Menengok Nasib Platform “Bike Sharing” di Tengah Tren Demam Bersepeda

Pandemi mengungkap sejumlah kebiasaan baru manusia. Tren bersepeda merupakan satu di antaranya. Bersepeda memang bukan kegiatan baru, namun tren bersepeda di masa pandemi ini tak bisa dipandang sebelah mata.

Ketika pandemi melumpuhkan banyak sekali aktivitas di luar ruang, bersepeda justru menjadi pilihan banyak orang. Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Keadaan ini jelas membawa pengaruh yang tak kecil ke bisnis sepeda, khususnya bike sharing.

Ketika kami menyebut tren bersepeda terjadi secara global, artinya minat aktivitas ini tak hanya terjadi di dua-tiga negara. Jalanan di Amerika Serikat, Filipina, Italia, India, Indonesia, dan negara lainnya kian dipenuhi oleh pesepeda.

Ada beberapa alasan minat bersepeda kini sangat tinggi. Pertama, sepeda sebagai alternatif moda transportasi. Bahaya penyebaran Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti kereta dan bus mencuatkan kembali sepeda sebagai sarana transportasi yang murah dan aman bagi para pekerja. Kedua, tidak banyak pilihan berolahraga selama pandemi ini. Sepeda menjawab kedua kebutuhan tersebut.

Lalu apa arti tren bersepeda bagi startup yang fokus bisnisnya bike sharing? Yang jelas dampaknya besar, meski tak selalu positif.

Dampak beragam

Di Indonesia, startup di vertikal ini memang belum banyak. Meskipun demikian, lonjakan permintaan unit sepeda di sini tak main-main. Itu sebabnya apa yang terjadi saat ini tak lepas dari observasi Speeda dan Gowes, dua startup yang bergerak di segmen bike sharing.

Dikutip dari Kompas.com, permintaan sepeda disebut meningkat hingga 3-4 kali lipat selama pandemi berlangsung. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo) Eko Wibowo Utomo menyebut kenaikan itu terjadi karena sepeda dilirik sebagai sarana transportasi dan rekreasi warga.

PT Surya Teknologi Perkasa yang membawahi layanan bike sharing Gowes menyebut situasi ini menguntungkan mereka. Presiden Direktur Iwan Suryaputra mengatakan antusiasme warga terhadap bersepeda berpengaruh positif atas penggunaan Gowes.

“Gowes hadir sebagai solusi alternatif transportasi jarak pendek, rekreasi, dan olahraga. Dengan adanya tren bersepeda yang berkembang saat ini, hal tersebut tentunya memicu peningkatan positif terhadap minat pengguna bike sharing,” ujar Iwan kepada DailySocial.

Nada berbeda disampaikan Speeda. Muhammad Reza dari tim Business Development Speeda menyampaikan, peningkatan kepemilikan sepeda saat ini bisa berarti kabar buruk bagi bisnis penyewaan sepeda seperti mereka. Reza menilai semakin banyak orang memiliki sepeda, maka semakin berkurang minat menggunakan bike sharing.

Jogjabike yang dihadirkan Speeda beroperasi di titik-titik wisata Yogyakarta. Semakin banyaknya penduduk lokal yang memiliki sepeda berimbas pada pendapatan dari penyewaan sepeda yang kini hanya bergantung pada pendatang luar kota. “Semakin banyak pemilik sepeda, semakin banyak pula orang yang datang ke lokasi dengan menggunakan sepeda mereka sendiri,” imbuh Reza.

Mengakali situasi

Gowes punya harapan lebih dari situasi demam bersepeda saat ini. Iwan mengatakan, pihaknya berniat terus menggenjot jumlah pengguna di dalam negeri. Kiat paling utama adalah dengan tetap beroperasi sembari menjalankan protokol kesehatan. Sayangnya, Iwan tak menjelaskan lebih detail protokol kesehatan yang dimaksud.

Tren bersepeda saat ini menjadi peluang emas bagi Gowes yang cukup agresif dalam melebarkan pasarnya hingga ke luar negeri. Covid-19 menunda banyak rencana mereka, termasuk ekspansi ke negara lain serta peluncuran inovasi baru.

