Konferensi Blockchain “INBLOCKS 2018” Akan Diselenggarakan di Jakarta

Digital aset berbasis kripto belakangan ini semakin populer di Indonesia. Penerimaan dan pemahaman publik yang semakin baik, serta penerapan teknologi blockchain yang semakin nyata merupakan faktor pendukung. Sebagai sarana untuk memperkenalkan blockchain lebih jauh kepada publik, Tokocrypto berinisiatif mengadakan ajang INBLOCKS 2018 –konferensi blockhain terbesar tahun ini.

INBLOCKS 2018 akan diadakan pada 15 September 2018 pada pukul 12.00 – 18.00 di Grand Ballroom, Hotel Grand Hyatt Jakarta. Penyelenggaraan kegiatan ini turut didukung TTC Protocol dan Rate3 Network.

Konferensi ini akan mempertemukan para penggiat teknologi, para pelaku bisnis, dan berbagai kalangan lain yang tertarik dan ingin mengetahui lebih jauh tentang blockchain. Selain dapat menjadi ajang menjalin relasi, INBLOCKS 2018 juga akan menghadirkan 10 pembicara ahli dari masing-masing bidang, seperti Brian Cheong (President TTC Protocol), Jake Goh (CEO Rate3 Network), Jody Ong (CEO BridgeX), dan masih banyak lainnya.

“Dengan potensi besar yang dimiliki, serta dukungan regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah, Indonesia kini berpotensi menjadi blockhain hub di Asia Tenggara. INBLOCKS 2018 diharapkan dapat menjadi ajang mempertemukan para pelaku industri blockchain, baik dari Indonesia maupun luar, serta menjadi ajang pemahaman bagi publik secara umum tentang blockchain itu sendiri.” ujar Pang Xue Kai, Founder & CEO Tokocrypto.

Informasi lebih lanjut dan pemesanan tiket dapat dilakukan di sini: http://bit.ly/inblocks2018promo.

INBLOCKS 2018

Disclosure: DailySocial adalah media partner INBLOCKS 2018

Hearti Lab Usung Keamanan Berasuransi dengan Teknologi Blockchain

Penetrasi asuransi yang masih minim di Indonesia menjadi tantangan sekaligus peluang besar yang bisa digarap. Bisnis asuransi pada dasarnya berbasis pada kepercayaan antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Untuk itu kebanyakan membutuhkan agen sebagai perantara antara keduanya.

Hanya saja, cara pendekatan lewat agen dirasa kurang relevan dengan perkembangan saat ini, terutama saat generasi milenial mulai berkembang. Untuk itu keberadaan teknologi terkini yang mampu menjawab inti bisnis dasar asuransi sangat dibutuhkan. Inilah yang coba dijawab Hearti.

Perusahaan insurtech dan blockchain yang berbasis di Singapura ini ingin menjawab tantangan asuransi yang butuh unsur kepercayaan yang dipadukan dengan keamanan data yang tersimpan dalam teknologi blockchain.

CEO dan Founder Hearti Lab Keith Lim menuturkan blockchain adalah teknologi yang pas untuk memadukan industri keuangan khususnya asuransi dalam hal kepercayaan. Blockchain yang memiliki dua unsur elemen utama hash dan proof of work, memungkinkan semua data yang tersimpan sulit untuk di ubah-ubah.

“Asuransi itu harus transparan proses bisnisnya, kedua belah pihak harus tahu isi polis tanpa bisa diubah-ubah. Nah ini bisa dikomplementerkan dengan blockchain, sehingga semua data bisa diketahui kedua belah pihak,” terang Lim kepada DailySocial.

Hearti Lab menjalani bisnisnya dengan model B2B2C. Artinya, perusahaan menyediakan full suite application platform, yang di dalamnya termasuk chatbot (berbentuk white label) untuk mitra perusahaan asuransi. Nanti perusahaan asuransi bisa memasukkan fitur-fitur yang diinginkan sebelum disebar ke masyarakat.

Setiap percakapan yang terjadi di dalam chatbot, sambungnya, akan tersimpan dalam big data dan diolah oleh machine learning. Semakin sering bercakap-cakap, chatbot akan semakin pintar memberikan rekomendasi berkat AI yang disematkan.

Teknologi blockchain akan bekerja untuk menyimpan seluruh data dan polis pengguna, sehingga tidak bisa diubah tanpa persetujuan antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.

Perubahan isi polis seperti ini sebenarnya, menurut Lim, terjadi di Thailand. Saat terjadi banjir bandang, nasabah tidak bisa mengklaim asuransi properti yang sudah mereka beli karena terjadi perbedaan data antara kedua belah pihak.

Perusahaan asuransi di sana tidak memberitahukan saat isi polis terjadi perubahan ke para nasabahnya. Alhasil, nasabah tidak bisa mengklaim saat membutuhkannya. Hal ini juga terjadi di Singapura, namun tidak separah di Thailand. Perusahaan asuransi di sana terkadang lupa memberitahukan ketika ada perubahan polis ke nasabah.

Berkat kehadiran big data, perusahaan asuransi dapat menyesuaikan harga premi asuransi dengan biaya tambahan (surcharge) dalam chatbot mereka berdasarkan kondisi iklim atau bencana yang terjadi di daerah tertentu. Nasabah tetap bisa terlindungi dengan asuransi saat berkunjung ke sana, yang mana hal seperti ini biasanya tidak dapat terjadi ketika beli asuransi perjalanan biasa.

Perusahaan juga bisa memberikan sejumlah diskon untuk para nasabahnya yang sudah loyal dan tidak mengklaim dalam beberapa tahun belakangan. Hal-hal seperti ini yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.

