ disbursed funds in the second quarter of 2021 is exceed 1 trillion Rupiah to 300 thousand SMEs in Indonesia, a threefold increase compared to 2020. This indicates a significant development in this pandemic with many SMEs attending and pivoting to digital.

In a research by KoinWorks, it was revealed that SMEs using conventional and digital channels actually dominate the market with a share of 48% compared to SMEs that only use digital channels (40%) or conventional channels (12%). This digital transformation has succeeded in helping Digital SMEs not only survive but are able to thrive during the pandemic.

This transformation was also a major factor in the rise of the Digital SME Confidence Index to the level of 2.49 from the level of 2.37 at the end of last year and pushed us closer to the normal level, at the level of 3.00.

Potential of foreign investors in Indonesia

Mark also said, the high interest of foreign investors, in this case those who provide funds in the form of debt funding such as Lendable to Indonesia, is due to the large business growth in Indonesia, especially among SMEs. Indonesia has become the investors target, seen from the potential and incoming investment.

Was founded in 2015, Lendable Inc through fintech has channeled a lot of capital to people around the world. This is a good way to be able to provide access to financial services to the public. The direct entry of companies like Lendable to Indonesia has had a multiply effect on funding. By introducing foreign investors to Indonesia, it opens up opportunities for other fintech services in Indonesia to raise fresh funds.

“As the current most advanced platform, we are lucky to be able to make this deal and help the ecosystem by introducing strong players while introducing Indonesia globally,” Mark said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Terus Tambah Jajaran Lender Institusi, Fokuskan Layanan ke UKM

Lendable kembali menyuntikan pendanaan debt kepada KoinWorks. Jika tahun 2020 lalu dana yang diberikan senilai $10 juta (setara 149 miliar Rupiah), kini nominalnya bertambah menjadi $30 juta atau sekitar 435 miliar Rupiah. Di Indonesia, Lendable juga mengucurkan pinjaman serupa kepada Amartha pada Februari 2021 lalu dengan nominal 704 miliar Rupiah.

Sebelumnya pada April 2020, KoinWorks juga mengumumkan perolehan pendanaan debt dari dua institusi finansial asal Eropa. Ketika kala itu dihubungi, perusahaan enggan menyampaikan indentitasnya. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono memang mengatakan bahwa kolaborasi dengan lender institusi menjadi salah satu strateginya, baik dari institusi dalam ataupun luar negeri.

Dia menjelaskan perusahaan sudah menarik lender institusi sejak awal 2018, ditandai dengan masuknya Saison Modern Finance. Lalu pada pertengahan tahun bergabung Bank Mandiri. Tahun 2019 juga bergabung Sampoerna dan CIMB Niaga.

Masih fokus ke UKM

Untuk rencana berikutnya setelah penerimaan dana segar tersebut, CFO KoinWorks Mark Bruny menyebutkan bahwa perusahaan masih akan fokus melayani pasar UKM yang memiliki potensi besar di Indonesia. Kerja sama strategis ini juga dibilang sukses berkat transparansi dan baiknya komunikasi yang terjalin antara KoinWorks dengan Lendable.

“Kami percaya UKM digital yang telah menjadi peminjam di platform kami akan dapat bertahan dan bahkan merebut kesempatan untuk berkembang dari pandemi ini. Lendable menyetujuinya dan mereka percaya pada kemampuan UKM Digital Indonesia dan kemampuan KoinWorks dalam menjalankan visi tersebut,” kata Mark kepada DailySocial.id.

Disinggung apakah ada perubahan persetujuan atau penambahan permintaan dari pihak Lendable kepada KoinWorks melalui kerja sama kedua ini, Mark menegaskan persetujuan masih sama. Melalui jumlah pinjaman yang mengalami peningkatan hingga 300% ini, diharapkan bisa mempercepat KoinWorks untuk menyalurkan dana tersebut kepada pelaku UKM di Indonesia.

Tercatat hingga saat ini KoinWorks telah menyalurkan pendanaan pada kuartal II tahun 2021 sebanyak lebih dari 1 triliun Rupiah kepada 300 ribu UKM di Indonesia dan naik tiga kali lipat dibandingkan tahun 2020. Ini menandakan perkembangan yang signifikan di pandemi ini dengan banyaknya UKM yang hadir dan pivot ke digital.

Dalam riset yang dilakukan oleh KoinWorks terungkap, bahwa UKM yang menggunakan kanal konvensional dan digital ternyata lebih mendominasi pasar dengan porsi 48% dibanding UKM yang hanya menggunakan kanal digital saja (40%) atau kanal konvensional saja (12%). Transformasi digital ini telah berhasil membantu UKM Digital tidak hanya bertahan namun mampu berkembang di masa pandemi.

Adanya transformasi ini juga menjadi faktor utama naiknya Digital SME Confidence Index ke level 2.49 dari level 2.37 di akhir tahun lalu dan mendorong semakin dekatnya kita ke level normal, yaitu pada level 3.00.

Peluang investor asing ke Indonesia

Menurut Mark besarnya minat investor asing dalam hal ini mereka yang menyediakan dana dalam bentuk debt funding seperti Lendable ke Indonesia, karena besarnya pertumbuhan bisnis di Indonesia terutama kalangan UKM. Indonesia menjadi target dari para investor, dilihat dari potensi dan investasi yang masuk.

Diluncurkan tahun 2015 lalu Lendable Inc melalui fintech telah menyalurkan banyak permodalan kepada masyarakat di dunia. Ini merupakan cara yang baik untuk dapat memberikan akses layanan keuangan kepada masyarakat. Masuknya perusahaan seperti Lendable ke Indonesia secara langsung telah memberikan efek yang multiply untuk pendanaan. Dengan memperkenalkan investor asing ke Indonesia membuka kesempatan bagi layanan fintech di Indonesia lainnya mendapatkan dana segar.

“Sebagai platform yang paling terdepan saat ini menjadi beruntung bagi kami bisa melakukan deal tersebut dan membantu ekosistem dengan memperkenalkan pemain kuat sekaligus memperkenalkan Indonesia secara global,” kata Mark.

Application Information Will Show Up Here

Earned Wage Access Concept to Normalize Advanced Salary

Some people say money can solve all problems. Ironically this is true. Quoting from the Health Living Index study by AIA, money is the main source of stress in Indonesia. Household finances cause Indonesians more stress than work, relationships, or even their physical health.

Another global survey conducted by PwC in 2019 found that 67% of workers reported struggling with financial stress, meaning more than two-thirds of the working population are prone to migraines, depression and anxiety. Many studies highlight the effects of employee financial stress on business performance.

According to PwC, workers spend three or more hours per week focusing on financial matters rather than their work. Of the employees who reported financial stress, 12% lost their jobs because of the problem, and 31% felt their productivity was affected. One in three workers admit to being less productive at work because of financial stress.

PwC estimates that for a company with 10,000 workers, all these problems related to financial stress could cost up to $3.3 million in one year.

In Indonesia, the lower to middle class workers still dominate the working class. The World Bank recorded out of a total of 85 million income recipients which include employees, casual workers, and self-employed, only 13 million workers or 15% have enough income to support a middle class life with four family members.

Of all that group, only 3.5 million or 4% of workers with middle-class income while enjoying full social benefits and having permanent employee status.

This is yet to talk about freelancers which total has reached 33.34 million, up 26% YOY as of August 2020 according to BPS data. Freelancers in Indonesia are in the lowest position of the work protection pyramid, even losing to blue-collar workers protected by Law No. 13 of 2003.

