Mengurai Pertanyaan di Balik “Tutup Sementara” Zenius

Startup edtech Zenius mengumumkan tutup untuk sementara waktu. Kendala operasional jadi alasan utama di balik keputusan ini.

“Saat ini Zenius sedang mengalami tantangan operasional, dan kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan bagi para pengguna kami. Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasi secara sementara, tetapi kami menjamin bahwa kami tidak akan berhenti berusaha untuk menjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” tulis Founder & CEO Zenius Sabda PS dalam keterangan resmi.

Sabda melanjutkan, “Kami menyadari bahwa keputusan ini akan mengecewakan banyak pihak, terutama para pengguna setia kami, yang telah mendukung dan mempercayai kami selama ini. Untuk itu, kami meminta maaf dan berterima kasih kepada para pengguna dan mitra atas kepercayaan yang telah diberikan.”

Hanya saja, dalam pernyataan tersebut, Sabda tidak merinci lebih lanjut dampak dari keputusan “sementara ini”. Pertanyaan-pertanyaan yang tersisa belum terjawab oleh publik seperti:

  1. Kapan Zenius akan kembali?
  2. Bagaimana nasib pengguna dan uang yang telah dibayarkan?
  3. Bagaimana nasib pegawai Zenius? Apakah ada pembayaran pesangon?
  4. Bagaimana dengan kelanjutan nasib Primagama?

Dikonfirmasi lebih lanjut oleh DailySocial.id, perwakilan Zenius hanya menyampaikan, “Zenius belum bisa memberikan informasi lebih lanjut untuk saat ini. Nanti akan ada informasi lagi untuk para pengguna dan cabang-cabang Primagama.”

Perjalanan Zenius

Zenius memasuki umur 20 tahun sejak pertama kali didirikan pada 2004. Para pendirinya adalah Sabda PS, Wisnu Subekti, dan Medy Suharta. Sebelum bergaya ala startup, produk awal Zenius adalah meluncurkan materi pembelajaran dalam bentuk CD dan buku. Kemudian badan hukum didirikan pada 2007 di bawah Zenius Education.

Sebelumnya dalam sesi SelasaStartup, Sabda pernah bercerita dana operasional Zenius pertama kali diperoleh dari menggesek kartu kredit. Belum ada investor, semisal dari modal ventura, yang berminat mendanai. Model bisnis pertama yang diambil adalah membuat bimbingan belajar offline. Di sana perputaran bisnis di ranah ini sangat jelas.

Ada pembayaran yang rutin diterima di muka dan dia bisa langsung mengajar murid. Penghasilan ini dia putar untuk merekrut tambahan guru dan membuat rekaman saat guru-guru tersebut tidak mengajar. “Kita buat konten di awal-awal dan menjual CD-nya. Internet belum terpikir sama sekali,” katanya.

Setahun berikutnya, tim semakin giat memproduksi CD berisi pembahasan soal-soal. Bahkan hingga 2008, variasi CD yang dijual semakin lengkap. Ada yang berbentuk paket lengkap CD, sehingga tidak perlu beli satuan. Pada tahun itu juga mereka mulai memanfaatkan internet, tapi baru sebatas berjualan CD.

“Ini momen historical kita tanggal 4 April 2008, kita launch di pameran pertama di Jakarta dan kita launch website untuk jualan CD doang.”

Tahun pertama berjualan online, diklaim Zenius sudah cek untung. Dia pun mantap pada tahun berikutnya untuk mengembangkan bisnis Zenius secara online karena masih banyak anak Indonesia yang belum mengenal Zenius, kendati pada saat itu akses internet cenderung terbatas.

“Zenius bisa bertahan karena kita ada elemen, tidak hanya yang penting laku saja, tapi impact yang benar. Ketika mereka beli konten, memang beneran bikin cerdas atau enggak. Selama yang kita deliver itu bisa mengubah pola pikir, kayanya sih umur Zenius bisa terjamin [lebih lama].”

Aplikasi Zenius sendiri baru ada pada Juli 2019 dan melakukan kampanye besar-besaran, yakni menggratiskan lebih dari 80 ribu video materi pembelajarannya. Lalu setahun berikutnya, perusahaan melakukan rebranding, baik logo, visual, dan tagline untuk menandai evolusi merek.

Pada 2022, didukung pengaruh efek pasca-pandemi, Zenius mengakuisisi Primagama dan di-rebrand dengan New Primagama. Secara total, terdapat 264 cabang Primagama yang tersebar di seluruh Indonesia. Lalu pada Juni 2023, perusahaan mengumumkan audit menyeluruh. Hasilnya ada cabang yang setop kerja sama dan membuka waralaba untuk Primagama kepada yang berminat.

Pada tahun yang sama pula, Zenius mulai terseok-seok. PHK besar-besaran ditempuh dalam tiga gelombang.

Zenius telah didukung oleh jajaran investor besar, seperti MDI Ventures, Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Beenext, dan lainnya. Pendanaan terakhir diumumkan pada Maret 2022, tidak disebutkan nominal yang diperoleh. Dalam catatan, secara total Zenius telah mengumpulkan pendanaan lebih dari $40 juta.

Application Information Will Show Up Here

Beda Nasib Startup Edtech Usai Pandemi

Penggunaan edtech pada sistem pendidikan nasional, secara umum, merupakan bentuk adaptasi terhadap disrupsi dan bentuk dorongan supaya sistem pendidikan menjadi lebih resilien.

“Kita perlu mengambil pelajaran dari pembelajaran jarak jauh dan menerapkannya ke sistem pendidikan formal. Pandemi sudah menunjukkan sistem pendidikan kita begitu rentan dan perlu ada bentuk adaptasi,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira mengutip dari situs CIPS.

Dari hasil survei yang dilakukan CIPS pada 2021 menunjukkan bahwa guru menggunakan berbagai produk dan layanan edtech seperti Sistem Manajemen Pembelajaran (misalnya EdModo dan Canvas) dan platform interaktif (misalnya Kahoot dan Menimeter) untuk memfasilitasi pembelajaran jarak jauh selama 18 bulan terakhir.

Para investor merespons tingginya adopsi edtech selama pandemi melalui suntikan pendanaan untuk startup di Indonesia. Berikut data yang dikutip dari Tech in Asia:

  1. 2019 menjadi tahun dengan total nilai pendanaan terbesar senilai $166,42 juta untuk enam kesepakatan investasi selama delapan tahun terakhir;
  2. 2020 terjadi kenaikan kesepakatan tertinggi dengan total 18 kesepakatan, tapi secara nominal turun menjadi $77,05 juta;
  3. 2021 terjadi penurunan kesepakatan dan nominal investasi, menjadi 11 kesepakatan yang bernilai $11,35 juta;
  4. 2022 terdapat kenaikan kesepakatan dan nominal investasi, menjadi 14 kesepakatan yang bernilai $18 juta.

Bagaimana dengan tahun ini? Menurut data yang dikompilasi DailySocial.id, tercatat hanya empat startup edtech yang mengumumkan pendanaan sepanjang 2023.

Startup Pendanaan Waktu
Cakap Seri C1 (undisclosed) April 2023
Rakamin Tahap awal (undisclosed) Mei 2023
Lister Tahap awal (undisclosed) Juni 2023
SoLeLands Tahap awal (undisclosed) Juli 2023

Tren penurunan investasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, ambil contoh di India yang sama-sama memiliki populasi yang besar. Berdasarkan data dari Trackr, pendanaan di sektor edtech menurun menjadi $2,43 miliar pada 2022, dengan hanya 159 kesepakatan dibandingkan dengan 319 kesepakatan pada 2021 yang bernilai $4,7 miliar dan 222 kesepakatan pada 2020.

