Gaet DAM dan M Cash, Alfamart Rambah Penjualan Produk Digital dalam Aplikasi

Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) menggandeng dua anak usaha Kresna Graha Investama, DAM Corp (Digital Artha Media) dan M Cash, untuk menyediakan produk digital di dalam aplikasi AlfaMikro yang diperuntukkan kepada para anggota Outlet Binaan Alfamart (OBA).

AlfaMikro memasukkan platform Wagon (Warung Goes Online) dari DAM Corp sebagai penyedia platform Payment Point Online Bank (PPOB) dengan dukungan M Cash sebagai agregrator konten digital. Wagon sendiri menyediakan layanan untuk pembelian pulsa, listrik, paket data internet, tiket perjalanan, belanja online, bayar asuransi, iuran jaminan kesehatan, hingga voucher game.

“Selama tiga tahun terakhir, kami mulai ke digital dengan dorong aplikasi kami seperti AlfaMikro. Selama ini dalam aplikasi tersebut baru menjual produk kelontong, sekarang bertambah ada produk digital sehingga OBA bisa mendapat tambahan komisi,” terang Business Development Director Alfamart Hans Harischandra Tanuraharjo, Selasa (27/2).

Pergeseran langkah ke digital ini, sambung Hans, adalah strategi perusahaan yang mulai mengurangi ekspansi gerai offline Alfamart di Indonesia. Menurutnya, ada banyak isu mulai dari sosial dan regulasi yang melatarbelakangi keputusan perusahaan tersebut. Disebutkan hingga tahun lalu jaringan Alfamart mencapai 13.477 gerai.

Kontribusi penjualan produk digital yang dihadirkan Alfamart, meski tidak disebutkan angka detailnya, setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.

Diterangkan lebih lanjut, OBA adalah program CSR Alfamart yang sudah dijalankan sejak 2007 dan diklaim sudah merangkul 48 ribu pengusaha. AlfaMikro sendiri adalah salah satu pilar dari Alfamart Digital Extension, sekaligus media online bagi OBA dalam mewujudkan visi perusahaan untuk menjadi jaringan distribusi ritel terkemuka dengan memaksimalkan potensi dari toko tradisional. Pasalnya, toko tradisional berkontribusi terhadap 80 persen dari penjualan ritel kelontong secara nasional.

Managing Director DAM Corp Fanny Verona menambahkan kerja sama dengan Alfamart menjadi strategi perusahaan dalam mendukung UKM agar tetap turut serta dalam transformasi digital dan tidak tenggelam dalam perkembangan teknologi.

“Kami yakin melalui kerja sama ini akan mempercepat adopsi teknologi digital dan mendorong akselerasi industri fintech dalam menciptakan pemerataan ekonomi digital Indonesia,” ujar Fanny.

Dia mengungkapkan Wagon telah mengadopsi teknologi Blockchain, sehingga sistem menjadi lebih sederhana, aman, dan hack proof. Diklaim solusi ini dapat meningkatkan efisiensi sistem secara keseluruhan dan secara konsep data tidak dapat diubah dari luar.

Wagon diluncurkan secara soft lauch pada November 2017 dan kini Fanny menyebut jumlah agen Wagon telah mencapai 3 ribu orang yang tersebar di sekitar Jawa dan Bali. Dengan bertambahnya jumlah agen Wagon, setelah digabung dengan OBA dari Alfamart sebanyak 48 ribu, pihaknya menargetkan dapat menambah 50 ribu agen lagi sampai akhir tahun 2018.

“Kami juga akan tambah layanan pembelian tiket pesawat dalam Wagon, itu rencananya dalam tahun ini. Tujuan yang ingin kami sasar lewat Wagon adalah memperluas akses online kepada masyarakat unbanked lewat model bisnis O2O,” pungkas Fanny.