Freelancers in this country hardly have guarantees related to labor, not even job security, income or social protection. Their social security is not listed as part of the employer’s required entitlement, which means they have to pay for other products for protection.

This financial health issue does not only occur in Indonesia, but also in various other parts of the world. No single tool or approach can meet all employees’ financial needs. Employers should consider providing programs and tools that better equip employees to deal with financial emergencies.

While many employers provide employee loans (such as cash), they are actually only locking in valuable cash flow and yet to be able to provide employees with flexibility and instant solutions. For example, lower-class workers struggling with unstable incomes or expenses for a variety of reasons, including unexpected or increased bills and fluctuating working hours.

For employers, earned wage access (EWA) programs allow employees to access part of their paycheck early, helping them balance payday time with their expected or unexpected expenses to avoid late fees or penalties.

The United States became the first country to take a technological approach to solving the wage issue through technology. The pioneer company is Payactiv, a pioneer of earned wage access products, which was founded in 2012.

Some people interpret EWA for early wage access. There are also those who use other terms such as, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, or earned income access. But all the names refer to solutions covering the same basic thing: help employees access the wages they’ve earned before payday arrives.

The truth is, Payactiv created the term earned wage access carefully because they are very aware that every word in the term is specific and full of meaning. Payactive’s founder and CEO, Safwan Shah explained, the word “earned wage” is a wage that is earned, not “early” which connotes impatience.

“It’s wages, not income because income can be in the form of commissions or something; and the word access, not referring to a down payment that implies someone is helping you. The reasons for each word are very specific,” Shah said as quoted from an interview with Forbes.

He said, the main point of EWA is when the workers payday is fully controlled by the employer. This is a technological decision. This initial idea became the forerunner of Payactiv about 10 years ago.

“I said if technology drives the payment timing, then we can create technologies and products where people can access their money when they earned it. I have a very strong belief that, for this service to be delivered properly, employers must be part of the solution.”

Payactiv Wagestream Even
Operating since 2012 2018 2014
Country Amerika Serikat Inggris Amerika Serikat
Total funding $133,7 juta $79,3 juta $52 juta
Total user 2 juta orang 1 juta orang 500 ribu orang
Investors Softbank Capital, Ziegler, Plug and Play QED, Northzone, Balderton Capital Khosla, Valar Ventures, PayPal Ventures, Founders Fund

Global EWA which already achieve the unicor status

(Collected from several sources)

Indonesian players

The acceptance of EWA concept in developed countries has inspired fintech companies from developing countries. In fact, it is common in developing countries, where low-wage workers often turn to fast loans with high interest rates to keep their sudden expenses in check before payday arrives.

The pandemic creates momentum for them to start implementing the concept in Indonesia. Since the pandemic, at least four services have been operating, including GajiGesa, Wagely, Gigacover, and GajiKoin carried by KoinWorks.

Gigacover Indonesia’s Country Head, Cobysot Avego explained, the momentum of EWA’s platform in Indonesia was triggered by the pandemic situation which has affected many aspects of people’s lives, from working to managing monthly finances, makes it necessary for them to be more careful in managing cashflow and consider the possibility of an emergency need that can occur at any time.

“This situation is a momentum for Gigacover to help independent workers and communities of gig economy players yet to be served in the country, so that they can have access to the same benefits as part-time workers,” said Cobysot when contacted by DailySocial.

Gigacover not only provides EWA solutions, it also provides financial financial products and services for freelancers thanks to collaborations with various conventional financial services industries, such as insurance companies.

GajiGesa’s Co-Founder Vidit Agrawal said the platform presence is quite appropriate because many entrepreneurs struggled to provide employee benefits to their employees during the pandemic. “GajiGesa partners with employers to help them provide financial, health and educational benefits, also to build self-reliance and financial resilience for employees,” he said.

Agrawal continued, “We have seen employee benefits and EWA acceptance across all verticals including traditional businesses, factories and technology companies.”

Currently, GajiGesa’s solution includes not only EWA, but also financial products (top up credit, e-wallet transfers, and bill payments), micro health insurance, and educational products that soon to be released. Also, a special application for GajiTim’s employers that contains various employee management and HRIS features.

KoinGaji is the only EWA platform that stands as an additional service from KoinWorks for companies. KoinGaji was launched last year.

KoinWorks’ Co-Founder and CEO, Benedicto Haryono said the EWA solution is an attractive benefit to meet the needs of employees at any time, especially sudden needs such as medical, and so on. Therefore, it makes various startups interested in trying to provide this service.

“Although this will be a competitive market, KoinWorks set this solution as a bundle for MSME players. Our strategy through the Super App is to provide a more complete package with a unique value proposition, therefore, it can holistically meet the financial needs of MSMEs,” said Ben as Benedicto’s nickname.

All three monetize the service by adding a service fee for each employee from company partners using its technology and services. They “bail” the salary that was disbursed earlier, then billed it to the company partners at the end of the month.

With Gigacover, for example, Cobysot explained the application process where employees can download the Gigacover application and fill out a registration form including to explain information about the company, therefore, it can carry out further communication regarding their needs.

Furthermore, employees can apply for salary disbursement to be processed by Gigacover -the funds will be taken from Gigacover Indonesia- and the company will return the funds to Gigacover on the payday.

“For each of transaction, we apply an affordable administration fee ranging from Rp. 20,000 to Rp. 40,000. Our business model is quite unique B2B2W (Business to Business to Workers), where the partnership we have is with the company to provide welfare for its employees,” he said.

Meanwhile, KoinGaji sourced its funds from KoinP2P, the KoinWorks fintech lending company. However, this product does not take interest, but a service fee of 1%-2% of the total wages taken.

“In addition, we also offer KoinGaji as an additional feature for our clients and partners who have used our other product facilities before, therefore, we can monetize from several of our products at once,” Ben added.

GajiGesa wagely Gigacover KoinGaji
Operating since Oktober 2020 Maret 2020 2017 (Singapura), 2020 (Indonesia) Agustus 2020
Total users ≥200 ribu pengguna Puluhan ribu karyawan ≥30 ribu pengguna ≥30 ribu pengguna dgn pencairan >Rp30 miliar
Services Employee app: finansial (EWA, top up pulsa, transfer e-wallet, bayar tagihan), asuransi kesehatan mikro,  edukasi (segera dirilis). Employer app (GajiTim): manajemen karyawan dan HRIS EWA Prepaid Credits, Earning Advance (EWA), Productive Loan, Health and Life Protection Super App: KoinP2P, KoinBisnis, KoinInvoice, KoinRobo, KoinGold
Total funding $3 juta $5,6 juta Undisclosed $72,1 juta (melalui KoinWorks)
Investors Defy., Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, OCBC NISP Venture, Quest Ventures, Kenangan Fund, dan angels Integra Partners, ADB Ventures, PT Triputra Trihill Capital, Global Founders Capital, 1982 Ventures, dan angels Vectr Fintech, Quest Venture Partners, Alto Partners, M Venture Partners, Farsight Capital EV Growth, Quona Capital, Mandiri Capital Indonesia,Convergence Ventures, Gunung Sewu, dan lainnya.

(collected from several sources)

Optimisme startup EWA

Although these players are still infant, they offer spirit that is quite ambitious, by wanting to reduce worker dependence with payday loans that often frustrating. Education plays an important role in manifesting this idea.

