Emurgo Implementasikan Teknologi Blockchain untuk Bisnis di Indonesia

Selain memberikan pelatihan dan mentoring kepada mahasiswa di Indonesia, Emurgo, firma pengembang Jepang yang mendukung dan melakukan inkubasi bisnis untuk bisa terintegrasi dengan sistem desentralisasi blockchain Cardano Project, telah menandatangani kesepakatan dengan tiga perusahaan di Indonesia. Tiga group perusahaan tersebut adalah Hero Intiputra (Hero Group), Senada Group dan Kilau Group.

“Kami sudah meyakinkan Emurgo Jepang untuk menjadi platform blockchain pertama yang menjalin kemitraan dengan partner lokal di Indonesia. PT Emurgo Solusi Indonesia adalah hasil dari joint venture pertama Emurgo,” kata CFO PT Emurgo Solusi Indonesia Metodius Anwir kepada DailySocial.

Emurgo yang berbasis di Tokyo saat ini juga sudah hadir di negara Asia lainnya seperti Hong Kong, Vietnam dan Singapura.

Blockchain untuk ritel, properti, dan layanan finansial

Shunsuke Murasaki, Head of Business Development Emurgo
Shunsuke Murasaki, Head of Business Development Emurgo

Sebagai perusahaan yang telah lama menjalankan bisnis, Hero Intiputra merupakan perusahaan yang secara khusus menjalin kemitraan dengan Emurgo. Cardano Project yang fokus ke implementasi teknologi blockchain diharapkan bisa meningkatkan kemampuan Hero Intiputra yang saat ini sudah beroperasi di berbagai industri, seperti perdagangan, wholesale dan pendistribusian di seluruh Indonesia.

“Bersama dengan Hero Intiputra, kami akan berkolaborasi untuk mencari contoh kasus untuk bisa melakukan implementasi strategi blockchain terutama di perdagangan secara global dan penerapan ritel di Indonesia,” kata Metodius.

Melalui Cardano Project, Emurgo juga berharap bisa membantu perusahaan untuk menerapkan blockchain dan mengembangkan decentralized applications menggunakan perangkat lunak Cardano untuk industri utama.

“Selain dengan Hero Intiputra, kami melihat kolaborasi dengan Senada Group yang memiliki pengalaman terkait dengan sektor energi, sementara dengan Kilau Group untuk industri finansial dan properti,” kata Metodius.

Selanjutnya Emurgo berharap bisa memberikan investasi dan kesempatan kepada startup yang memanfaatkan teknologi blockchain dengan memberikan inkubasi dan mengajak lebih banyak talenta baru untuk memanfaatkan teknologi blockchain agar bisa diterapkan untuk kepentingan masyarakat umum.

“Melalui jaringan bisnis yang Emurgo miliki, Emurgo ingin menimplementasikan teknologi blockchain untuk enterprise, dan secara konsisten menjalin kemitraan komersial menggunakan teknologi Cardano,” tutup Metodius.

Mengenal Digiroin, Open Platform yang Memanfaatkan Teknologi Blockchain

Teknologi blockchain dalam beberapa tahun belakangan dieksplorasi untuk bisa ditempatkan di banyak sektor. Kemampuannya menyimpan data, faktor keamanan dan kemudahan transaksi menjadi nilai lebih. Kelebihan tersebut coba dimanfaatkan Corechain, pengembang Digiroin untuk menjadikan Digiroin sebagai platform terbuka untuk pembayaran atau wallet.

CEO Corechain Adryan Malindra menjelaskan bahwa Digiroin merupakan sebuah platfrom terbuka yang memungkinkan siapa pun bisa mengembangkan dan menggunakannya. Digiroin akan berfungsi sebagai hyperwallet yang mengakomodir pembayaran untuk semua microapps (aplikasi yang berjalan di di platform Digiroin).

“[Saat ini] kita baru kerja sama dengan anak-anak kampus, karena itu jadi menarik kalau anak-anak kampus aja bisa. Mereka ini banyak bikin game-game. Kita lagi diskusi dengan partner-partner potensial karena kami tidak mau asal masuk kurasi dulu,” jelas Adryan.

Di awal pengembangannya, Digiroin menjalin kerja sama strategis dengan POS Indonesia. Digiroin menerima feedback POS Indonesia untuk menyempurnakan sistem yang dijalankan. Saat ini ada beberapa fitur atau layanan dari microapps yang sudah bisa digunakan, antara lain fitur untuk isi pulsa, main game, mendengarkan musik dan pesan instan.

Fitur penting lain yang ada di Digiroin adalah mengirim uang. Pengguna Digiroin dimungkinkan untuk mendapat kiriman uang dengan mudah, semudah memindai QR code.

Peran penting teknologi

Digiroin didukung teknologi blockchain untuk mengelola transaksi yang ada di sistemnya. Teknologi ini terkenal sebagai teknologi yang aman untuk pencatatan transaksi. Di blockchain semua transaksi tercatat di buku besar dan disimpan ke dalam sebuah blok yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan.