Papillon Group Luncurkan “CRooT”, Token Blockhain untuk Program Loyalitas

Di tengah hype blockchain, grup media Papillon Group meluncurkan platform bernama CRooT. CRooT, singkatan dari Coin Redemption on Online Transaction, adalah token koin berbasis blockchain network dari Ethereum, tepatnya ERC20. CRooT didesain khusus untuk program loyalitas dan gamifikasi yang dimiliki suatu platform aplikasi. Di fase awalnya, CRooT baru diaplikasikan di aplikasi POPULAR Now.

Di aplikasi ini, token tersebut bisa ditukarkan dengan menjadi emas murni dan/atau merchandising lainnya, bisa juga digunakan untuk melakukan beragam aktivitas interaksi multi-arah dengan para bintang yang memainkan peranan dalam beragam program Video dari Popular TV, termasuk melakukan transaksi antar pengguna.

Selain bisa digunakan untuk redemption, token ini juga akan bisa diperjualbelikan melalui bursa koin tempat token tersebut didaftarkan.

“Fitur smart contract yang ditanamkan dalam token CRooT memungkinkan pihak mana pun yang membutuhkan sistem loyalitas dan gamifikasi menjadi bagian dari proses pemasarannya. Prosesnya bisa langsung terhubung tanpa direpotkan dengan membangun komunitas pengguna dari nol, bisa langsung live sejak pertama kali implementasi. Bahkan bisa saling berkolaborasi memberikan pengalaman dan nilai tambah yang optimal antar pengguna dan/atau target market,” jelas Co-Founder & CEO Papillon Group Vicky G. Saputra.

Lebih lanjut Vicky menjelaskan, secara fungsionalitas CRooT sebenarnya tidak hanya disediakan untuk program loyalitas atau gamifikasi. Visi besar CRooT adalah untuk menjadi token akan meningkat nilai intrinsiknya dan bisa digunakan dalam aplikasi kehidupan keseharian penggunanya.

“CRooT itu nama yang diberikan oleh para fans di POPULAR. Bukan kami sendiri, so driven by fans. Harapannya dari setiap transaksi online dalam pengguna bisa redeem beragam benefit,” ujar Vicky.

Mengapa fokus di program loyalitas?

Seiring dengan perkembangan tren pemasaran digital saat ini, pengembang CRooT berkeyakinan bahwa konsep kolaborasi dan optimalisasi fanbase bisa berjalan dengan lebih efektif dibandingkan sekedar paid advertising atau konsep pemasaran lainnya. Pengalaman yang dirasakan audience dari aktivitas pemasaran ini menjadi salah satu prioritas utama agar tujuan pemasaran dapat tercapai dengan lebih optimal.

“Fitur smart contract dari blockchain network Ethereum ini juga memungkinkan kolaborasi dapat terjadi dengan lebih mudah dan cepat serta lintas negara,” imbuh Vicky.

Selain di aplikasi POPULAR Now, target pengembangan berfokus pada pembuatan aplikasi untuk loyalty exchange dan pembuatan wallet untuk token CRooT. Harapannya bisa lebih mudah digunakan pihak lain yang menjadi mitra kolaborasi dalam program loyalitas. Adopsi token CRooT ini juga akan terus dikembangkan dalam beragam program kolaborasi lainnya secara online maupun offline.

“Bagi saya sendiri, masa depan cryptocurrency ini seperti halnya perkembangan internet di Indonesia sekitar 20 tahun yang lalu, dengan kata lain sesuatu hal yang tak dapat dielakkan akan terjadi. Hanya saja kemungkinan besar adopsi cryptocurrency akan membutuhkan waktu yang sedikit lebih singkat, termasuk di Indonesia. So walaupun saat ini tampaknya masih cukup complicated, akan tiba saatnya penerimaan masyarakat akan menjadi lebih baik,” pungkas Vicky.

Application Information Will Show Up Here

Menelusuri Lebih Dalam Blockchain untuk Bisnis

Blockchain adalah teknologi termutakhir yang menyita banyak perhatian bagi seluruh orang sejak beberapa waktu belakangan. Pasalnya, Blockchain seringkali disalahartikan atau dianggap sama dengan uang virtual Bitcoin. Padahal sejatinya Bitcoin adalah salah satu implementasi teknologi Blockchain.