Due to such business model, some consider the EWA platform to be like a fintech lending company. Shah flatly rejected this assumption. He said, since Payactiv created Earned Wage Access in 2012, Payactiv’s competitors have increased and the industry has become more competitive.

He also tried to meet the Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) dozens of times to discuss this matter. Eventually, in early 2021, EWA Payactiv products became the first products to be approved by the CFPB. “They recognized EWA was not a “credit” and were exempt from federal loan laws,” Shah said.

However, he was never against products that help people meet their needs before payday. Payday loans are only the initial phase of the financial education process because payday loan companies don’t bother involving employers, they just approach their employees.

“Therefore, I don’t blame them at all. I’m not criticizing them. I’m not judging of the history of payday loans. I put a product out there, and I said “If you still want to use a payday loan, I can’t stop you.” It’s like you want to drive a car that goes 9 miles, it’s up to you, but there are cars that will go 50 miles to the gallon.”

He continued, there are people who use payday loans, but no one has ever asked why. He said, this happened because there was a mismatch between the bi-weekly wage, and the several days in between where bills and other expenses had to be paid.

Bills and expenses don’t wait for payday. This misalignment creates cash flow shortfalls, which hourly workers have historically filled through expensive short-term forms of credit such as payday loans, installment loans, car ownership loans, mortgage loans, overdraft fees, and late fees.

“Earned wage access corrects this misalignment, while increasing worker liquidity, reducing demand for high-cost credit.”

In Indonesia, AFPI’s Daily Chair, Kuseryansyah explained, the regulation that actually accommodates EWA players is included in digital financial innovation and digital financial innovation support services, referring to POJK 13 of 2018 concerning Digital Financial Innovation.

“The platform must be registered with the OJK as an IKD. Or else, it can be reported as an illegal fintech service because it is not registered, listed, and licensed at the OJK,” he said.

Of all the current EWA players in Indonesia, only KoinGaji products have been registered as IKD in the aggregator cluster under PT Sejahtera Lunaria Annua. Others claimed to be preparing the submission to the OJK.

Amidst the huge opportunities awaited, Ben continued that he believes the growth of EWA players in Indonesia will be slower than that the overseas players. In fact, there’s still negative stigma of illegal loans attached in Indonesia’s people. Therefore, EWA players need to carry out more massive education. KoinWorks needs to first introduce KoinGaji’s vision and mission.

“Moreover, it is expected to provide awareness that this is a necessary product and a helpful one, it can even prevent employees from being entangled in illegal loan interest which can ultimately affect the employee’s performance.”

However, both Agrawal and Cobysot are prepared with a large population in Indonesia to deepen EWA adoption.

“We are very excited about the EWA’s growth in Indonesia. Employers are starting to realize the benefits of giving employees their paycheck before their pay date and are actively partnering with us to use our technology for the same purpose. GajiGesa has seen exponential growth this year and expects the same for the rest of the year as well,” Agrawal said.

Cobysot added, “If we look at the COVID-19 pandemic that encourages remote working and the trend of the Indonesian gig economy industry which is still very green and not well regulated, we believe that the services provided by EWA startups will continue to develop in the future, as the needs will always  be there. To provide a picture, the use of Gigacover products has increased by 10 times throughout 2020 among the Indonesian independent worker community.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
*header photo: Depositphotos.com

Konsep “Earned Wage Access” Menormalisasi Pembayaran Gaji di Muka

Ada yang bilang uang bisa menyelesaikan semua masalah. Ironisnya hal tersebut benar. Mengutip dari studi Health Living Index oleh AIA, uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.

Ini belum bicara mengenai pekerja lepas yang jumlahnya mencapai 33,34 juta, naik 26% YOY per Agustus 2020 menurut data BPS. Pekerja lepas di Indonesia berada di posisi terendah dari piramida perlindungan kerja, bahkan kalah dari pekerja kerah biru yang dilindungi UU No.13 Tahun 2003.

Pekerja lepas di sini hampir tidak memiliki jaminan terkait tenaga kerja, baik itu jaminan pekerjaan, pendapatan atau perlindungan sosial. Jaminan sosial mereka tidak diwajibkan untuk masuk sebagai bagian dari hak yang harus diberikan pemberi kerja, yang berarti mereka harus membayar produk untuk melindungi diri mereka sendiri.

Isu kesehatan finansial ini sebenarnya tidak terjadi di Indonesia saja, juga di berbagai belahan dunia lainnya. Tidak ada alat atau pendekatan tunggal yang dapat memenuhi semua kebutuhan keuangan karyawan. Pemberi kerja harus mempertimbangkan untuk menyediakan program dan alat yang lebih membekali karyawan untuk menangani keadaan darurat keuangan.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program earned wage access (EWA) memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Amerika Serikat menjadi negara pertama yang mengambil pendekatan teknologi untuk menyelesaikan isu upah lewat teknologi. Perusahaan pionirnya adalah Payactiv, pionir produk earned wage access, yang sudah meluncur sejak 2012 silam.

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Namun sejatinya, Payactiv menciptakan istilah earned wage access itu dengan hati-hati karena mereka sangat menyadari setiap kata-kata dalam istilah itu spesifik penuh makna. Founder dan CEO Payactive Safwan Shah menjelaskan, kata “earned wage” adalah upah yang diperoleh, jadi bukan “early” diperoleh di awal yang berkonotasi ketidaksabaran.

“Itu upah (wage), bukan penghasilan karena penghasilan bisa berupa komisi atau semacamnya; dan kata akses (access), bukan uang muka yang menyiratkan seolah-olah seseorang membantu Anda. Alasan untuk setiap kata sangat spesifik,” ujar Shah mengutip dari wawancara bersama Forbes.

Menurutnya, kunci utama yang ditawarkan dari EWA adalah kapan waktu pekerja di bayar sepenuhnya dikendalikan oleh pemberi kerja. Ini adalah keputusan teknologi. Ide awal inilah menjadi cikal bakal dari Payactiv sekitar 10 tahun lalu.

“Saya katakan jika teknologi mendorong waktu pembayaran, maka kita dapat menciptakan teknologi dan produk di mana orang dapat mengakses uang mereka saat mereka mendapatkannya. Saya memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa, agar layanan ini diberikan dengan benar, pemberi kerja harus menjadi bagian dari solusi.”

Payactiv Wagestream Even
Tahun beroperasi 2012 2018 2014
Negara Amerika Serikat Inggris Amerika Serikat
Total pendanaan $133,7 juta $79,3 juta $52 juta
Total pengguna 2 juta orang 1 juta orang 500 ribu orang
Investor Softbank Capital, Ziegler, Plug and Play QED, Northzone, Balderton Capital Khosla, Valar Ventures, PayPal Ventures, Founders Fund

Pemain EWA global yang sudah menjadi unicorn

(diolah dari berbagai sumber)

Pemain di Indonesia

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginsiprasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba.

Momentum pandemi membuka kesempatan kepada mereka untuk membawa konsep tersebut ke Indonesia. Sejak pandemi, setidaknya telah beroperasi empat layanan, yakni GajiGesa, wagely, Gigacover, dan GajiKoin yang diusung KoinWorks.