Menurut statistik yang diperoleh CNBC-TV18.com, sebanyak 7.000-9.000 karyawan terkena imbas PHK di perusahaan edtech India sepanjang tahun lalu. Byju, Unacademy, Vedantu adalah beberapa startup edtech yang mengambil langkah tersebut. Ketiganya merupakan startup edtech yang bermain di segmen K-12.

Apa yang terjadi di India juga terjadi di Indonesia. Dua pemain besar di segmen K-12 harus merelakan ribuan karyawannya di PHK sejak tahun lalu. Ruangguru memangkas ratusan karyawan, sementara Zenius memangkas sekitar 800 orang.

Edu SEA 50 Market Map 2023 / HolonIQ

Bagaimana edtech K-12 bertahan

Baik Ruangguru maupun Zenius tidak merespons bagaimana strategi mereka pasca efisiensi besar-besaran. Tidak banyak pula informasi terbaru yang diumumkan belakangan ini. Berikut rangkumannya:

  1. Pada Juli 2023, Ruangguru mengumumkan kelanjutan ekspansi lokasi bimbingan belajar offline Brain Academy. Sejak diperkenalkan di 2019, diklaim ada lebih dari 200 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Kondisi keuangan perusahaan juga membaik, setelah melakukan banyak efisiensi di berbagai sisi. Dipaparkan pada 2021, Ruangguru telah mengantongi laba sebesar Rp55 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat rugi Rp18,6 miliar.
  1. Pada Juni 2023, Zenius mengumumkan audit menyeluruh terhadap 264 cabang Primagama demi memastikan setiap cabang punya standar dan kualitas yang sama mencakup semua aspek bisnis. Dari hasil dari audit, sebagian kecil cabang tidak mampu memenuhi standar yang ditetapkan. Cabang-cabang ini diberikan waktu untuk melakukan perbaikan, namun beberapa di antaranya tidak dapat memenuhi perbaikan yang diminta dalam batas waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, Zenius memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dengan cabang-cabang tersebut. Di sisi lain, sebagian besar cabang juga memutuskan untuk mengakhiri kerja sama secara sukarela karena perbedaan visi dengan Zenius. Perusahaan membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin berinvestasi di dunia pendidikan dengan menjadi pemegang lisensi New Primagama melalui sistem waralaba.

Di sini terlihat bahwa keduanya punya kesamaan strategi, yakni memperkuat bimbel offline-nya sebagai area fokus setelah kondisi berangsur-angsur normal dan menerapkan konsep blended learning. Lalu apakah bimbel online masih memiliki prospek positif?

Hanya fokus di bimbel online

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial.id menghubungi dua co-founder CoLearn, yakni Abhay Saboo (CEO) dan Marc Irawan (COO). Startup ini baru berdiri pada Agustus 2020 dengan fitur awal yang memungkinkan siswa untuk menanyakan lebih dari 5 juta pertanyaan terkait matematika, fisika, dan kimia per bulannya.

Semua pertanyaan mereka terjawab oleh Tanya, sebuah teknologi artificial intelligence (AI) buatan CoLearn. Dalam sebuah survei, 80% murid melihat peningkatan nilai setelah menggunakan CoLearn. Dengan cepat, CoLearn menjangkau 3,5 juta murid menggunakan fitur tersebut.

Fitur Tanya sekarang jadi pelengkap layanan di CoLearn. Perusahaan hanya mengoptimasi ranking kata pencarian di mesin pencari Google dan YouTube agar muncul di laman teratas. Langkah ini diambil dalam rangka menyesuaikan pola kebiasaan orang Indonesia yang mencari segala informasi lewat mesin pencari Google.

Tidak hanya bantu murid mengerjakan PR dengan cepat, CoLearn meluncurkan bimbel online yang terfokus pada tiga mata pelajaran dari kelas 5 sampai 12. Setiap kelasnya berlangsung selama satu jam melalui situs atau aplikasi.

Sumber: CoLearn

“Fokus CoLearn bukan di fitur Tanya, tapi bimbel online. Buat kami karena relatif pemain baru, kami beda karena mulainya saat Covid-19. Jadi tidak terlalu terlihat ekspektasinya dari sebelum dan saat Covid-19,” kata Abhay.

Walau tidak dirinci spesifik dengan angka, Abhay mengaku penerimaan bimbel online di CoLearn diterima dengan baik dan mendapat respons positif, terutama pasca CoLearn membuat kebijakan baru pada Juli 2023. Di antaranya, menawarkan harga baru sebesar Rp95 ribu yang dapat dibayarkan per bulan dan jaminan uang kembali 100%.

“Sebelumnya bayar per semester, sekarang jadi per bulan. Garansi uang kembali ini di bulan pertama setelah anak enggak cocok, [karena] ada beberapa orang tua yang persepsi negatif atau positif [sama layanan baru] jadi bisa coba dulu. Kita tawarkan harga merakyat, tidak harus jutaan karena kita pede (percaya diri) dengan produk [bimbel online] kami,” tambah Marc.

Pengguna terbesar dari bimbel online ini adalah pelajar kelas 5-9, lalu sisanya diisi oleh pelajar SMA. Sedari awal, CoLearn tidak didesain untuk mempersiapkan ujian akhir, melainkan membangun fundamental lewat pengajaran tentang konsep dasar suatu permasalahan.

Langkah ini sejalan dengan misi besar perusahaan yang ingin membantu Indonesia meningkatkan peringkat di PISA (Programme for International Student Assessment), sebuah tolok ukur kualitas pendidikan di suatu negara. Dalam survei di 2018, Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 77 negara. Nilai matematika berada di peringkat ke-72 dari 78 negara. Sedangkan nilai sains berada di peringkat ke-70. Angka ini cenderung stagnan sejak 15 tahun terakhir.

Abhay menuturkan pihaknya optimistis dengan prospek bimbel online tetap hijau ke depannya, bahkan menargetkan dapat segera cetak profit pada akhir 2024 mendatang. Ambisi tersebut akan dijalankan dengan strategi yang tepat, hanya berfokus pada penyempurnaan bimbel online agar semakin diminati.

“Perusahaan yang enggak fokus melakukan banyak hal akan makan biaya untuk coba-coba. Sementara untuk dapat laba, perlu pelanggan yang kembali. Untuk itu harus melakukan sesuatu dengan sangat-sangat baik dan dibutuhkan fokus untuk terus memperbaikinya. Kita mau fokus untuk menjadi sangat bagus dalam satu hal saja [bimbel online],” ujar dia.

Marc menambahkan, masuk ke area bimbel offline itu sendiri diharuskan punya kemampuan yang kuat di bidangnya karena tantangannya berbeda jauh dengan bimbel offline. Ada standarisasi kontrol yang ketat, untuk perawatan gedung, keamanan, struktur kelas, sikap staff, waktu kedatangan guru, dan banyak hal kecil lainnya yang penting untuk selalu dijaga.

“Kami fokus di [bimbel] online karena ingin meningkatkan kualitas guru. Kalau offline, guru di sini terbatas karena masalah geografi, tapi dengan online kita bisa memutuskan itu. Kami percaya sebuah service edukasi itu bertumpu pada kualitas guru, kalau tidak ada batasan akan jauh lebih baik.”