#SelasaStartup edisi pekan ketiga Februari 2018 menghadirkan Country Blockchain Leader IBM Indonesia Juliandri Jenie. Juliandri menceritakan seputar teknologi termutakhir tersebut dan bagaimana memanfaatkannya untuk keperluan bisnis. Berikut ini rangkumannya:

Apa itu Blockchain?

Secara singkat, Juliandri menganalogikan Blockchain lewat penjualan mobil BMW. Mereka memiliki 10 distributor dengan masing-masing di antaranya punya 20 reseller. Berarti, bila ditotal BMW memiliki 200 ledger (buku besar).

Ketika BMW ingin merekap data penjualan sepanjang tahun,  mereka ternyata hanya memiliki 199 ledger. Bagaimana cara mencari data yang hilang tersebut? Tentunya hal itu akan menyusahkan tim karena harus merombak ulang ledger untuk dicari kesalahannya.

“Cari data yang hilang itu ‘mahal’, baik dari segi effort, SDM, dan lainnya. Kalau itu bisa selesai dalam seminggu bisa bagus, tapi bagaimana bila data yang hilang lebih banyak dari itu?,” kata Juliandri.

Contoh ini, sambungnya, memperlihatkan bahwa manusia itu mudah sekali berbuat salah lantaran tidak bisa mengontrol sistem ledger masing-masing. Akan tetapi, apabila menggunakan Blockchain, hal tersebut bisa dihindari.

Blockchain itu pada dasarnya memiliki tiga unsur elemen di dalamnya, yakni jaringan, aset yang tersambung dalam jaringan tersebut, dan ledger untuk merekam seluruh pencatatan yang terjadi.

Dalam praktek bisnis yang nyata, Juliandri mencontohkan pada aksi lewat aksi korporasi yang dilakukan Spotify mengakuisisi startup yang bergerak di bidang Blockchain, Mediachain Labs pada April 2017. Pada waktu itu, Juliandri belum memahami apa korelasinya antara Blockchain dengan musik digital.

Setelah ia ditelusuri, Spotify ingin membayar sebagian pendapatannya untuk pencipta musik secara adil. Untuk melakukan itu perlu teknologi yang bisa melacak siapa pencipta lagunya, judul lagu yang sudah diciptakan, dan sebagainya.

Kalau tidak ada teknologi, semangat awal Spotify tersebut tidak akan terealisasi. Oleh karena itu harus dibuat sistem Blockchain agar mereka bisa melacak dan meyakinkan bahwa suatu lagu itu dibuat oleh orang yang tepat.

Keuntungan dan kekurangan untuk bisnis

Sifat ledger dalam blockchain itu dapat dilihat ke orang lain namun pada saat yang sama tetap aman karena tidak bisa diubah oleh sembarang orang. Inilah yang membuat Blockchain jadi dualisme.

Fakta ini sekaligus jadi keuntungan karena bisa membuat integrasi bisnis antar perusahaan jadi lebih efisien. Semua orang bisa saling percaya karena seluruh data dapat terekam dengan baik, dapat dilihat oleh orang lain meski perlu ada akses khusus terlebih dahulu.

Bila data bisa diganti pun akan selalu ada rekam jejaknya karena konsep rantai itu sendiri yang tidak bisa diganti, hanya bisa terus ditambah.

Kelebihan Blockchain lainnya, tambahnya, karena shared ledger membuat Blockchain tergolong sebagai distributed peer-to-peer system. Sistem ini mengandalkan konsensus di antara banyak orang-orang dalam jaringan untuk membuat perubahan dalam rantai, lantaran tidak ada server pusat yang memutuskan apakah transaksi bisa diterima atau tidak. Hal ini diyakini dapat menyelesaikan isu mengenai integritas data, integritas sistem, dan keamanan.

Meski keuntungannya besar, apakah Blockchain punya kekurangan? Ternyata ada. Menurut Juliandri, kekurangan Blockchain adalah durasi transaksi bakal melambat. Semakin banyak data yang dimasukkan, proses pembaruan ledger akan semakin lambat.