Country Head Gigacover Indonesia Cobysot Avego menjelaskan, momentum kehadiran platform EWA di Indonesia tak lain dipicu karena situasi pandemi yang telah banyak memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, mulai dari bekerja hingga mengatur keuangan bulanan. Hal tersebut membuat mereka perlu lebih berhati-hati mengatur cashflow dan mempertimbangkan kemungkinan ada kebutuhan darurat yang bisa terjadi kapan saja.

“Situasi ini merupakan momentum bagi Gigacover untuk membantu pekerja independen dan komunitas pelaku gig economy yang belum terlayani di dalam negeri, agar mereka dapat memiliki akses manfaat yang sama seperti pekerja paruh waktu,” kata Cobysot saat dihubungi DailySocial.

Gigacover tidak hanya menyediakan solusi EWA, juga memenuhi produk dan jasa keuangan finansial untuk pekerja lepas berkat kerja sama dengan berbagai industri jasa keuangan konvensional, seperti perusahaan asuransi.

Co-Founder GajiGesa Vidit Agrawal kehadiran GajiGesa cukup tepat karena selama pandemi banyak pengusaha yang berjuang untuk memberikan tunjangan karyawan kepada karyawannya. “GajiGesa bermitra dengan pengusaha untuk membantu mereka memberikan manfaat finansial, kesehatan dan pendidikan sehingga membangun ketergantungan diri dan ketahanan finansial pada karyawan,” ucapnya.

Agrawal melanjutkan, “Kami telah melihat penerimaan tunjangan karyawan dan EWA di semua vertikal termasuk bisnis tradisional, pabrik, dan perusahaan teknologi.”

Saat ini solusi GajiGesa tidak hanya mencakup EWA saja, tapi juga produk finansial (top up pulsa, transfer e-wallet, dan pembayaran tagihan), asuransi kesehatan mikro, dan produk edukasi yang akan segera dirilis. Serta, aplikasi khusus untuk pemberi kerja GajiTim yang berisi berbagai fitur manajemen karyawan dan HRIS.

KoinGaji menjadi satu-satunya platform EWA yang berdiri sebagai salah satu layanan tambahan dari KoinWorks untuk perusahaan. KoinGaji juga dirilis pada tahun lalu.

Co-Founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan solusi EWA menjadi benefit yang menarik untuk memenuhi kebutuhan karyawan sewaktu-waktu, terlebih kebutuhan mendadak seperti kebutuhan medis, dan sebagainya. Oleh karenanya, kebutuhan tersebut membuat berbagai startup tertarik untuk mencoba memberikan layanannya.

“Walaupun ini akan menjadi market yang kompetitif, KoinWorks melihat solusi ini sebagai salah satu jasa dari suatu paket yang bisa diberikan kepada para entrepreneur UMKM. Strategi kami melalui Super App adalah untuk memberikan paket yang lebih lengkap dengan value proposition yang unique sehingga bisa memenuhi kebutuhan finansial para UMKM dengan lebih holistik,” terang Ben, panggilan akrab Benedicto.

Ketiganya mengambil cara monetisasi dengan mengambil biaya layanan untuk setiap karyawan dari mitra perusahaan yang memanfaatkan teknologi dan layanannya. Mereka “menalangi” gaji yang dicairkan lebih awal tersebut, baru kemudian menagihkannya ke mitra perusahaan di akhir bulan.

Di Gigacover misalnya, Cobysot menjelaskan untuk proses pengajuan, karyawan dapat mengunduh aplikasi Gigacover dan mengisi formulir pendaftaran termasuk menjelaskan informasi mengenai perusahaan, sehingga pihaknya dapat melakukan komunikasi lebih lanjut terkait kebutuhan mereka.

Setelah itu karyawan dapat melakukan pengajuan pencairan gaji yang akan diproses oleh Gigacover -dana yang akan diambil berasal dari Gigacover Indonesia- dan perusahaan akan mengembalikan dana tersebut kepada Gigacover pada saat tanggal gajian.

“Untuk setiap transaksi ini kami memberlakukan biaya administrasi terjangkau yang berkisar antara Rp20 ribu hingga Rp40 ribu. Model bisnis kami cukup unik B2B2W (Business to Business to Workers), di mana kemitraan yang kami jalin adalah dengan perusahaan untuk memberikan kesejahteraan bagi para karyawannya,” kata dia.

Sedangkan, KoinGaji mengambil sumber dananya dari KoinP2P, perusahaan fintech lending KoinWorks. Namun demikian, produk ini tidak mengambil bunga, melainkan biaya layanan sebesar 1%-2% dari jumlah upah yang diambil.

“Selain itu KoinGaji juga kami tawarkan sebagai fitur tambahan terhadap client dan partner kita yang sudah menggunakan fasilitas produk kami yang lain sebelumnya, sehingga kami bisa mendapatkan monetisasi dari beberapa produk kami sekaligus,” tambah Ben.

GajiGesa wagely Gigacover KoinGaji
Tahun beroperasi Oktober 2020 Maret 2020 2017 (Singapura), 2020 (Indonesia) Agustus 2020
Total pengguna ≥200 ribu pengguna Puluhan ribu karyawan ≥30 ribu pengguna ≥30 ribu pengguna dgn pencairan >Rp30 miliar
Layanan Employee app: finansial (EWA, top up pulsa, transfer e-wallet, bayar tagihan), asuransi kesehatan mikro,  edukasi (segera dirilis). Employer app (GajiTim): manajemen karyawan dan HRIS EWA Prepaid Credits, Earning Advance (EWA), Productive Loan, Health and Life Protection Super App: KoinP2P, KoinBisnis, KoinInvoice, KoinRobo, KoinGold
Total pendanaan $3 juta $5,6 juta Undisclosed $72,1 juta (melalui KoinWorks)
Investor Defy., Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, OCBC NISP Venture, Quest Ventures, Kenangan Fund, dan angels Integra Partners, ADB Ventures, PT Triputra Trihill Capital, Global Founders Capital, 1982 Ventures, dan angels Vectr Fintech, Quest Venture Partners, Alto Partners, M Venture Partners, Farsight Capital EV Growth, Quona Capital, Mandiri Capital Indonesia,Convergence Ventures, Gunung Sewu, dan lainnya.

(diolah dari berbagai sumber)

Optimisme startup EWA

Meski para pemain ini baru seumur jagung, tapi semangat yang mereka tawarkan cukup ambisius, yakni ingin mengurangi ketergantungan para pekerja dengan pinjaman payday yang sering menggerogoti mereka. Edukasi bermain penting dalam mewujudkan misi tersebut.

Karena model bisnis yang demikian, ada yang menganggap platform EWA itu seperti perusahaan fintech lending. Anggapan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Shah. Dia bilang, sejak Payactiv menciptakan Earned Wage Access pada 2012, kompetitor Payactiv semakin banyak dan industrinya semakin kompetitif.

Ia pun berusaha menemui Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) hingga puluhan kali untuk berdiskusi. Sampai akhirnya pada awal 2021 ini, produk EWA Payactiv menjadi produk produk pertama yang disetujui oleh CFPB. “Mereka mengakui EWA bukan “kredit” dan dibebaskan dari undang-undang pinjaman federal,” kata Shah.

Meski demikian, dirinya tidak pernah menentang produk yang membantu orang memenuhi kebutuhannya sebelum hari gajian. Pinjaman payday hanyalah fase awal dari proses edukasi finansial karena perusahaan payday loan tersebut tidak repot-repot melibatkan pemberi kerja, cukup menghampiri para pekerjanya.