“Ini menguntungkan buat nasabah dan perusahaan asuransi. Nasabah yang beli asuransi itu pasti inginnya terlindungi dengan asuransi di mana pun mereka berada. Namun terkadang karena aturan khusus dalam polis, membuat keinginan untuk terlindungi jadi percuma karena tidak bisa diklaim.”

Hearti Lab juga meluncurkan token tersendiri untuk pembelian polis, dinamai Sure Token berbasis mata uang digital Ethereum platform ERC-20. Dengan token ini, dapat menguntungkan orang-orang yang belum memiliki rekening bank untuk membeli asuransi. Token bisa dibeli lewat aplikasi Hearti Lab.

Salah satu perusahaan asuransi yang sudah menggunakan chatbot buatan Hearti Lab adalah Asuransi Sompo di Singapura yang meluncurkan chatbot bernama Serene. Dia dapat menangani semua hal berkaitan asuransi perjalan di Sompo secara instan, entah sekadar untuk cari informasi, membeli polis, hingga klaim secara 24/7.

“Bahkan Sompo berencana untuk membawa Serene buat pengembangan bisnisnya di Indonesia.”

Rencana bisnis di Indonesia

Hearti Lab memanfaatkan teknologi blockchain untuk perusahaan asuransi demi jamin keamanan polis nasabah tidak bisa diubah-ubah tanpa sepengetahuan
Country Manager Hearti Lab Indonesia Benny Jioe dan CEO dan Founder Hearti Lab Keith Lim / DailySocial

Hearti Lab hadir di Indonesia sejak Februari 2018 dan dipimpin Benny Jioe sebagai Country Manager Hearti Lab Indonesia. Benny menerangkan saat ini pihaknya masih fokus untuk mengembangkan tim karena Indonesia akan dijadikan tempat pemasaran bisnis Hearti Lab.

Penetrasi soal blockchain di Indonesia juga bakal terus dikembangkan, mengingat pendekatan asuransi dengan blockchain masih terdengar cukup awam bagi banyak orang. Oleh karena itu pada tahap awal perusahaan memberi opsi kepada setiap pengguna. Apakah ingin menyimpan polis dalam sistem blockchain atau data sentral.

“Kami ingin pastikan dulu orang paham dengan blockchain. Ini momennya tepat karena saat ini sudah banyak asuransi konvensional di Indonesia yang mulai sadar dengan potensi digital,” terang Benny.

Saat ini perusahaan sedang dalam tahap diskusi untuk penerapan perdana blockchain dengan salah satu bank yang kuat dengan lini usaha asuransi dari anak usahanya. Sayangnya, Benny enggan berkomentar lebih lanjut untuk detil soal ini.

Selain Indonesia dan Singapura, Hearti Lab memiliki tim di Thailand dan Vietnam. Hearti Lab pernah menerima investasi dari sejumlah angel investor, di antaranya Pang Yew Khat, Khoo Kah Siang (COO Manulife Singapura) senilai US$2,8 juta pada 2015.

Tips Memahami Risiko Berinvestasi di Proyek Blockhain

Blockchain mulai memiliki panggung di Indonesia, meski implementasinya masih berada di tahap awal. Di satu sisi, kehadiran startup berbasis blockchain memberikan alternatif investasi jenis terbaru yang bisa dipilih para investor, yakni Initial Coin Offering (ICO). Namun seperti umumnya, risiko berinvestasi tetap mengintai pada proyek blockchain, sehingga perlu memahami sebelum turut terlibat.

ICO adalah inisiasi pendanaan proyek menggunakan metode pembagian kepemilikan koin kripto (sama seperti IPO untuk perusahaan terbuka di bursa efek). Koin kripto disediakan dengan jumlah terbatas, sehingga diharapkan nilainya akan naik seiring kematangan dan popularitas produk yang diusung. Kenaikan nilai tersebut sebagai keuntungan untuk investor.

Isu ini dibahas hangat sesi diskusi panel yang diadakan Jakarta Blockchain Meetup, Senin (27/8). Diskusi tersebut menghadirkan pelaku industri blockchain dan non-blockchain, yakni Jordan Kang (Tomochain), Pang Xue Jie (Whaleblocks), dan Rama Mamuaya (DailySocial).

Pada dasarnya berinvestasi di ICO punya kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya, dari sisi perusahaan dapat mengeksekusi proyek dengan lebih cepat agar hasilnya bisa terlihat apakah sukses atau tidak. Serta mendorong perkembangan teknologi melalui ide-ide yang terlahir dari startup baru.

Namun kekurangannya, tidak ada badan atau organisasi yang spesifik meregulasi. Jadi apabila ada proyek yang didukung tidak sukses, bisa dipastikan token yang sudah dibeli jadi tidak bernilai. Ditambah potensi scam/fraud, karena ada risiko keterlibatan pihak tidak bertanggung jawab yang sekadar ingin memanfaatkan fenomena ICO.

Untuk itu, setidaknya ada dua tips utama yang perlu diperhatikan para investor sebelum berinvestasi di ICO.

Lakukan riset mengenai proyek tersebut

Jordan menerangkan para calon investor harus lebih jeli sebelum membeli token. Perhatikan bagaimana produknya, lihat bentuk praktiknya di lapangan seperti apa, dan tinjau apakah sudah ada contoh studi kasusnya.

“Yang terpenting lainnya adalah harus mudah untuk diinvestasikan, sehingga orang-orang jadi lebih tertarik untuk berpartisipasi,” katanya.

Lihat pula siapa orang-orang yang ada di dalam proyek tersebut. Sebagai investor juga perlu mencari latar belakang dari setiap individu yang tergabung dalam proyek blockchain tersebut. Ini dimaksudkan agar investor bisa lebih mantap dalam mempertimbangkan apakah ICO tersebut punya tim yang solid atau tidak.