“Karena kita mesti lakukan proses validasi, mulai dari typography puzzle, proof of work, dan sebagainya. Ini akan buat update ledger jadi semakin lambat. Apalagi karena naturalnya distributed p2p system, harus dijaga terus satu-satu karena harus benar dan semua orang menerima data yang sama.”

Blockchain akan sangat terasa manfaatnya untuk perusahaan supply chain. Keuntungan yang bisa mereka rasakan adalah peningkatan visibilitas informasi logistik dan dokumentasi di seluruh rantai pemasok.

Keuntungan lainnya termasuk mengurangi biaya dan risiko melalui otomasi, pelacakan yang dapat diukur dan aman terhadap risiko fisik dan kejadian dalam rantai pasokan, serta memungkinkan terciptanya model bisnis baru.

Kendati pada dasarnya Blockchain dapat diterapkan untuk segala jenis industri, menurut Juliandri, harus dipastikan terlebih dahulu bagaimana kapasitas perusahaan itu sendiri, apakah benar-benar membutuhkan. Perhatikan pula apa implikasinya bagi bisnis.

DAM Corp Siapkan Solusi Blockchain Berbasis Uang Elektronik, Gandeng Dua Bank Ternama Baru Sebagai Mitra

Besarnya potensi teknologi blockchain untuk perbankan dimanfaatkan Digital Artha Media Corporation (DAM Corp), perusahaan fintech enabler dengan dukungan sumber daya teknologi dan jangkauan global, untuk mengembangkan solusi white label blockchain bagi korporasi di berbagai sektor keuangan. Layanan yang diklaim bisa membantu sektor perbankan dan korporasi ini hadir dengan mengubah pendekatan yang sentralistik menjadi terdesentralisasi.

Kepada DailySocial, Managing Director DAM Corp Fanny Verona mengungkapkan, white label uang elektronik adalah sebuah layanan yang disediakan ketika partner (bank atau korporasi lainnya) dapat memiliki uang elektronik dengan mudah dan cepat.

“Kami tidak hanya menyediakan sistemnya, namun juga use case yang komprehensif dan eksosistem yang matang. Semua data yang diolah uang elektronik ini akan disimpan dengan metode platform distributed ledger technology yang berbasis blockchain, sehingga data tersebut menjadi proteksi dari data itu sendiri, sebuah konsep perlindungan data yang efisien dan future-minded.”

Teknologi blockchain yang dikembangkan DAM Corp dibuat dalam sistem uang elektronik. Semua data dalam sistem uang elektronik tersebut terproteksi maksimal dan tidak dapat diakses atau diubah dari luar, sehingga semua data-data sensitif, seperti profil dan saldo nasabah, menjadi aman dan diklaim anti hack. Dalam hal ini, blockchain yang dikembangkan dapat menjadi digital compliance untuk core system mereka.

“Karena itu kami berharap dengan menjadi katalisator dalam blockchain based fintech. Kami tidak hanya menaikan standar fintech, namun juga mendorong industry fintech Indonesia agar lebih maju dan efisien, sesuai visi kami untuk financial inclusion dan cashless society,” kata Fanny.

Menambah kemitraan dengan dua bank ternama di Indonesia

Saat ini DAM Corp telah memiliki berbagai solusi keuangan, seperti Mandiri e-cash, LINE Pay e-cash, Wagon dan IndiePay. Didirikan pada tahun 2013, dalam waktu dekat DAM Corp akan menambah kemitraan dengan dua bank ternama di Indonesia.

“Saat ini permintaan yang masuk sudah sangat banyak dan tidak terbatas pada perbankan saja. Bahkan universitas, mall, dan BUMN pun memiliki minat tinggi untuk mengembangkan bisnis dan ekosistemnya ke arah fintech,” kata Fanny.

Sebagai perusahaan fintech yang diklaim pertama mengaplikasikan blockchain pada sistem uang elektronik, DAM Corp berharap menghadirkan kemudahan dan efisiensi untuk para bisnis dan juga menciptakan rasa aman bagi para pengguna agar lebih terbiasa mengadopsi cashless society.