“Jadi saya tidak menyalahkan mereka sama sekali. Saya tidak mengkritik mereka. Saya bukan hakim dari sejaraph payday loan. Saya memasang produk di luar sana, dan saya berkata “Jika Anda masih ingin menggunakan payday loan, saya tidak dapat menghentikan Anda.” Itu seperti Anda ingin mengendarai mobil yang menempuh jarak 9 mil, terserah Anda, tetapi ada mobil yang akan menempuh jarak 50 mil ke galon.”

Dia melanjutkan, ada orang yang menggunakan payday loan, tapi tidak pernah ada orang yang bertanya mengapa alasannya. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena ada ketidakselarasan antara penerimaan upah dua mingguan, dan beberapa hari di antaranya di mana tagihan dan pengeluaran lainnya harus dipenuhi.

Tagihan dan pengeluaran tidak menunggu hari gajian. Ketidaksejajaran ini menciptakan kekurangan arus kas, yang secara historis telah diisi oleh pekerja per jam melalui bentuk kredit jangka pendek yang mahal seperti pinjaman gaji, pinjaman angsuran, pinjaman kepemilikan mobil, pinjaman gadai, biaya cerukan, dan biaya keterlambatan.

Earned wage access memperbaiki ketidakselarasan tersebut, sekaligus meningkatkan likuiditas pekerja, mengurangi permintaan kredit berbiaya tinggi.”

Di Indonesia sendiri, Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menjelaskan, sebenarnya regulasi yang mengakomodasi para pemain EWA ini masuk ke dalam inovasi keuangan digital dan layanan pendukung inovasi keuangan digital yang merujuk pada POJK 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital.

“Platform tersebut harus mencatatkan diri di OJK sebagai IKD. Kalau tidak, ya bisa dilaporkan sebagai layanan fintech ilegal karena tidak tercatat, terdaftar, dan berizin di OJK,” kata dia.

Dari seluruh pemain EWA di Indonesia saat ini, hanya produk KoinGaji yang telah tercatat sebagai IKD dalam klaster agregator di bawah PT Sejahtera Lunaria Annua. Lainnya mengaku sedang menyiapkan diri untuk mengajukan diri ke OJK.

Di tengah peluang besar yang menanti, Ben melanjutkan bahwa ia berpendapat pertumbuhan pemain EWA di Indonesia akan lebih pelan daripada pemain di luar negeri. Lantaran, stigma pinjaman ilegal yang masih menempel di Indonesia. Oleh karena itu, pemain EWA perlu melakukan edukasi yang lebih masif. KoinWorks perlu memperkenal terlebih dahulu visi dan misi dari KoinGaji tersebut.

“Dengan itu diharapkan akan memberikan kesadaran bahwa produk ini memang sangatlah dibutuhkan dan membantu, bahkan bisa menghindari para karyawan untuk terjerat bunga pinjol ilegal yang pada akhirnya bisa memengaruhi kinerja karyawan tersebut.”

Kendati begitu, baik Agrawal dan Cobysot, bersiap dengan populasi yang besar di Indonesia untuk memperdalam adopsi EWA.

“Kami sangat gembira dengan pertumbuhan EWA di Indonesia. Pengusaha mulai menyadari manfaat memberikan gaji yang diperoleh karyawan sebelum tanggal gaji dan secara aktif bermitra dengan kami untuk menggunakan teknologi kami untuk hal yang sama. GajiGesa telah melihat pertumbuhan eksponensial tahun ini dan mengharapkan hal yang sama untuk sisa tahun ini juga,” kata Agrawal.

Cobysot menambahkan, “Jika kita melihat pandemi COVID-19 yang mendorong kerja jarak jauh serta tren industri gig economy Indonesia yang masih sangat hijau dan belum teregulasi dengan baik, kami yakin layanan yang diberikan startup EWA akan semakin berkembang ke depannya, sebagaimana kebutuhan yang terus berjalan. Sebagai gambaran, pada saat ini penggunaan produk Gigacover telah meningkat hingga 10 kali lipat sepanjang tahun 2020 di kalangan komunitas pekerja independen Indonesia.”


*Foto header: Depositphotos.com

Benedicto Haryono: “Super Financial Apps” adalah Upaya KoinWorks Perluas Segmen Pasar

Didirikan sejak tahun 2015 sebagai platform p2p lending, KoinWorks kini telah menjelma menjadi apa yang mereka sebut sebagai “super financial apps”. Di dalamnya juga mengakomodasi berbagai kebutuhan, mulai dari investasi emas, reksa dana, obligasi, pembiayaan gaji, sampai payroll financing. Untuk mendalami tentang visi jangka panjang mereka, DailySocial berkesempatan mewawancara Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono.

Mengawali perbincangan Benedicto menceritakan, pengembangan super financial apps merupakan upaya KoinWorks untuk menjalankan visi. Ia ingin agar layanan finansial yang dibawa bisa menjangkau ke kalangan masyarakat yang lebih luas, di berbagai segmen industri. Seperti diketahui, saat ini salah satu pangsa pasar terbesar yang dijaring melalui fitur lending-nya adalah UMKM.

“Kita ingin melebarkan reach kita, dulu waktu kita mulai niche kita ke e-commerce saja. Tapi kan industri e-commerce ya hanya satu industri saja, secara persentase GDP juga masih belum sampai 10%. Yang menjadi pegangan adalah visi kami, ingin bisa merangkul semua orang,” ujarnya.

Benedicto menambahkan, di sisi lain mereka ingin memberikan opsi yang lebih luas kepada pendana agar mencapai tujuan finansial mereka — dalam hal ini terkait diversifikasi instrumen investasi. Tingkat persetujuan pendanaan di KoinWorks masih berkisar 10% dari total trafik yang masuk, artinya memang ada minat yang sangat tinggi dari masyarakat dan belum sepenuhnya terakomodasi.

Sejauh ini porsi untuk pendana ritel (dari masyarakat) persentasenya masih mendominasi, yakni berkisar 80%. Sementara sisanya datang dari lender institusi, baik dari lembaga keuangan lokal seperti BTN, CIMB Niaga, dan BRI Agro; atau lembaga keuangan luar seperti Lendable dan Triodos Bank.

Kompetisi pasar

KoinWorks - UKM- New

Sampai 22 Januari 2021, OJK telah menaungi 148 pemain fintech lending, baik yang statusnya masih terdaftar dan/atau sudah berizin. Menanggapi kondisi pasar yang ada, Benedicto meyakini bahwa para pemain masih memiliki ruang gerak yang cukup lebar. “Kalau kita komparasi dengan perbankan buku 1 sampai 4, jumlah pemain lebih besar lebih dari p2p lending, belum termasuk  BPR. Tapi ratusan bank yang ada juga belum sepenuhnya meng-address semua kebutuhan UMKM ataupun masyarakat umum. Secara opportunity, saya rasa belum overcrowded,” ujarnya.

Ia juga menyinggung soal model bisnis p2p lending. Kebanyakan pemain adalah VC-backed business, kendati beberapa ada yang didukung penuh kalangan korporasi, sepeti platform besutan Mayapada atau Sinarmas. Banyaknya bisnis yang didukung oleh pemodal ventura akan bermuara pada kemungkinan adanya konsolidasi, terlebih jika sudah masuk ke tahap akhir (secara pendanaan). Hal tersebut disebabkan karena masih terbatasnya jumlah investor yang bisa berpartisipasi di putaran tersebut.

