Menerka Prospek Startup AI di Indonesia

Kecanggihan ChatGPT, sukses membuat narasi soal AI diperbincangkan di seluruh dunia, bahwa teknologi kecerdasan buatan generatif (genAI) dirancang untuk merevolusi cara organisasi menjalankan bisnis.

Menurut riset yang dirilis Bain pada Agustus 2023, disampaikan bahwa genAI mempercepat pekerjaan hingga 41%. Responden menyampaikan sebanyak 81% pengguna mengatakan lebih produktif berkat genAI. Penelitian menunjukkan bahwa AI membantu mereka mengautomasi email dan komunikasi (50%), analisis dan pelaporan data (45%), dan penelitian (42%).

Data investasi global yang diungkap CB Insights mengungkapkan pada 2023, startup AI mengumpulkan $42,5 miliar dalam 2.500 putaran ekuitas. Startup genAI mendominasi hingga 48% dari seluruh pendanaan AI. Pada tahun sebelumnya, startup genAI hanya meraih 8% dari total pendanaan.

Lonjakan ini didorong oleh putaran besar-besaran ke pengembang large language model (LLM), seperti OpenAI, Anthropic, dan Inflection. Startup asal Amerika Serikat paling banyak mengambil porsi hingga 73% (naik 14%), lalu disusul Asia (25%) dan Eropa (24%).

“Kami memperkirakan startup genAI akan mempertahankan atau bahkan meningkatkan hal ini pada tahun 2024, karena booming genAI masih jauh dari selesai,” tulis CB Insights.

Namun, tidak semua startup AI diciptakan sama. Sebelum membahas AI lebih dalam, artikel ini akan membahas lebih terlebih dulu perbedaan antara startup AI horizontal dan vertikal.

Startup AI horizontal:

  • Definisi: Solusinya dirancang agar serbaguna dan dapat diterapkan secara luas, serta berfungsi sebagai landasan bagi berbagai industri. Punya cakupan yang luas dan dapat diintegrasikan ke dalam berbagai domain, termasuk layanan pelanggan, pembuatan konten, dan pengambilan informasi umum, untuk menghasilkan respons mirip manusia, terlibat dalam percakapan bahasa alami, dan memberikan wawasan berharga. Fleksibilitasnya menjadikannya tersedia bagi bisnis yang mencari solusi AI yang dapat dengan cepat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka.
  • Contoh: ChatGPT (OpenAI), Gemini (Google), Claude (Anthropic), Cohere, Tongyi Qianwen (Alibaba). Di ASEAN ada SEA-LION (AI Singapore) dan WIZ LLM (WIZ.AI).

Startup AI vertikal:

  • Definisi: solusi AI vertikal disesuaikan dengan industri tertentu, guna menjawab kebutuhan dan tantangan unik mereka. Solusi yang ditawarkan punya fungsionalitas tingkat lanjut dan kemampuan khusus, memberikan wawasan spesifik industri, mengoptimalkan proses, dan meningkatkan pengambilan keputusan, sehingga merevolusi operasi dalam sektor-sektor seperti jasa, hukum, pemasaran, dan lainnya.
  • Contoh: di Indonesia ada Nodeflux (image processing), Verihubs (automation), Kata.ai (conversational AI), dan Prosa.ai (data analytics & insight).

Kondisi di Indonesia

DailySocial.id merangkum dari hasil wawancara bersama tiga narasumber. Mereka sepakat bahwa prospek startup AI di Indonesia sangat cerah karena perjalanannya baru dimulai. Salah satu faktor pendukungnya karena munculnya ChatGPT.

“Pemetaan startup AI lokal menunjukkan bahwa hampir setengah startup AI di Indonesia adalah pemain baru yang berusia kurang dari satu tahun. Mayoritas dari mereka telah mendapatkan pendanaan dari VC,” ucap Partner Antler Indonesia Agung Bezharie.

Dari total pendaftaran yang masuk di Antler Indonesia, startup AI yang mendaftarkan diri untuk batch I dan II di 2022 sampai awal 2023 jumlahnya hanya 1-2 startup. Sementara, kini jumlahnya terus meningkat.

CTO GDP Venture, CEO & CTO GDP Labs On Lee menambahkan, sebelum ChatGPT booming, perusahaan yang sudah mengadopsi AI pada umumnya masih sangat terbatas. Salah satu alasan terbesarnya karena biayanya yang mahal. “Tapi karena ChatGPT jadi ter-consumerize, semua orang jadi tahu,” ucapnya.

Dia juga mencontohkan, BCA merupakan salah satu perusahaan mature yang terdepan dalam mengadopsi teknologi ini sejak lama. Proses awalnya saat adopsi juga tidak instan, perbankan tersebut mencoba untuk satu per satu usecase. Begitu terasa peningkatan produktivitasnya, makin ditambah usecase yang dibantu dengan AI.

Digandrunginya ChatGPT, On berharap membuat awareness di tingkat perusahaan dari multi-industri makin banyak yang terdorong untuk mulai mengadopsinya.

“Indonesia itu baru aware dengan AI sejak tahun lalu, sebelum-sebelumnya belum banyak yang aware. [..] Saya mengharapkan lima tahun lagi banyak hal yang akan berubah. Kalau yang kemarin [ChatGPT] dapat hype buat marketing [adopsi AI], lalu terasa produktivitasnya naik [setelah adopsi AI), perusahaan akhirnya mulai banyak yang berani investasi,” kata dia.

“Seiring berjalannya waktu, teknologi semakin canggih, maka aplikasinya akan semakin banyak. AI juga sama, makin banyak yang pakai, makin banyak orang yang mau investasi ke sana, makin banyak solusi yang dihasilkan dari AI. Akhirnya menciptakan positive feedback loop,” sambung On.

GDP Venture merupakan VC yang tergolong aktif mendanai startup AI di Indonesia. Beberapa portofolionya adalah Balesin, Datasaur.ai, Glair.ai, Prosa.ai, dan Qlue.