Cek validasi ide

Ada banyak sekali proyek blockchain yang bermunculan di dunia maya, berlomba-lomba menarik investor untuk menggalangkan dananya di proyek mereka melalui ICO. Berhubung proyek seperti ini belum memiliki perlindungan hukum yang jelas, apalagi di Indonesia, ada baiknya untuk tetap berhati-hati.

Menurut Rama, karena ICO tergolong investasi yang high risk and high return, maka investor harus cek validasi ide proyek tersebut demi meminimalisir risiko. Bisa jadi, ide yang ditawarkan perusahaan tersebut tidak perlu dilakukan dalam bentuk token.

“Tidak semua proyek itu harus di-tokenize. Intinya harus cek kembali apakah proyek tersebut bisa menyelesaikan masalah yang ada atau tidak. Soalnya bisa saja diselesaikan dengan cara konvensional,” ujar Rama.

Ia mencontohkan salah satu proyek blockchain yang memiliki reputasi baik adalah HARA. HARA adalah perusahaan blockhain yang fokus awalnya ingin menyelesaikan masalah efisiensi produksi petani. Untuk pendanaan proyeknya, perusahaan menggelar ICO dengan token ERC20.

“Investor itu mau ke proyek blockchain karena ada unsur percaya terhadap proyek itu sendiri. Tapi sekarang ada ingin dapat quick money dari ICO karena beredarnya spekulasi yang berhembus sehingga orang jadi kurang berhati-hati,” pungkas Rama.

BlockLab Indonesia Berikan Edukasi Blockchain ke Pelaku UKM dan Startup

Bertujuan membantu pelaku UMKM dan perusahaan rintisan yang belum memahami benar apa itu teknologi blockchain, BlockLab Indonesia, sebuah komunitas yang fokus kepada edukasi dan penyebaran informasi blockchain kepada masyarakat umum, hadir dengan serangkaian kegiatan online dan offline.

Kepada DailySocial, Community Offline Manager BlockLab Indonesia Singgih Akbar Prakoso menyebutkan fokus utama BlockLab saat ini adalah membuat sebuah ekosistem baru dalam bentuk komunitas. Blockchain diharapkan menjadi informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja dan di mana saja.

“Sebenarnya, kami tidak hanya akan membatasi informasi hanya untuk teknologi blockchain. Kami juga ingin memberikan informasi terkait teknologi baru yang dapat membantu masyarakat dalam menciptakan dan mengembangkan bisnis usaha sehingga dapat bersaing dalam percepatan pembangunan Indonesia secara lebih luas,” kata Singgih.

Kegiatan BlockClinic untuk anggota

Kegiatan yang dijalankan BlockLab Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu online dan offline. Kegiatan offline, dilaksanakan di kantor Ralali, disebut dengan BlockClinic. BlockClinic merupakan sebuah kegiatan offline dengan mengundang beberapa ahli yang akan menjadi pembicara.

BlockLab Indonesia juga memiliki kegiatan online dalam bentuk diskusi di grup WhatsApp yang berisikan para anggota dan ahli. Para anggota BlockLab diperbolehkan untuk memberi pertanyaan atau bahkan informasi seputar blockchain untuk dibahas bersama.

“Dengan adanya kegiatan pertama kami yang diselenggarakan di kantor Ralali, menambah jumlah anggota BlockLab mencapai 50 orang. Semoga untuk selanjutnya, akan ada semakin banyak masyarakat Indonesia yang mendapatkan manfaat dari keberadaan BlockLab,” kata Singgih.

Dalam kegiatan BlockClinic pertama, dihadirkan Business Development NEM Mutia Rachmi dan Business Partner Ralali Peter Wijaya. Dalam kesempatan tersebut, kedua narasumber menyampaikan manfaat dan informasi paling dasar soal blockchain.

Memahami keuntungan dan ekosistem blockchain

Sifat blockchain yang transparan, akurat, dan aman diklaim sangat ideal untuk semua bisnis. Blockchain dianggap mampu meningkatkan kepercayaan dengan proses rekam jejak yang terpercaya.

Blockchain disebut bisa menghindari risiko keamanan, karena sifatnya yang transparan dan sulit untuk diganggu hacker, penipuan, hingga cyber crime. Blockchain juga mampu mengurangi pengeluaran dengan sifatnya yang otomatis tanpa melibatkan perantara atau pihak ketiga dalam prosesnya.

“Konsep ini menurut saya sudah sangat cocok dengan startup yang banyak menghadirkan solusi cepat dan menjembatani kebutuhan pengguna. Namun demikian agar teknologi blockchain bisa berjalan dengan baik, harus bersandingan dengan teknologi lainnya seperti Internet of Things (IoT) dan artificial intelligence (AI),” kata Mutia.

Ketika perusahaan berusaha memahami dan tertarik mengimplementasikan teknologi blockchain, ada baiknya mereka memahami lebih lanjut ekosistem tersebut. Sifat blockchain adalah decentralized, trustless dan efficient.

Perlu juga dipahami tentang infrastruktur blockchain, apakah bersifat publik, privat, dan lainnya.

“Bagi kami di NEM kami lebih fokus kepada consensus algoritma Proof of Importance. Terdapat juga Proof of work (miners) dan Proof of stake,” kata Mutia.

Peresmian Indonesia Blockchain Hub Jadi Langkah Awal Percepat Pertumbuhan Blockchain

Untuk mendukung percepatan pertumbuhan teknologi blockchain di Indonesia, KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), Asosiasi Blockchain Indonesia, Bekraf, dan HARA meresmikan Indonesia Blockchain Hub, sebuah wadah untuk menampung pegiat blockchain di Indonesia maupun global untuk saling berbagi dan belajar pengalaman.