“Dulu perbankan berjalan tanpa ada backing-an venture capital, cara mereka menumbuhkan bisnis dan asetnya berbeda. Tapi kalau melihat bisnis yang dibantu venture capital, lama-lama ada konsolidasi. Kemungkinan di industri p2p lending juga akan ada konsolidasi, karena likuiditas venture community di Indonesia belum sebanyak atau sevariatif di US atau China, jadi number of investor-nya itu-itu saja apalagi kalau sudah masuk ke later stage (seri C ke atas),” imbuhnya.

Ia melanjutkan, “Pemain yang didukung konglomerasi juga tidak akan berkompetisi dengan kita, mereka tidak akan compete for funding, karena punya stable source of funding. Dan mereka punya niche market yang pemain lain belum lakukan, baik secara geografis ataupun industri yang berbeda.”

Regulasi juga dilihat sudah mengarahkan ekosistem untuk bisa membangun bisnis secara solid. Misalnya pengetatan yang dilakukan OJK dengan meningkatkan capital requirement-nya agar menghasilkan bisnis yang lebih bagus dan sehat. “Aturan baru tersebut (yang sedang disiapkan dan disosialisasikan) saya melihatnya sebagai upaya OJK untuk membuat bisnis yang lebih aman, lebih terproteksi. Namun tentunya sebagai startup founder, kita tidak terlalu suka kalau regulasi terlalu cepat. Menurut saya langkah ini diambil lebih untuk mengamankan industri.”

Dampak pandemi

Seperti kebanyakan bisnis lain di Indonesia, Covid-19 juga menggoncangkan bisnis KoinWorks. Satu yang paling signifikan, perusahaan harus menyusun ulang rencana-rencana mereka. Hal ini disebabkan karena kebiasaan konsumen yang berubah, yang mau tak mau memaksa bisnis untuk menyesuaikan model bisnis. Karena UMKM yang mereka layani juga secara langsung banyak yang terdampak – beberapa dari mereka harus gulung tikar, tapi tidak sedikit juga yang bisa memanfaatkan momentum dan bangkit.

“KoinWorks cukup tertekan di awal pandemi untuk mengelola risiko dan melakukan restrukturisasi terhadap customer yang membutuhkan. Pada Q2 2020 kami disibukkan dengan itu. Tapi sekitar Q3-Q4 bisnis mulai tumbuh lagi, sampai akhirnya Desember sudah balik lagi ke level yang sama sebelum Covid. Secara profitability malah lebih sehat, operational cashflow lebih positif,” kata Benedicto.

Rencana tahun 2021

Menjadi super financial apps tentu membutuhkan upaya yang besar untuk bisa menghadirkan berbagai lini produk dan layanan. Melihat tren yang ada, perusahaan digital yang arahnya sama  strateginya dengan melakukan konsolidasi – alih-alih mengembangkan tiap untuk layanan dari nol. Tapi KoinWorks punya pandangan berbeda, sampai saat ini belum ada rencana untuk melakukan akuisisi pemain lain. Menurut Benedicto karena saat ini pasar masih sangat terbuka lebar dan game plan perusahaan pun masih cukup jelas.

KoinWorks juga masih akan terus fokus ke pasar Indonesia. Tahun ini bakal banyak layanan baru yang akan diluncurkan untuk merangkul segmen pasar yang lebih luas. KoinGaji juga akan menjadi salah satu fitur yang bakal digenjot tahun ini, pasalnya setelah 4 bulan melakukan pilot project di akhir tahun lalu, perusahaan mendapati traksi yang cukup mengesankan.

“Kami cukup percaya diri dengan layanan KoinGaji, tahun ini pemasarannya akan cukup agresif agar dapat melayani pangsa pasar yang lebih luas. Kita percaya layanan ini cukup unik, karena bukan hanya payroll financing tapi juga memberikan servis tambahan ke human resources perusahaan,” jelas Benedicto.

Optimasi KoinGaji akan difokuskan pada paruh pertama tahun ini, sembari perusahaan akan menguatkan strategi profit mereka. Targetnya di kuartal kedua 2021, perusahaan sudah membukukan profit dengan pertumbuhan organik. Selanjutnya di paruh kedua, mereka akan fokus pada produk-produk baru yang akan diluncurkan. “Tahun ini akan banyak melakukan cashflow improvement untuk membangun landasan seri C yang sehat dengan profitability plan yang jelas, growth yang lebih baik, risiko yang terkontrol, dan game plan post-series C yang lebih terukur,” imbuhnya.

Platform baru yang akan diluncurkan tahun ini ditujukan untuk UMKM. Alat tersebut dinilai bisa membuat bisnis lebih mudah dilakukan, tidak hanya produk pinjaman tapi fitur untuk mengelola keuangan dan manajemen risiko.

“Dengan semua unicorn mulai masuk ke fintech, maka kita harus bisa membangun niche dan spesialisasi kita, apakah bisa melengkapi yang mereka bangun […] Karena mereka kalau bangun fintech pasti ke captive market dulu. Dari landasan tersebut KoinWorks akan membangun fitur-fitur yang unik yang tidak mudah direplikasi,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Terus Tambah Layanan Keuangan di Aplikasi, Mantapkan Visi Menjadi “Super Financial App”

Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin melemah telah mendorong pemerintah untuk bergerak cepat demi menghindari terjadinya skenario terburuk. Dalam hal ini, masyarakat punya peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa. Saling sokong antara pemerintah dan masyarakat akan menjadi kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi bangsa ini.

Salah satu upaya pemerintah dalam sektor investasi adalah melalui penerbitan surat berharga negara (SBN). Dengan penerbitan SBN, pemerintah “meminjam” dana dari para investor yang akan digunakan untuk kebutuhan APBN. Sebaliknya, investor akan mendapatkan keuntungan yang disebut sebagai kupon (bunga) dari penempatan dana di SBN tersebut.

KoinWorks, yang belum lama ini memperluas cakupan bisnis mereka ke ranah investasi reksa dana, memperkuat komitmennya untuk menjadi Super Financial App dengan menambah pilihan diversifikasi aset bagi pengguna lewat produk investasi KoinBond. Dalam inisiatif ini, Koinworks bersinergi bersama Kementerian Keuangan dan bergabung menjadi mitra distribusi fintech untuk penjualan surat utang dan obligasi.

KoinBond sendiri dapat ditemukan dalam aplikasi KoinWorks pada KoinRobo. Melalui fitur ini, pengguna dapat melakukan pembelian berbagai produk investasi yang dijamin oleh negara seperti Saving Bond Retail (SBR), Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI), serta produk obligasi syariah seperti Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan. Beberapa pemain juga sudah menawarkan produk serupa seperti Bareksa, Investree, dan lainnya.

Benedicto Haryono selaku Co-Founder & CEO KoinWorks dalam keterangan resminya mengatakan, “Kehadiran KoinBond menjadi salah satu langkah KoinWorks untuk ikut serta dalam upaya pemulihan ekonomi negeri dan menjawab kebutuhan masyarakat terkait produk keuangan minim risiko terutama dalam menghadapi pandemi dan ancaman resesi ekonomi. Melalui KoinBond, KoinWorks juga kembali mengukuhkan diri sebagai platform Super Financial App yang menyediakan ragam produk keuangan dan akan ikut meramaikan dalam seri penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel (SBSN Ritel) seri SR013 yang rencananya akan mulai ditawarkan di akhir bulan Agustus ini.”