Andryan menjelaskan, blockchain merupakan teknologi yang menarik, namun bisa juga menjadi jebakan. Selain teknologi blockchain, UX (User Experience) dianggap menjadi satu hal yang penting. Dan sejauh ini Digiroin akan masih terus mengembangkan layanannya dan tentu menambah lebih banyak microapps di dalamnya.

“Kita akan rollout use case penting yang sudah kita pikirkan, setidaknya sudah ada puluhan yang sudah kita mapping,” terang Adryan.

Application Information Will Show Up Here

Tanibox Gabungkan Blockchain dan IoT untuk Merevolusi Sektor Pertanian

Tanibox hadir mengusung konsep smart agriculture yang cukup inovatif. Ia memadukan kapabilitas blockchain dan Internet of Things (IoT) untuk menyajikan sistem pertanian yang lebih efektif. Proyek pengembangan startup ini bermula pada tahun 2012 saat pasangan Asep Bagja Priandana dan Retno Ika Safitri (co-founder) merancang sebuah proyek pribadi berbasis IoT untuk urban farming di apartemen miliknya. “Tanibox” adalah nama proyek yang waktu itu disepakati.

Proyek pribadi tersebut terus berlanjut, hingga akhirnya keduanya berpindah rumah dan memiliki kebun kecil sebagai laboratorium risetnya. Singkat cerita proyek tersebut berevolusi menjadi sebuah produk teknologi, mereka memvalidasinya dengan mengikuti kompetisi Indonesia IoT Challenge (mendapat juara ketiga). Akhir tahun 2016, sistem manajemen pertanian bernama “Tania” diinisiasi.

Mantap dengan inovasinya, awal tahun 2017 Tanibox berdiri sebagai unit bisnis dan merilis Tania ke publik sebagai open source. Kuartal ketiga tahun 2017, Tanibox mendaftarkan diri sebagai unit usaha legal di Estonia. Dengan tim yang semakin komplit, Tanibox kini debut dengan tiga produk: Tania, Terra, dan Trace. Tahun 2018, selain merilis pembaruan Tania, ada terobosan berupa kampanye pra-ICO (Initial Coin Offering) untuk TaniCoin, titik awal adopsi blockchain Tanibox.

Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox
Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox

Sebuah perjalanan startup yang cukup menarik untuk didalami. DailySocial menghubungi CEO Tanibox Asep Bagja untuk menanyakan beberapa detail dalam proses inovasi dan pendirian. Kami mengawali perbincangan dengan pembahasan dua unit legal bisnis yang saat ini dimiliki Tanibox, di Indonesia dan Estonia. Asep menjelaskan ada alasan khusus dan urgensi terkait hal tersebut.

“Tanibox memang terdaftar di dua negara. Yang di Estonia untuk menyasar pasar Uni Eropa dan memudahkan saat butuh merekrut talenta di sana. Saat ini tim di Tanibox beroperasi secara remote dan tersebar di beberapa kota di Indonesia: Denpasar, Solo, Bandung, Bekasi dan Jakarta. Di awal masa pengembangan, kami juga sempat mengontrak orang asing dan bekerja secara remote dari luar negeri: Estonia dan Kanada. Saat ini, kami juga sedang melakukan pengurusan cryptocurrency business license di Estonia, karena di sana legal framework untuk cryptocurrency sudah ada,” jelas Asep.

Konsep blockchain untuk pertanian

Penerapan blockchain untuk penyelesaian masalah pertanian bisa dibilang masih sangat baru. Banyak skenario yang bisa diaplikasikan, salah satunya seperti yang tengah digarap tim Tanibox. Terkait implementasi blockchain Asep menjelaskan bahwa dengan menggunakan blockchain segala transaksi yang terjadi di dalamnya akan sangat transparan dan datanya sulit untuk diakali.

“Misal dengan adanya transparansi di dalam sistem, orang jadi tahu seorang pembeli apakah membeli komoditas dari petani dengan harga pasar yang baik atau tidak (fair trade), atau konsumen jadi bisa tahu cerita perjalanan satu produk komoditas yang dia beli di supermarket sejak mulai dari tangan petani sampai ke supermarket. Jika ada komoditas yang membutuhkan sertifikasi seperti kelapa sawit dengan RSPO-nya (Roundtable on Sustainable Palm Oil), akan semakin memudahkan pihak pemberi sertifikasi apakah perkebunan tersebut benar-benar sudah memenuhi syarat atau tidak,” terang Asep.

Cukup meyakinkan, namun pertanyaannya akan selalu kembali pada kondisi sektor agro yang ada di Indonesia, salah satunya persoalan SDM pertanian. Di Tanibox strateginya ialah pada penerapan model bisnis, konsumen utamanya adalah B2B. Misal koperasi yang menaungi banyak petani, koperasi inilah yang akan menjadi konsumen Tanibox, dan mereka yang akan mengajarkan petani-petaninya.