“Total member kami yang sudah bergabung dengan aplikasi Gowes lebih dari 300.000 pengguna. Kami kemungkinan akan segera hadir di salah satu kota besar lainnya di Indonesia, namun sambil melihat perkembangan dengan adanya keadaan pandemi Covid-19 ini,” ujar Iwan.

Reza lebih realistis memandang situasi sekarang. Menurutnya, bisnis bike sharing di Indonesia memang bisa bertahan atau bahkan makin moncer jika diposisikan sebagai alat transportasi alternatif. Namun jika tetap dipaksakan sebagai kendaraan rekreasional, kondisi saat ini bagi bisnis bike sharing adalah momen yang terburuk.

Meskipun demikian, Speeda tidak berpangku tangan melihat pasar mereka remuk akibat tren bersepeda ini. Mereka mulai mempertimbangkan celah lain dalam bisnis penyewaan sepeda. Salah satu caranya adalah merangkul para pemilik sepeda untuk menyewakan sepedanya lewat platform sehingga mereka tak perlu lagi menyediakan sepeda sendiri.

“Meskipun jumlah pemilik sepeda meningkat, namun ada kemungkinan bahwa orang yang tidak memiliki sepeda masih lebih banyak. Oleh karena itu peluang penyewaan masih sangat besar,” cetus Reza.

Kendati demikian, bisnis bike sharing masih menghadapi persoalan besar. Jogjabike yang sudah punya 60.000 pengguna harus tetap mencari alternatif bisnis penyewaan untuk mengantisipasi pandemi yang berkepanjangan.

“Para pengusaha bike sharing harus memikirkan bagaimana menghasilkan revenue dengan apa yang mereka punya saat ini meskipun dengan angka penyewaan yang rendah,” pungkas Reza.

Application Information Will Show Up Here

Memasuki Tahun Kedua, JogjaBike Mulai Monetisasi Layanan

Memperingati hari jadinya yang pertama, platform bike-sharing JogjaBike perbarui aplikasi. Diumumkan hari Minggu (27/10), saat ini layanan juga sudah dimonetisasi. Pengguna dikenakan biaya Rp5.000,- untuk menggunakan sepeda selama satu jam. Selain itu jumlah sepeda akan ditambah hingga 50 unit.

“Pengisian saldo bisa dilakukan lewat mobile/internet banking, ATM, hingga dompet elektronik seperti Dana dan LinkAja. Pengguna juga bisa menggunakan voucher fisik yang bisa dibeli dari operator JogjaBike,” terang Business Development Speeda Muhammad Reza.

Selain itu, sepeda dan mekanisme peminjaman juga turut diperbarui. Saat ini JogjaBike telah dilengkapi bike-lock yang terintegrasi dengan stasiun sepeda dan aplikasi “Speeda” sebagai anak usaha Gamatechno. Pertamina Foundation turut mendukung inisiatif ini.

“Aplikasi JogjaBike terbaru dilengkapi dengan GPS Tracking yang akan memudahkan pengguna untuk mengetahu rute bersepedanya. Selain itu, operator juga bisa memantau sejauh mana pengguna menggunakan sepedanya,” imbuh Reza.

Pengguna tidak bisa sembarang melakukan pemberhentian perjalanan. Mereka hanya bisa mengakhiri perjalanan di stasiun yang tersedia di sepanjang jalan Malioboro.

General Manager Technology, Business, & Innovation Gamatechno Saga Iqranegara menambahkan, dalam pengembangan platform baru seperti ini perusahaannya sangat menghitung terkait durability. Layanan baru tetap jalan, namun tidak merusak hal-hal lain di sekelilingnya.

Durability yang paling penting, jangan sampai saat menggunakan di perjalanan sepeda malah rusak,” papar Saga.

Di Indonesia, komoditas bike-sharing memang baru menjangkau di area spesifik. Umumnya diimplementasikan di lingkungan khusus, misalnya universitas seperti yang dilakukan Banopolis, Telkomsel dan Huawei tahun lalu; atau di area wisata seperti yang dilakukan JogjaBike atau Gowes di beberapa titik.