“Kita sadar bahwa guna membangun itu semua, tidak bisa melalui satu pemain saja, maka dari itu kami bermaksud memperlebar sayap kami menjadi fintech enabler dan merangkul para bisnis dan perusahaan fintech lainnya guna menciptakan ekosistem dan edukasi pasar yang matang,” tutup Fanny.

Atari Umumkan Agenda Untuk Berkecimpung di Ranah Cryptocurrency

Merenungkan lagi apa yang sempat Atari ungkap bertahun-tahun silam, Ataribox sebetulnya merupakan menifestasi dari niatan perusahaan untuk kembali memproduksi console. Tetapi pengumumannya di E3 2017 tetap jadi berita besar, walaupun hingga kini, kampanye crowd-funding Ataribox masih belum dimulai. Dan sekarang, Atari malah melakukan sau hal yang tak diduga.

Berdasarkan laporan dari Bloomberg dan Fortune, di tanggal 8 Februari kemarin, perusahaan asal Paris itu resmi mengumumkan agenda untuk mulai bermain di ranah cryptocurrency. Mereka rencananya akan meluncurkan mata uang digital pesaing Bitcoin, dinamai Atari Token dan Pong Token. Buat sekarang, detail mengenainya masih terbilang minim, dan Atari berjanji buat menyingkapnya tidak lama lagi.

Atari Token dan Pong Token disiapkan buat mendukung dua platform berbeda. Atari Token akan digunakan di platform video game, sedangkan Pong Token disiapkan untuk menunjang situs-situs kasino online. Demi membekali diri dalam kompetisi cryptocurrency, Atari diketahui telah membeli sejumlah saham Infinity Networks, yakni tim pengembang teknologi blockchain khusus platform hiburan digital.

“Teknologi blockchain akan menempati posisi penting dalam ekosistem kami karena ia berpeluang mengubah, atau bahkan merevolusi, ekosistem ekonomi saat ini, khususnya di segmen industri video game dan transaksi online,” ujar CEO Atari Frédéric Chesnais via rilis pers. “Berbekal kekuatan di bidang teknologi dan reputasi global brand Atari, kami punya peluang besar buat memposisikan perusahaan secara atraktif di sektor cryptocurrency.”

Tak lama setelah diungkapnya berita ini, harga saham perusahaan melonjak lebih dari 60 persen. Hal serupa juga sempat terjadi pada Kodak yang mengumumkan partisipasinya di sektor crytocurrency bulan lalu, memicu kenaikan harga saham sebesar 245 persen dalam waktu hanya dua hari.

Beralih ke Ataribox, Atari memutuskan buat menunda waktu pelepasan console dan kampanye pengumpulan dana dengan alasan ‘belum rampungnya proses persiapan platform‘. Meski dipasarkan sebagai console, sejatinya Ataribox adalah PC yang dipersenjatai prosesor AMD custom dan GPU Radeon. Perangkat didesain untuk menjalankan game-game klasik Atari, judul-judul indie semisal Minecraft atau Terraria, sampai menghidangkan konten-konten hiburan mainstream seperti video dan musik.

Hingga sekarang belum ada update apapun mengenai Ataribox di situs resminya. Website hanya menyediakan satu kolom buat melakukan pendaftaran waitlist. Saya sendiri berharap, keterlambatan peluncuran Ataribox tidak ada hubungannya dengan langkah Atari berkecimpung di ranah cryptocurrency.

Blockchain Zoo Invites Regional Banks to Implement Blockchain in Indonesia

Blockchain Zoo, a blockchain-based IT consultant, invites a number of Regional Banks (BPD) to apply blockchain in company’s internal environment. Hopefully, the implementation can start this year.

Pandu Sastrowardoyo, Blockchain Zoo’s Chairwoman, said the company has held a training program for regional banking in two cities, Jakarta and Makassar. There are 26 regional banks join the program, due to Blockchain Zoo partnership with Indonesia BlockChain Network (IBN) and Regional Banks Association (Asbanda).

“There are 13 regional banks from the east and 13 from the west we’ve trained for blockchain,” she explained, Thu (2/2).