Asep turut mengoreksi anggapan kondisi SDM pertanian yang ada saat ini, lambat laun mereka juga melek teknologi. Senada dengan kondisi yang ia lihat langsung di lapangan dalam berbagai kesempatan. Sehingga pengguna produk Tanibox terbuka lebih luas, misalnya untuk pemilik perkebunan besar atau pengusaha hidroponik.

Varian produk Tanibox

Visi besar yang digenggam erat ialah “To bring the simplest farming experience and to democratize access to modern AgTech”. Perwujudannya dengan tiga teknologi yang saat ini menjadi pilar Tanibox. Pertama Tania, yakni sebuah aplikasi manajemen pertanian yang didesain untuk memudahkan petani mengelola pekerjaan, sumber daya, meningkatkan pengetahuan dan mengoperasikan aktivitas perangkat secara otomatis.

Keyakinan pengembang bahwa pertanian modern harus berorientasi pada bisnis. Lebih dari sekadar memproduksi tanaman, petani perlu memikirkan tentang profit, produktivitas, kualitas dan keberlanjutan. Selain menjadi petani yang baik, mereka perlu menjadi manajer pertanian dan pemilik bisnis yang andal. Tania diharapkan membantu petani mencapai hal tersebut. Tania dipublikasikan sebagai open source, di bawah lisensi Apache 2.0.

“Para pendiri dan tim di Tanibox, memang sudah senang berkecimpung di dunia open source. Dengan menempatkan Tania sebagai open source masyarakat dapat dengan bebas mencoba dan memodifikasi, tentu saja dukungan yang kami berikan bersifat komunitas. Artinya tidak ada dukungan yang bersifat eksklusif seperti melakukan kustomisasi atau mengajarkan cara pakai ke masing-masing pengguna. Jika ada pengguna yang ingin melakukan kustomisasi dan membutuhkan dukungan yang eksklusif, maka mereka harus membayar. Ini model bisnis yang lumrah di dunia open source. Dengan melepas Tania menjadi open source, kami juga bisa mendapatkan traksi yang lebih cepat,” ungkap Asep.

Produk kedua Terra, yakni sebuah komputer dan sensor mini yang bekerja secara real-time untuk menangkap dan mempelajari kondisi lahan dan lingkungan di sekitarnya. Selain digunakan untuk mengoperasikan alat seperti pancuran penyiram secara jarak jauh, perangkat IoT ini juga diterapkan untuk mengumpulkan dan mengirimkan data. Konsepnya sebenarnya juga mengadopsi dari kebiasaan para petani. Mereka selalu menggunakan informasi tentang cuaca, iklim, dan kondisi alam lainnya untuk mengetahui waktu terbaik bercocok tanam.

Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox
Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox

Didukung algoritma komputasi, sensor memberikan informasi untuk mengontrol berapa banyak air yang dibutuhkan oleh tanaman, mendeteksi kebocoran, mengukur data terkait curah hujan, kelembapan, suhu, tekanan udara hingga tingkat kontaminasi. Implementasi di lahan menggunakan dua alat: Farm Computer dan Sensor. Sedangkan akses data dan kontrol perangkat dapat dilakukan melalui aplikasi mobile (direncanakan rilis ke publik kuartal ketiga tahun ini).

Yang ketiga, Trace, disebut sebagai platform pelacakan. Memberikan informasi produk makanan dan pertanian yang telah diverifikasi, mulai dari produsen, asal-usul, hingga kepemilikannya. Setiap item produk akan memiliki identitas unik, memungkinkan dilakukan pelacakan jika dibutuhkan oleh konsumen. Platform ini dinilai dapat memungkinkan para mitra mengelola bisnis, produk, dan rantai pasokan mereka lebih mudah transparan.

Tentang TaniCoin

Saat ini Tanibox tengah menjalankan proses ICO, menjual TaniCoin (atau disebut TACO) dengan target total koin sebanyak 1 miliar unit. TACO didefinisikan sebagai “participant-oriented project” yang juga dapat berfungsi sebagai koin utilitas untuk membangun teknologi blockchain. Koin kripto ini dikembangkan dengan algoritma CryptoNight. Ditargetkan proses ICO akan berakhir pada Desember tahun ini. Diharapkan keberhasilan ICO tersebut akan melancarkan roadmap produk dan bisnis yang sudah direncanakan secara jelas.

“TaniCoin sendiri sebenarnya didesain sebagai utility coin, artinya koin tersebut akan digunakan di dalam ekosistem blockchain Tanibox untuk melakukan transaksi, tetapi tidak menutup kemungkinan pemilik TaniCoin akan melakukan jual beli (trading) dengan cryptocurrency lain selepas ICO. Karena kami akan mendaftarkan TaniCoin di cryptocurrency exchange yang bersifat publik,” ujar Asep menjelaskan.

Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox
Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox

Pada akhirnya tim Tanibox meyakini bahwa sektor agrikultur adalah sektor yang jarang tersentuh oleh perkembangan teknologi informasi, oleh karena itu dengan semakin banyak orang-orang di industri teknologi informasi yang mau berkecimpung diharapkan makin memajukan sektor agrikultur.