Sementara GrabWheels hadir dengan jangkauan akses arena yang lebih luas melalui layanan skuter elektrik, tawarkan model penggunaan yang serupa melalui aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Debut di Pasar Internasional, Layanan Bike Sharing “Gowes” Miliki 130 ribu pengguna

Layanan bike sharing Gowes segera mulai debutnya di pasar internasional tahun ini, dengan menyasar Miami (Amerika Serikat), Bogota dan Cartagena (Colombia) dengan nama layanan Poing, dan Swedia dengan nama Ozone.

Direktur Utama Gowes Iwan Surya Putra menerangkan ekspansi ini berada di bawah jaringan Gowes Alliance yang terbentuk pasca pengumuman kerja sama strategis dengan produsen e-scooter asal Tiongkok, Freego High Tech dan Shenzhen TeteZhiZao (TTec).

“Tahun 2019, untuk di dalam negeri Gowes berencana tetap konsentrasi di kota-kota yang sudah ada. Sedangkan di luar negeri, jaringan Gowes Alliance akan beroperasi di Miami, Bogota, Cartagena, dengan nama layanan (Poing) dan Swedia dengan nama layanan (Ozone),” terang Iwan kepada DailySocial.

Gowes Alliance memungkinkan teknologi Gowes digunakan operator lokal e-scooter sharing yang menggunakan unit dari Freego dan TTec. Para operator scooter dapat menggunakan merek Gowes atau merek sendiri, yang dibubuhi dengan nama “Powered by Gowes.”

Adapun di dalam negeri, layanan Gowes telah tersedia di Jakarta dan Tangerang dengan tujuh titik, di antaranya Bintaro Cluster Discovery, Monas, Gelora Bung Karno, UI, NavaPark BSD dan sebagainya. Kota lainnya, tersedia di Bali (Kuta, Legian, Seminyak, Garuda Wisnu Kencana), Semarang (Simpang Lima), dan Bandung (Telkom University).

Dari seluruh lokasi tersebut, sambungnya, Gowes telah menjaring 130.103 pengguna sejak tahun lalu sampai sekarang. Lokasi terbaru yang diumumkan Gowesa adalah di Jalan Thamrin, Jakarta.

Menurut Iwan, ini adalah hasil dukungan dari Pemprov DKI Jakarta atas usulan dari Institute for Transportation & Development Policy (ITDP). Sekarang masih dalam tahap uji coba di sekitar pintu MRT Bundaran Hotel Indonesia untuk tahap sosialisasinya.

Perusahaan masih menunggu keputusan dari Pemprov DKI Jakarta untuk rencana jangka panjang layanannya di lokasi tersebut. “Antusiasme masyarakat cukup besar dan kami berharap dapat segera beroperasi penuh dalam waktu dekat.”

Mengenai inovasi berikutnya, Iwan enggan membeberkan lebih lanjut. Namun, menurutnya sebagai startup teknologi, mengedepankan inovasi selalu jadi hal utama.

“Saat ini Gowes sedang melakukan beberapa pengembangan. Tunggu tanggal mainnya,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Gowes Jalin Kemitraan Strategis dengan Produsen E-scooter Asal Tiongkok

Platform bike and e-scooter sharing Gowes mengumumkan telah menjalin kerja sama strategis dengan dua perusahaan produsen elektronik scooter asal Tiongkok, Freego High-Tech Co Ltd (Freego) dan Shenzhen TeteZhiZao Co. Ltd (TTec). Dengan kerja sama ini Gowes akan menyediakan platform aplikasi Gowes e-scooter sharing perusahaan tersebut.

Kerja sama strategis ini juga akan menjadi jalan bagi Gowes untuk memasuki pasar global, mengingat Freego merupakan salah satu perusahaan high-tech yang aktif dalam pengembangan smart vechicles di Tiongkok. Sementara itu TTec merupakan produsen pembuat e-scooter yang aktif memasarkan produk scooter dengan berabgai pengembangan dan inovasi terkini.