Super Financial App

Ketika disinggung mengenai layanannya yang semakin berkembang, tidak terbatas pada p2p lending saja, pihaknya turut menyampaikan bahwa skema p2p lending hanya salah satu dari banyak instrumen pengembangan aset. Sementara itu, seluruh pengembangan layanan finansial di KoinWorks berlandaskan kebutuhan dasar finansial yang ditujukan untuk personal dan bisnis.

“Ada banyak instrumen pengembangan aset dan masyarakat selalu disarankan untuk melakukan diversifikasi aset guna antisipasi resiko. Untuk itu lah hadir beberapa produk layanan keuangan baru di KoinWorks diluar p2p lending. Agar pengguna dapat dengan mudah melakukan diversifikasi aset dalam satu platform yang sama,” tambahnya.

Mengenai ambisi menjadi Super Financial App, pihaknya mengakui bahwa sejak awal visi mereka adalah untuk memungkinkan setiap orang di Indonesia bisa mewujudkan aspirasi dan mimpi melalui akses yang sama ke layanan keuangan demi terciptanya inklusi keuangan di Indonesia. Skema Super Finansial App ini dirasa akan membawa KoinWorks semakin dekat dengan visi mereka sejak awal.

“Transformasi KoinWorks menjadi Super Financial App didasari dari bagaimana kami merespons kebutuhan pasar akan ragam layanan finansial untuk personal dan bisnis, dan misi untuk inklusi finansial di Indonesia,” jelasnya.

Saat ini, KoinWorks telah memiliki beragam produk finansial yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan finansial dan profil risiko setiap individu dan bisnis. Seperti pendanaan p2p lending melalui KoinP2P dan KoinRobo, investasi emas melalui KoinGold, investasi surat utang negara lewat KoinBond ataupun pinjaman produktif melalui KoinBisnis, serta fitur salary advance yang baru saja diluncurkan KoinGaji.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Introduces KoinGaji, Offering Salary Advance for Employees

KoinWorks officially introduces its latest service, KoinGaji. It allows employees of business partners to withdraw their salaries early or better known as salary advance. KoinWorks alone intends to become a “Super Financial App” in Indonesia through all its innovations and services in the financial sector.

“Employee performance is very important for the success of the company. The presence of KoinGaji is expected to be able to help business actors solve one of the obstacles to their employees, especially during the pandemic and new normal, without disrupting the cash flow of the company so that employee productivity and loyalty to the company will be better maintained, especially in facing a new normal period like today,” Co-founder & CEO of KoinWorks Benedicto Haryono said.

Transaction mechanism

KoinGaji allows employees to submit early salary disbursements up to 70% whether the company is a partner of KoinGaji. When the documents and requirements have completed, the disbursement process is claimed to take only 1×24 hours.

As for the refund process, the disbursed funds will be deducted from the monthly salary and there is no interest charged to employees. All processes take place digitally, therefore, KoinGaji is claimed to not interfere with cash flow and take time in the process.

Companies that have partnered with KoinGaji only need to prepare some information such as full names, telephone numbers, e-mails, KTP numbers, monthly salary figures, and employee account numbers to be entered into the KoinWorks system later.

“In fact, KoinWorks will keep this data confidential and will only be used for the purposes of this KoinGaji program. Furthermore, the entire application and withdrawal process can be done by employees directly in the KoinWorks application. Every month, KoinWorks will send reports about employees who use KoinGaji and their total amount of disbursement made,” Benedicto explained.

For companies intend to register as a partner, KoinWorks provides a form via the link http://bit.ly/koingajiform. Meanwhile, employees of partner companies only need to access the KoinWorks application. Those whose data has been integrated with the KoinWorks system only needs to verify the data during the registration process in the application in order to submit disbursement.

“Currently, KoinWorks has collaborated with Gadjian, GreatDay, and Talenta. Apart from KoinGaji, KoinWorks also offers employee loans in the form of installments to partners who have collaborated with KoinWorks. In addition, KoinWorks also collaborates with various platforms to improve employee financial literacy and financial or business development solutions for business players,” he added.

He also emphasized on KoinGaji’s role as a form of commitment to presenting a series of financial products, both personal and business. It is expected to be able to present solutions for businesses and businesses in Indonesia who want to further encourage their employees welfare. This includes helping businesses in this pandemic and new normal situation.

“Earlier, there were less than 10 companies joined the platform, but the response from the business owner/HRD to KoinGaji was very good. More than 80% of the companies we were talking to explore further about the KoinGaji process,” Benedicto said.

Last April, KoinWorks managed to secure new funding of IDR316 billion. Quona Capital, EV Growth, and Saison Capital are involved in equity financing. In terms of debt funding, comes from two European financial institutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

KoinWorks Rilis KoinGaji, Mungkinkan Karyawan Cairkan Gaji Lebih Awal

KoinWorks resmi memperkenalkan layanan terbaru mereka KoinGaji. Layanan ini memungkinkan karyawan mitra pelaku usaha untuk mencairkan gajinya lebih awal atau lebih dikenal sebagai salary advance. KoinWorks sendiri tengah berupaya untuk menjadiSuper Financial App di Indonesia dengan segenap inovasi dan layanannya di bidang keuangan.

“Kinerja karyawan sangat penting bagi suksesnya perusahaan. Kehadiran KoinGaji diharap mampu membantu pelaku usaha dalam menyelesaikan salah satu kendala pada karyawannya terutama di masa pandemi dan new normal ini, tanpa mengganggu cash flow dari perusahaan sehingga produktivitas dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan akan lebih terjaga terutama dalam menghadapi masa new normal seperti saat ini,” ujar Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono.

Mekanisme transaksi

KoinGaji sendiri memungkinkan karyawan mengajukan pencairan gaji lebih awal hingga 70% jika perusahaan tempat mereka bekerja sudah menjadi mitra KoinGaji. Jika dokumen dan persyaratan sudah dipenuhi proses pencairan dana diklaim hanya membutuhkan waktu 1×24 jam.

Sedangkan untuk proses pengembalian dana, dana yang sudah dicairkan terebut akan dipotong dari gaji bulanan dan tidak ada kewajiban bunga yang dibebankan kepada karyawan. Semua proses berlangsung secara digital sehingga KoinGaji diklaim tidak akan mengganggu cash flow dan memakan waktu dalam prosesnya.

Bagi perusahaan yang sudah bermitra dengan KoinGaji hanya perlu menyiapkan beberapa informasi seperti nama lengkap, nomor telepon, email, nomor KTP, angka gaji bulanan, dan nomor rekening para karyawannya untuk nantinya dimasukkan ke dalam sistem KoinWorks.

“Data ini tentunya akan KoinWorks jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan program KoinGaji ini saja. Selanjutnya, seluruh proses pengajuan dan pencairan dapat dilakukan sendiri oleh karyawan secara langsung di aplikasi KoinWorks. Setiap bulannya KoinWorks juga akan mengirimkan laporan mengenai karyawan yang memanfaatkan KoinGaji serta total pencairan gaji yang dilakukan,” terang Benedicto.

Bagi perusahaan yang ingin bermitra KoinWorks menyediakan formulir melalui link http://bit.ly/koingajiform. Sementara bagi karyawan perusahaan yang sudah bermitra hanya perlu mengakses aplikasi KoinWorks. Mereka yang datanya sudah terintergrasi dengan sistem KoinWorks hanya perlu melakukan verifikasi data saat proses registrasi di aplikasi, untuk selanjutnya bisa melakukan pengajuan.