“Jumlah populasi manusia semakin bertambah, tidak mungkin petani dapat menghasilkan makanan untuk manusia jika masih menggunakan cara-cara yang sama seperti pada saat populasi manusia masih sedikit,” tutup Asep.

Alpha JWC Terlibat dalam Pendanaan 216 Miliar untuk Startup Data Quadrant Protocol

Alpha JWC termasuk dalam jajaran 30 investor di 15 negara yang memberikan pendanaan senilai $15 juta (lebih dari 216 miliar Rupiah) untuk startup data Quadrant Protocol. di Indonesia, salah satu bentuk kemitraan Quadrant Protocol dan Alpha JWC adalah pembentukan komunitas penggiat kripto Alphablock Indonesia.

Bulan lalu kami sempat meliput Quadrant Protocol ketika CEO-nya berkunjung ke Indonesia. Secara sederhana, Quadrant Protocol mengembangkan protokol berbasis blockchain yang menyediakan sistem data terdesentralisasi. Menggunakan protokol ini, individu dan perusahaan dapat membuat, mengakses, dan mendistribusikan data yang otentik.

“Kami lebih ke [menyediakan] infrastruktur teknologi yang memampukan transfer dan pemetaan data,” ujar Founder dan CEO Quadrant Protocol Mike Davie kepada DailySocial.

Tentang penggunaan teknologi blockchain, Davie mengatakan, “Kami memakai blockchain karena melihat banyaknya data yang tidak otentik. Kami pikir blockchain bagus untuk public ledger. Kalau mereka nanti create data, mereka bisa stamp untuk signature data secara real-time. Jadi data jelas dari mana data berasal.”

Selain Alpha JWC, juga turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan ini di antaranya adalah Kenetic, Zeroth.AI, ChainRock, dan Merkle Tree Ventures.

Dalam dukungannya untuk komunitas penggiat kripto, Founder Alphablock Indonesia Maxie Soetandi mengatakan, “Quadrant Protocol adalah [produk] yang revolusioner. Kami menyukai model bisnis dan tim berpengalaman mereka dalam mengurusi layanan layanan otentikasi dan penelusuran kepemilikan data. Quadrant menyelesaikan banyak masalah tidak hanya dengan membedakan basisdata, tetapi juga melihat kepemilikan data aslinya. Ada potensi pasar yang begitu besar di Indonesia.”

Kemitraan di Indonesia akan difokuskan untuk mengedukasi komunitas data dan teknologi Indonesia melalui forum dan konferensi.

Memaksimalkan Penggunaan Data Menggunakan Teknologi Blockchain

Persoalan data dan bagaimana sebuah data bisa menjadi aset yang menjanjikan untuk startup dan perusahaan menjadi fokus pengembang platform lockscreen advertising bagian dari Swiperich Pte. Ltd., sebuah perusahaan digital bermarkas di Singapura. Selain memiliki CepatSwipe di Indonesia, mereka juga memiliki Agila Rewards di Filipina.

Dalam sesi #SelasaStartup minggu ini, DailySocial menghadirkan COO SwipeCrypto Iyan Waer. Dalam presentasinya Iyan menjelaskan pentingnya menjaga keamanan data dan bagaimana teknologi blockchain bisa membantu untuk melakukan verifikasi dan pembuktian data yang ada. Persoalan hak cipta yang kerap menjadi kendala bagi pemilik produk juga bisa diatasi dengan menerapkan teknologi blockchain.

Copyright issue bisa diselesaikan dengan blockchain. Jika data tersebut di-store di blockchain, data produk tersebut bisa dicek keasliannya,” kata Iyan.

Blockchain juga bisa membantu startup untuk melakukan scale-up, dengan memanfaatkan data yang valid. Sebagai platform yang meneydiakan teknologi untuk pengembang dan perusahaan hingga layanan market research, SwipeCrypto memberikan sebuah platform berupa Swipe SDK, yang bisa digunakan untuk mengumpulkan data target pengguna, melalui fitur Swipe di smartphone milik pengguna.

Bukan hanya mengedepankan teknologi, jaringan Swipe yang dimiliki diklaim menjamin monetisasi data yang terkumpul bersifat transparan dan privasinya dikontrol langsung oleh blockchain.

Data dan analisis CepatSwipe

Sejak soft launching yang dilakukan akhir bulan Mei 2017, CepatSwipe mengklaim telah memiliki lebih dari 200 ribu pengguna. Apa yang dilakukan Cepatswipe ingin lebih dari hanya menampilkan iklan di layar pengunci ponsel pengguna. Bagi brand, CepatSwipe juga menyuguhkan data dan analisis dan tren penjualan produknya.

Layar kunci Cepatswipe tidak hanya menampilkan promo atau iklan, tetapi juga bisa membuat polling untuk disebar ke pengguna yang kemudian bisa menjadi pertimbangan bagi brand untuk membuat keputusan dan strategi marketing bagi produk brand tersebut.

“Bukan hanya digunakan oleh layanan e-commerce teknologi dari kami juga bisa dimanfaatkan untuk konten aplikasi, games, aplikasi mobile dan masih banyak lagi,” kata Iyan.