Co-founder & CEO of Nodeflux Meidy Fitranto menyoroti kehadiran genAI membuat tingkat halangan kesulitannya jauh lebih ringan karena solusinya dibangun di atas model fondasi yang sudah dibuat. Namun bisa jadi bumerang karena tingkat kompetisinya jadi sengit lantaran tidak ada diferensiasi yang berarti.

Ambience di global pun lagi seperti ada ekuilibrium (mencari titik keseimbangan) karena value proposition-nya belum clear. Bahkan di global pun [startup AI horizontal] belum sekuat itu, masih banyak juga yang baru-baru muncul,” terang dia.

AI Players Mapping by Industry in Indonesia

Kesempatan jadi pemimpin di negara sendiri

Akan tetapi, Agung memercayai bahwa kesempatan besar startup AI bisa berkembang pesat di Indonesia bukan dari AI horizontal, seperti OpenAI, melainkan dari vertikal. Mengutip dari pendapat Jussi Salovaara (Managing Partner, Co-founder Antler), hipotesis Antler untuk kawasan Asia Tenggara diprediksi akan terdorong pesat berkat kehadiran startup AI vertikal. Berbeda jauh dengan kondisi di AS yang berlomba-lomba di AI horizontal, seperti co-pilot coding atau language modelling.

Verticalize AI berfokus pada solusi spesifik untuk industri, kegiatan, dan masalah di region ini. Solusi AI paling efektif digunakan untuk mengotomatiskan kegiatan yang berulang atau repetitif. Di Asia Tenggara dan Indonesia pada khususnya, banyak aktivitas berulang dalam kehidupan sehari-hari,” ucapnya.

Terdapat tiga startup AI vertikal yang masuk ke dalam portofolio Antler Indonesia, yakni SPUN, Konstruksi.AI, dan Lunash. Secara global, terdapat 11 startup AI yang telah mendapat pendanaan pre-seed dari Antler.

Menurut Agung, peluang untuk bersaing di tingkat global bagi startup AI vertikal, peluangnya jauh lebih besar. Sebab strategi untuk bertahan hanya satu, fokus pada vertikal bisnis. Dicontohkan, sepak terjang Nodeflux yang yang mampu bertahan dan berkembang karena memiliki keunikan teknologi dan bisnis.

“Pemanfaatan data unik ini menghasilkan solusi yang tidak dapat dibuat oleh startup global. Keunikan tersebut memungkinkan mereka bekerja sama dengan institusi yang biasanya sulit dijangkau startup.”

AI Players Mapping by Vertical in Indonesia

Melanjutkan ini, On juga sepakat bahwa startup AI lokal yang bermain dalam pengembangan Bahasa Indonesia dan mengombinasikannya dengan solusi-solusi lokal yang saling terkait, punya peluang untuk jadi pemimpin di negara sendiri.

“Kita bisa menang karena ini keahlian kita [lokal]. Misal, Glair.ai itu paperless OCR untuk digitalisasi dokumen, seperti NPWP, KTP, itu unik hanya Indonesia yang punya. Barang-barang lokal seperti ini harusnya kita yang menang,” tuturnya.

Dalam rangka mendukung LLM, dua portofolionya, Glair.ai & Datasaur.ai, berpartisipasi dalam proyek kolaboratif bersama BRIN, KORIKA, dan AI Singapore (AISG) untuk mengembangkan LLM Bahasa Indonesia di bawah model fondasi SEA-LION. Target yang diharapkan dari proyek ini adalah mendorong pembuatan platform seperti ChatGPT dengan tujuan penggunaannya yang lebih dispesialisasikan sesuai target konsumen.

Tantangan serius

Meidy melanjutkan, di balik peluang yang ditawarkan, ekosistem AI di Indonesia sangat memerlukan dukungan dari seluruh pihak, terutama untuk kebutuhan riset dan pengembangan (R&D). Cerita yang dialami Nodeflux bisa jadi acuan.

Mengingat target pengguna utamanya adalah pemerintahan untuk kebutuhan sistem pengawasan (surveillance system), ternyata proses tendernya masih kurang dianggap bernilai sebagai produk lokal karena disamakan dengan produk impor. Padahal proses pengembangan produk ini membutuhkan tim R&D yang tidak sembarang dan memakan waktu yang tidak sedikit, minimal punya gelar S3 dan kuliah di luar negeri, beli alat yang harganya mahal, dan sebagainya.

“Jadi kompetisi di market-nya secara bisnis lebih masuk akal kalau kita berdagang sebagai makelar/distributor karena hitung-hitungannya enggak masuk. Tinggal bawa produk white label dari luar, yang kemudian di-brand lokal sendiri. Dalam konteks Nodeflux, dukungan negara terhadap R&D untuk AI enggak terlalu berasa.”

Ia pun membandingkan situasi ini dengan dukungan pemerintah Tiongkok. Pada 2017, pemerintah mengumumkan program ambisius untuk pengembangan teknologi AI di dalam negeri, dengan tujuan menjadi ‘pusat inovasi AI utama’ dunia pada 2030. Kemudian pada 2019, mengumumkan “National AI Team” berisi beberapa perusahaan terpilih di masing-masing vertikal yang didukung pemerintah pusat dan daerah untuk mengerjakan proyek-proyek regional.

“Makanya pergerakan di sana luar biasa. Kalau di Indonesia, fight-nya jadi mirip jualan baju di Tanah Abang sama baju impor Tiongkok. Jadi market-nya enggak terlalu growing.”

Dampak inilah yang membuat pemain VisionAI seperti Nodeflux, tidak ada yang mampu bertahan. Di Indonesia, Nodeflux jadi ‘single fighter’. Padahal sebelumnya, ada sekitar empat pemain, termasuk Nodeflux yang masuk di area ini.

“Nodeflux termasuk paling heavy [deep-tech-nya], sehingga untuk buat kayak kita itu enggak gampang. Dari skala 10, bisa dibilang kita di 8,5, tapi kompetitor di skala 5. Gap-nya panjang [untuk mengejarnya].”