Blockchain is decentralized in its implementation, there is no need for banking to use server from third party. Data will be safely kept due to multiple encryptions.

Unlike using traditional IT system, there is always a central server placed in one bank. It tightens the competition among banks over the spot as central server holder. Moreover, there are rules forbidding each bank to share substantial files.

“Even without central server, private data will be accessible using blockchain and others will not have access.”

As Pandu exemplified, all regional banks will be connected to each other using blockchain, without access to open or even change each others’ database.

For example, bank A has detected a customer data fraud. When the customer applying for Bank B, the system will show recorded data fraud from Bank A. Bank cannot change customer’s data. Any changes will be recorded, the old database likewise.

“Data will be combined using blockchain, without making one higher than the other and looking at each other’s data.”

Blockchain can help transparency and efficiency, with data verification is claimed to be much faster. Not only finance, but industries such as academic, hospital, logistics, supply chain and many others can use blockchain.

Lack of talents

Besides pushing blockchain implementation, Blockchain Zoo with IBN community is now actively held training program for local developers expecting to join blockchain. Time estimated for mastering blockchain is three to six months until it’s perfectly fit for implementation.

According to Sastrowardoyo, the company’s training needs three to six months of study. It becomes Blockchain Zoo’s main concern in developing local talents for using momentum, given blockchain is still a new technology in Indonesia, not lots of companies are using it.

“Local developer has potential, but no skill. This is a momentum to be used immediately due to the rise of blockchain’s popularity among big companies. If not now, our market will be taken over by foreigners,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Undang Bank Daerah, Blockchain Zoo Bersiap Implementasi Blockchain di Indonesia

Blockchain Zoo, perusahaan konsultan IT berbasis blockchain, mengundang sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk menerapkan teknologi blockchain dalam internal perusahaan. Diharapkan dalam tahun ini implementasi blockchain sudah mulai dilakukan di Indonesia.

Chairwoman Blockchain Zoo Pandu Sastrowardoyo mengatakan perusahaan telah melaksanakan program pelatihan untuk internal perbankan daerah di dua kota, Jakarta dan Makassar. Sebanyak 26 BPD ikut bergabung dalam program pelatihan ini, berkat kerja sama antara Blockchain Zoo dibantu Indonesia Blockchain Network (IBN) dengan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda).

“Ada 13 BPD dari wilayah timur dan 13 BPD dari wilayah barat telah kami adakan event pelatihan untuk blockchain,” terang Pandu, Kamis (2/2).

Dalam pemanfaatan teknologi ini, perbankan tidak perlu lagi menggunakan layanan server dari pihak ketiga karena blockchain bersifat desentralisasi. Data akan tersimpan dengan aman karena sudah dienkripsi secara berlapis.

Beda halnya bila menggunakan sistem IT tradisional, selalu dibutuhkan server sentral yang ditaruh di satu bank. Kondisi tersebut membuat antar bank saling bersaing satu sama lain untuk memperebutkan posisi teratas sebagai pemegang server sentral. Belum lagi, dalam internal bank selalu ada aturan yang melarang bank untuk saling berbagi data penting ke bank lainnya.

“Kalau pakai blockchain tetap bisa lihat data sendiri, tapi orang lain tidak bisa lihat meski tidak memakai server sentral.”

Pandu mencontohkan, apabila BPD sudah terhubung dengan blockchain mereka akan terhubung satu sama lain, tanpa bisa mengakses data dari perusahaan lain, apalagi mengubahnya.

Misalkan ada data nasabah fraud yang telah dideteksi oleh bank A. Ketika nasabah tersebut mengajukan ke bank B, akan terlihat rekam jejaknya yang sebelumnya sudah terdeteksi oleh bank A. Data nasabah juga tidak bisa diedit oleh bank. Misalkan bisa diubah, akan terlihat catatan perubahannya, tidak hilang sama sekali dari data lama.

“Jadi dengan blockchain ada penggabungan data, tanpa satu lebih tinggi dari yang lain dan tanpa mengintip data antara satu dengan yang lainnya.”