Non-K-12

Cakap dan PINTAR adalah dua pemain edtech non-K-12 yang tumbuh subur hingga sekarang. Keduanya sama-sama bermain di segmen pengembangan kursus keterampilan dengan target individu dan korporasi berbasis online.

Saat dihubungi DailySocial.id, Co-founder dan CEO Cakap Tomy Yunus mengungkapkan per kuartal III 2023, Cakap mampu menjaga tren pertumbuhan positif dengan kenaikan jumlah pengguna dan pendapatan lebih dari 100% secara year-on-year, serta membukukan EBITDA positif.

Sumber: Cakap

Sebanyak 50% dari total pendapatan Cakap berasal dari pilar bisnis Bahasa, lalu sisanya dari pilar Business dan Upskill (kelas vokasi dan keterampilan, seperti hospitality, perkantoran, dan kewirausahaan). Sepanjang semester I 2023, kursus bahasa Inggris masih menjadi kontributor terbesar. Para penggunanya berasal dari usia produktif, sekitar 20-29 tahun yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Lampung.

“Demand terhadap edukasi terus berkembang, tercermin dari performa Cakap yang terus bertumbuh dengan adanya inovasi yang relevan dengan minat market, baik selama dan sesudah pandemi Covid-19,” kata Tomy.

Selama pandemi, Cakap lebih mengedepankan kemudahan akses pendidikan dan kenyamanan belajar secara online lewat Cakap Upskill. Setelah pandemi, perusahaan beradaptasi untuk menerapkan metode blended learning. Hal inilah yang melatarbelakangi kehadiran Cakap Kids Academy untuk siswa usia 4-12 tahun pada tahun ini.

Di samping itu, perusahaan mengembangkan solusi pendidikan yang hyperlocal dan relevan dari segi kebutuhan industri di tiap wilayah, didukung pula dengan harga yang terjangkau. Dalam rangka mendukung penyerapan tenaga kerja, Cakap lebih tanggap dengan situasi di industri. Misalnya, kembali menggeliatnya industri pariwisata, Cakap memberikan kelas bahasa asing untuk menunjangnya.

“Selain menyediakan sertifikat untuk semua kursus, Cakap juga mengembangkan bisnis unit berupa career hub, yang bisa menjadi solusi pencari kerja dan perusahaan dalam menemukan talenta yang tepat.”

Co-founder dan CEO PINTAR Ray Pulungan menyampaikan, dari sebelum dan sesudah pandemi, PINTAR melakukan sejumlah penyesuaian bisnis. Sebelum pandemi, PINTAR fokus menawarkan layanan OPM (Online Program Management) untuk perguruan tinggi swasta dengan semangat membuka akses kuliah secara terjangkau. Hingga awal 2020, sebanyak 15 kampus telah bekerja sama dan menyelenggarakan lebih dari 20 program perkuliahan online dan blended learning.

“Memasuki tahun 2020, ketika pandemi terjadi, dunia kerja mengalami perubahan drastis. [..] Kami merespons perubahan ini dengan menyajikan solusi berupa penyelenggaraan kursus-kursus keterampilan berbasis online [..] untuk reskilling. Pada periode pandemi, lebih dari 1 juta orang telah menerima manfaat pelatihan keterampilan melalui PINTAR,” ujar Ray.

Dia melanjutkan, “Saat ini, PINTAR berkembang sebagai platform pengembangan tenaga kerja (workforce development platform), [..] kerja sama dengan perusahaan untuk mengadakan pelatihan dan rekrutmen untuk pekerja, pemasok, dan komunitas lokal –termasuk kelompok yang rentan dan kurang terwakili.”

Berdasarkan kontribusi bisnis, PINTAR memiliki empat pilar produk: PINTAR Skills (pelatihan keterampilan), PINTAR Degrees (pendidikan tinggi), PINTAR Enterprise (pembelajaran dan pengembangan karyawan), serta PINTAR Opportunity (penempatan individu ke pasar kerja dan pembukaan akses pasar bagi pemilik UMKM).

Kombinasi dari empat segmen ini memungkinkan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelatihan dan pengembangan yang beragam, baik untuk organisasi maupun individu. Diklaim sebagian besar bisnisnya kini berfokus pada pasar B2B, dengan kontribusi sekitar 70% dari total bisnis perusahaan.

Sumber: PINTAR

Ray menyampaikan tantangan utama yang dialami oleh pemain seperti PINTAR adalah bagaimana menstimulasi motivasi intrinsik individu untuk belajar dan berkembang. Rendahnya motivasi ini disebabkan oleh dua hal: 1) kurangnya pemahaman di kalangan peserta mengenai keuntungan yang bakal diperoleh setelah ikut pelatihan, 2) hal yang telah dipelajari dalam pelatihan belum tentu bisa diterapkan secara optimal dalam dunia kerja.

“Ketidaksesuaian ini semakin mengurangi persepsi masyarakat tentang pentingnya pelatihan keterampilan,” tambahnya.

Tommy menambahkan, walau tantangan besar, pangsa pasar dunia pendidikan di negara ini amatlah besar. Peluangnya banyak, ada vertikal-vertikal baru yang dapat dikembangkan. Hal tersebut akan dilakukan oleh Cakap sesuai dengan expertise-nya.

“Setiap ekspansi yang kami lakukan wajib memberikan kontribusi positif bagi perusahaan, sehingga dapat dipertahankan dan dan bahkan bisa dengan cepat menghentikan usaha-usaha yang kurang efisien sedini mungkin.”

Kedua perusahaan ini tergabung sebagai mitra pemerintah untuk Program Kartu Prakerja. Tommy menuturkan sudah empat tahun perusahaan bergabung jadi mitra pemerintah, dampak yang terasa adalah pengguna memperoleh keterampilan baru yang dapat diaplikasikan ke pekerjaan existing, atau menciptakan pekerjaan baru. Tidak disebutkan kontribusi bisnis ini terhadap total bisnis Cakap.

Sementara itu, Ray menyampaikan, kontribusi Program Prakerja untuk total bisnis PINTAR sekitar di bawah 10%. Walau tidak dominan, peran program ini tetap esensial karena mendukung upaya pemerintah dalam reskilling angkatan kerja secara masif. “Efek positifnya, terlihat pada segmen masyarakat yang marginal dan kurang terwakili. Dalam laporan tahunan, 44% penerima manfaat berasal dari 40% rumah tangga termiskin di Indonesia,” ujarnya.

Dia melanjutkan, “Walaupun di masa depan program ini mungkin akan mengalami perubahan karena roda inovasi akan terus berputar, tetapi fungsi utamanya diperkirakan akan tetap sama, yaitu sebagai katalis pemberdayaan dan pengembangan keterampilan angkatan kerja di Indonesia.”

Zenius Kembali Rumahkan Puluhan Karyawan

Startup edtech Zenius kembali menempuh langkah PHK terhadap puluhan karyawannya. Perusahaan berdalih iklim ekonomi telah menciptakan tantangan yang belum pernah ada sebelumnya sehingga manajemen harus menyelaraskan dan memprioritaskan kembali organisasinya demi memastikan pertumbuhan jangka panjang.

“Untuk mencapai tujuan menjadi arus kas yang positif dan memastikan keberlanjutan perusahaan kami, Zenius harus membuat beberapa keputusan sulit yang secara langsung akan memengaruhi karyawan kami. Semua aspek bisnis sedang dioptimalkan untuk meningkatkan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja,” ucap manajemen Zenius dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.id.