Transparansi data dengan blockchain

Untuk memastikan data yang tersebar bisa diolah dengan tepat, SwipeCrypto akan melakukan pembagian kategori mulai dari demografi data, data transaksi, kebiasaan pengguna dan melihat konten yang paling digemari oleh pengguna.

“Saat ini data sudah menjadi sumber paling berharga bagi ekonomi digital. Kami memastikan semua data yang terkumpul bisa berguna untuk pihak terkait,” kata Iyan.

Persoalan lain yang menjadi sorotan adalah, rendahnya kepercayaan dari pihak terkait soal data yang tersebar saat ini. Kepemilikan data yang dimiliki secara terpisah oleh masing-masing pihak, menjadikan data kurang akurat dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan menggunakan teknologi blockchain, semua persoalan tersebut bisa diatasi.

“Dengan data yang desentralisasi seperti teknologi blockchain, bisa memastikan pengecekan data akurat, sehingga meminimalisir terjadinya kecurangan, persoalan hak cipta dan data yang kurang transparan,” tutup Iyan.

Application Information Will Show Up Here

“Cardano Project” Facilitates Blockchain Education for Students

Emurgo, a Japanese developer firm that supports and incubates various businesses to be integrated with the Cardano Project blockchain decentralization system, starts introducing its services in Indonesia.

In the event held by HARA with the theme “Blockchain for Real-World Problems”, Shensuke Murasaki, Emurgo’s Head of Business Development, explained the various projects in Indonesia that would involve universities and students.

The MoU was signed with the Indonesian Computer Studies Association (Aptikom). Emurgo expects to deliver fresh talents that master blockchain technology through this partnership.

“Not only training, we will also provide certificates that will be useful for entrepreneurs in Indonesia,” he added.

By Q4 2018, Cardano Project targets to extend partnerships with universities in Indonesia and various business sectors to accelerate blockchain technology implementation in Indonesia.

In Indonesia, Emurgo and Cardano Project are supported by Indonesia’s Blockchain Association (ABI)

ADA to be available in Asia

As an open source service, Cardano claims to be the first blockchain platform to apply the philosophy scientific concept and evolve with the most advanced research approach.

“Currently, our market value is ranked seventh in global, supported by three top-tier organizations, Emurgo, IOHK and Cardano Foundation,” Murasaki said.

The virtual coin developed by Cardano Project is called ADA. It will later be functioned as the cryptocurrency integrated with mobile payment platform in Asia. Full implementation will be performed in Q3 2018.

“With ADA, we expect our cryptocurrency can be the leading mobile marketing platform for developer, which can be easily customized using fintech platforms,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cardano Project Berikan Edukasi Blockchain untuk Mahasiswa

Emurgo, firma pengembang Jepang yang mendukung dan melakukan inkubasi berbagai bisnis untuk bisa terintegrasi dengan sistem desentralisasi blockchain Cardano Project, mulai memperkenalkan layanannya di Indonesia.

Dalam acara yang digelar HARA dan mengusung tema “Blockchain for Real-World Problems”, Head of Business Development Emurgo Shunsuke Murasaki menyampaikan berbagai proyek di Indonesia yang bakal melibatkan universitas dan mahasiswa.

Salah satu MoU yang sudah ditandatangani adalah dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Komputer Indonesia (Aptikom). Melalui kerja sama ini, Emurgo berharap bisa mencetak talenta segar yang menguasai teknologi blockchain.

“Bukan hanya pelatihan, kami juga akan memberikan sertifikat yang nantinya bisa bermanfaat untuk entrepreneur di Indonesia,” kata Shunsuke.

Cardano Project menargetkan hingga Q4 2018 bisa menjalin lebih banyak kolaborasi dengan unversitas di Indonesia dan berbagai sektor bisnis untuk mempercepat implementasi teknologi blockchain di Indonesia.

Di Indonesia, kehadiran Emurgo dan Cardano Project didukung Asosiasi Blockchain Indonesia.

Sebagai layanan yang mengedepankan open source, Cardano mengklaim sebagai platform blockchain pertama yang menerapkan konsep scientific philosophy dan berkembang dengan pendekatan hasil penelitian yang paling maju.

“Saat ini market value kami sudah berada di peringkat tujuh secara global, didukung oleh tiga organisasi besar, yaitu Emurgo, IOHK, dan Cardano Foundation,” kata Shunsuke.

Koin yang dikembangkan Cardano Project adalah ADA yang telah tersedia sejak bulan September 2017.

“Diharapkan dengan ADA bisa menempatkan cryptocurrency kami sebagai mobile marketing platform developer nomor satu, yang bisa dikustomisasi secara mudah menggunakan platform fintech,” tutup Shunsuke.

Cryptocurrency Sebagai (Salah Satu) Masa Depan Blockchain

Nama Bitcoin dan blockchain sangat santer belakangan diperbicarakan di Indonesia. Keduanya seringkali dianggap sama, padahal sejatinya berbeda. Blockchain adalah operating system yang berdiri di atas Bitcoin yang merupakan salah satu jenis mata uang digital (cryptocurrency).