Selain untuk belajar, wadah ini juga menyediakan tempat pelatihan dan coworking space sehingga pada akhirnya dapat menciptakan talenta baru yang mahir di bidang blockchain dapat menyajikan ide baru untuk solusi berbasis blockchain. Indonesia Blockchain Hub ini terletak di kantor HARA, di kawasan Senopati, Jakarta.

“Kita ingin mendedikasikan tempat ini untuk tempat berkumpul orang-orang yang ingin belajar soal blockchain. Ke depannya bakal rutin diadakan meetup. Kami telah adakan meetup mendatangkan narasumber dari Taiwan dan Jepang,” terang Founder dan CEO HARA Regi Wahyu, Kamis (16/8).

Supervisory Board KADIN Yos Ginting menambahkan selama ini pemahaman orang Indonesia terhadap teknologi blockchain masih bisa dikatakan cukup awam. Ada yang menyamakan blockchain dengan bitcoin atau cryptocurrency. Pengetahuan yang kurang soal aplikasi blockchain untuk mengatasi tantangan yang menyangkut data, transaksi, keamanan, dan lain-lain.

“Hub ini bisa mendukung ekosistem blockchain untuk diaplikasikan secara nyata, seperti HARA lakukan. Bisa memberikan solusi baru yang selama ini belum dimungkinkan,” ujar Yos.

Masih sama-sama belajar

Lantaran pengetahuan orang Indonesia yang masih mendasar ini, menurut Regi, berdampak pada masih dasarnya fitur-fitur yang sudah diimplementasikan oleh berbagai industri. Namun baginya, hal ini justru bisa menjadi momen yang tepat untuk Indonesia bisa menjadi terdepan dalam implementasi blockchain.

Pasalnya, dunia saat ini berada di tahap yang sama terkait perkembangan blockchain. Setiap negara masih belajar, belum ada benchmark yang pas untuk dijadikan sebagai acuan dalam membuat regulasi. Satu-satunya negara yang terdepan dalam hal ini adalah Singapura.

Regi mencontohkan, salah satu bank yang sudah memanfaatkan blockchian adalah BNI. Bank ini meminta bantuan dari HARA untuk mendapatkan informasi tentang calon debitur dari kalangan petani dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

HARA kini memiliki 5 ribu data petani, 1.000 di antaranya mendapatkan pinjaman KUR dari BNI. Diklaim dengan blockchain ini, BNI melihat tingkat pengembalian kredit yang lebih lancar dibandingkan sebelumnya.

“Dari proyek kami dengan BNI, disebutkan pengembalian kredit dari para petani yang sudah menerima KUR cukup lancar. Tentunya ini jadi penyemangat kami untuk mengembangkan teknologi blockchain secara lebih advance.”

Di Korea Selatan, meski negara ini cukup maju dalam hal teknologi. Namun pemerintahnya juga masih belajar soal blockchain. Hal ini diterangkan oleh CCO Yello Digital Mobile Jonathan Lee. Dia menceritakan bahwa 55% transaksi perdagangan cryptocurrency di dunia itu berasal dari Negeri Gingseng tersebut.

Tingginya minat masyarakat Korea Selatan terhadap crypto, menurutnya disebabkan karena peredaran gosip orang tiba-tiba jadi kaya raya berkembang secara mouth-to-mouth.

“Hampir semua orang Korea tiba-tiba jadi familiar dengan crypto, apalagi didukung oleh penetrasi internet yang begitu baik dan fasilitas perbankan yang sudah maju jadi beberapa faktor penyebabnya,” terang Lee.

Yos Ginting menambahkan, “Karena keahlian kita yang sama dengan yang di luar negeri, diharapkan ke depannya masyarakat bisa lebih melihat manfaat yang dibawa blockchain daripada bahas teknologinya saja.”

PlayGame.com Ingin Revolusi Industri Game dengan Blockchain

PlayGame.com sebelumnya adalah platform yang dimanfaatkan Anton Soeharyo (Co-Founder Touchten) untuk mempublikasikan game yang dapat dimainkan secara live. Kini platform tersebut berevolusi menjadi sebuah unit baru. Masih seputar dunia game, kali ini Anton (CEO PlayGame.com) bersama Aria Rajasa (CIO PlayGame.com & Founder Tees), dan Batista Harahap (CTO PlayGame.com & Co-Founder Prism) menyajikan konsep yang jauh lebih revolusioner.

Memanfaatkan teknologi blockchain, PlayGame.com mencoba menyelesaikan masalah menahun yang sering dialami pengembang dan penerbit game. PlayGame.com akan menjadi platform untuk mendistribusikan game (direct-to-play gaming platform) dan menjadi tempat penggalangan dana (crowdfunding) hal-hal berkaitan dengan pengembangan game. Konsepnya memadukan ekonomi virtual dengan ekonomi konvensional menggunakan cryptocurrency.

Software Development Kit (SDK) yang dirilis memungkinkan pengembang atau penerbit game untuk menerapkan bisnis berbasis token mereka sendiri di game yang dikembangkan. Implementasinya dapat dielaborasikan dengan berbagai fitur, misalnya untuk penghargaan loyalitas pengguna. Bisnis berbasis token diterapkan untuk tiga area: (1) pool-price game competition, (2) crowdfunding platform, dan (3) ad network & retention.

Manfaat yang didapatkan melalui platform PlayGame / PlayGame
Manfaat yang didapatkan melalui platform PlayGame / PlayGame

“Kami ingin menyediakan ekosistem yang lengkap untuk pengembang game, mencakup saluran distribusi melalui situs PlayGame.com, SDK untuk monetisasi dengan token kami, dan paltform untuk crowdfunding yang kami sebut dengan FunFund,” tulis tim PlayGame.com dalam publikasinya.