“Saat ini KoinWorks sudah bekerja sama dengan Gadjian, GreatDay, dan Talenta. Bentuk kerja sama yang KoinWorks lakukan selain untuk menawarkan KoinGaji adalah pinjaman karyawan berupa installment kepada mitra yang sudah bekerja sama dengan KoinWorks. Selain itu, KoinWorks juga kolaborasi dengan berbagai platform guna meningkatkan literasi keuangan para karyawan dan solusi pengembangan finansial ataupun bisnis untuk para pelaku bisnis,” imbuh Benedicto.

Ia juga menekankan, mereka mengembangkan KoinGaji sebagai bentuk komitmen untuk menghadirkan rangkaian produk keuangan, baik personal maupun bisnis. Harapannya untuk bisa menghadirkan solusi bagi pelaku bisnis dan usaha di Indonesia yang ingin lebih mendorong kesejahteraan karyawannya. Termasuk juga membantu bisnis dalam kondisi pandemi dan new normal ini.

“Di awal peluncuran ini, perusahaan yang sudah bergabung masih kurang dari 10 namun responses pemilik usaha/HRD kepada KoinGaji sangat baik. Lebih dari 80% perusahaan yang sedang berbicara dengan kami sedang meng-explore lebih dalam terkait proses KoinGaji ini,” cerita Benedicto.

April silam KoinWorks berhasil mengamankan pendanaan baru sebesar Rp316 miliar. Quona Capital, EV Growth, dan Saison Capital terlibat pendanaan dari ekuitas. Sementara untuk pinjaman mereka mendapatkan dari dua institusi finansial asal Eropa.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Partners with MMI to Offer Mutual Fund Investment for Investors

KoinWorks officially partners with Mandiri Investment Management (MMI) to manage the funds of lenders to be invested in the Mandiri Money Market 2 Investment Fund (MIPU 2) instrument. This collaboration runs in terms of fulfilling OJK’s provisions related to cash lender balances on a p2p lending account that may not settle for more than two days.

On this occasion, KoinWorks encourages more capital market investors in Indonesia as users through its platform. In addition, according to the company’s data, almost 70% of lenders who invest are novice investors. Their have very common knowledge of other investment instruments besides p2p lending.

In a general note, KoinWorks was previously funded by Mandiri Capital Indonesia (MCI) in Series A round.

“We have piloted this product since the end of last year, but only for a limited circle. We want to introduce mutual fund products for 400 thousand KoinWorks lenders,” KoinWorks’ Co-Founder and CEO Benedicto Haryono explained in an online press conference on Wednesday (6/10).

MMI’s President Director Alvin Pattisahusiwa added, KoinWorks was the first p2p lending partner of the company. Mutual fund products they managed have many advantages that goes in line with the profile of KoinWorks’ lenders.

Among these, they have high liquidity with T + 0 transaction time or same-day settlement. In results, the time for disbursement can be done on the same day as the day of purchase. Mutual fund products generally enforce the terms of disbursement of T + 3 or T + 7 into customer accounts.

Next, the nominal investment starts from IDR 10 thousand and yields above deposit interest. As an illustration, MIPU 2 last year gave a yield of 5.7%. “This product is very suitable to be the underlying automation of mutual funds for users,” he said.

KoinWorks’ CMO Jonathan Bryan explained further, deposited funds on the KoinWorks platform for more than two days would be automatically converted to MIPU 2 mutual funds managed by MMI, therefore, it’s not up to lenders’

In the process of opening a lender account, lenders will be facilitated by the system, therefore, they do not need to register manually.

“Whether lenders want to do the funding later, it can be directly used without having to disburse the mutual funds before. Mutual fund unit ownership automatically decreases according to the amount of funding distributed,” he explained.

Throughout this process, in terms of user experience, the lenders will not feel any difference at all with the system that previously running.

In addition to KoinWorks, another p2p lending platform already launched similar initiation is Investree. The startup collaborates with Tanamduit and Principal Asset Management.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

KoinWorks dan MMI Kerja Sama Tawarkan Investasi Reksa Dana untuk Pendana

KoinWorks resmi menggaet Mandiri Manajemen Investasi (MMI) untuk pengelolaan dana para pendana untuk diinvestasikan ke instrumen Reksa Dana Mandiri Investasi Pasar Uang 2 (MIPU 2). Kerja sama ini sekaligus dalam rangka memenuhi ketentuan OJK terkait saldo kas lender pada akun p2p lending yang tidak boleh mengendap lebih dari dua hari.

Dalam momentum ini, KoinWorks berupaya untuk mendorong lebih banyak investor pasar modal di Indonesia dari kalangan penggunanya melalui platform-nya. Lantaran, menurut data perusahaan, hampir 70% pendana yang berinvestasi adalah investor pemula. Pengetahuan mereka perihal instrumen investasi lainnya di luar p2p lending, masih sangat awam.

Sebagai informasi, KoinWorks sebelumnya juga didanai Mandiri Capital Indonesia (MCI) dalam putaran seri A.

“Produk ini sudah kita pilot project sejak akhir tahun lalu, tapi baru untuk kalangan terbatas saja. Kita ingin memperkenalkan produk reksa dana untuk 400 ribu lender KoinWorks,” terang Co-Founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono, dalam konferensi pers secara online, Rabu (10/6).

Direktur Utama MMI Alvin Pattisahusiwa menambahkan, KoinWorks adalah mitra p2p lending pertama yang digaet oleh perusahaan. Produk reksa dana yang dikelola punya banyak kelebihan yang sejalan dengan profil para pendana di KoinWorks.

Di antaranya, punya likuiditasnya yang tinggi dengan waktu transaksi T+0 atau same day settlement. Artinya, waktu pencairan bisa dilakukan pada hari yang sama dengan hari pembelian. Produk reksa dana umumnya memberlakukan ketentuan pencairan T+3 atau T+7 masuk ke rekening nasabah.

Berikutnya, nominal investasi mulai dari Rp10 ribu dan imbal hasil di atas bunga deposito. Sebagai gambaran, MIPU 2 pada tahun lalu memberikan imbal hasil sebesar 5,7%. “Produk ini sangat cocok menjadi underlying otomatisasi reksa dana bagi pengguna,” kata dia.

CMO KoinWorks Jonathan Bryan menjelaskan lebih jauh, dana pendana yang mengendap di platform KoinWorks selama lebih dari dua hari akan secara otomatis dikonversi menjadi reksa dana MIPU 2 yang dikelola MMI, sehingga tidak bergantung pada keinginan pendana

Dalam proses pembukaan akun investor, pendana akan dipermudah oleh sistem sehingga mereka tidak perlu registrasi secara manual.

“Jika nantinya lender mau melakukan pendanaan, dana dapat langsung digunakan tanpa perlu mencairkan reksa dananya terlebih dahulu. Kepemilikan unit reksa dana secara otomatis berkurang sesuai dengan jumlah pendanaan yang dilakukan,” terangnya.

Seluruh proses ini, dilihat dari segi user experience, para pendana tidak akan merasakan adanya perbedaan sama sekali dengan sistem yang sudah berjalan sebelumnya.

Tak hanya KoinWorks, platform p2p lending lainnya yang sudah lebih dahulu merilis inisiasi ini adalah Investree. Startup tersebut menggandeng Tanamduit dan Principal Asset Management.

Application Information Will Show Up Here