Selayaknya teknologi yang terus menerus berkembang, blockchain dan cryptocurrency pun juga demikian membuat Pang Xue Kai mendirikan Tokocrypto. Melalui Tokocrypto, Kai ingin membentuk ekosistem cryptocurrency jadi lebih terstruktur, sehingga orang-orang pun pada akhirnya bisa merasakan dampaknya di kemudian hari.

Dalam #SelasaStartup edisi pekan pertama Juli 2018, Kai akan banyak menceritakan mulai dari sejarah awal blockchain, apa kelebihan dan kekurangan dari blockchain, hingga revolusi selanjutnya dari blockchain dengan cryptocurrency.

Revolusi perjalanan blockchain

Konsep Bitcoin muncul saat krisis keuangan global di 2008, saat banyak orang kehilangan kepercayaan pada bank dan otoritas pusat. Berteknologi blockchain, Bitcoin dapat menghilangkan ketergantungan pada otoritas pusat, alias tidak ada titik pusat kegagalan, serta memecahkan inefisiensi di dunia nyata.

Satoshi Nakamoto melihat kontrol mata uang terlalu penting untuk diserahkan sepenuhnya kepada bankir dan lembaga keuangan. Hasil karyanya diterbitkan pada 2008 ke dalam milis kriptografi metzdowd.com. Setelah itu, membuat harga Bitcoin melambung tinggi hingga mencapai Rp200 juta per 1 BTC di Desember 2017. Lalu turun drastis jadi Rp60 juta.

Volatilitas harga Bitcoin yang terus berubah-ubah, sebab ide dasarnya adalah kita tidak bisa mencetak lebih banyak dari jumlah yang sudah ditetapkan yakni 21 juta BTC. Sementara sudah ada lebih dari 17 juta BTC yang beredar dan setiap harinya para penambang bersaing satu sama lain mendapatkan imbalan dari Bitcoin baru ketika transaksi berhasil diselesaikan.

Disinilah mulai terjadinya blockchain 1.0, akan tetapi kelebihan dan kekurangan. Akhirnya mendorong terjadinya pembaruan sistem ke versi 1.5 (2009-2015). Dalam versi ini ada beberapa cryptocurrency yang muncul setiap hari untuk bertarung dengan Bitcoin. Hingga kini ada sekitar 1.565 cryptocurrency yang tersedia melalui internet dan jumlah terus bertambah. Diantaranya Litecoin, Dash, Ripple, dan sebagainya.

Kemudian muncul blockchain 2.0 (2015). Sebelumnya cryptocurrency dianggap sebagai mata uang saja, blockchain digunakan untuk mencatat sejarah transaksi. Di versi ini lahir Ethereum pada 2015, ini lebih dari sekadar mata uang. Juga memungkinkan pembuatan aplikasi yang terdesentralisasi pada blockchain.

Lahir blockchain 2.5 (2015-2017) dikenal sebagai blockchain baru yang dapat diprogram dengan teknologi yang berbeda dan solusi khusus dikembangkan. Di sini lahir cryptocurrency baru seperti Vechain, Neo, Nem, Waltonchain, Vechain, dan Komodo.

Versi ini punya kekurangan, ada masalah kemacetan jaringan karena jumlah pengguna yang terus meningkat. Ini menyebabkan biaya tinggi dan waktu validasi panjang misal Ethereum butuh 15 transactions per second (TPS). Disamping itu dari sisi interoperabilitas, setiap blockchain terisolasi dan tidak dapat berkomunikasi satu sama lain. Konsumsi listrik juga tinggi setiap kali menambang cryptocurrency.

Terakhir adalah blockchain 3.0 (2017-2018) hadir untuk menyelesaikan masalah di versi sebelumnya. Seperti, dalam mengatasi skalabilitas ada Ziliqa & Ethereum (Sharding), IOTA (Tangle), Bitcoin (Lighting Network), dan Nano (Directed Acylic Graph). Interoperabilitas ada Icon & Aion (Cross-chain) dan Bitcoin (Atomic Swap). Masalah lingkungan dengan Ethereum & EOS (Proof-of-Stake).

Teknologi berikutnya

Apakah selanjutnya akan ada blockchain 4.0? Pembaruan apa yang akan terjadi? Namun yang pasti cryptocurrency akan semakin berkembang karena sangat luas, sulit untuk digabungkan, namun, justru bisa diklasifikasikan sebagai komoditas, keamanan, dan aset. Di Indonesia, menurut Kai, diklasifikasikan sebagai komoditas dan harus diatur sebagai komoditas.

Kebanyakan decentralized applications (DApps) masih terbelakang dan cryptocurrency menghadapi skeptisisme. Padahal sebenarnya masih butuh waktu untuk diterima publik dan mendapatkan momentum agar bisa diadopsi secara masal. Seperti saat telepon dan internet, dalam kurang dari 30 tahun internet berkembang dari sekadar mengirim email jadi sesuatu yang tidak bisa tergantikan.

“Demikian pula bagi blockchain dan cryptocurrency yang telah datang jauh sejak munculnya Bitcoin pada 2009 sebagai mata uang terdesentralisasi,” terang Kai.

Kendati, harga Bitcoin yang menerus turun saat ini, banyak pihak yang menantikan perkembangan industri cryptocurrency secara keseluruhan. Hal ini mendorong Kai untuk mendirikan Tokocrypto pada Juni 2017. Tokocrypto adalah wadah untuk investasi aset digital dengan tampilan yang sederhana, mudah, dan aman.

Selain menyediakan Exchange, pihaknya menyediakan ekosistem yang menghubungkan unit bisnis satu sama lain. Ada Tokocrypto Launchpad sebagai inisiatif baru untuk memberikan penggunanya kesempatan untuk berinvestasi dalam proyek global blockchain yang berkualitas. Sebab, selama ini Kai melihat selama ini karena kurangnya peraturan untuk ICO, banyak investor cryptocurrency yang menjadi target penipuan ICO.

“Ke depannya cryptocurrency akan semakin berkembang dan tidak sekadar jadi currency saja, dengan segala kelebihan dari teknologi blockchain, aset digital dari cryptocurrency akan jadi the next big thing. Untuk itu lewat Tokocrypto kami ingin edukasi pasar,” pungkasnya.

Layanan Pertukaran Cryptocurrency LINE ‘BITBOX’ Bakal Tersedia di Indonesia

Setelah mengumumkan dirilisnya layanan pertukaran cryptocurrency BITBOX di seluruh dunia saat acara LINE Conference 2018, kepada DailySocial LINE Indonesia memberikan konfirmasi bahwa layanan tersebut juga bakal tersedia di Indonesia.

Layanan BITBOX bisa diakses di situs khusus mulai bulan Juli 2018 mendatang dan akan menyediakan lebih dari 30 cryptocurrency populer untuk pengguna di seluruh dunia (kecuali Jepang dan Amerika Serikat).

“Dengan BITBOX, pengguna LINE akan bisa mengakses cryptocurrency dengan mudah, namun juga dilindungi dengan sistem keamanan terkini untuk melindungi aset mereka,” kata CEO LINE Corporation Takeshi Idezawa.

Nantinya BITBOX akan memperdagangkan koin yang populer seperti Bitcoin, Ethereum, Bitcoin Cash, dan Litecoin, dan menawarkan biaya pertukaran rendah 0.1%. Koin yang tersedia telah melalui hasil penyeleksian yang ketat dari tim BITBOX, dipilih oleh panitia internal untuk menawarkan pertukaran cryptocurrency yang terpercaya dan aman untuk para pengguna. Sesuai dengan komitmennya untuk melindungi data penggunanya, LINE membawa sistem keamanannya yang terpercaya untuk pertukaran cryptocurrency.

“Sebagai bagian inti dari layanan financial LINE yang baru, BITBOX berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi akan pilihan layanan finansial yang beragam,” kata Idezawa.

Resmi meluncur Juli 2018

Disinggung apakah nantinya layanan terbaru tersebut akan terintegrasi dengan produk dari LINE, secara khusus layanan baru tersebut memiliki komitmen untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi akan pilihan layanan keuangan yang beragam. Nantinya BITBOX tidak hanya menyediakan akses yang mudah bagi pengguna LINE terhadap cryptocurrency, tetapi juga menyediakan sistem keamanan terbaru agar bisa melindungi aset mereka. Layanan yang dihadirkan sepenuhnya hanya fokus kepada pertukaran cryptocurrency ke cryptocurrency dan tidak menyediakan pertukaran flat currency.

Sebelumnya di acara yang sama. LINE Corp juga mengumumkan bakal merilis LINE Travel, yang merupakan layanan terpadu untuk mencari, membandingkan, dan memesan perjalanan domestik. Pengguna dapat mencari penawaran terbaik lebih dari 250 situs perjalanan populer. Fitur yang akan diluncurkan secara bertahap, dimulai dengan pemesanan akomodasi, diikuti oleh penerbangan dan paket wisata domestik dan internasional pada akhir tahun 2018.

Application Information Will Show Up Here

HARA Ingin Bantu Atasi Isu Perekonomian Lewat Pertukaran Data Berbasis Blockchain

Industri pertanian di Indonesia masih memiliki isu, salah satunya mengenai efisiensi produksi. Isu tersebut seringkali jadi masalah tersendiri lantaran minimnya informasi yang bisa didapatkan oleh para petani. Tak hanya itu, di sektor pangan yang notabenenya dekat dengan pertanian juga sama. McKinsey Research pernah merilis hasil penelitian yang menyatakan sekitar 30% produksi pertanian dan makanan terbuang sia-sia karena kurangnya informasi dan terjadi kerugian sekitar US$940 miliar setiap tahunnya.

HARA pun hadir dengan semangat mengatasi isu tersebut. Secara operasional, perusahaan hadir di Indonesia sejak 2015 sebagai wilayah proyek percontohan. HARA memiliki kantor di Singapura yang dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis dan kerja sama.