“Kami sangat gembira atas terlaksananya kerja sama strategis dengan Freego dan TTec ini. Kolaborasi ini menjadi sebuah milestone besar bagi kami untuk menembus pasar global dan memperluas jaringan layanan kami. Langkah ini juga akan menjadi titik awal bagi kami untuk mendirikan pondasi yang kuat di tingkat global, di mana layanan IoT kami dapat menjadi platform infrastruktur untuk berbagi ribuan bisnis e-scooter sharing maupun bike sharing,” terang Direktur Utama PT Surya Teknologi Perksa (Gowes) Iwan Surya Putra.

Iwan melanjutkan, “Mimpi kami ke depannya para pengguna scooter sharing internasional cukup memiliki satu aplikasi Gowes dan dapat menggunakannya di berbagai kota di seluruh penjuru dunia.”

Lebih jauh dijelaskan bahwa kolaborasi yang dijalankan dalam kerja sama kali ini adalah co-branding platform yang memungkinkan aplikasi Gowes digunakan operator lokal untuk scooter sharing yang menggunakan unit dari Freego dan TTec. Nantinya para operator scooter dapat memilih opsi co-branding dengan menggunakan merek Gowes atau merek mereka sendiri dibubuhi “Powered by Gowes”.

Di Indonesia sendiri beberapa waktu lalu sempat muncul isu mengenai pelarangan penggunaan e-bike di jalan raya. Mengantisipasi hal tersebut pihak Gowes menjelaskan bahwa mereka akan akan patuh terhadap aturan yang berlaku. Termasuk mempromosikan untuk menggunakan helm untuk keamanan pengguna.

Sedangkan untuk bike dan e-bike mereka mengaku akan mencoba bekerja sama dengan pemerintah jika nantinya Gowes akan beroperasi di jalan raya, seperti yang sudah mereka lakukan di Kota Semarang dan Bali. Termasuk melakukan trial testing sebelum beroperasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait dan akan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk setiap armada dan kawasan operasional Gowes.

Application Information Will Show Up Here

Polda Metro Jaya Pertanyakan Legalitas Sepeda Listrik di Jalan Raya, Migo Sampaikan Siap Patuhi Aturan

Mulai ramainya sepeda listrik dari Migo di jalan raya Jakarta menjadi perhatian khusus Polda Metro Jaya. Armada Migo dinilai tidak memiliki izin operasional, terutama untuk di jalan raya. Menanggapi hal ini pihak Migo mengeluarkan pernyataan bahwa akan menaati aturan-aturan yang berlaku.

Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herman Ruswandi menyampaikan, terkait pelarangan armada Migo di jalan raya akan dibahas dan kemungkinan akan dirazia jika masih beroperasi.

“Ini jadi bahasan yang akan dibahas hari Senin (11/2). Itu nanti akan ditangkap dirazia, dikandangin (sepeda listrik Migo),” terang Herman seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Herman menjelaskan bahwa pelarangan tersebut dibuat lantaran pihak kepolisian mempertanyakan apakah armada sepeda listrik Migo itu telah lulus uji layak operasi.

Pihak kepolisian pun rencananya akan menertibkan dulu armada Migo yang masuk ke jalan raya dan akan berdiskusi dengan pihak terkait termasuk Dinas Perhubungan. Karena berdasarkan Undang-undang Pasal 49 Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkatan Jalan menyebutkan bahwa setiap kendaraan bermotor yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian.

Kendati demikian, armada Migo masih boleh beroperasi di tempat-tempat wisata seperti Ancol, karena Herman menilai armada Migo harusnya digunakan dalam area tertutup bukan di jalan raya.

“Kalau bicara UU, mau sepeda motor itu listrik atau bensin tetap saja motor, harus taat aturan. Seperti bayar pajak, dibolehkan tidak operasional ke jalan raya. Jalan raya punya kelas: satu, dua, dan tiga. Berapa sih kecepatannya, nah ini kan jadi mengganggu pengguna kendaraan lain,” jelas Herman.

Menanggapi kabar ini pihak Migo pun angkat bicara. Manajer Operasional Migo Jakarta Sukamdani menyatakan bahwa pihak Migo saat ini tengah menindaklanjuti hal tersebut. Pihak Migo juga berencana akan melakukan uji tipe ke Kementrian Perhubungan.