Sebagai sebuah perusahaan, Nodeflux sudah tidak lagi seperti startup pada umumnya. Perusahaan telah mencapai profitabilitas dan tidak mengandalkan lagi pendanaan dari investor sejak putaran terakhir di 2019.

Nodeflux memiliki sejumlah solusi berbasis AI untuk para kliennya dari B2B dan B2G, yakni Visionaire (Surveillace-Analytics-as-a-Service), Identifai (e-KYC untuk industri keuangan), dan RetailMatix (SaaS Vision AI & Sales Force Automation untuk industri ritel). Masing-masing menyelesaikan isu yang dihadapi para klien yang datang dari berbagai industri.

Antler Kucurkan Pendanaan Pre-Seed Rp75 Miliar ke 37 Startup

Antler mengumumkan putaran investasi pre-seed senilai $5,1 juta (setara dengan Rp75 miliar) kepada 37 startup di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Portofolio binaan Antler mencakup 19 sektor, mulai dari AI, SaaS, fintech, hingga healthtech. Ada 7 startup Indonesia yang mendapatkan pendanaan ini, 6 di antaranya lulusan program residensi dan 1 di antaranya adalah startup yang mendapatkan pendanaan eksternal.

Investasi ini juga menandai komitmen awal dan jejak Antler di Malaysia, sebagai bagian dari kemitraan strategisnya dengan lembaga Dana Kekayaan Negara Khazanah.

Antler juga mengklaim, ini merupakan transaksi investasi pre-seed tertinggi dalam satu putaran pendanaan di Asia Tenggara, menunjukkan komitmen mereka dalam mendukung generasi entrepreneur digital di kawasan ini.

Co-founder & Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara mengakui bahwa masih banyak startup tahap awal yang potensial di Asia Tenggara. Hal ini membuat Antler tetap konsisten berinvestasi pada pendanaan di tahap awal, terutama pada startup yang bergerak di bidang AI bervertikalisasi (verticalized AI) dan industri 4.0.

“Melalui pendanaan ini, kami berupaya untuk membantu para founder membangun fondasi yang kuat untuk model bisnis berkelanjutan, dan mendorong inovasi jangka panjang dalam ekosistem teknologi global yang lebih luas,” ujar Jussi.

Hipotesis di bidang AI

Perkembangan AI akan memasuki babak baru di tahun 2024, terutama karena solusi AI akan terus disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik di masing-masing industri. Kita akan melihat pergeseran bisnis yang lebih besar ke arah verticalized AI, terutama di bidang media, manajemen pelanggan, dan integrasi Large Language Model (LLM). Sekitar 34% startup di portofolio investasi Antler di putaran ini telah memanfaatkan kekuatan verticalized AI.

Adapun startup Indonesia yang turut diinvestasi atas dasar hipotesis ini adalah Lunash, yakni solusi berbasis AI untuk meningkatkan kinerja penagihan utang dari hulu ke hilir, mulai dari sebelum kredit macet hingga pemulihan.

Tim pengembang Lunash / Antler

Hipotesis di bidang industri 4.0

Selain AI, Antler juga berfokus pada bisnis industri 4.0. Hipotesisnya, walaupun era Industri 3.0 awalnya didorong oleh sektor manufaktur, teknologi peninggalannya kini memiliki potensi besar untuk mentransformasi perubahan di semua sektor industri.

Prinsip-prinsip utamanya, seperti keterhubungan, pembuatan keputusan berbasis data, dan automasi kini banyak digunakan di sektor nondigital seperti konstruksi, transportasi, dan layanan kesehatan. Sekitar 34% startup di portofolio investasi Antler di putaran ini bergerak di Industri 4.0.

Adapun sejumlah startup lokal di bidang ini yang diinvestasi Antler adalah DASH, AssetFindr, Konstruksi.AI, Ternakin, dan YOBO. Berikut masing-masing deskripsi startup tersebut:

  • DASH: Solusi logistik ramah-lingkungan untuk pelaku bisnis, menawarkan penyewaan kendaraan listrik untuk membangun armada kendaraan listrik terbesar di Indonesia untuk layanan pengiriman on-demand.
  • AssetFindr: Ekosistem pemeliharaan aset menyeluruh yang menyediakan real-time insight, manajemen risiko tingkat lanjut, dan pengambilan keputusan berdasarkan data.
  • Konstruksi.AI: Solusi SaaS bagi perusahaan konstruksi dan kontraktor untuk membuat sistem alur kerja dokumen yang efisien dan quality control secara real-time.
  • Ternakin: Solusi IoT bagi petani ikan untuk meningkatkan produktivitas dengan mengoptimalkan pemanfaatan kolam dan meningkatkan efisiensi pengadaan stok.
  • YOBO: Solusi CRM Penjualan dan otomatisasi penjualan yang dapat mengidentifikasi pelanggan bernilai tinggi. Khusus YOBO, ini adalah pendanaan eksternal diberikan ke Antler — startup ini tidak mengikuti Residency Program dari Antler.

Hipotesis untuk solusi hiperlokal

Selanjutnya, Antler juga fokus berinvestasi di startup Asia Tenggara yang membangun solusi hiperlokal dengan skalabilitas global. Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi digital global mencapai $17,5 triliun pada tahun 2025, gelombang baru startup mulai bermunculan di Asia Tenggara.

Startup-startup ini mengembangkan produk digital yang memenuhi kebutuhan hiperlokal di Asia Tenggara – sambil tetap mempertahankan potensi untuk berekspansi ke pasar global. Ada banyak peluang pertumbuhan di sektor seperti fintech, komunikasi, operasional bisnis, dan sebagainya. Berbagai solusi yang relevan dengan keadaan lokal namun dapat diekspansi ke masyarakat global pun sedang dikembangkan.

Founder SPUN / Antler

Salah satu startup Indonesia di bidang ini yang turut diinvestasi adalah SPUN. Mereka mengembangkan platform pembuatan dan pengelolaan izin untuk wisatawan non-wisata, memanfaatkan AI dan otomatisasi untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan untuk kebutuhan profesional di seluruh dunia.