PlayGame.com juga menjadi Launchpad Project pertama Tokenomy. Tokenomy merupakan platform token global untuk berbagai proyek berbasis blockchain yang didirikan Founder INDODAX Oscar Darmawan.

PlayGame Token

PlayGame Token (PXG) adalah token ERC20 dengan platform smart-contract yang memungkinkan penerbit, pengembang, dan komunitas game untuk melakukan monetisasi atas produknya secara langsung dari pengguna cryptocurrency di seluruh dunia. Akan ada satu miliar token yang dibuat dan didistribusikan. PXG memanfaatkan Ethereum, karena fleksibilitas dan tingkat adopsi yang dimiliki dari sistem blockchain tersebut. Blockchain akan bertindak sebagai basis data multi-game dan menyimpan seluruh skor permainan secara aman.

Selain itu dengan blockchain diharapkan membuat para pemain yakin bahwa game yang diletakkan di platform PlayGame.com nantinya akan berlaku adil. Pengembang game  juga akan memiliki jaminan soal pembayaran yang transparan. Data kepemilikan disimpan secara aman di blockchain, dengan smart-contract untuk memastikan tidak ada manipulasi atau penipuan. Saat pre-sale, 18.000 PXG dihargai dengan 1 Ethereum.

Roadmap pengembangan PlayGame / PlayGame
Roadmap pengembangan PlayGame / PlayGame

Proses ICO (Initial Coin Offering) sendiri akan segera dimulai di kuartal ketiga tahun ini. Dilanjutkan peluncuran demo website dan SDK pada kuartal keempat. Untuk proses bisnisnya sendiri direncanakan dimulai Januari 2019, dengan target peluncuran secara global di kuartal ketiga 2019, termasuk ekspansi ke Jepang dan Tiongkok. Di masa permulaan, PlayGame.com akan berbasis di Singapura.

“Selama satu dekade mengembangkan Touchten, saya menyadari bahwa membuat game memerlukan biaya yang mahal dan sulit untuk menghasilkan uang. Belum lagi distribusi game yang memotong 30% (dari keuntungan yang seharusnya didapat). Proses membuat game seharusnya tidak perlu rumit, saya percaya blockchain dan cryptocurrency dapat membantu kami para developer untuk tetap tumbuh berkelanjutan,” ujar Anton.

Dukungan investor

Aria Rajasa, Anton Soeharyo, dan Oscar Darmawan / Tokenomy
Aria Rajasa, Anton Soeharyo, dan Oscar Darmawan / Tokenomy

Selain tim inti yang sudah berpengalaman di bisnis digital, PlayGame.com turut didukung sejumlah advisor. Mereka adalah Andrew Darwis (Co-Founder Kaskus), Oscar Darmawan (CEO INDODAX & Tokenomy), Mizune Kazuhiro (CEO Quan Inc), dan beberapa lainnya. Sementara itu investor yang tercatat sudah bergabung dalam inisiatif tersebut termasuk Ideosource dan Digital Nusantara Capital (DNC).

“Saya adalah seorang gamer dan saya percaya semua orang sejatinya menyukai game. Saat ini game adalah bagian dari gaya hidup. Kami percaya PlayGame dapat merombak industri game di regional. Tokenomy merasa bangga bisa membimbing PXG dan memastikan semua hal berjalan lancar serta aman,” sambut Oscar.

Memboyong Kiblat Blockchain dari Eropa ke Asia

Belum semua sepakat bahwa teknologi blockchain mampu merevolusi dunia di masa depan. Sejumlah negara masih apatis terhadap blockchainkarena minimnya pengetahuan dan belum adanya keterbukaan terhadap teknologi baru.

Eropa mengambil langkah penting demi memastikan teknologi blockchain dapat dinikmati di seluruh dunia. Maka dari itu, April lalu 22 negara di Eropa kompak menandatangani deklarasi European Blockchain Partnership sebagai medium pertukaran ilmu pengetahuan dan pengalaman.

Kolaborasi awal mereka diwujudkan dengan meluncurkan Asia Blockchain Hub untuk mengeksplorasi berbagai potensi di kawasan ini. Asia Blockchain Hub diresmikan di Kuala Lumpur, Malaysia, dan berada di bawah naungan European Blockchain Hub yang dibentuk pada 22 Mei 2018.

Dalam konferensi pers yang dihadiri DailySocial di Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (21/7), Advisory Member European Blockchain Hub dan perwakilan Asia Blockchain Hub, Rex Yeap menyebutkan Malaysia dipilih sebagai hub Asia karena potensinya saat ini dinilai mengungguli negara-negara lain di kawasan Asia, termasuk Asia Tenggara.

“Asia Blockchain Hub menjadi medium untuk mempertemukan startup, investor, dan pemerintah; serta mempromosikan dan mentransfer pengetahuan dari pelaku blockchain di Eropa, dan mendorong penggunaan aset digital hingga ke seluruh dunia,” tutur Yeap.

Pihaknya akan mengeksplorasi negara-negara di Asia dan bertatap muka dengan para multi stakeholder, tak terkecuali di Indonesia. “Indonesia termasuk dalam roadmap kami. Memang belum ada rencana konkret, tapi saat ini kami sedang set up untuk bertemu dengan pemerintah setempat,” ujarnya.

Sesuai misinya di awal, ujar Yeap, pihaknya akan menyambangi negara-negara di kawasan Asia untuk menggelar konferensi, training, atau workshop. Negara yang akan menjadi lawatan pertama Asia Blockchain Hub adalah Bangkok, Thailand, pada 28-29 Juli 2018.