Perusahaan tidak merinci berapa banyak karyawan yang terdampak atas keputusan tersebut. Namun, dari kabar yang beredar di media sosial, sebanyak 36 orang dari 120 karyawan terkena PHK. Tim yang terdampak adalah engineer dan produk. Apabila kabar ini benar, saat ini karyawan Zenius tinggal 84 orang.

Sejak 2022, Zenius telah mengumumkan PHK sebanyak dua kali. Pengumuman pertama diumumkan pada Mei, mereka merumahkan sekitar 200 orang. Kemudian pengumuman kedua, pada awal Agustus, dikabarkan ada 600 orang yang dirumahkan dari berbagai divisi.

Perusahaan melanjutkan, “[..] Zenius memahami saat ini adalah masa yang sulit bagi masyarakat yang terkena dampak, sehingga perusahaan akan melanjutkan manfaat asuransi kesehatan mereka hingga 30 Maret 2023 termasuk anggota keluarga mereka. Selain itu, Zenius juga memperpanjang layanan konseling kesehatan dengan konsultan pihak ketiga kami hingga 30 Maret 2023.”

Sempat tumbuh subur sejak pandemi, Zenius melakukan perekrutan besar-besaran. Tercatat, menurut data RevoU, Zenius menempati peringkat ke-8 dengan penambahan 599 orang dari 606 menjadi 1.205 karyawan. Data ini tercatat dalam rentang waktu Mei 2021-2022.

Industri edtech

DSResearch pernah mengulas industri edtech di Indonesia bertajuk “Edtech Report 2020: Transforming Education”. Mengutip hasil riset Holon IQ, mereka memetakan layanan edtech ke dalam beberapa kategori: pembelajaran bahasa, steam dan coding, pembiayaan pendidikan, keterampilan dan pekerjaan, pendidikan tinggi, verifikasi, manajemen dan lingkungan belajar, pendidikan tinggi, dan dukungan pembelajar. Mereka juga memetakan 50 pemain edtech yang signifikan di setiap kategori.

Dari survei terhadap 500 responden, jenis layanan edtech populer yang pernah dan paling banyak digunakan orang adalah online tutor. Sedangkan kurang dari 20% orang yang pernah menggunakan MOOC (Massive Open Online Course). Berdasarkan jenis kelamin, 71,3% laki-laki pernah menggunakan tutor online, sedangkan 74,1% perempuan pernah menggunakan e-learning.

Hanya saja, di balik potensi menggiurkan ini, layanan edtech tidak dapat diakses oleh semua pelajar lantaran sistem pendidikan Indonesia tidak dilengkapi dengan baik untuk meningkatkan pembelajaran online dengan cepat. Banyak siswa di daerah pedesaan kekurangan konektivitas, dan banyak siswa berpenghasilan rendah tidak memiliki akses ke perangkat yang diperlukan untuk menggunakan layanan edtech.

Laporan ini juga menekankan sektor edtech Indonesia menghadapi hambatan besar yang mencegahnya untuk meniru tingkat keberhasilan dibandingkan sektor teknologi lainnya dan di negara lain.

Berikut kendala dari sisi penawaran:

  • Akses pendanaan yang sulit,
  • Biaya akuisisi tinggi, terutama untuk mendapatkan dan mempertahankan pelanggan baru,
  • Kurangnya talenta berkualitas untuk mengembangkan dan memelihara produk.

Kemudian kendala dari sisi permintaan, termasuk:

  • Kemauan yang rendah untuk membayar dari sekolah dan orang tua,
  • Kurangnya literasi digital, terutama di pihak penyedia pendidikan,
  • Infrastruktur digital yang buruk, yang membatasi konektivitas di wilayah terpencil dan kecepatan unduh di seluruh negeri.

Kondisi di atas diperumit lagi dengan tanggung jawab yang tumpang tindih antara pemerintah daerah dan pusat pada alat pendidikan baru, bersama dengan terbatasnya sistem pendidikan publik, kapasitas dan insentif terbatas untuk menilai potensi produk edtech.

Edtech Report 2020: Transforming Education / DSResearch

Terlebih itu, pertumbuhan sektor edtech Indonesia sejalan dengan investasi yang dikucurkan untuk sektor ini. Mayoritas perusahaan edtech didirikan dalam enam tahun terakhir.

8 Aplikasi Terbaik untuk Belajar Berbagai Pelajaran Sekolah

Sejak pandemi Covid-19 pembelajaran yang harus dilakukan di rumah masing-masing bukanlah hal yang mudah. Melansir dari website Kemdikbud, belajar bagi anak-anak memang dibutuhkan situasi yang nyaman dengan media pembelajaran yang kreatif.

Beruntunglah kehidupan kini berada di era teknologi. Media tidak lagi hanya berupa tulisan sehingga pelajar mau tidak mau harus membaca saja.

Sebenarnya sebelum masa pandemi hingga pembelajaran dialihkan secara online, media belajar berupa aplikasi sudah bermunculan. Namun dengan meningkatnya kebutuhan metode belajar sehingga meningkatkan minat pasar semakin bertumbuhlah kuantitas aplikasi belajar ini.

Meski sudah mulai kembali ke gedung sekolah, tidak ada salahnya ‘kan tetap mencari media pendukung sebagai penunjang prestasi belajar para siswa?

Berikut DailySocial.id rangkum, aplikasi belajar terbaik dari yang gratis hingga berbayar dengan biaya yang terjangkau!

Zenius

Aplikasi Belajar Zenius
Zenius sebagai aplikasi belajar berbasis audio-visual (Google Play)

Aplikasi belajar Zenius menunjang tingkat pendidikan dari SD, SMP, SMA/K bahkan hingga persiapan Perguruan Tinggi ini tentunya berisi banyak mata pelajaran. Menggunakan medium audio-visual, kamu gak akan cepat bosan belajar seperti sekadar membaca melalui tulisan.

Platform pendidikan gratis hingga dengan materi pembelajaran yang lengkap mulai dari SD hingga SMA. Aplikasi ini juga dirancang dengan baik dan memiliki design UI yang bagus. Sayangnya sebagai media yang diharuskan mengakses internet, ini akan menyulitkanmu jika jaringan internetmu sedang buruk.

Rumah Belajar

Aplikasi Rumah Belajar
Apllikasi belajar yang dirilis Kemdikbud (Google Play)

Rumah Belajar adalah portal pembelajaran online yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Konten pembelajaran disampaikan berdasarkan audio, video, gambar, dan animasi yang disajikan secara interaktif.

Terdapat fitur-fitur seperti sumber belajar, lab virtual, ruang kelas maya, peta budaya, dan lainnya yang dapat diakses untuk mendukung proses pembelajaran guru dan siswa. Namun banyak pengguna yang masih mengeluhkan kesulitan dalam membuat akun belajar.

Kipin School – Sekolah Digital

Aplikasi Belajar Kippin School
Kippin School, apalikasi gratis untuk siswa dari TK hingga SMA (google play)

Kipin School 4.0, aplikasi edukasi yang merevolusi dunia pendidikan seiring lahirnya Revolusi Industri 4.0 dengan visi menjadikan distribusi konten pendidikan yang murah, merata dan efektif.

Aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur eksklusif “Sekolahku” sebagai perpustakaan digital sekolah & ujian berbasis digital yang support AKM. Kipin School bisa berjalan tanpa membutuhkan internet dengan didukung oleh alat yg bernama : Kipin Classroom.