Di Indonesia, HARA melakukan pengembangan dan penyebaran aplikasi dengan menjalin kerja sama dengan antar lembaga. Seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LSM atau NGO), instansi keuangan, dan aktif melakukan penelitian pertanian di beberapa daerah.

Kepada DailySocial, CEO HARA Regi Wahyu menuturkan pihaknya membangun HARA untuk mewujudkan kesejahteraan perekonomian melalui pertukaran data (data-exchange) terdesentralisasi berbasis teknologi blockchain. Dengan demikian dapat menunjang keputusan berdasarkan data dan informasi yang tepat dan bermakna bagi masyarakat.

“Dengan fokus awal di sektor pangan dan pertanian, HARA adalah solusi berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan dalam pasar pertukaran data untuk sektor-sektor yang paling memiliki dampak sosial di dunia,” terang Regi.

Model bisnis

HARA memanfaatkan data terdekat (near time data) yang dinilai akan sangat berharga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kerugian dan menciptakan efisiensi pasar. Dalam prosesnya, tim HARA mengumpulkan data dari berbagai pemangku kepentingan selama dua tahun terakhir.

Mereka terdiri dari penyedia data (data provider) yang menyerahkan data mereka di HARA; pembeli data (data buyer) yang membutuhkan data untuk proses pengambilan keputusan. Selain itu ada juga penilai data (data qualifier) untuk menjamin kualitas data; dan terakhir ada layanan yang membantu pengguna mengubah data menjadi informasi rujukan dan laporan.

Ada insentif yang diberikan dalam platform HARA untuk memotivasi penyedia data dalam mengajukan data dan menghasilkan skalabilitas yang tepat. Penyedia data akan dihargai dengan insentif berupa token dan poin loyalitas, setelah mereka menyumbangkan data faktual seputar informasi tentang tanah, prakiraan cuaca, dan data KYC di seluruh Indonesia.

Kios penukaran poin loyalitas / HARA
Kios penukaran poin loyalitas / HARA

Pada tahap lebih lanjut, HARA akan menggunakan smart contract untuk memastikan terpenuhinya segala hal yang tercantum dalam persetujuan dari pemilik data berdasarkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang dianut Uni Eropa.

HARA dapat diakses melalui aplikasi dan dashboard dengan fungsi yang berbeda. Aplikasi digunakan untuk mempercepat akuisisi data bagi perusahaan data, agen lapangan, dan petani. Sementara dashboard memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan produktivitas antara 20%-30%.

Berkat model bisnis ini, sekaligus menjadi diferensiasi antara HARA dengan pemain sejenis. Regi menilai, dengan blockchain yang terdesentralisasi dapat menciptakan dampak sosial. Untuk itu, pihaknya memulai dari sektor pangan dan pertanian, berikutnya menjalar ke sektor lainnya yang paling berdampak bagi masyarakat. Contohnya pendidikan, kesehatan, transportasi dan hiburan.

Di samping itu, proyek percontohan yang sudah dijalankan diklaim sudah menunjukkan hasil awal yang menjanjikan khususnya bagi petani. Beda halnya dengan perusahaan lainnya yang masih berada di tahap konsep.

“Kami merupakan inisiatif dari para pendiri dan tenaga ahli teknologi dari Dattabot yang sudah berpengalaman di bidang big data analytics sejak 2003. Kami juga berkolaborasi dengan penasihat dan mitra berkaliber tinggi berskala global.”

Untuk pendanaannya, HARA menggelar penjualan pribadi Initial Coin Offering (ICO) dengan token ERC20 yang bakal digelar pada akhir Juni 2018. HARA menawarkan 1,2 juta keping token, harapannya dana yang terkumpul berkisar antara US$5 juta sampai US$25 juta.

Dana tersebut akan digunakan untuk implementasi proyek (45%), pengembangan produk (37%), pengembangan bisnis (8%), dan sisanya untuk operasional dan cadangan.

Tantangan dan rencana berikutnya

Regi melanjutkan tantangan yang saat ini masih dihadapi HARA mengenai tahap implementasi itu sendiri. Setiap desa menurutnya memiliki karakter dan keunikan masing-masing, serta lanskap tanaman pangan kebanyakan didominasi oleh petani berskala kecil.

Untuk itu, pihaknya melakukan kolaborasi dengan mitra strategis seperti LSM dan pemerintah yang memiliki pemahaman tentang lanskap pertanian daerah.

Pada tahun ini HARA menargetkan dapat memperluas wilayah proyek percobaan hingga ke Indonesia bagian barat, termasuk Jawa Timur dengan total 400 wilayah baru. Selain Indonesia, HARA ingin ekspansi ke negara yang terletak di garis khatulistiwa, seperti Vietnam, Thailand, Bangladesh, Kenya, Uganda, Meksiko, dan Peru.

“Kami menargetkan untuk menjangkau 2 juta petani untuk tergabung dalam ekosistem HARA di 2020 mendatang,” tutupnya.