Sementara, President of European Blockchain Hub, Blaz Golub menambahkan, ide utama dari eksplorasi negara ini tak hanya sebatas berbagi informasi dan pengalaman seputar blockchain, tetapi mengidentifikasi use case menarik yang memungkinkan untuk diimplementasikan di masa depan.

“Niat kami menggelar konferensi blockchain di Eropa, makanya kami ingin sekali membawa perwakilan di Asia untuk hadir. Saya melihat 22 negara ini mau bersatu untuk duduk bersama untuk cari tahu apa yang ingin dilakukan selanjutnya,” jelas Golub.

Dalam hal ini, hub yang dimaksud adalah platform yang nantinya akan melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai dari Non-governmental Organization (NGO), pelaku usaha, korporat hingga akademisi.

Asia Blockchain Hub membawa segudang misi untuk memastikan teknologi blockchain dapat diimplementasikan secara merata di seluruh dunia, dan setiap negara dapat saling berkolaborasi di masa depan.

Selain sebagai moda edukasi, Asia Blockhain Hub juga bertujuan untuk membuka wawasan pasar terhadap manfaat teknologi ini. Golub menyayangkan selama ini teknologi ini masih diasosiasikan sebagai produk cryptocurrency saja.

“Blockchain akan membantu banyak kaum milenial untuk mengembangkan produk dan goal-nya, termasuk mencari model bisnis baru. Banyak tantangan industri yang masalahnya dapat diselesaikan dengan teknologi ini, dengan menghasilkan sebuah transparansi,” katanya.

Untuk saat ini, Eropa dapat dikatakan sebagai kiblat industri blockchain mengingat sebagian besar negaranya telah mengadopsi blockchain untuk kebutuhan bisnis hingga pemerintahan. Beberapa negara seperti, Slovenia, Swiss, dan Estonia termasuk negara yang menjadi pionir di industri blockchain.

“European Blockchain Hub bertujuan juga untuk membawa proyek-proyek yang bagus ke dan dari Eropa hingga ke seluruh dunia. Swiss, misalnya, saat ini melakukan berbagai hal dengan meng-enable environment untuk menarik proyek ICO dari luar negeri,” jelas Golub.

Standar internasional blockchain masih sulit terealisasi

Dalam paparannya, Yeap dan Golub mengungkapkan tantangan yang kerap dihadapi di industri yang masih baru ini, baik di Eropa maupun Asia. Hal ini juga menyulitkan dalam membuat standar regulasi blockchain.

Yeap berujar bahwa kurangnya edukasi terhadap teknologi blockchain juga menghambat pertumbuhan perkembangannya. Ia mencontohkan, siapapun kini dapat mengklaim sebagai ahli blockchain tanpa tahu benar atau tidak.

“Ini alasan hub memiliki peran penting. Kami tidak mengklaim sebagai ahlinya, namun kami mengumpulkan orang berpengalaman untuk berbagi pengetahuan dan berdiskusi dengan pemerintahan,” kata Yeap.

Menurutnya, hal ini juga yang menjadi alasan mengapa kawasan Asia dipilih sebagai perhentian berikutnya setelah Eropa. “Karena pasar dan orang-orangnya sangat passionate dengan blockchain. Kita tahu blockchain kini menciptakan banyak lapangan pekerjaan, generasi muda mendominasi.”

Sementara Golub berujar bahwa industri blockchain masih di fase awal sehingga belum semuanya diregulasi. Hal ini juga yang memunculkan banyak scam pada bisnis blockchain.

Namun di sisi lain, sejumlah negara di Eropa justru memanfaatkan hal ini untuk menarik minat dan proyek sebesar-sebesarnya dari investor luar. Misalnya, lewat proyek Initial Coin Offerings (ICO). Akan tetapi, setiap negara akan memiliki pendekatan berbeda-beda.

“Kalau bicara soal standar internasional untuk blockchain sepertinya sulit, karena situasi saat ini sedang ada big crisis. Saya rasa akan susah untuk mau duduk bersama. Justru bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Tiongkok, dan India bisa secure environment untuk (buat) standar internasional.”

Implementasi Nyata Blockchain di Berbagai Industri

Saat membahas teknologi blockchain, kebanyakan artikel yang beredar membahas soal sisi teknisnya, yang belum tentu semua orang paham bagaimana cara kerjanya.

Sesi #SelasaStartup edisi terakhir blockchain menghadirkan Co-Founder Blockchain Zoo Pandu Sastrowardoyo sebagai narasumber. Berbeda dengan pembahasan pada umumnya, Pandu membawa pendekatan teknologi blockchain dari sisi operasional perusahaan. Bagaimana implementasinya dan dampak bagi perusahaan untuk tiap industri, baik sebelum maupun setelah mengadopsi blockchain dalam proses operasionalnya.

Menurut Pandu, memang implementasi produk perdana blockchain adalah bitcoin yang memiliki keterkaitan dengan kondisi keuangan global. Makanya pada tahap awal banyak bank yang menganggap blockchain membawa ancaman bagi mereka. Padahal sebenarnya, blockchain justru bisa membantu bank dalam operasional perusahaan.

“Fungsi bank itu salah satunya memastikan tidak ada pemalsuan uang dan double spending. Justru dengan blockchain itu teknologinya bisa dimanfaatkan sebagai underlying untuk cegah penipuan dan pemalsuan. Tak hanya bank, industri lain juga bisa manfaatkan blockchain asalkan memiliki business value-nya,” kata dia.

Ada beberapa nilai bisnis teknologi blockchain bagi perusahaan yang bisa diangkat. Di antaranya penyederhanaan SLA (Service Level Agreement), otomasi proses lewat Smart Contracts dan Smart Transactions, manfaat topologi, kriptografi, penggabungan identitas, dan konsensus.