Sekolah.mu

Aplikasi belajar Sekolah.mu
Untuk keluarga pembelajar, orang tua juga bisa diberi bimbingan (google play)

Membantu jenjang pendidikan dari TK/PAUD, SD, SMP, SMA/K, hingga persiapan UTBK. Sekolah.mu bahkan hadir untuk kamu yang ingin kursus Bahasa Inggris dan belajar Al-Qur’an. Aplikasi yang benar-benar hadir bagi seorang pembelajar.

Dirancang tersistematis, beberapa layanan tersedia seperti webinar terjadwal, materi-materi kreatif, hingga tugas yang harus dikumpulkan untuk dinilai. Aplikasi ini juga menyediakan kursus bagi orang tua dari gratis hingga berbayar.

Hanya saja aplikasi ini perlu biaya untuk digunakan, kamu tidak usah khawatir sebab ada jasa konsultasi gratis sebelum memilih jenjang yang dibutuhkan.

Brainly

Aplikasi belajar Brainly
Aplikasi tempat tanya-jawab dan saling membantu para pelajar (google play)

Aplikasi ini tersedia secara gratis di Android dan iOS, atau bahkan di web. Pilihan mata pelajarannya cukup banyak, setidaknya ada sekitar 25 jenis mata pelajaran untuk SD hingga SMA/K. Menggunakan metode one on one, para pengguna akan saling membantu menjawab pertanyaan yang diajukan siswa lainnya.

Brainly dirancang menguji seberapa jauh pengetahuan siswa akan pertanyaan yang diajukan. Karena tutor profesional hanya tersedia untuk mata pelajaran matematika dan fisika, siswa yang bertanya juga perlu tetap hati-hati ketika menerima jawaban dari pertanyaannya.

Ruang Guru

Aplikasi belajar Ruang Guru
aplikasi berlangganan perjenjang siswa (google play)

Menyasar pemangku kepentingan pendidikan – siswa, guru, orang tua, pemerintah, organisasi – Ruangguru menyediakan sistem manajemen pembelajaran yang dapat digunakan oleh siswa dan guru untuk mengelola kegiatan pembelajaran kelas virtual melalui Kelas Saya.

Dilayani oleh kehadiran guru online yang tersedia setiap hari selama 16 jam sehari, pembelajaran privat kini dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Cara yang cukup sederhana yaitu memotret soal-soal yang sulit, mengunggahnya dan chatting/panggilan suara dengan guru secara online, memungkinkan siswa lebih banyak menggunakan smartphone-nya.

Sayangnya pengguna harus berlangganan dan hanya bisa mengakses sesuai level yang dipilih.

KelasKita

"Aplikasi

KelasKita adalah platform edukasi kreatif berbasis digital yang menghadirkan metode pembelajaran yang unik, praktis, fleksibel, dan menyenangkan, yang bisa diakses oleh siapapun dan dari manapun di seluruh penjuru negeri.

Seluruh kelas tersedia dalam format video yang materinya disampaikan oleh pengajar profesional yang ahli di bidangnya masing-masing. Selain video kelas, tersedia juga artikel-artikel edukatif yang bisa dibaca secara gratis.

Sebagai aplikasi belajar bidang umum, kelas-kelas yang diikuti harus mengeluarkan biaya masing-masing.

Quipper

Aplikasi belajar quipper
Quipper yang muncul pertama kali di Inggris (google play)

Quipper adalah startup pembelajaran online yang dapat Anda gunakan untuk kegiatan belajar, di rumah dan di sekolah. Di sekolah, Quipper sering digunakan sebagai pendamping dalam kegiatan pembelajaran formal, seperti wahana untuk mengerjakan PR siswa, kegiatan penilaian atau ulangan harian dan ujian semester.

Quipper sendiri hadir dari London, Inggris dan sudah mengisi berbagai negara lainnya termasuk Jepang, Meksiko, Filipina, dan lainnya. Sayangnya sebagai bahan ajar online, Quipper kurang menjangkau ke wilayah yang minim akses internet.

Aplikasi belajar Quipper
Quipper dikenal memberi berbagai rumus cepat (google play)

Nah, jadi itulah delapan aplikasi yang DailySocial.id rekomendasikan untuk kamu para pembelajar dari berbagai jenjang. Kamu bisa memilih aplikasi sesuai kebutuhan dan kemampuan budgeting kamu ya!

Satu hal yang pasti, aplikasi di atas sudah memuat berbagai kurikulum untuk para siswa di Indonesia. Jadi kamu gak usah khawatir kesulitan mencari materi yang pas sesuai apa yang dipelajari di sekolah. Yah, kecuali KelasKita sih yang juga memuat materi keahlian khusus.

Terus semangat belajar dan tingkatkan prestasi ya!

Zenius Receives Follow on Funding from MDI Ventures

Zenius edtech startup today (7/3) announced follow on funding from MDI Ventures with an undisclosed amount. In total, Zenius is said to have raised over $40 million (more than 576 billion Rupiah) from its investors. Past investors (Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures) and new investor (Beacon Venture Capital as a venture capital company owned by Kasikorn Bank Thailand) also joined the round.

It is not clear whether this fresh money will classified into a new round or continue the Pre-Series B round last year.

In an official statement, Zenius’ CEO, Rohan Monga said this funding will support the company’s further development and expansion of the learning ecosystem Zenius will be focused on improving personalized learning experiences by increasing students’ learning motivation.

“Through our latest acquisition network, Primagama, we will expand reach to increase the impact we have in education. We strongly believe that a hybrid learning model, which is a combination of offline and online, will provide the best results for students,” Monga said.

He said, backed by strategic investors such as MDI Ventures, the company is capable to expand its network of partnerships and service distribution to have a bigger and deeper impact on Indonesian education.

“Zenius has a proven track record of making an educational impact in Indonesia. Was founded in 2004, Zenius has now developed a comprehensive learning ecosystem,” MDI Ventures’ CEO, Donald Wihardja said.

Since 2004, Zenius has helped more than 1.5 million alumni to get into their state/dream university. Last year, seven out of 10 Zenius’ premium users passed the Computer-Based Written Examination (UTBK), while Zenius’ income increased fourfold, one of which was due to “Live Class” feature.

Following the Primagama acquisition, Zenius completed its learning ecosystem by collaborating with Disney for the elementary school segment, as well as developing ZenPro, a platform for the professional or lifelong learning segment.

“Zenius is a collaborative player. We are confident to realize our mission in creating a smarter, brighter, and cooler Indonesia’s young generation through collaboration, partnership, and synergy with various stakeholders, such as MDI, with the same vision, advancing education in Indonesia,” Rohan said.

Market competition and value proposition

Indonesia’s edtech sector is rapidly growing, especially since the pandemic. There are two players currently dominating the market, Ruangguru and Zenius, with nearly similar sub-product variants.

Zenius always highlight one thing, it is on the material side. Instead of inviting students to just memorize, Zenius emphasized on understanding fundamental concepts and critical thinking through various case studies.

Apart from Zenius and Ruangguru, several edtech platforms also creating maneuvers. Most recently, CoLearn has just secured 244 billion Series A funding. The app focuses on math and science subjects, helping students solve their homework independently. Also, there are Pahamify, Squline, and others.