“Terakhir kali kami diskusi dengan pihak dinas perhubungan dan kepolisian saat itu memang belum ada izin khusus soal sepeda listrik ini, namun saat ini Migo sendiri akan melakukan uji tipe terdahulu ke Kementrian Perhubungan,” terang Dani.

Menurut Dani pihak Migo juga menyatakan akan selalu patuh dan mengikuti regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Migo juga berkomitmen untuk menindak secara tegas para penggunanya jika terbukti menyalahi aturan lalu lintas, mulai dari teguran hingga pemblokiran akun Migo.

“Selama regulasi memperbolehkan sepeda melalui jalan-jalan tersebut, ya kami memperbolehkan para pengguna. Kalau ada larangan, kami sudah menyebutkan dalam ketentuan di aplikasi bahwa pengguna harus menaati setiap peraturan yang berlaku di jalan,” imbuh Dani.

Migo sendiri merupakan penyedia layanan bike sharing. Dengan mengunduh aplikasi dari Migo para pengguna akan diberikan akses untuk menggunakan armada Migo atau ebike hanya dengan melakukan scan QR.

Agar bisa terdaftar di aplikasi Migo, pengguna minimal harus berusia 17 tahun dan harus melengkapi sejumlah informasi seperti nomor HP dan KTP yang berlaku.

Application Information Will Show Up Here

Layanan “Bike Sharing” Gowes Resmi Hadir di Semarang

PT Surya Teknologi Perkasa (Gowes) saat ini telah resmi mengoperasikan layanannya di Semarang. Kehadiran mereka tersebut berkat jalinan kerja sama dengan Pemkot (Pemerintah Kota) Semarang. Gowes akan membawa e-bike dan e-scooter mereka untuk bisa dinikmati di beberapa titik di kota tersebut.

“Gowes bekerja sama dengan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Semarang dalam menghadirkan layanan bike sharing. Kami berperan sebagai operator yang menyediakan layanan bike sharing berupa sepeda, e-bike dan e-scooter Gowes, sementara Pemkot menyediakan tempat-tempat parkir sepeda di kota Semarang,” ujar President Director PT Surya Teknologi Perkasa Iwan Suryaputra ketika dikonfirmasi DailySocial.

Iwan melanjutkan bahwa ratusan sepeda Gowes akan ditempatkan di berbagai wilayah kota Semarang, baik kawasan permukiman maupun kawasan wisata. Gowes juga akan bisa ditemui di titik pusat keramaian seperti kawasan Kota Lama, pusat oleh-oleh, Lawang Sewu, dan berbagai tempat wisata lainnya.

Kota Semarang saat ini menjadi kota pertama yang memberikan izin Gowes untuk diletakkan di mana saja. Peremajaan kawasan Kota Lama Semarang yang dilakukan oleh pemerintah akan membawa dampak positif. Kawasan tersebut diharapkan akan menjadi salah satu tempat yang nyaman untuk wisata bersepeda yang sekaligus menambah daya tarik wisata.

“Kota Semarang hanyalah awal untuk memperkenalkan layanan bike sharing Gowes di Jawa Tengah, saat ini kami sedang menyiapkan ekspansi Gowes di berbagai kota lainnya,” imbuh Iwan.

Ia melanjutkan, kriteria kota yang akan menjadi tujuan Gowes selanjutnya adalah kota-kota yang memiliki kawasan wisata, khususnya memiliki jalur sepeda dan tentunya dukungan dari pemerintah untuk berkolaborasi menyediakan layanan bike sharing.

Setelah hadir di Jakarta, Bali, dan Semarang; tahun 2019 ini Gowes akan berusaha untuk melebarkan jangkauan layanan mereka di berbagai wilayah di Indonesia. Gowes berharap layanan yang mereka tawarkan mampu menjadi alternatif untuk transportasi jarak pendek.

“Tentunya kami akan terus memperlebar jangkauan layanan kami di berbagai wilayah di Indonesia dan terus melakukan inovasi dan  evaluasi berkala terhadap layanan kami sehingga dapat terus meningkatkan kualitas kami untuk menjadi alternatif transportasi jarak pendek.”