“Dinamika pasar Indonesia yang unik menawarkan peluang besar bagi para pelaku startup. Itulah mengapa kami di Antler berkomitmen untuk mengumpulkan talenta-talenta terbaik bangsa untuk membangun karya yang hebat. Kami bekerja sama dengan para founder yang tidak hanya didorong oleh modal (capital), tetapi juga berambisi kuat untuk menjadi bagian dari komunitas inovator dan orang-orang dengan visi yang sama – yang akan menciptakan perbedaan nyata, baik secara lokal maupun global,” kata Partner Antler Indonesia Agung Bezharie.

Masih Dini, Pasar Apotek Online Berpotensi Tinggi

Kesadaran gaya hidup sehat telah menjadi pendorong utama di balik pertumbuhan sektor ritel farmasi. Menurut hasil temuan Ken Research, pasar ritel farmasi Indonesia diperkirakan akan tumbuh pada CAGR 1,5% berdasarkan pendapatan penjualan selama 2019-2025.

Ada beberapa faktor dari kenaikan ini, yakni jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terus bertambah. Per 31 Desember 2019, jumlahnya mencapai 224 juta orang dan telah melampaui 83% dari total penduduk Indonesia.

Di samping itu, obat generik banyak digunakan sebagai alternatif obat paten yang harganya mahal, akibat bahan baku mayoritas diimpor. Alhasil melalui program JKN, pemerintah mengatur harga agar obat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Bila dilihat dari angka harapan hidup orang Indonesia pada 2019 adalah 71,59 tahun, meningkat dari 0,25% pada 2018. Statistik ini mencerminkan cara yang lebih baik untuk mengendalikan penyakit menular dan fasilitas medis yang lebih baik, pada akhirnya menyebabkan peningkatan usia rata-rata penduduk Indonesia.

Sedangkan, makin menuanya umur seseorang turut dipengaruhi oleh meningkatnya pengeluaran untuk perawatan kesehatan. Dengan meningkatnya populasi usia tua, penjualan obat-obatan di dalam negeri juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Untuk meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan, hampir semua rantai ritel farmasi besar mulai menawarkan produknya melalui portal online, tak terkecuali pemain startup. Meski apotek online mungkin belum terlalu populer di Indonesia, pandemi kemarin membuka pintu lebar-lebar bagi bisnis ini. Lambat tapi pasti, dampak kehadirannya mulai terasa.

Tak sekadar kemudahan dan kecepatan dalam membeli obat, ada banyak isu genting yang tengah diselesaikan oleh pemain digital dengan pendekatan digital pula. Di antaranya, rantai pasok dan keaslian produk farmasi. Lifepack adalah salah satu contoh startup yang mencoba menangkal isu tersebut.

Startup yang dirintis oleh eks petinggi Tiket.com, Natali Ardianto, menyampaikan tantangan dunia farmasi di Indonesia masih dihadapi oleh obat palsu. Dari data yang ia kutip, bahkan sebanyak 25% dari total pendapatan penjualan obat nasional adalah sumbangsih dari penjualan obat palsu yang masuk ke Indonesia secara ilegal dan tidak memiliki tanda BPOM.

“Kondisi ini membuat rasa percaya konsumen untuk beli sesuatu secara online jadi rendah karena mereka takut barangnya tidak asli. Tantangan ini sama seperti saat memulai Tiket.com dulu, banyak yang bertanya ini penipuan atau enggak. [Tantangan] ini umum banget bagi perusahaan teknologi untuk adopsi di pasar yang masih early adopter ini,” terangnya kepada DailySocial.id.

Masih dari laporan yang ia kutip, pada 2025, industri farmasi di Indonesia diprediksi akan tumbuh dua kali lipat dengan estimasi nilai pasar mendekati $20 miliar. Apotek online hanya mencakup 3,5% dari total angka tersebut.

Dia juga menekankan permasalahan yang paling mengakar di industri farmasi itu bukan karena kekurangan jumlah apotek dan distributor, melainkan sistem rantai pasoknya yang tidak efisien. Ambil contoh, apotek yang berlokasi di rumah sakit atau klinik sangat mudah untuk menebus resep dari dokter di rumah sakit tersebut. Apotek pun mudah untuk menyetok suplai obat-obat dengan frekeuensi penjualan yang tinggi.

Kondisi sebaliknya, justru sangat sulit bagi konsumen bila menebus obatnya di luar lingkaran rumah sakit di mana resep itu dibuat. Alasannya karena beragamnya merek farmasi yang beredar untuk satu molekul. Sementara pada umumnya, dokter itu menuliskan resep bukan dari molekul tapi dari mereknya.

“Jadi apotek di rumah sakit itu suplai produknya berdasarkan apa yang sering ditulis dokter. Bagaimana dengan apotek kecil di luar rumah sakit? Itu yang kita coba selesaikan masalahnya.”

Co-Founder & President Director of Alodokter Suci Arumsari sepakat bahwa bisnis apotek online ini berpotensi besar dalam meraih pasar yang semakin mengadopsi belanja online. Tantangan yang perlu diatasi, seperti kepatuhan regulasi terkait penjualan obat, membangun kepercayaan konsumen terhadap kualitas dan keamanan produk, dan persaingan dengan pemain besar.

Sebagai catatan, Alodokter menjadikan layanan telemedisin sebagai bisnis utamanya yang dilengkapi dengan ekosistem pendukungnya, salah satunya apotek online Aloshop yang sudah diperkenalkan sejak 2021. Perusahaan bekerja sama dengan mitra apotek dan kurir last-mile untuk pengantarannya.

Dalam membangun kepercayaan, Alodokter melakukan sejumlah langkah preventif untuk meminimalisir pelanggaran. Misalnya, untuk penjualan obat non-OTC yang memerlukan resep dokter, maka setiap pembelian obat di Aloshop akan diverifikasi secara ketat. Resep yang diunggah untuk dibeli, akan diverifikasi lagi oleh tim dokter di Alodokter.