Primagama’s presence in Zenius’ line of business has the potential to strengthen its value proposition if it truly succeeds in wrapping up a hybrid learning experience – this could also be the first in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Zenius Terima Pendanaan Lanjutan dari MDI Ventures

Startup edtech Zenius hari ini (7/3) mengumumkan perolehan pendanaan dari MDI Ventures dengan nominal dirahasiakan. Secara total Zenius disebutkan telah mengumpulkan lebih dari $40 juta (lebih dari 576 miliar Rupiah) dari jajaran investornya. Investor terdahulu (Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures) dan investor baru (Beacon Venture Capital sebagai perusahaan modal ventura milik  Kasikorn Bank Thailand) turut bergabung dalam putaran tersebut.

Tidak dijelaskan pendanaan segar ini masuk ke dalam putaran baru atau melanjutkan putaran Pra-Seri B yang sudah diumumkan pada tahun lalu.

Dalam keterangan resmi, CEO Zenius Rohan Monga mengatakan, pendanaan ini akan mendukung pengembangan lebih lanjut dan perluasan ekosistem pembelajaran di Zenius. Pihaknya akan terus fokus pada peningkatan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dengan meningkatan motivasi belajar siswa.

“Melalui jaringan baru yang kami peroleh dari Primagama, kami akan memperluas jangkauan kami untuk meningkatkan dampak yang kami miliki dalam dunia pendidikan. Kami sangat percaya bahwa model pembelajaran hybrid, yaitu gabungan antara offline dan online, akan memberikan hasil terbaik bagi siswa,” kata Monga.

Menurutnya, dengan dukungan investor strategis seperti MDI Ventures, perusahaan mampu memperluas jaringan kemitraan dan distribusi layanan untuk memberikan dampak yang lebih besar dan lebih dalam bagi pendidikan Indonesia.

“Zenius memiliki rekam jejak yang telah terbukti dalam memberikan dampak bagi pendidikan di Indonesia. Sejak didirikan pada 2004, Zenius kini telah mengembangkan ekosistem pembelajaran yang komprehensif,” kata CEO MDI Ventures Donald Wihardja.

Sejak didirikan pada tahun 2004, Zenius telah membantu lebih dari 1,5 juta alumni untuk masuk ke universitas negeri/impian mereka. Tahun lalu, tujuh dari 10 pengguna premium Zenius berhasil lolos Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK), sementara pendapatan Zenius meningkat empat kali lipat, salah satunya ditopang oleh “Live Class”.

Setelah akuisisi Primagama, Zenius juga melengkapi ekosistem pembelajarannya dengan berkolaborasi dengan Disney untuk segmen sekolah dasar, serta mengembangkan ZenPro, sebuah platform untuk segmen pembelajaran profesional atau seumur hidup.

“Zenius adalah pemain yang kolaboratif. Kami yakin dapat mewujudkan misi kami untuk merangkai Indonesia yang lebih cerdas, cerah, dan asik melalui kolaborasi, kemitraan, dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti MDI yang memiliki visi yang sama, yaitu memajukan pendidikan di Indonesia,” kata Rohan.

Kompetisi pasar dan proposisi nilai

Sektor edtech di Indonesia cukup berkembang pesat, apalagi sejak pandemi. Dua pemain yang saat ini mendominasi adalah Ruangguru dan Zenius, dengan varian sub-produk yang dimiliki keduanya juga nyaris memiliki kesamaan.

Satu hal yang selalu digaungkan Zenius adalah di sisi materi. Alih-alih mengajak peserta didik hanya menghafal, materi di Zenius mengedepankan pada pemahaman konsep fundamental dan cara berpikir kritis melalui berbagai studi kasus.

Di luar Zenius dan Ruangguru, sejumlah platform edtech juga terus bermanuver. Yang terbaru CoLearn baru saja membukukan pendanaan Seri A senilai 244 miliar Rupiah. Aplikasinya fokus pada pembelajaran matematika dan sains, membantu para siswa menyelesaikan berbagai PR secara mandiri. Di luar itu masih ada Pahamify, Squline, dan lain-lain.

Hadirnya Primagama di jajaran lini bisnis Zenius berpotensi menguatkan proposisi nilai jika benar-benar berhasil membungkus pengalaman belajar hibrida – ini juga bisa menjadi yang pertama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Zenius Gandeng Disney Menghadirkan Materi Pembelajaran Interaktif untuk Siswa SD

Pekan lalu, startup edtech Zenius resmi mengumumkan kolaborasinya dengan perusahaan hiburan dan media Disney untuk menghadirkan konten pembelajaran interaktif berbasis digital bagi siswa sekolah dasar (SD). Lewat kolaborasi ini, pengguna ZeniusLand dapat mengakses berbagai konten eksklusif dari Disney, Pixar, termasuk konten original Tiga Sekawan dari Zenius.

Disampaikan dalam acara virtualnya, Co-founder Zenius Wisnu Subekti mengatakan bahwa salah satu tantangan besar pada sistem pendidikan di Indonesia adalah siswa SD kurang menguasai hal-hal yang bersifat fundamental. Situasi tersebut dibiarkan menumpuk hingga mereka mencapai jenjang kuliah.

Lemahnya fundamental ini bisa jadi karena sejumlah faktor. Misalnya, kurikulum yang diajarkan tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Alhasil, kegiatan mengajar tetap berjalan, tetapi kemampuan siswa tidak meningkat.

“Kami harap metode ini dapat membangun critical thinking siswa SD. Jadi, mereka tidak hanya menghafal saja, tetapi mampu menerapkannya dalam lingkup keseharian, ada learning transfer yang terjadi. Konsep pembelajaran ini dapat efektif dan meningkatkan pemahaman anak karena menggabungkan cerita berbalut visual dan pelajaran,” tutur Wisnu.

ZeniusLand menyediakan materi interaktif yang terdiri dari video pembelajaran, latihan, dan aktivitas berbasis permainan akan mendorong anak-anak untuk mengeksplorasi misi-misi menarik yang ada. Anak-anak juga diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi konten belajar yang diinginkan.

Mereka mengolah dan menghadirkan ribuan konten pembelajaran menarik bersama Disney. Saat ini, ZeniusLand memiliki 334 video (Disney dan Zenius Original Series), lebih dari 1.000 soal dan konsep pembelajaran, dan lebih dari 100 karakter dari 43 film/seri Disney. Adapun, web series Tiga Sekawan yang merupakan bagian dari konten pembelajaran ZeniusLand, dapat diakses secara gratis di akun YouTube.

Untuk mengakses beragam konten kolaboratif ini, ZeniusLand memasang biaya berlangganan sebesar Rp600 ribu per tahun akademik. Untuk periode 17 Februari hingga 3 Maret 2022, pengguna dapat berlangganan sebesar Rp300 ribu.

Konten pembelajaran ZeniusLand dapat diakses melalui aplikasi ZeniusLand yang kini sudah tersedia untuk Android dan iOS, dan dapat diakses dengan harga spesial sebesar Rp300.000 selama periode flash sale mulai dari 17 Februari hingga 3 Maret 2022 mendatang.

Segmen pasar baru

Dihubungi secara terpisah CEO Zenius Rohan Monga turut menambahkan, gabungan antara pedagogi Zenius ragam konten Disney dapat menanamkan kecintaan belajar anak-anak sejak dini. Hal ini dapat membantu mengembangkan keterampilan berpikir fundamental dan kritis anak sehingga dapat memahami konsep dan materi melalui pembelajaran kontekstual.

ZeniusLand juga dilengkapi dengan fitur yang membantu para orang tua untuk dapat lebih mengenal potensi bidang yang dikuasai oleh anaknya dengan mengacu pada laporan pembelajaran anak secara berkala yang diolah secara menarik dan mudah dipahami.