Blockchain dapat membantu transparansi dan efisiensi, verifikasi data akan jauh lebih cepat. Tidak hanya jasa keuangan saja yang bisa memanfaatkan blockchain, industri lainnya seperti pendidikan, rumah sakit, logistik, supply chain, dan masih banyak lagi.

Minim talenta

Selain mendorong implementasi teknologi blockchain di Indonesia, Blockchain Zoo dan komunitas IBN mulai gerak aktif mengadakan program pelatihan untuk para developer lokal yang ingin terjun di dunia blockchain. Diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menguasai ilmu ini sekitar tiga sampai enam bulan sampai benar-benar diyakini bisa implementasi di proyek nyata.

Menurut Pandu, pelatihan yang diadakan perusahaan tersebut biasanya dibutuhkan waktu sekitar tiga sampai enam bulan untuk benar-benar menguasai ilmunya. Pelatihan ini menjadi perhatian utama Blockchain Zoo dalam mengembangkan talenta lokal agar dapat memanfaatkan momentum, mengingat blockchain masih jadi sesuatu yang baru di Indonesia sehingga belum banyak perusahaan yang memanfaatkannya.

Developer lokal punya potensi, tapi belum punya skill-nya. Ini jadi momentum yang harus segera dimanfaatkan karena sekarang perusahaan besar mulai melirik blockchain. Kalau enggak segera belajar, bisa-bisa pasar kita dikuasai orang asing,” tutup Pandu.

Bank Indonesia Butuh Dua Tahun Kaji Penerbitan Uang Digital

Bank Indonesia mengungkapkan butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan proses kajian penerbitan uang digital, kurang lebih akan selesai pada 2020 mendatang. Kendati demikian, bank sentral belum bisa menjamin apakah uang digital benar-benar dapat diimplementasikan atau tidak.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menerangkan sudah melakukan riset sejak tahun lalu lewat BI Fintech Office (FTO). Sekarang pihaknya tengah merampungkan kajian mata uang digital tersebut.

“Di pipeline kita akan coba dua tahun dari sekarang. Kalau lebih cepat [selesai kajian] itu lebih bagus, yang penting kita harus teliti bagaimana kompleksitasnya. Mau pelajari dulu dari sisi legal, pakai teknologi apa, belum lagi dari sisi operasionalnya akan seperti apa. Itu harus diteliti secara jelas,” kata Onny, Rabu (31/1).

Menurutnya, apa yang dilakukan bank sentral ini telah berkaca pada apa yang sudah dilakukan oleh bank sentral dari berbagai negara. Namun langkah ini bukan dikarenakan maraknya peredaran mata uang virtual seperti bitcoin.

Berdasarkan hasil riset sementara yang diperoleh bank sentral, pemanfaatan uang digital punya banyak kelebihan. Di antaranya tidak memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, lebih efisien karena tidak harus mencetak uang, dapat disimpan di berbagai platform digital, dan sebagainya.

Bila dicontohkan, untuk membayar tol, kini konsumen perlu membayarnya dengan kartu e-money yang diterbitkan masing-masing bank. Tapi untuk kasus uang digital, penerbitnya adalah Bank Indonesia.

“Secara kekuatan hukumnya akan sama dengan uang cetak karena legal tendernya adalah Bank Indonesia yang sudah dijamin oleh Undang Undang sehingga tidak bisa tolak.”

Sejauh ini, lanjutnya, belum ada bank sentral di dunia yang menerbitkan mata uang digital. Akan tetapi ada beberapa bank sentral yang sudah melakukan uji coba penerbitan uang digital ini. Misalnya, Kanada dengan proyek Jasper dan Singapura dengan proyek Ubin.

Inggris pun saat ini diungkapkan Onny masih melakukan kajian yang dilakukan sejak 2016. Hanya Ekuador yang menjadi satu-satunya negara yang resmi menerbitkan mata uang digital.

BCA Claims To Have Applied Blockchain Technology

BCA claims to have applied blockchain technology in its operational activities. However, this technology have only been used to fasten payment transaction, reduce complexity, especially in back office. This technology is claimed to reduce operational cost, particularly in building an app.