“Hal ini bisa mencakup validasi apakah obat yang diresepkan sudah sesuai dengan kondisi medis pasien atau tidak, apakah obat tersebut memang bisa ditebus secara online atau tidak (karena ada beberapa obat yang tidak bisa dibeli secara online) dan sebagainya. Kami juga terus edukasi ke pengguna tentang pentingnya resep dokter untuk obat-obatan tertentu,” terang Suci.

Pengambilan suplai stok di Aloshop berasal dari jaringan mitra apotek resmi, seperti Century, Apotek K24, Watsons, dan Viva Medika. Jaringan yang luas ini memungkinkan Aloshop dapat diakses dan melakukan pengantaran untuk para penggunanya di seluruh Indonesia.

Isu rantai pasok

Natali melanjutkan, sebagai pemain apotek online, tidak efisiennya rantai pasok di industri farmasi ini dilatarbelakangi oleh regulasi yang berlaku. Setiap apotek itu setidaknya harus bekerja sama dengan 80-100 distributor. Distributor itu biasanya mengambil inventarisnya dari beberapa pabrik.

Masalah berikutnya, jika apotek tersebut berbentuk jaringan, seperti K24. Maka setiap outletnya yang tersebar di tiap kota itu harus cari distributor farmasi yang ada di masing-masing kota dan harus membentuk badan hukum sendiri. Regulasi juga tidak memperbolehkan apotek di suatu kota membeli suplai dari kota lain.

Lifepack

“Karena dari dulu cara kerja distributor itu akuisisi apoteknya menggunakan sales. Di tiap kota itu ada tim sales masing-masing dan punya target masing-masing. Jadi purchasing-nya tidak ter-centralized, negosiasi diskon di masing-masing titik makanya tidak efisien. Ketidakefisiensinya ini sangat luar biasa. Industri farmasi paling terlambat [adopsi teknologi].”

Untuk mengatasi isu besar ini, Lifepack mengakuisisi perusahaan distributor Tetama (PT Global Logistic Medika) pada September 2022. Tetama adalah perusahan distributor farmasi online yang mendistribusikan obat & suplemen kesehatan. Perusahaan inilah yang menangani rantai pasok untuk apotek Lifepack dan pebisnis apotek.

Melalui solusi one-click purchase, Tetama ingin mempermudah pebisnis farmasi dalam pemesanan produk. Mereka dapat mengisi stok produk dari berbagai manufaktur secara lebih mudah tanpa perlu membuat banyak surat pemesanan, belum lagi untuk dapat diskon, harus negosiasi yang panjang.

Fitur ini dapat diakses berkat integrasi API Tetama dengan VMedis, software dengan fitur stok dan pengadaan anti-bocor (pencegah kecurangan). Data terakhir menyebut, terdapat lebih dari 2.900 apotek dan klinik di dalam jaringan VMedis.

Tetama sendiri memberikan jaminan stok lengkap, mulai dari obat resep, obat yang dijual bebas (OTC), suplemen, vaksin, produk kecantikan, hingga fast moving consumer goods (FMCG). Ditambah, telah mengantongi sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Cold-Chain Product (CCP), BPOM, Alat Kesehatan, dan lainnya demi menjaga kualitas produk yang optimal selama proses distribusi.

Selain kemudahan inventaris barang, software Tetama juga memudahkan apotek dalam pencatatannya berdasarkan kode batch kedaluwarsa. “Tanggal expire itu harus dicatat satu-satu, first expire first out. Jadi pergerakan barangnya sesuai tanggal expire. Ketika terima barang, sekarang tinggal masuk ke rak saja.”

Disebutkan, ada 500 apotek, klinik, dan RS yang pakai solusi dari Tetama di Lifepack. Lifepack memiliki empat apotek yang tersebar di Jakarta, Cakung, Bandung, dan Surabaya. Walau disebut apotek, sebenarnya sangat berbeda dengan kebanyakan apotek offline lainnya. Lantaran apotek ini berada di area pergudangan sehingga tidak menerima pembelian langsung oleh konsumen.

“Segmentasi konsumen kami berbeda, kami hanya menyasar pasien penderita penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi yang harus konsumsi obat setiap hari. Jadi beli obatnya berkala lewat kita. Dengan fokus ke sana, jadi servis kami lebih detail dan spesifik. Sebelum obat habis, biasanya kita selalu ingatkan mereka.”

Pasien penyakit kronis ini, menurut data Riskesdas 2018 (Riset Kesehatan Dasar), jumlahnya 20% dari total pasien se-Indonesia. Tapi biaya yang harus mereka keluarkan, lebih tinggi sampai 70% karena harga obat yang dibeli tergolong mahal.

Selain menawarkan pelayanan yang ekstra untuk pasien penyakit kronis, Lifepack memiliki aplikasi Lifepack for medic, untuk suster dan dokter. Di aplikasi tersebut, dokter dapat langsung menulis resep untuk pasiennya. Pasien tidak perlu antre untuk menebus resepnya karena obatnya dikirim oleh Lifepack. Dokter juga bisa melihat apakah pasien tersebut menebus obatnya atau tidak. Sebanyak 2 ribu dokter spesialis telah menggunakan solusi ini.

“Lifepack juga ada aplikasi untuk end-user tapi itu bukan main activity kita.”

Prospek positif

Bagi Natali, industri farmasi akan mendominasi di dunia kesehatan. Di negeri maju, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, bahkan India, penggunaan apotek online sudah de-facto sudah umum. “Di Cina, orang langsung ke apotek karena ada screen untuk konsultasi online dengan dokter dan bisa langsung tebus obat. Apotek digital akan jadi sesuatu yang biasa.”

Dia melanjutkan, “Industri farmasi ini challenging karena ubah budaya itu butuh waktu lama dan harapan saya dukungan dari semua pihak itu sangat membantu kita semua.”

Untuk itu, Lifepack, melalui Tetama, akan terus menggenjot kinerjanya agar distribusi farmasi dapat makin merata ke seluruh titik di Indonesia. Dengan demikian konsumen mau di manapun mereka dapat mengakses obat dengan harga yang sama di Jakarta, tanpa harus beli dari negara tetangga.

Diklaim saat ini kontribusi bisnis dari apotek Lifepack dan Tetama imbang, yakni 50:50. Kontribusi dari Tetama ditargetkan akan melaju lebih jauh karena ke depannya semakin banyak software apotek yang akan bergabung untuk melakukan pembelian suplai farmasi secara lebih efisien.

“Kami pasang harga tidak jauh dari HET (harga eceran tertinggi), tetap kompetitif karena ada pemain lain yang pasang di atas 20%-30% dari HET. Mimpi kita ingin beri harga jauh lebih murah, tapi efisiensi meningkat terus. Karena semakin banyak volume yang dibeli, diskon [dari distributor] makin banyak, jadi harga jual bisa diturunkan.”

Partner Antler Indonesia Agung Bezharie Hadinegoro menyampaikan secara umum healthtech di Indonesia masih memiliki kesenjangan yang perlu diatasi. Di saat yang sama, di ranah regional, Indonesia selalu menjadi pasar penting yang banyak mewakili lahirnya kesempatan baru.

Adanya founder startup yang memiliki ketertarikan di sektor ini dapat menjadi peluang besar untuk mengisi kekosongan tersebut. Dalam menyikapi inovasi di sektor ini, perlu disadari bahwa sebagian besar ide berasal dari inisiatif atau pain point yang dialami oleh para founder sendiri.

“Upaya kami terfokus pada mendengarkan cerita di balik motivasi mereka untuk terlibat dalam sektor kesehatan, serta bagaimana mereka ingin memberikan solusi terbaik kepada target pengguna. Keunggulan dari pendekatan ini, solusi yang dihasilkan cenderung lebih relevan dan dapat langsung mengatasi permasalahan konkret dalam dunia kesehatan,” kata Agung.

Sejauh ini, Antler belum memiliki dana kelolaan khusus untuk sektor ini karena pendekatannya masih secara agnostik. Namun, ketika melihat portofolio perusahaan yang telah dihasilkan oleh Antler, terlihat banyak founder yang memiliki passion yang menarik di healthtech.

“Hal ini mungkin menunjukkan bahwa, meskipun tidak ada fokus secara eksplisit, tetapi potensi dan minat dalam sektor ini tetap ada.” Adapun portofolio Antler di Indonesia khusus healtech adalah CareNow, Healthpro, Qalboo, Sesama Care, dan Ziwa.

Mencari Pendanaan Tahap Awal? Ini Daftar VC Teraktif Sepanjang Tahun 2023

Pendanaan ekuitas untuk startup Indonesia mulai menunjukkan tanda pemulihan dibandingkan tahun sebelumnya (meskipun belum sepenuhnya). Menurut laporan Indonesia’s Startup Handbook yang dihimpun DSInnovate, pada Q3 2023, pendanaan startup — yang dipublikasi— mencapai 38 transaksi yang bernilai $501,6 juta. Nilai investasi ini lebih baik dari dua kuartal sebelumnya, yakni sebesar $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2. Peningkatan ini memberikan indikator positif, terutama mengingat penurunan tajam yang terjadi pada paruh pertama tahun ini.

Investasi tahap awal masih mendominasi keseluruhan pendanaan startup Indonesia. Hal ini mengindikasikan investor mempertahankan kepercayaan yang signifikan terhadap prospek generasi founder baru, bahkan dalam menghadapi tantangan terkini.

East Ventures menjadi investor tahap awal yang paling aktif berinvestasi di Asia Tenggara. Sepanjang 10 bulan ini, VC tersebut telah berinvestasi ke 29 startup, mayoritas di Indonesia, yang telah menerima kucuran dana. Pendanaan tahap awal terbesar diberikan untuk MAKA Motors.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan pihaknya tidak akan berhenti berinvestasi mau bagaimanapun cuaca yang sedang terjadi. Menurutnya, valuasi startup saat ini sedang murah, tapi pekerjaan founder sekarang lebih “berat.”

“Tapi bukan cuma itu, sekarang level knowledge founder jauh lebih tinggi karena ekosistem sudah mulai mature. Banyak [founder] sudah kerja di mana-mana. Jadi [kondisinya] masih bagus, dari sisi kita tetap aktif [berinvestasi],” kata Willson.

Program Day Zero Antler menjaring Founder baru

Partner Antler Indonesia Agung Bezharie di kesempatan terpisah mengatakan dengan kondisi sekarang, semakin mudah terlihat kualitas founder startup. Mana yang bagus mana yang tidak. “Banyak founder yang bagus dan tidak oportunis. Sangat passionate menyelesaikan problem,” kata dia.

Founder yang ia maksud adalah para peserta yang mendaftarkan diri atau direkrut langsung tim Antler untuk membangun startup baru. Kebanyakan para calon founder ini punya satu benang merah, pernah berkarier profesional di sejumlah perusahaan, baik enterprise maupun startup, dan tertarik untuk terjun sebagai founder startup.

“Bahkan di cohort sekarang [ke-5] rata-rata founder di sini sudah bekerja selama 13 tahun.”

Sebanyak 60-70 orang per cohort bergabung di program Antler Residency selama 10 minggu untuk membangun startup baru. Konsepnya sedikit berbeda dengan kebanyakan program akselerator karena mereka yang mendaftar bisa sendiri tanpa tim. Ada yang mendaftar sendiri ke situs Antler atau di-scout tim Antler.

Antler Indonesia

Selama residensi berlangsung, para partisipan bisa mengikuti sesi bootcamp intensif, berdiskusi dengan tim dan sesama entrepreneur lain untuk mendapatkan peer learning, pertukaran ide, serta umpan balik yang konstruktif. Adanya sesi kolaboratif ini mendorong peserta untuk menajamkan konsep dan strategi bisnis mereka.

Residensi ini juga menawarkan sesi one-on-one dengan tim mentor berpengalaman di Antler, sehingga membantu founder untuk mengatasi tantangan, mendapatkan panduan spesifik, serta konsultasi dengan ahli untuk menyempurnakan strategi bisnis mereka.

Dalam masa residensi selama lima minggu pertama, para founder juga bisa secara aktif mencari co-founder potensial yang selaras dengan visi, misi perusahaan, serta memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Dirancang sebagai platform kolaboratif, residensi Antler juga membuka akses jaringan yang lebih luas, sehingga menjadi platform ideal bagi founder pemula untuk menemukan co-founder mitranya.

Dalam dua kali dalam seminggu, mereka akan melakukan presentasi pitching ide ke tim Antler untuk mendapatkan feedback. Apakah konsepnya menarik atau tidak untuk dilanjutkan, yang argumentasinya didukung dengan data pelengkap dari pihak ketiga. Jika tidak, mereka perlu rombak ulang, bahkan ganti calon co-founder sampai benar-benar seluruhnya dinilai bakal sukses.

Antler juga memiliki database global, sehingga partisipan bisa belajar dari sesama founder di berbagai sektor dan negara yang telah sukses meluncurkan bisnis mereka. Pendekatan komprehensif ini dirancang agar partisipan bisa lebih siap dalam mewujudkan konsep startup mereka menjadi operasional bisnis yang sukses dan menjanjikan.

“Antler mau akselerasi proses belajar [bangun startup]. Ini bukan sesuatu yang bisa dipelajari di sekolah karena harus ada proses trial and error dan dilakukan sendiri. Dalam 4-5 minggu dapat pivot berkali-kali, akan diberitahu mana bagian yang perlu diperhatikan jadi tidak perlu menghabiskan waktu hingga tahunan.”

Untuk membuktikan komitmen partisipasi dari para peserta, Antler mewajibkan mereka hadir secara fisik selama program berlangsung. Tidak ada unsur paksaan untuk mengundurkan diri dari perusahaan apabila peserta masih bekerja sebagai karyawan.

“Ada yang ambil unpaid leave, ada yang bersedia untuk resign. Kami memang mewajibkan mereka untuk ketemu in-person selama 4-5 minggu pertama untuk melihat attendance-nya.”

Dalam setahunnya, Antler mengadakan tiga kali cohort untuk mengorbitkan startup-startup baru. Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada pertengahan 2022, sekarang Antler sudah mengadakan Antler Residency yang ke-5. Cohort ini masih berlangsung dan rencananya akan selesai pada akhir tahun ini.

Tidak semua startup yang menjalankan program ini bisa mengikuti demo day di hari terakhirnya. Juga tidak semua startup pasti mendapatkan investasi tahap awal dari Antler. Namun investasi yang dikucurkan Antler per startup-nya mulai dari $125 ribu (hampir Rp2 triliun).

“Bukan berarti tidak di-invest itu startupnya tidak bagus. Tapi memang kita ada beberapa preferensi [dalam berinvestasi]. Kita bisa menghubungkan mereka ke investor di luar kami untuk peluang investasi.”

Sepanjang tahun ini, setidaknya Antler telah berinvestasi ke 19 startup. Beberapa di antaranya adalah MatchMade, Kora, dan Eten Technologies. Secara total, Antler telah memberikan investasi untuk 44 startup. Portfolio Antler
mencakup CareNow, Healthpro, BASE, Brick, Matchmade, TruClimate, dan Kora.

Untuk mendukung perjalanan portofolionya, Antler membuat dana kelolaan baru yang dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjutan, dinamai Antler Elevate, dengan dana kelolaan sebesar $285 juta.

“Biasanya kita selalu follow-on, nominalnya tidak bisa banyak, jadi dibuat fund khusus. Kita mau jadi teman startup dari perjalanan mereka dari awal sampai akhir,” tutup Agung.

Agung Bezharie Didapuk sebagai Partner Antler Indonesia

Startup builder sekaligus modal ventura tahap awal Antler mengumumkan penetapan Agung Bezharie sebagai Partner untuk Indonesia. Agung yang merupakan Co-Founder & CEO Warung Pintar ini akan memimpin strategi investasi Antler di Indonesia.

Pengumuman ini disampaikan pasca perusahaan mengumumkan rencananya untuk melanjutkan dukungan bagi startup dengan tujuan investasi di lebih dari 30 startup sepanjang tahun ini. Sejauh ini mereka telah berinvestasi ke 792 perusahaan yang tersebar di 25 kota di seluruh dunia dengan akumulasi nilai portofolio sebesar $3,7 miliar.

“Berbekal pengalaman terakhir saya sebagai startup founder, bekerja dengan para founder startup baru untuk berinovasi dan memberikan dampak yang positif pada Indonesia merupakan salah satu misi personal saya,” ujar Agung Bezharie dalam keterangan resmi, Rabu (6/7).

Agung melanjutkan, “Pendekatan investasi ‘day zero’ yang dilakukan Antler sangat sejalan dengan pandangan saya untuk dapat membantu startup founder di masa mendatang, sehingga dapat menciptakan inovasi yang lebih mutakhir di pasar. Saya berharap melalui pendekatan ini serta pengalaman saya sebelumnya, Antler Indonesia dapat memberi kontribusi positif dalam mendorong pertumbuhan.”

Sebagai catatan, Warung Pintar merupakan platform digital yang menghubungkan ritel mikro dengan pemasok (manufaktur, distributor, grosir) untuk mengatasi rantai pasokan ritel tradisional yang terfragmentasi di Indonesia. Pada 2022, Warung Pintar diakuisisi oleh SIRCLO Group.

Sebelum bergabung dengan Warung Pintar, Agung mendedikasikan waktunya untuk berkontribusi pada organisasi ternama, seperti East Ventures dan Global Entrepreneurship Program Indonesia. Di sana, ia berperan aktif dalam mendukung para founder dengan memberikan akses ke pengetahuan, tools, serta jaringan mitra sehingga mereka dapat mengembangkan perusahaannya pada lanskap bisnis Indonesia dan global yang kian kompetitif.