“Contohnya saja, sejak pertama kali memperkenalkan layanan bike sharing tahun lalu, kini kami tidak hanya menghadirkan sepeda, namun juga menghadirkan Gowes Fleet, yaitu e-bike dan e-scooter. Bahkan, e-scooter kami kini sudah tersedia bagi masyarakat yang ingin membelinya melalui berbagai mitra kami,” jelas Iwan.

Application Information Will Show Up Here

Layanan “Ebike Sharing” Migo Siap Ekspansi ke Bandung dan Semarang

Layanan ebike sharing Migo segera perluas jangkauannya ke lokasi baru setelah sebelumnya resmi hadir di Jakarta. Kota yang diperkirakan bakal disambangi selanjutnya adalah Bandung dan Semarang. Tak hanya itu Migo juga melirik pasar luar negeri, yakni ke kota Bangkok. Migo pertama kali hadir di Surabaya sejak Agustus 2017.

“Setelah cukup kuat di Jakarta, rencana kami berikutnya adalah memperluas cakupan ke kota lainnya seperti Bandung dan Semarang,” terang Chairman & Co-Founder Migo Howard Yu, Rabu (5/12).

Untuk memperkuat bisnisnya di Jakarta, Migo menyiapkan 90 station dengan 500 unit ebike (sepeda elektrik). Lokasinya mayoritas ada di bagian selatan dan pusat kota Jakarta.

Pada akhir tahun ini ditargetkan pertumbuhannya bisa mencapai 300 station dengan 2000 unit ebike. Sementara untuk target tahun depan, setidaknya untuk paruh pertama bisa menembus 5000 ribu unit ebike.

Yu mengatakan, banyaknya persediaan ebike Migo dilakukan untuk menyambut tingginya permintaan dari masyarakat. Hal ini turut dianggap sebagai tantangan yang dihadapi Migo. Orang Jakarta dilihat lebih terbuka terhadap teknologi baru dan mau mencobanya.

Beda halnya ketika Migo hadir di Surabaya, isu yang perlu diselesaikan adalah mengenai edukasi ebike kepada masyarakat. Yu melihat masyarakat Surabaya cukup “konservatif” terhadap inovasi baru, sehingga butuh proses edukasi yang lebih ekstra.

Ini berdampak pada suplai unit ebike di Surabaya, meski sudah setahun beroperasi, sampai saat ini baru ada 1000 unit saja. Seluruh sepeda tersebar di 200 station dan diklaim saat ini memiliki 12 ribu konsumen aktif di Surabaya.

Ebike Migo didesain tidak memiliki polusi karena menggunakan daya baterai yang dapat diisi ulang. Ebike dapat dipakai secara terus menerus antara 6 sampai 8 jam dengan kecepatan 40 km per jam berjarak tempuh antara 40 km sampai 60 km.

“Karena ini adalah sepeda, makanya kecepatan hanya sampai 40 km. Sebab kalau di atas itu bukan tergolong sebagai sepeda lagi, tapi sebagai motor. Terlebih kami sangat mengutamakan safety riding.”

Mengutamakan keamanan pengendara

Untuk mitigasi risiko dari segala kemungkinan yang bisa terjadi, Migo hanya menggunakan akses QR untuk mengoperasikan ebike. Itupun hanya bisa digunakan oleh penyewa ebike. Apabila penyewa ingin mengunci sementara waktu, cukup dengan memindai kode QR saja.

“Semua sistem ebike tidak ada yang manual, semua harus pakai kode QR. Tujuannya agar aman dan tidak disalahgunakan.”

Agar dapat menikmati Migo, pengguna cukup mengunduh aplikasi dan melakukan registrasi dengan menggunakan nomor handphone dan KTP yang berlaku. Migo tidak bisa digunakan untuk pengguna yang berusia di bawah 17 tahun.

Setelah berhasil mendaftar, pengguna cukup mencari Migo station terdekat dan menekan tombol “pesan”. Tiba di station, pengguna hanya perlu memindai kode QR ebike sesuai dengan kode yang tertera di aplikasi. Setiap penyewaan ebike, telah dilengkapi dengan helm untuk keselamatan pengendara.

Saat ingin mengembalikan ebike, pengguna hanya perlu mencari station terdekat dan menekan tombol “pengembalian.” Nanti akan tertera biaya yang harus dibayarkan pengguna setelah pengembalian diterima. Pembayaran bisa dengan tunai atau non tunai lewat e-wallet Migo. Biaya yang harus dikeluarkan saat menyewa satu unit Migo adalah 3 ribu Rupiah per 30 menit.

Buka peluang kemitraan

Yu menambahkan, Migo menerapkan konsep kemitraan untuk penempatan fasilitas ebike. Pihak yang ingin bergabung menjadi mitra hanya dipersyaratkan menyediakan area kosong seluas 10 meter persegi untuk menampung sekitar 10-20 sepeda per station.

Di samping itu, mitra perlu menyiapkan smartphone dan satu orang untuk menjaga station setiap harinya mulai dari pukul 6.00 sampai 21.30. Disebutkan tidak ada biaya keanggotaan yang dikenakan kepada mitra yang ingin bergabung. Ada pembagian komisi yang bisa didapat para mitra setiap harinya.

Station akan menjadi tempat untuk pemeliharaan ebike, termasuk melakukan isi ulang daya secara rutin.

Yo mengaku untuk investasi satu unit ebike pihaknya harus merogoh kocek sekitar Rp5 juta sampai Rp6 juta. Proses pembuatan ebike dilakukan di Jakarta, hanya saja komponen diambil dari Tiongkok.

Application Information Will Show Up Here

DycodeX Kembangkan JogjaBike, Platform “Bike-Sharing” Sepeda Klasik di Yogyakarta

DycodeX mengembangkan solusi end-to-end untuk JogjaBike, layanan bike sharing sepeda klasik di Yogyakarta. Diluncurkan secara resmi pada Sabtu (27/10) di Malioboro oleh Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan penggagas JogjaBike Muhammad Aditya, DycodeX memproduksi 20 perangkat untuk 20 sepeda Jogjabike demi memberikan pengalaman bike-sharing yang aman dan nyaman bagi warga maupun wisatawan.

Realisasi JogjaBike juga didukung Pertamina sebagai sponsor. Saat ini penggunaan layanan JogjaBike masih sepenuhnya gratis. Teknologi yang dikembangkan DycodeX fokus pada akses dan sistem keamanan sepeda – belum didesain untuk sistem pembayaran.

Untuk JogjaBike, DycodeX mengimplementasikan teknologi SmarterBike, sistem manajemen sepeda dan bike-sharing yang sebelumnya mereka kembangkan. Teknologi Smarterbike didesain dengan mengedepankan integrasi penuh keseluruhan sistem agar hardware dan software-nya saling terkoneksi dalam sebuah ekosistem bike-sharing.

“Fokus DycodeX dalam produk-produk yang diluncurkan lebih mengarah pada penyediaan solusi-solusi yang diharapkan berguna di Indonesia. Jadi tidak hanya bike sharing, kami ingin solusi-solusi yang kami tawarkan ini dapat digunakan oleh masyarakat yang lebih luas,” ujar CEO DycodeX Andri Yadi kepada DailySocial.

Saat ini JogjaBike miliki lima fitur utama. Pertama ialah sistem smart lock yang dapat dibuka dengan memindai kode QR melalui aplikasi. Kemudian yang kedua terdapat layar LED di sepeda untuk memberikan informasi mengenai jarak tempuh dan sisa waktu sewa.

Ketiga adalah fitur konektivitas internet via GSM untuk memberikan umpan balik data secara terus-menerus. Keempat, dengan akselerometer sistem didesain untuk dapat secara otomatis mendeteksi kecelakaan atau perusakan yang disengaja. Dan yang terakhir, panel surya untuk pengisian daya.

Saat ini aplikasi JogjaBike baru tersedia di platform Android. Untuk iOS akan menyusul dalam beberapa waktu mendatang.

Application Information Will Show Up Here

GOWES Resmikan Kehadiran di Bali

Setelah debut akhir Juli lalu di Jakarta, platform bike sharing lokal GOWES meresmikan kehadirannya di Bali. Seremoni peresmian dilakukan langsung olehDirut PT Surya Teknologi Perkasa Iwan Suryaputra dan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurut rilis yang diterima DailySocial, pasca peluncuran ini perusahaan sudah mengoperasikan ratusan sepeda GOWES di seputar Kuta dan Sanur.

Dalam sebuah wawancara bersama e27, Iwan pernah menyampaikan bahwa perusahaan menyadari betul bahwa budaya menggunakan sepeda masih sangat minim di Indonesia. Namun pihaknya meyakini bahwa uji coba ini akan menghasilkan tren baru di kalangan masyarakat. Minimal sebagai moda transportasi alternatif ketika mereka berlibur di suatu tempat wisata. Untuk itu pendekatan GOWES melakukan peluncuran awal di lokasi wisata, seperti di Monas, Sanur, dan Kuta.

Iwan turut memaparkan rencana ke depan untuk operasional GOWES. Layanan akan coba diintegrasikan dengan stasiun dan halte bus di Jakarta. Perusahaan saat ini tengah melakukan negosiasi dengan pemilik bangunan di wilayah sekitar untuk menyediakan tempat parkir khusus sepeda.

Di fase awal GOWES juga tidak membiarkan operasional sepenuhnya otomatis oleh sistem. Mereka masih melibatkan peran manusia, terutama dalam pengelolaan sepeda. Perusahaan menyadari betul ada stigma pesimis di kalangan masyarakat terhadap bike sharing, seperti risiko pencurian, pengembalian sepeda sembarangan/dilempar begitu saja, atau lainnya. Hal-hal tersebut memang nyata sudah terjadi.

GOWES menugaskan tim untuk memindai area tempat sepeda-sepeda ditinggalkan. Kegiatan pemindaian dilakukan tengah malam, saat semua aktivitas terhenti. Tim kemudian akan mengembalikan ke titik penjemputan sepeda, sehingga di pagi hari siap digunakan kembali. Diakui cara ini tidak efisien, namun demi proses edukasi perusahaan menilai penurunan efisiensi akan menghadirkan kesadaran di tengah masyarakat.

Didukung dua perusahaan yang sudah melantai di bursa saham, Kresna Graha Investama dan M Cash, GOWES menerapkan teknologi berbasis Tracking Device & Digital Indonesia Map di setiap unit sepeda. Implementasi teknologi tersebut memungkinkan pengguna tidak harus mengembalikan sepeda yang digunakan ke titik tertentu selama masih dalam area operasional GOWES.

Dengan Tracking Device & Digital Indonesia Map pada sepeda, tim GOWES dapat melacak lokasi sepeda dan kemudian melakukan pengumpulan sepeda yang telah selesai digunakan oleh pelanggan.

Application Information Will Show Up Here

M Cash Subsidiary Introduces GOWES, Bike Sharing Service in Jakarta

M Cash subsidiary held a trial for bike sharing service “GOWES” in Monas, Jakarta. The concept will be similar to other existing platforms, such as oBike, Ofo, and so on.

PT Surya Teknologi Perkasa (STP), the initiator, partners with local government through Jakarta Smart City . For its debut act, as many as 100 units of GOWES bikes are available in Monas.

“We’re glad by this trial as a way of marking the initial step of the bike sharing system in Jakarta. We expect bikes to be the short-route transportation options for public, given the positive impact it’ll bring, such as pollution-free and affordable cost,” Iwan Suryaputra, STP’s Chairman, said.

Previously, GOWES has been available in Bintaro Jaya and some area in Bali. GOWES bike sharing platform is one of STP’s further development after Tracking Device & Digital Indonesia Map initiation. The technology implementation allows users to put the bike anywhere, as long within GOWES operational areas.

Tracking Device & Digital Indonesia Map attached to the bike allows GOWES team to track its bike location and collect it.

Those who are using the GOWES bike can download the app via Google Play Store and App Store. Top up credit can be done using M Cash digital kiosk.

Regarding bike sharing service, a regional player oBike, previously has announced the plan for operational expansion in Jakarta after Bandung. However, the plan has not realized yet, given Singapore’s oBike service has been shut down.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here