“We have currently working on blockchain. It must be done to make the preparation for application program faster,” explained Jahja Setiaatmadja, BCA’s President Director quoted from Warta Ekonomi.

Related to a special investment in blockchain, Jahja claims the company does not alocate that kind of investment. He claimed, the cost is not really expensive.

“Blockchain is not pricey. [Blockchain] is going rapid. Like building a complex, should not be per pieces, but [must] be in block. They working on a whole thing.”

Aside from BCA, other banking institutes working on this blockchain technology are Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon and Bank Permata Those five banks are partnered up with IBM technology for the implementation.

Blockchain is an online global data-based system containing groups of transaction data. It will record all users’ transaction data , as a ledger in bank.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Introduces “Warung Pintar”, Integrates Startup Partner’s Retail Technology Product

East Ventures announces a second project after successful with EV Hive co-working space. This time by developing “Warung Pintar”, a warung (shop) designed to enable digitalization targeting basic-level society. Through data management and analysis, its vision seeks to open new opportunities in term of financial inclusion, social security, behavior analysis, interaction with community and social influences monitoring.

This is a further attempt of East Ventures’ commitment to be more active in technology projects for public, a commitment made since the establishment of Unit Creating Shared Value (CSV). The selection of “warung” concept is considered as it becomes a culture of Indonesians. Warung Pintar wants to empower a segment in society that has not been exposed to the digital world. In the early phase, there are 8 Warung Pintar points throughout Jabodetabek.

“Warung, as a form of traditional micro-enterprise, has been present since the 19th century and closely engaged in local culture. Therefore, by the fact that technology should be accessible by everyone, warung becomes a medium for all Indonesians to take part in the digital economy,” said Agung Bezharie, Warung Pintar’s CEO who previously working as East Ventures’ Investment Associate.

c534ee38-fec0-48b8-a5f5-c868099906e1

Using IoT, big data analytics and blockchain technology

Technology implementation for Warung Pintar is available in 3 pillars, IoT (Internet of Things), big data analytics and blockchain. IoT implementation aims to improve the accuracy of retail data entry. Big data analytics will be used for better understanding of customer behavior, as well as blockchain to create transparency and trust of the shop owners. To smoothen its development, two business technology experts, namely Sofian Hadiwijaya and Pandu Kartika Putra, were hired.

Hadiwijaya is responsible as technical team leader. His experience as a tech community builder and board members in Kudo, Pinjam.co.id and Go-Jek is valued to be impactful for the growth of Warung Pintar. Putra on the other hand is East Ventures’ Associate of Civic Project. He previously was a technology specialist for general affair and involved in several activities such as Code for Bandung and Code4Nation.

“Although the digital platform implementation by consumers and merchants becomes high momentum in Indonesia, we are aware of some groups who against it due to the lack of exposure to the whole digital world. Warung Pintar takes a different approach to serve these segment by providing not only digital platform, but also building physical platform for them. We build an end-to-end solution starts from land discovery, funding, promotion to marketing. Warung Pintar is the answer for a new retailer,” said Willson Cuaca, East Ventures’ Managing Partner.

Cooperation and integration mechanism with East Ventures’ partners

Cuaca explained, Warung Pintar offers partnership in the term of cooperation with shop owners. They only have to give commitment, honesty and time to fix the place once needed. The project is actually in contrary to the current e-commerce economic unit, with an average of purchasing percentage smaller, non-repetitive buyers and relatively smaller profits. Nevertheless, Warung Pintar is a sign for East Ventures’ portfolio integration, given the enormous application of company’s technology solution, a result of East Ventures’ investment in this project.

Warung Pintar uses MokaPOS system for the cashier. Financial record and accounting will be using Journal. Customers can reload credit, purchase tickets and other items through Kudo services. Product procurement and last-mile distribution system provided by Do-cart. Warehouse distribution system managed by Waresix. In addition, all shops will be ready to fullfil EV Hive co-working space customer’s needs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian