Bimbel Milik Ruangguru Hadir di Ratusan Titik, Pertajam Strategi Blended Learning

Startup edtech Ruangguru makin menyeriusi konsep blended learning. Disebutkan pusat bimbingan belajar tatap muka (Ruangguru Learning Center) telah mencapai ratusan titik di Indonesia.

Mengutip dari blog perusahaan, terdapat lebih dari 200 cabang Brain Academy yang tersebar dari Aceh hingga Papua.

“Sebagai pelopor metode pembelajaran online, kami tetap menyadari pentingnya pendekatan blended learning dalam upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran. Dengan lebih dari 40 juta pengguna yang telah merasakan manfaat dari solusi pembelajaran online komprehensif Ruangguru, kami memperluas layanan dan memberikan pengalaman blended learning yang dapat memenuhi kebutuhan siswa yang menginginkan interaksi tatap muka,” ujar Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara dalam keterangan resmi, Selasa (18/7).

Menurut Belva, ekspansi ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan pelajar SD-SMA yang mengalami perubahan signifikan dalam proses kegiatan belajar mengajar pasca-pandemi.

Ruangguru Learning Center menawarkan program belajar yang dirancang secara individual sesuai dengan kebutuhan setiap siswa dan dikelola oleh tim pendidik profesional yang berpengalaman.

Setiap Learning Center dilengkapi dengan fasilitas belajar terkini yang telah terintegrasi dengan Sistem Manajemen Belajar yang memungkinkan siswa untuk mengakses ribuan materi belajar dan persiapan ujian secara online. Juga, terdapat fasilitas Klinik PR untuk konsultasi pelajar yang dapat dijadwalkan sesuai kebutuhan.

Sejak 4tahun lalu Learning Center diperkenalkan ke publik, diklaim telah berhasil meningkatkan probabilitas kelulusan siswa di PTN hingga tiga kali lipat dan meningkatkan nilai dan prestasi belajar >90% siswanya.

Selain pelajaran-pelajaran yang diujikan di sekolah dan SNPMB (Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru), Ruangguru Learning Center juga menyediakan beragam kursus untuk berbagai segmen, seperti kursus bahasa Inggris (English Academy) untuk anak hingga dewasa dengan pengajar internasional dan lokal, serta Ruangguru for Kids yang membantu mengembangkan potensi dan kemampuan anak-anak, seperti kursus bahasa, coding, literasi, dan sekolah online bagi anak usia 3-12 tahun.

Adaptasi bisnis

Bagi pemain seperti Ruangguru dan Zenius yang menyasar K-12 sebagai target utama penggunanya, masuk ke bimbel offline merupakan strategi yang paling rasional agar tetap dapat relevan. Lantaran, daya jangkau solusi ini masih berpusat di perkotaan, terutama pulau Jawa. Zenius masuk ke ranah ini melalui akuisisinya terhadap Primagama.

Saat ini, pemerataan konektivitas internet juga belum terjadi di pedesaan, pun akses memiliki perangkat yang diperlukan untuk menggunakan alat edtech bagi pelajar berpenghasilan rendah juga terbatas. Alhasil, keleluasaan untuk bisa belajar online tidak dapat diakses oleh semua pelajar di Indonesia. Maka dari itu, proses belajar tatap muka masih menjadi andalan.

Pada prinsipnya, blended learning mendorong pertumbuhan kognisi pada siswa karena dilibatkan secara aktif dalam mengkaji pembelajaran yang diberikan, dengan bantuan pendampingan dari guru. Pada pembelajaran digital, teknologi hanya bersifat sebagai tambahan (suplemen), sementara pada blended learning, teknologi diintegrasikan secara seksama dalam desain pembelajaran. Hasilnya proses pembelajaran melibatkan interaksi dua arah antara guru dan siswa.

Nilai lebih ini sebelumnya belum mampu dihadirkan oleh pemain bimbel konvensional.

Dalam laporan keuangan Ruangguru, disebutkan perusahaan sudah meraup untung sebesar $3,7 juta pada 2021. sebelumnya perusahaan cetak rugi sebesar $1,2 juta pada 2020. Usai cetak laba, perusahaan memangkas ratusan karyawan pada akhir 2022. Tidak disebutkan total karyawan yang terdampak dari keputusan tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Zenius Mengonfirmasi Akuisisinya Terhadap Primagama

Startup edtech Zenius akhirnya resmi mengonfirmasi akuisisi penyedia layanan bimbingan belajar (bimbel) Primagama melalui penandatanganan perjanjian pada awal 2022. Melalui aksi korporasi ini, Zenius akan mengintegrasikan Primagama ke dalam platformnya agar dapat menghadirkan model pembelajaran baru berbasis online dan offline (hybrid).

Dalam wawancara eksklusif kepada DailySocial.id, CEO Zenius Rohan Monga mengatakan keputusannya mengakuisisi Primagama didasari oleh permintaan para orang tua terhadap layanan bimbel offline setelah anaknya menggunakan layanan belajar livestreaming. Sejalan dengan meningkatnya kualitas layanan livestreaming dan pengalaman siswa, para orang tua justru menginginkan Zenius dapat memiliki kurikulum sendiri.

“Karena ada permintaan dari segmen pengguna layanan livestreaming terhadap solusi/produk offline, kami merasa ada gap di learning platform. Jika kami bisa bangun sistem pembelajaran hybrid, cara ini dapat menjadi pendekatan belajar yang komprehensif, terutama bagi mereka yang ingin belajar secara offline dan online. Ini salah alasan utama karena ada permintaan pasar atau customer-led decision untuk mengakuisisi Primagama,” tuturnya.

Bahkan selama masa pandemi Covid-19, ia mencatat pertumbuhan bisnis sekitar 20% dari total basis penggunanya menggunakan layanan livestreaming ini. Kemudian, layanan ini disebut berkontribusi sebesar 50% ke pendapatan Zenius.

Di samping itu, Zenius mengamati bagaimana pandemi berdampak signifikan terhadap bisnis lembaga bimbel di Indonesia akibat pemberlakuan belajar di rumah, terutama di 2020. Karena situasi ini, valuasi perusahaan bimbel menjadi lebih ‘affordable’. Kendati begitu, Rohan mengamati industri bimbel di Indonesia mulai bangkit kembali di 2021. Ia menilai ini menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan Primagama ke platform Zenius.

“Kami melihat offline learning mulai shifting ke hybrid learning meskipun pandemi belum usai. Kami meyakini fase selanjutnya di industri edtech setelah afterschool learning segment akan didorong oleh hybrid learning. Ini menjadi fokus kami di tahun selanjutnya di mana kami akan deliver pengalaman belajar hybrid dengan mengintegrasikan jaringan bimbel Primagama ke platform Zenius,” kata Rohan.

Pandemi juga telah membawa perubahan signifikan terhadap orang tua, tak hanya akselerasi adopsi teknologi antara guru dan siswa. Karena ada learning loss akibat kebijakan belajar di rumah, situasi ini meningkatkan kecemasan orang tua terhadap pencapaian akademis anak mereka.

“Orang tua dapat mengamati langsung kualitas delivery dari guru ketika anak belajar saat pandemi. Mereka jadi punya opini lebih tentang kualitas pendidikan dan refine ekspektasi mereka ke pengalaman belajar yang lebih baik bagi anak.”

Scale-up hingga integrasi

Alasan lain Zenius mencaplok Primagama di antaranya adalah hubungan baik yang telah dibangun oleh para founder dengan pemilik Primagama. “Kurikulum, cara mengajar, dan pedagogy mereka sangat align dengan Zenius. Ini menjadi pondasi dari akuisisi ini,” ujar Rohan.

Selain itu, model bisnis franchise Primagama dianggap cocok untuk meningkatkan skala bisnis Zenius selanjutnya. Zenius dikenal sebagai salah satu platform pelopor layanan bimbel di Indonesia. Platform yang didirikan oleh Sabda PS dan Medy Suharta ini telah diakses lebih dari 20 juta pengguna di sepanjan tahun ajaran 2019/2020. Adapun, Zenius menyediakan sekitar 100 ribu video pembelajaran dan latihan soal yang bisa diakses secara gratis.

Akuisisi ini membuka kesempatan bagi Zenius untuk mengambil kue pasar baru, terutama siswa yang selama ini belajar secara offline. Rohan menyebut Zenius memiliki konten pre-recorded untuk belajar mandiri yang dinilai dapat menjadi konten komplementer dengan apa yang dipelajari siswa secara offline.

“Kami akan mencari cara untuk membawa value tersebut ke siswa Primagama, kami harap dapat melakukan integrasi kurikulum Primagama dan Zenius selanjutnya. Kami ingin membawa seamless experience bagi tutor Zenius dan Primagama dalam menghadirkan pengalaman belajar yang bagus kepada siswa,” paparnya.

Di samping itu, Primagama dinilai punya posisi yang kuat sebagai top of mind penyedia bimbel, terutama di kalangan orang tua. Sejak berdiri di 1982, Primagama diyakini telah membangun keahlian yang kuat dalam membangun metode pembelajaran secara offline dan cara mengajar bagi para siswa.

Saat ini Primagama mengoperasikan 300 cabang, lebih dari 3.000 pengajar, dan lebih dari 30.000 siswa per tahnnya dari seluruh jenjang (SD, SMP, SMA) di berbagai provinsi di Indonesia. Kualitas Primagama dalam membantu siswa menghadapi ujian masuk perguruan tinggi juga disebut telah teruji.

We would have to evolve this blended curriculum. Apakah ini dari Zenius maupun Primagama, kami akan terus meningkatkan kualitas kurikulum agar bisa deliver the best learning outcome di Indonesia. Kami akan konsolidasikan all of the tech experience through Zenius platform,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

The End of an Era, Zenius Edtech to Acquire Offline Tutoring Service Primagama

Edtech startup, Zenius, is reported to have acquired the offline tutoring service, Primagama. According to a reliable source, this acquisition involves all branches of the course institution. According Primagama’s website, the company currently operates more than 250 branches in various provinces in Indonesia, serving 4 million students with 3 thousand employees. Branch expansion is carried out with the franchise concept.

We tried to contact Zenius’ rep, but haven’t received official confirmation.

Founded by Sabda PS and Medy Suharta, Zenius is known as one of the pioneers of online tutoring services in Indonesia. They debuted with offline tutoring, packaged the material on DVD, then fully became an online service. In fact, Primagama was founded in 1982. The collaboration between the two allows an integration of online to offline learning models or blended learning, utilizing their infrastructure and capabilities.

Previously, around the early 2010s, Primagama has developed an online service called “PrimagamaPlus”. However, due to the very premature market, the service seems to get less attention. At that time, direct tutoring (offline) was still the prima donna. Currently. the applications are there to support learning, but there is not much traction.

Zenius’ corporate action was held amidst the collapse of many offline tutoring businesses due to the pandemic. The school-from-home appeal has caused declining enthusiasm, especially when edtech services are rising digitally.

On the other hand, Zenius’ penetration to Primagama has the potential to provide a more interesting learning experience. Especially once the learning activities return to normal.

According to the 2021 KPAI survey, 78% of students demand to return to class. Virtual spaces are considered less effective. 57% of students find it difficult to follow the subject matter and practicum.

Zenius growth

Zenius currently has several products, the best selling is the online tutoring. Throughout the 2019/2020 school year, the Zenius tutoring application was accessed by more than 20 million users. It contains about 100 thousand learning videos and practice questions that is accessible for free. In addition, Zenius also provides Live Class services for direct guidance with selected teachers; there is also a UTBK simulation, and several other learning products.

Apart from formal learning, there is also Zenius Land app for toddler. While ZenPro is intended for professional learning with more general subject. Apart form focusing on students, Zenius also developed ZenRu for the teaching management platform.

In early 2021, Zenius secured a Pre-Series B round backed by a number of investors, including Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Northstar, Kinesys, and BeeNext. One year earlier, they posted an investment of $20 million in a Series A round. Zenius’ value is currently estimated at over $100 million.

Market competition and value propotition

Indonesian edtech sector is growing rapidly. The two head-tohead players are Ruangguru and Zenius – statistically, Ruangguru’s site visits and application downloads are far more superior. In addition, the two owned very similar sub-product variants.

Zenius always have strong sense to the material side. Instead of driving students to simply memorize, the material at Zenius emphasizes understanding fundamental concepts and critical thinking through various case studies.

Visitor statistic of Zenius and Ruangguru / Similarweb

Apart from Zenius and Ruangguru, a number of edtechs are haveing quite the maneuver. Most recently, CoLearn has recently secured a Series A funding of IDR 244 billion. The app heavily focused on math and science subjects, helping students complete homework independently. Other than that, there are Pahamify, Squline, and others.

The presence of Primagama in Zenius’ line of business has the potential to strengthen its value proposition once it succeeds in wrapping up a hybrid learning experience – this could also be the first in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Akhir Sebuah Era, Platform Edtech Zenius Dikabarkan Akuisisi Lembaga Bimbingan Belajar Primagama

Startup edtech Zenius dikabarkan telah mengakuisisi penyedia layanan bimbel (bimbingan belajar) Primagama. Menurut sumber terpercaya, akuisisi ini melibatkan seluruh cabang lembaga kursus. Menurut data di situs Primagama, saat ini perusahaan mengoperasikan lebih dari 250 cabang di berbagai provinsi di Indonesia, melayani 4 juta siswa dengan 3 ribu pegawai. Perluasan cabang dilakukan dengan konsep waralaba.

Kami mencoba menghubungi pihak Zenius, tetapi belum mendapatkan konfirmasi resmi.

Didirikan oleh Sabda PS dan Medy Suharta, Zenius dikenal sebagai salah satu pelopor layanan bimbel online di Indonesia. Mereka memulai debut dengan bimbel offline, selanjutnya mengemas materi dalam piringan DVD, lalu sepenuhnya menjadi layanan online online. Pun demikian Primagama berdiri sejak tahun 1982. Kolaborasi keduanya memungkinkan adanya integrasi model pembelajaran online to offline atau belended learning memanfaatkan infrastruktur dan kapabilitas yang dimiliki.

Sebelumnya, sekitar awal tahun 2010an, Primagama sebenarnya juga sempat mengembangkan layanan online berjuluk “PrimagamaPlus”. Hanya saja karena pasar yang belum siap, layanan tersebut tampak kurang mendapatkan perhatian. Kala itu bimbingan belajar secara langsung (offline) masih menjadi primadona. Sekarang pun mereka juga punya aplikasi untuk penunjang pembelajaran, namun traksi yang didapat kurang maksimal.

Aksi korporasi Zenius dilakukan di tengah goncangan hebat yang dirasakan pebisnis bimbel akibat pandemi. Aturan belajar di rumah membuat kelas-kelas bimbel sepi peminat, apalagi sekarang dimudahkan layanan edtech yang bergerak secara digital.

Di sisi lain, masuknya Zenius ke Primagama berpotensi menghadirkan pengalaman pembelajaran yang lebih menarik. Apalagi saat aktivitas pembelajaran kembali normal nantinya.

Menurut survei KPAI tahun 2021, 78% siswa/i memang menginginkan pembelajaran kembali ke kelas. Ruang-ruang virtual dirasa kurang efektif. 57% siswa/i merasa kesulitan mengikuti materi pelajaran dan pratikum.

Laju pertumbuhan Zenius

Saat ini Zenius memiliki beberapa produk, yang terlaris adalah bimbel online mereka. Sepanjang tahun ajaran 2019/2020, aplikasi bimbel Zenius diakses lebih dari 20 juta pengguna. Di dalamnya berisi sekitar 100 ribu video pembelajaran dan latihan soal yang bisa diakses secara gratis. Tidak hanya itu, Zenius juga menghadirkan layanan Live Class untuk bimbingan langsung dengan guru-guru terpilih; ada juga simulasi UTBK, dan beberapa produk pembelajaran lain.

Di luar materi pembelajaran formal, ada juga Zenius Land untuk aplikasi pembelajaran anak balita. Sementara ZenPro ditujukan untuk pembelajaran kalangan profesional dengan materi yang lebih umum. Tidak hanya fokus ke siswa, Zenius juga mengembangkan ZenRu untuk platform manajemen pengajaran guru.

Awal tahun 2021, Zenius mendapatkan pendanaan putaran Pra-Seri B yang didukung sejumlah investor, termasuk Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Northstar, Kinesys, dan BeeNext. Satu tahun sebelumnya mereka membukukan investasi $20 juta pada putaran Seri A. Diperkirakan saat ini Zenius sudah memiliki valuasi di atas $100 juta.

Kompetisi pasar dan proposisi nilai

Sektor edtech di Indonesia cukup berkembang pesat. Dua pemain yang saat ini mendominasi adalah Ruangguru dan Zenius – secara statistik kunjungan situs dan unduhan aplikasi Ruangguru lebih unggul. Selain itu, untuk varian sub-produk yang dimiliki keduanya juga nyaris memiliki kesamaan.

Satu hal yang selalu digaungkan Zenius adalah di sisi materi. Alih-alih mengajak peserta didik hanya menghafal, materi di Zenius mengedepankan pada pemahaman konsep fundamental dan cara berpikir kritis melalui berbagai studi kasus.

Statistik kunjungan situs Zenius dan Ruangguru / Similarweb

Di luar dari Zenius dan Ruangguru, sejumlah edtech juga terus bermanuver. Yang terbaru CoLearn baru saja membukukan pendanaan Seri A senilai 244 miliar Rupiah. Aplikasinya fokus pada pembelajaran matematika dan sains, membantu para siswa menyelesaikan berbagai PR secara mandiri. Di luar itu masih ada Pahamify, Squline, dan lain-lain.

Hadirnya Primagama di jajaran lini bisnis Zenius berpotensi menguatkan proposisi nilai jika benar-benar berhasil membungkus pengalaman belajar hybrid – ini juga bisa menjadi yang pertama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Zenius akan Terus Gratiskan Konten, Dua Produk Baru Diluncurkan untuk Topang Model Bisnis

Zenius mulai memperlihatkan keseriusannya bertransformasi sebagai platform edtech unggulan di tanah air sejak Rohan Monga bergabung sebagai CEO. Setelah pengumuman pendanaan seri A pada Februari kemarin, kini Zenius melakukan rebranding dengan mengubah logo dan menambah produk-produk baru.

Jika sebelumnya logo mereka didominasi dengan warna kuning-hitam, logo baru lebih dipenuhi dengan warna ungu dengan desain yang lebih sederhana. Mereka menyebut logo baru ini menandai Zenius sudah kian matang dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Gratis selamanya

Namun di antara pengumuman rebranding itu, ada penegasan yang penting yang keluar dari mulut Co-Founder & Chief Eduacation Officer Sabda PS. Dalam konferensi pers virtual, Sabda memastikan bahwa akses gratis mereka akan terus dipertahankan untuk selamanya. Konten gratis itu meliputi video konsep, latihan soal, serta jawabannya.

“Itu termasuk sebagian besar dari konten kita. Makanya target 30 juta pelajar yang punya akses internet seharusnya enggak ada masalah untuk mengakses Zenius,” ucap Sabda.

CEO Rohan Monga menambahkan, ada sekitar 80.000 konten video pembelajaran yang bisa diakses gratis. Menurut Rohan hal itu penting untuk memberikan kesempatan pelajar di nusantara untuk mengenyam konten pembelajaran yang berkualitas. “Karena kita ingin mengakselerasi high quality learning,” imbuh Rohan.

Zenius menggebrak skema edtech karena berani menggratiskan layanan mereka pada Desember 2019. Jika saat pengumuman penggratisan akses itu Zenius masih belum menyebut bagaimana monetisasinya, kini jawabannya sudah ada.

Produk baru

Rohan menjelaskan, ada dua produk baru mereka yakni Zenius Ultima dan Zenius Optima. Kedua produk ini memperkenalkan fitur interaksi langsung. Melalui fitur tersebut, pelajar bisa melakukan tanya jawab atau diskusi secara real-time dengan tutor senior Zenius baik untuk sekadar bimbingan belajar atau untuk persiapan ujian.

“Kita ingin pastikan edukasi berkualitas untuk segmen murid yang suka dengan interactive learning,” ujar Rohan.

Dalam paparan kemarin, Zenius mengklaim sudah memiliki 15,7 juta pengguna yang tersebar di 300 kota dan kabupaten. Tiga bulan terakhir Sabda menyebut aplikasi mereka sudah diunduh tiga juga kali. Selain faktor konten gratis, kondisi pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah juga berpengaruh.

Beroperasi sejak 2004, Zenius merupakan salah satu pionir edtech di Indonesia. Mereka dulu lebih dikenal berkat produk kepingan CD/DVD yang memuat konten-konten pembelajaran. Keberadaannya makin dikenal publik luas ketika bisa diakses lewat situs web dan aplikasi mobile.

Hampir 16 tahun unjuk gigi di Indonesia, Zenius sudah mengantongi pendanaan seri A senilai US$20 juta atau setara Rp260 miliar saat diumumkan Februari kemarin. Northstar Group, Kinesys Group, dan BeeNext berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Melihat agresivitasnya belakangan ini, bukan tidak mungkin Zenius mulai melirik pasar baru di luar Indonesia. Namun Rohan Monga langsung menampik kemungkinan tersebut.

“Ada banyak yang masih harus kita kerjakan dan fokuskan di Indonesia,” pungkas Rohan.

Application Information Will Show Up Here

Kelas Pintar’s Strategy Amid the Crowd Competition of Edtech Players

Kelas Pintar, a service under the auspices of PT Extramarks Education Indonesia tries to stir up the competition in the education technology service market in Indonesia. Begin its operation in 2017, they carry a subscription business model for a variety of distinctive features of distance learning.

PT Extramarks Education Indonesia, led by Fernando Uffie, is part of the Extramarks global brand that was founded in 2007 by Atul Kulshrestha. Apart from Indonesia, the Extramarks brand is also operated in India, South Africa, and several Middle Eastern countries.

Fernando explained to DailySocial, Kelas Pintar is an integrated online learning solution designed to increase interest in learning and understanding of the material. Their main focus is on the synergy of the roles of teachers, schools, and parents in the learning process.

One example of a reliable feature is Sekolah, allowing teachers to create online classes. Teachers can also hold online exams and monitor their students directly, therefore, the teaching and learning experience is made as comfortable and as close as possible to the classroom in general.

“To date, the Kelas Pintar application has been installed in more than 100 thousand devices and used by more than 100 schools. As general note, Kelas Pintar is accessible through web or applications based on Android and iOS,” Fernando said.

Indonesian edtech industry

Fernando explained, in addition to blended learning concepts (combining online-offline learning), Kelas Pintar also presents some features prerequisites with technology, such as a monitoring system that can be used as a reference to analyze the learning processes, reports, to online classes.

AI is also applied in the body of the Smart Class, functions to create learning systems and process data from student questions.

“Kelas Pintar is equipped with artificial intelligence technology that enables the system to ‘learn’ and process data from student questions. Used to provide solutions quickly and precisely to solve student problems in the learning process,” Fernando added.

In the last five years, the growth of the education technology services and industry have indeed been unstoppable. Every year there are new players with new concepts or the latest innovations that come from more mature players. The form is also diverse from online tutoring, video on demand, and lessons packed with gamification.

It takes differentiation for businesses to stay relevant in the midst of competition. Indonesia’s large education market still holds a lot of potentials to be explored, especially on a technology basis.

Indonesian edtech startup trend in the last decade / DSResearch
Indonesian edtech startup trend in the last decade / DSResearch

Fernando himself believes that the rise of many players in the education technology industry is important enough to accelerate Indonesian education quality.

“Because we believe, when educating the nation’s life becomes the goal of a state, then it is our duty to ensure all children can have a high-quality education,” added Fernando.

Future plans

Using a subscription business model, both for individual and corporate customers (schools or educational institutions), Kelas Pintar is quite optimistic about the solution offered. One of them is the Sekolah feature developed to help the adoption of new normal education.

“We want to reach out to more education stakeholders, be it students, teachers, parents, and schools, therefore they can benefit from Kelas Pintar solution,” Fernando explained their future plans.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Strategi Kelas Pintar di Tengah Ramainya Pemain Layanan Teknologi Pendidikan

Kelas Pintar, layanan yang berada di bawah naungan PT Extramarks Education Indonesia mencoba meramaikan persaingan pasar layanan teknologi pendidikan di Indonesia. Mulai beroperasi sejak tahun 2017, mereka mengusung model bisnis berlangganan untuk beragam fitur khas pembelajaran jarak jauh.

PT Extramarks Education Indonesia, yang digawangi oleh Fernando Uffie merupakan bagian dari brand global Extramarks yang didirikan sejak tahun 2007 oleh Atul Kulshrestha. Selain di Indonesia, brand Extramarks ini juga dioperasikan di India, Afrika Selatan, dan beberapa negara Timur Tengah.

Kepada DailySocial Fernando menjelaskan, Kelas Pintar merupakan solusi belajar online terintegerasi yang didesain untuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman terhadap materi. Fokus utama mereka terletak pada sinergi peran guru, sekolah, dan orang tua dalam proses pembelajaran.

Salah satu contoh fitur yang diandalkan adalah fitur Sekolah, memungkinkan guru membuat kelas online. Guru juga bisa menggelar ujian online dan memonitor anak didiknya secara langsung, sehingga pengalaman belajar-mengajar dibuat senyaman dan semirip mungkin dengan kelas pada umumnya.

“Sampai saat ini, aplikasi Kelas Pintar sudah dipasang di lebih dari 100 ribu kali dan digunakan oleh lebih dari 100 sekolah. Sebagai informasi, Kelas Pintar bisa diakses melalui web maupun aplikasi berbasis Android dan iOS,” terang Fernando.

Industri teknologi pendidikan Indonesia

Fernando menjelaskan, Kelas Pintar selain mengusung konsep blended learning (memadukan pembelajaran online-offline) juga mengusung beberapa fitur yang syarat dengan teknologi, seperti monitoring system yang bisa jadi acuan analisis proses belajar, laporan, hingga online class.

AI juga diterapkan dalam tubuh Kelas Pintar, berfungsi untuk membuat sistem belajar dan mengolah data dari pertanyaan siswa.

“Kelas Pintar dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan yang memungkinkan sistem untuk ‘belajar’ dan mengolah data dari pertanyaan siswa. Digunakan untuk memberikan solusi secara cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan siswa dalam proses belajarnya,” imbuh Fernando.

Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan industri dan layanan teknologi pendidikan memang tak terbendung. Setiap tahun ada saja yang pemain baru dengan konsep baru atau inovasi terkini yang datang dari pemain lama yang semakin matang. Bentuknya pun beragam, online tutoring, video on demand, hingga pelajaran yang dikemas dengan gamifikasi.

Butuh pembeda bagi bisnis untuk tetap relevan di tengah persaingan. Pasar pendidikan Indonesia yang besar masih menyimpan banyak potensi untuk digarap, terutama dengan basis teknologi.

Tren perkembangan startup edtech di Indonesia dalam satu dekade terakhir / DSResearch
Tren perkembangan startup edtech di Indonesia dalam satu dekade terakhir / DSResearch

Fernando sendiri yakin bahwa kemunculan banyak pemain di Industri teknologi pendidikan cukup penting untuk bisa mengakselerasi kualitas pendidikan di Indonesia.

“Karena kami percaya, ketika mencerdaskan kehidupan bangsa jadi tujuan bernegara, maka sudah jadi tugas kita bersama untuk memastikan pendidikan berkualitas bisa dinikmati oleh seluruh anak bangkah,” imbuh Fernando.

Rencana selanjutnya

Dengan model bisnis berlangganan, baik untuk pelanggan perorangan maupun korporasi (sekolah atau lembaga pendidikan), Kelas Pintar cukup optimis dengan apa yang mereka lakukan. Salah satunya adalah fitur Sekolah yang disiapkan untuk membantu adopsi new normal di bidang pendidikan.

“Kami ingin menjangkau lebih banyak stakeholder pendidikan, baik itu siswa, guru, orang tua, maupun sekolah, agar mereka bisa merasakan manfaat dari solusi Kelas Pintar,” ungkap Fernando menjelaskan rencana mereka ke depannya.

Application Information Will Show Up Here