“Blockchain itu dilihat berdasarkan perhitungan matematis, bukan hanya sistem. Terlebih, blockchain itu bukan teknologi baru melainkan kombinasi baru dari teknologi yang sudah ada. Di antaranya enkripsi, jaringan p2p, database, dan konsensus.”

Secara singkat, Pandu memberi contoh nyata hasil implementasi blockchain di berbagai industri. Bagaimana masalah awalnya dan seperti apa hasil akhirnya setelah memanfaatkan teknologi blockchain.

Bagian audit dan kepatuhan perusahaan

Dalam divisi audit dan kepatuhan di tiap perusahaan biasanya ada kerumitan yang terjadi saat berbagi data antar divisi. Saat divisi IT terjadi gangguan di server, tentunya akan berdampak di seluruh divisi. Potensi terjadinya kesalahan pun besar.

Namun apabila menggunakan underlying blockchain, divisi IT tidak lagi bergantung pada server, sebab masing-masing divisi memegang satu node blockchain dengan kontrol yang sama.

Implementasi berdasarkan geografis

Ambil contoh beberapa mesin ATM di satu daerah mengalami gangguan karena server rusak menyebabkan orang-orang di daerah tersebut tidak dapat bertransaksi. Solusinya menanamkan node ke dalam masing-masing mesin ATM. Jadi ATM tetap bisa digunakan kendati ada delay yang kemungkinan terjadi sampai bug terselesaikan.

“Solusi ini sudah dipakai di Tiongkok, diaplikasikan oleh UnionPay. Di sana ketika mesin ATM mati, tetap bisa diakses seperti cek saldo.”

Industri keuangan

Mencegah penipuan

Indonesia memiliki lebih dari 1.000 BPR. Banyaknya BPR ini tentunya berpeluang atas potensi penipuan dan pencucian uang karena mereka belum memiliki akses ke BI Checking sehingga yang kemungkinan besar terjadi adalah potensi over financing.

Apabila masing-masing BPR punya note blockchain yang di tanamkan di luar database mereka, maka potensi tersebut dapat ditekan. Prosesnya bank membangun teknologi blockchain yang sama dan dapat mencocokkan hash dari setiap KYC tanpa melihat isi KYC itu sendiri.

Tidak ada server pusat untuk sistem ini, sebab solusi blockchain didistribusikan ke seluruh bank. Setiap bank memiliki node dengan salinan blockchain lengkap dari hash tiap KYC. Tidak ada bank yang dapat mengakses salinan KYC bank lain, tetapi mereka dapat mencocokkan dari hash-nya.

Mempercepat penerbitan Letter of Credit (L/C)

Proses penerbitan awal L/C invoice biasanya melibatkan empat atau lebih stakeholder. Setiap pemangku kepentingan harus menyediakan dokumen tertulis ke yang berikutnya, menciptakan umpan balik, dan siklus amandemen. Semua siklus harus dibersihkan sebelum bank yang mengeluarkan L/C dapat menyalakan lampu hijau untuk memulai proses pembayaran dan pengiriman.

Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Di Indonesia untuk menerbitkan L/C biasanya memakan waktu sekitar 90 hari. Di Singapura sekitar 14 hari. Dengan memakai blockchain, ada pembuatan sistem di mana semua pemangku kepentingan dapat mendigitalkan dokumen dan saling mengirim umpan balik sebelum membuat dokumen asli.

“Kami bantu isu ini di Singapura. Hasilnya mereka bisa percepat penerbitan L/C jadi dua hari.”

Industri medis dan bioinformatika

Catatan medis berbasis elektronik

Catatan medis pasien sangat sulit untuk dibagikan antara satu rumah sakit dengan lainnya. Umumnya ketika dirujuk ke rumah sakit lain, dokter hanya memberikan resume medis dalam secarik kertas. Pasien pun akhirnya terpaksa membawa data sendiri yang umumnya melalui dokumen kertas.

Masalah ini terjadi karena rumah sakit berkompetisi satu sama lain. Mereka merasa ada risiko ketika ditinggal pasien lama dan semua data diberikan ke kompetitor.

Dengan kehadiran blockchain, data medis pasien tetap dimiliki rumah sakit dalam bentuk node mereka sendiri. Data pasien dipastikan tetap tidak diganggu sebagai Single Point of Truth, sehingga didasarkan pada konsensus. Rumah sakit tidak diizinkan untuk mengakses data pasien kecuali KYC pasien tersebut sudah pernah dilakukan di rumah sakit itu juga.

Dengan demikian, pengalaman pasien dan kualitas pelayanan rumah sakit tetap terjamin. Meski mereka pindah rumah sakit sekalipun, semua rekam medis tetap utuh.

Genomic blockchain

Blockchain juga memungkinkan setiap orang dapat mengurutkan informasi genom mereka sendiri dan membuat hash yang dapat langsung terhubung dengan identitas pribadi. Perusahaan dapat membeli genom tiap orang sebagai bagian genom lain untuk bahan penelitian.

Setelah tercipta obat atau perawatan yang dilakukan dari penelitian tersebut, ada royalti yang diberikan kepada orang yang menjualnya. Dampak baiknya, perusahaan memiliki kumpulan data yang besar dan penelitian berkualitas lebih tinggi karena penyedia genom diberi insentif.

Emurgo Implements Blockchain Technology for Business in Indonesia

A Japan-based firm developer supporting and making business incubation, Emurgo, besides training and mentoring students in Indonesia, has signed the agreement with three companies in Indonesia. They are Hero Intiputra (Hero Group), Senada Group, and Kilau Group.