“Semuanya didesain untuk membangun motivasi diri dan membantu siswa belajar sesuai dengan kecepatan mereka masing-masing. Ke depannya, kami akan terus mengeksplorasi dan mengembangkan banyak inovasi lain yang menjawab kebutuhan belajar anak secara tepat guna,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, Rohan menyebut bahwa Zenius ingin menjadi life- learning platform di mana platform ini dapat digunakan kalangan anak muda hingga lebih tua sebagai strategi untuk meningkatkan skalabilitas bisnisnya. Kolaborasinya dengan Disney menjadi salah satu inisiatif strategis yang diharapkan dapat berlanjut untuk jangka panjang, terutama dalam menyediakan konten pembelajaran interaktif bagi anak muda.

Life-learning platform menjadi adjacency expansion ke segmen pengguna yang belum pernah kami tawarkan sebelumnya. Maka itu, kami pikir hybrid learning yang kami incar (konteks akuisisi Primagama) bisa fit into keduanya. We will deliver for elementary schools in the coming years and we can offer hybrid learning for this new segment,” tambahnya.

Zenius Mengonfirmasi Akuisisinya Terhadap Primagama

Startup edtech Zenius akhirnya resmi mengonfirmasi akuisisi penyedia layanan bimbingan belajar (bimbel) Primagama melalui penandatanganan perjanjian pada awal 2022. Melalui aksi korporasi ini, Zenius akan mengintegrasikan Primagama ke dalam platformnya agar dapat menghadirkan model pembelajaran baru berbasis online dan offline (hybrid).

Dalam wawancara eksklusif kepada DailySocial.id, CEO Zenius Rohan Monga mengatakan keputusannya mengakuisisi Primagama didasari oleh permintaan para orang tua terhadap layanan bimbel offline setelah anaknya menggunakan layanan belajar livestreaming. Sejalan dengan meningkatnya kualitas layanan livestreaming dan pengalaman siswa, para orang tua justru menginginkan Zenius dapat memiliki kurikulum sendiri.

“Karena ada permintaan dari segmen pengguna layanan livestreaming terhadap solusi/produk offline, kami merasa ada gap di learning platform. Jika kami bisa bangun sistem pembelajaran hybrid, cara ini dapat menjadi pendekatan belajar yang komprehensif, terutama bagi mereka yang ingin belajar secara offline dan online. Ini salah alasan utama karena ada permintaan pasar atau customer-led decision untuk mengakuisisi Primagama,” tuturnya.

Bahkan selama masa pandemi Covid-19, ia mencatat pertumbuhan bisnis sekitar 20% dari total basis penggunanya menggunakan layanan livestreaming ini. Kemudian, layanan ini disebut berkontribusi sebesar 50% ke pendapatan Zenius.

Di samping itu, Zenius mengamati bagaimana pandemi berdampak signifikan terhadap bisnis lembaga bimbel di Indonesia akibat pemberlakuan belajar di rumah, terutama di 2020. Karena situasi ini, valuasi perusahaan bimbel menjadi lebih ‘affordable’. Kendati begitu, Rohan mengamati industri bimbel di Indonesia mulai bangkit kembali di 2021. Ia menilai ini menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan Primagama ke platform Zenius.

“Kami melihat offline learning mulai shifting ke hybrid learning meskipun pandemi belum usai. Kami meyakini fase selanjutnya di industri edtech setelah afterschool learning segment akan didorong oleh hybrid learning. Ini menjadi fokus kami di tahun selanjutnya di mana kami akan deliver pengalaman belajar hybrid dengan mengintegrasikan jaringan bimbel Primagama ke platform Zenius,” kata Rohan.

Pandemi juga telah membawa perubahan signifikan terhadap orang tua, tak hanya akselerasi adopsi teknologi antara guru dan siswa. Karena ada learning loss akibat kebijakan belajar di rumah, situasi ini meningkatkan kecemasan orang tua terhadap pencapaian akademis anak mereka.

“Orang tua dapat mengamati langsung kualitas delivery dari guru ketika anak belajar saat pandemi. Mereka jadi punya opini lebih tentang kualitas pendidikan dan refine ekspektasi mereka ke pengalaman belajar yang lebih baik bagi anak.”

Scale-up hingga integrasi

Alasan lain Zenius mencaplok Primagama di antaranya adalah hubungan baik yang telah dibangun oleh para founder dengan pemilik Primagama. “Kurikulum, cara mengajar, dan pedagogy mereka sangat align dengan Zenius. Ini menjadi pondasi dari akuisisi ini,” ujar Rohan.

Selain itu, model bisnis franchise Primagama dianggap cocok untuk meningkatkan skala bisnis Zenius selanjutnya. Zenius dikenal sebagai salah satu platform pelopor layanan bimbel di Indonesia. Platform yang didirikan oleh Sabda PS dan Medy Suharta ini telah diakses lebih dari 20 juta pengguna di sepanjan tahun ajaran 2019/2020. Adapun, Zenius menyediakan sekitar 100 ribu video pembelajaran dan latihan soal yang bisa diakses secara gratis.

Akuisisi ini membuka kesempatan bagi Zenius untuk mengambil kue pasar baru, terutama siswa yang selama ini belajar secara offline. Rohan menyebut Zenius memiliki konten pre-recorded untuk belajar mandiri yang dinilai dapat menjadi konten komplementer dengan apa yang dipelajari siswa secara offline.

“Kami akan mencari cara untuk membawa value tersebut ke siswa Primagama, kami harap dapat melakukan integrasi kurikulum Primagama dan Zenius selanjutnya. Kami ingin membawa seamless experience bagi tutor Zenius dan Primagama dalam menghadirkan pengalaman belajar yang bagus kepada siswa,” paparnya.

Di samping itu, Primagama dinilai punya posisi yang kuat sebagai top of mind penyedia bimbel, terutama di kalangan orang tua. Sejak berdiri di 1982, Primagama diyakini telah membangun keahlian yang kuat dalam membangun metode pembelajaran secara offline dan cara mengajar bagi para siswa.

Saat ini Primagama mengoperasikan 300 cabang, lebih dari 3.000 pengajar, dan lebih dari 30.000 siswa per tahnnya dari seluruh jenjang (SD, SMP, SMA) di berbagai provinsi di Indonesia. Kualitas Primagama dalam membantu siswa menghadapi ujian masuk perguruan tinggi juga disebut telah teruji.

We would have to evolve this blended curriculum. Apakah ini dari Zenius maupun Primagama, kami akan terus meningkatkan kualitas kurikulum agar bisa deliver the best learning outcome di Indonesia. Kami akan konsolidasikan all of the tech experience through Zenius platform,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

The End of an Era, Zenius Edtech to Acquire Offline Tutoring Service Primagama

Edtech startup, Zenius, is reported to have acquired the offline tutoring service, Primagama. According to a reliable source, this acquisition involves all branches of the course institution. According Primagama’s website, the company currently operates more than 250 branches in various provinces in Indonesia, serving 4 million students with 3 thousand employees. Branch expansion is carried out with the franchise concept.

We tried to contact Zenius’ rep, but haven’t received official confirmation.

Founded by Sabda PS and Medy Suharta, Zenius is known as one of the pioneers of online tutoring services in Indonesia. They debuted with offline tutoring, packaged the material on DVD, then fully became an online service. In fact, Primagama was founded in 1982. The collaboration between the two allows an integration of online to offline learning models or blended learning, utilizing their infrastructure and capabilities.

Previously, around the early 2010s, Primagama has developed an online service called “PrimagamaPlus”. However, due to the very premature market, the service seems to get less attention. At that time, direct tutoring (offline) was still the prima donna. Currently. the applications are there to support learning, but there is not much traction.

Zenius’ corporate action was held amidst the collapse of many offline tutoring businesses due to the pandemic. The school-from-home appeal has caused declining enthusiasm, especially when edtech services are rising digitally.

On the other hand, Zenius’ penetration to Primagama has the potential to provide a more interesting learning experience. Especially once the learning activities return to normal.

According to the 2021 KPAI survey, 78% of students demand to return to class. Virtual spaces are considered less effective. 57% of students find it difficult to follow the subject matter and practicum.

Zenius growth

Zenius currently has several products, the best selling is the online tutoring. Throughout the 2019/2020 school year, the Zenius tutoring application was accessed by more than 20 million users. It contains about 100 thousand learning videos and practice questions that is accessible for free. In addition, Zenius also provides Live Class services for direct guidance with selected teachers; there is also a UTBK simulation, and several other learning products.

Apart from formal learning, there is also Zenius Land app for toddler. While ZenPro is intended for professional learning with more general subject. Apart form focusing on students, Zenius also developed ZenRu for the teaching management platform.

In early 2021, Zenius secured a Pre-Series B round backed by a number of investors, including Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Northstar, Kinesys, and BeeNext. One year earlier, they posted an investment of $20 million in a Series A round. Zenius’ value is currently estimated at over $100 million.

Market competition and value propotition

Indonesian edtech sector is growing rapidly. The two head-tohead players are Ruangguru and Zenius – statistically, Ruangguru’s site visits and application downloads are far more superior. In addition, the two owned very similar sub-product variants.

Zenius always have strong sense to the material side. Instead of driving students to simply memorize, the material at Zenius emphasizes understanding fundamental concepts and critical thinking through various case studies.

Visitor statistic of Zenius and Ruangguru / Similarweb

Apart from Zenius and Ruangguru, a number of edtechs are haveing quite the maneuver. Most recently, CoLearn has recently secured a Series A funding of IDR 244 billion. The app heavily focused on math and science subjects, helping students complete homework independently. Other than that, there are Pahamify, Squline, and others.

The presence of Primagama in Zenius’ line of business has the potential to strengthen its value proposition once it succeeds in wrapping up a hybrid learning experience – this could also be the first in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Akhir Sebuah Era, Platform Edtech Zenius Dikabarkan Akuisisi Lembaga Bimbingan Belajar Primagama

Startup edtech Zenius dikabarkan telah mengakuisisi penyedia layanan bimbel (bimbingan belajar) Primagama. Menurut sumber terpercaya, akuisisi ini melibatkan seluruh cabang lembaga kursus. Menurut data di situs Primagama, saat ini perusahaan mengoperasikan lebih dari 250 cabang di berbagai provinsi di Indonesia, melayani 4 juta siswa dengan 3 ribu pegawai. Perluasan cabang dilakukan dengan konsep waralaba.

Kami mencoba menghubungi pihak Zenius, tetapi belum mendapatkan konfirmasi resmi.

Didirikan oleh Sabda PS dan Medy Suharta, Zenius dikenal sebagai salah satu pelopor layanan bimbel online di Indonesia. Mereka memulai debut dengan bimbel offline, selanjutnya mengemas materi dalam piringan DVD, lalu sepenuhnya menjadi layanan online online. Pun demikian Primagama berdiri sejak tahun 1982. Kolaborasi keduanya memungkinkan adanya integrasi model pembelajaran online to offline atau belended learning memanfaatkan infrastruktur dan kapabilitas yang dimiliki.

Sebelumnya, sekitar awal tahun 2010an, Primagama sebenarnya juga sempat mengembangkan layanan online berjuluk “PrimagamaPlus”. Hanya saja karena pasar yang belum siap, layanan tersebut tampak kurang mendapatkan perhatian. Kala itu bimbingan belajar secara langsung (offline) masih menjadi primadona. Sekarang pun mereka juga punya aplikasi untuk penunjang pembelajaran, namun traksi yang didapat kurang maksimal.

Aksi korporasi Zenius dilakukan di tengah goncangan hebat yang dirasakan pebisnis bimbel akibat pandemi. Aturan belajar di rumah membuat kelas-kelas bimbel sepi peminat, apalagi sekarang dimudahkan layanan edtech yang bergerak secara digital.

Di sisi lain, masuknya Zenius ke Primagama berpotensi menghadirkan pengalaman pembelajaran yang lebih menarik. Apalagi saat aktivitas pembelajaran kembali normal nantinya.

Menurut survei KPAI tahun 2021, 78% siswa/i memang menginginkan pembelajaran kembali ke kelas. Ruang-ruang virtual dirasa kurang efektif. 57% siswa/i merasa kesulitan mengikuti materi pelajaran dan pratikum.

Laju pertumbuhan Zenius

Saat ini Zenius memiliki beberapa produk, yang terlaris adalah bimbel online mereka. Sepanjang tahun ajaran 2019/2020, aplikasi bimbel Zenius diakses lebih dari 20 juta pengguna. Di dalamnya berisi sekitar 100 ribu video pembelajaran dan latihan soal yang bisa diakses secara gratis. Tidak hanya itu, Zenius juga menghadirkan layanan Live Class untuk bimbingan langsung dengan guru-guru terpilih; ada juga simulasi UTBK, dan beberapa produk pembelajaran lain.

Di luar materi pembelajaran formal, ada juga Zenius Land untuk aplikasi pembelajaran anak balita. Sementara ZenPro ditujukan untuk pembelajaran kalangan profesional dengan materi yang lebih umum. Tidak hanya fokus ke siswa, Zenius juga mengembangkan ZenRu untuk platform manajemen pengajaran guru.

Awal tahun 2021, Zenius mendapatkan pendanaan putaran Pra-Seri B yang didukung sejumlah investor, termasuk Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Northstar, Kinesys, dan BeeNext. Satu tahun sebelumnya mereka membukukan investasi $20 juta pada putaran Seri A. Diperkirakan saat ini Zenius sudah memiliki valuasi di atas $100 juta.

Kompetisi pasar dan proposisi nilai

Sektor edtech di Indonesia cukup berkembang pesat. Dua pemain yang saat ini mendominasi adalah Ruangguru dan Zenius – secara statistik kunjungan situs dan unduhan aplikasi Ruangguru lebih unggul. Selain itu, untuk varian sub-produk yang dimiliki keduanya juga nyaris memiliki kesamaan.

Satu hal yang selalu digaungkan Zenius adalah di sisi materi. Alih-alih mengajak peserta didik hanya menghafal, materi di Zenius mengedepankan pada pemahaman konsep fundamental dan cara berpikir kritis melalui berbagai studi kasus.

Statistik kunjungan situs Zenius dan Ruangguru / Similarweb

Di luar dari Zenius dan Ruangguru, sejumlah edtech juga terus bermanuver. Yang terbaru CoLearn baru saja membukukan pendanaan Seri A senilai 244 miliar Rupiah. Aplikasinya fokus pada pembelajaran matematika dan sains, membantu para siswa menyelesaikan berbagai PR secara mandiri. Di luar itu masih ada Pahamify, Squline, dan lain-lain.

Hadirnya Primagama di jajaran lini bisnis Zenius berpotensi menguatkan proposisi nilai jika benar-benar berhasil membungkus pengalaman belajar hybrid – ini juga bisa menjadi yang pertama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here