“We’ve ensured Emurgo Japan to be the first blockchain platform partnering with locals in Indonesia. PT Emurgo Solusi Indonesia is Emurgo’s first joint venture,” Metodius Anwir, PT Emurgo Solusi Indonesia’s CFO, told DailySocial.

The Tokyo-based company is now open in other Asian countries, such as Hong Kong, Vietnam, and Singapore.

Blockchain for retail, property, and financial service

Shunsuke Murasaki, Head of Business Development Emurgo
Shunsuke Murasaki, Head of Business Development Emurgo

As a big company, Hero Intiputra is making strategic partnership to Emurgo. Cardano Project, which focuses on the blockchain technology implementation, is expected to improve Hero Intiputra’s performance in some industries, such as trading, wholesale, and distribution all over Indonesia.

“Together with Hero Intiputra, we’ll collaborate to find study case for blockchain strategy implementation specifically in global trading and retail implementation in Indonesia,” he said.

Through Cardano Project, Emurgo expects to support the company for blockchain implementation and decentralized applications development using Cardano software as the main industry.

“Aside of Hero Intiputra, we look for a collaboration with Senada Group that has experience related to the energy sector, and with Kilau Group for property and financial industries,” he added.

Therefore, Emurgo expects to provide investment and opportunity for startups which use blockchain technology by giving incubation and invite more new talents for the use of blockchain technology to be implemented for public affairs.

“Through its business network, Emurgo wants to implement blockchain technology for enterprises, and consistent in commercial partnership using Cardano technology,” Anwir explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Memanfaatkan Interaksi Offline untuk Ciptakan Transaksi Online

Sejatinya, teknologi ada untuk memudahkan manusia dalam melakukan berbagai hal. Pada produk digital, sebuah fitur dan layanan dibuat sedemikian rupa agar penggunanya mendapat kenyamanan saat berinteraksi.

Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi mereka yang bergelut pada pengembangan User Interface (UI) dan User Experience (UX) pada sebuah aplikasi. Bagaimana mereka menyediakan ‘kemudahan’ dan ‘kenyamanan’ bagi para penggunanya.

Di sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial.id kedatangan Chief Technology Officer Digiroin Teguh Hadriansyah dan Lead UI/UX Designer Digiroin Fayza Firdaus yang membahas seputar pentingnya fitur offline demi menciptakan transaksi online.

Fayza membuka diskusi dengan menyebutkan bahwa aktivitas offline menjadi pelatuk (trigger) bagi pengguna untuk melakukan aktivitas online. Menurutnya, aktivitas offline menjadi penting karena bagaimana pun juga masih ada segmen pasar yang belum terkoneksi internet.

Ada banyak tools pada aplikasi yang dapat dipakai untuk menciptakan offline interaction, misalnya QR Code dan voice note. Tools ini banyak dipakai untuk menyambungkan interaksi pengguna tanpa koneksi internet.

“Kami ingin menciptakan online interaction seperti offline interation. Online dan offline itu harus berjalan paralel,” ujar Fayza.

Dalam kaitannya dengan design, pengembang menciptakan User Interface (UI) dan User Experience (UX) agar pengguna nyaman saat memakainya. Informasi yang dipaparkan harus cukup untuk membangun kepercayaan.

Bertransaksi online tanpa ubah kebiasaan pengguna

Lalu, apa saja yang dapat dikembangkan untuk menciptakan transaksi online dengan mengandalkan interaksi offline? Chief Technology Officer Digiroin Teguh Hadriansyah mengambil contoh kasus pada fitur yang tengah dikembangkannya di layanan Digiroin. Fitur bernama Sound QR ini memampukan proses verifikasi/autentikasi sebuah transaksi pembayaran secara offline karena berbasis suara pengguna. 

“Inti dari teknologi ini adalah membawa transaksi online kepada pelanggan tanpa memerlukan koneksi internet. Interaksi itu tetap ada tapi meniadakan kebutuhan interaksi di layar smartphone,” tambah Teguh.

Menurutnya, offline interaction tidak bisa diabaikan begitu saja karena banyak sekali ragam segmen pengguna yang dapat disasar, mulai dari mereka yang gagap teknologi, sudah berumur, atau buta warna. Ini dapat membuka peluang besar bagi bisnis dengan merangkul berbagai segmen usia.

Sebetulnya, ungkap Teguh, pengembang memiliki banyak opsi untuk memilih teknologi yang tepat untuk fitur offline interaction, misalnya NFC, inframerah, hingga pemindai wajah. Namun, verifikasi berbasis suara (Sound QR) dinilai lebih tepat karena setidaknya setiap ponsel dibekali dengan mic dan speaker berkualitas standar.

“Tidak semua orang punya perangkat canggih dan kualitas kameranya bagus. Idenya adalah siapapun bisa melakukan autentikasi tanpa layar. Ini yang akan dibawa ke segmen pasar yang gagap teknologi tanpa harus mengubah kebiasaan mereka,” tuturnya.

Digiroin merupakan layanan pembayaran yang berjalan di atas teknologi blockchain. Digiroin juga merupakan sebuah platform terbuka yang memungkinkan siapapun dapat mengembangkan micro app atau aplikasi yang berjalan di platform Digiroin. Saat ini, Digiroin sudah bekerja sama dengan PT POS Indonesia.

Meski demikian, menurut Teguh, membangun offline interaction juga punya barrier tersendiri. Yang paling sulit adalah bagaimana membangun kepercayaan terhadap pengguna bahwa transaksi tanpa pihak ketiga merupakan legal tender. 

“Teknologinya (dalam mengembangkan Sound QR) itu tidak rumit. Bahkan lebih mudah karena berbasis suara. Tapi, sulit untuk membuat pelanggan percaya bahwa transaksi ini sah.”