Co-founder & Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara menyampaikan, dirinya senang menyambut Agung ke dalam tim. Menurutnya, pengalaman Agung sebagai pendiri startup merupakan bukti kemampuannya untuk menavigasi lanskap kewirausahaan melalui pemahaman yang mendalam mengenai ekosistem startup, digabungkan dengan kecintaannya pada solusi berbasis teknologi, sangat selaras dengan misi Antler.

“Dengan tujuan mendukung lebih dari 30 startup luar biasa di Indonesia tahun ini, kami yakin wawasan kepemimpinan yang dimiliki Agung akan berperan penting dalam membantu para founder mewujudkan visi mereka,” ujar Salovaara.

Didirikan di Singapura pada 2018, Antler memiliki misi untuk memberi dampak baik pada dunia dengan berinvestasi pada para founder startup yang luar biasa dari seluruh dunia. Para founder startup dapat mengembangkan perusahaan mereka lebih cepat dengan program residensi dari Antler, dapat membangun tim, bergabung dengan komunitas global para founder, dan akses untuk pendanaan sehingga dapat bertumbuh lebih cepat.

Program residensi berikutnya di Indonesia akan dimulai pada Oktober 2023, yang akan berlangsung enam bulan dalam dua tahap. Tahap pertama akan berfokus mengenai membangun tim yang tepat, dengan co-founders yang memiliki keahlian yang saling melengkapi. Selama periode ini, Antler akan memberi akses pengetahuan dan ahli dari penjuru dunia untuk memungkinkan para founder startup memvalidasi ide bisnis dan membuktikan kecocokan produk dengan pasar yang ada.

Setelah tahap pertama yang akan berlangsung selama sepuluh minggu, tim terkuat akan dipilih untuk mendapatkan pendanaan dari pre-seed sampai seterusnya, serta berkembang di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.

Sejak dua tahun hadir di Indonesia, berdasarkan data di situsnya, Antler telah mendanai 25 startup, mayoritas berasal dari e-commerce, fintech, dan edutech serta menariknya seperempat dari startup tersebut dipimpin oleh pendiri perempuan.

Academix (edtech) Geekzwolf (web3) Refundway (fintech)
Akar (agritech) Habaku (SaaS) Secha (proptech)
Bling (e-commerce) Healthpro (healthtech) Sesama Care (healthtech)
Blink (fintech) Lister (edtech) Solutiv (fintech)
Car Clicks (e-commerce) Paireds (security) Teroka (e-commerce)
CareNow+ (healthtech) Pin’J (fintech) Truclimate (clean tech)
Eduku (edtech) Qalboo (healthtech) Ziwa (healthtech)
Envio (logistic) Rassa (e-commerce) Eten (SaaS)
Reach! Finance (fintech)

Dalam situs juga dipaparkan pendanaan untuk startup yang memiliki bisnis di Indonesia, namun tercatat di Antler Singapura. Beberapa namanya adalah Base (ritel), Brick (fintech), Cove (proptech), Sampingan (rebrand jadi Staffinc), dan Ituloh! (consumer tech).

Sirclo Akuisisi Warung Pintar dan Bentuk Grup Perusahaan

Sirclo, perusahaan e-commerce enabler, mengumumkan akuisisi terhadap Warung Pintar. Setelah akuisisi, Warung Pintar akan tergabung sebagai bagian dari Sirclo Group untuk bersama-sama menghadirkan solusi omnichannel menyeluruh bagi prinsipal, brand, distributor, pelaku usaha, hingga konsumen akhir. Langkah ini menandai aksi korporasi kedua Sirclo setelah mengakuisisi Orami pada April 2021.

Akuisisi ini menempatkan Brian Marshal sebagai CEO Sirclo Group dan Agung Bezharie (Co-founder dan CEO Warung Pintar) akan memimpin pilar bisnis Sirclo yang baru, yakni layanan ‘New Retail’. Selain itu, Danang Cahyono (COO Sirclo) akan memimpin pilar bisnis ‘Enterprise Solutions’ dan Ferry Tenka (CEO Orami) akan memimpin pilar bisnis ‘Entrepreneur Solutions’.

Kategorisasi jabatan ini sekaligus memberikan gambaran jelas mengenai pilar solusi Sirclo Group, yakni solusi bagi Enterprise, Entrepreneur, dan UMKM, serta model bisnis New Retail seperti warung.

Dengan penggabungan usaha ini, Sirclo Group mencatatkan: lebih dari 150 ribu brand yang telah dilayani secara akumulatif; lebih dari 500 ribu pemilik warung atau toko kelontong; jangkauan terhadap lebih dari 15 juta konsumen akhir; dan lebih dari 80 titik distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Sirclo Group Brian Marshal mengatakan, akuisisi ini didasari oleh kesamaan misi kedua perusahaan untuk mempermudah seluruh pelaku usaha di Indonesia untuk berjualan di berbagai dari online hingga offline.

Memperkuat model bisnis B2B2C

Memanfaatkan keandalan dari segi infrastruktur teknologi dan jaringan distribusi ritel, Sirclo, dan Warung Pintar memperkuat posisinya dengan mendongkrak potensi model bisnis B2B2C melalui strategi omnichannel commerce yang mengombinasikan kanal penjualan online dan offline secara seimbang.

Dia melanjutkan, setelah lebih dari delapan tahun bergerak di model bisnis B2B bagi brand berskala enterprise dan entrepreneur, Sirclo menyadari bahwa ekosistem ritel tidak luput dari peran warung dan toko kelontong sebagai salah satu opsi pemenuhan kebutuhan harian masyarakat Indonesia.

“Pentingnya ketersediaan produk, efisiensi alur distribusi, kemudahan akses bagi brand untuk menjangkau para mitra hingga end-consumer, serta potensi warung terhadap sektor ekonomi secara umum, mendorong kami untuk berfokus pada model bisnis B2B2C dengan menggandeng Warung Pintar ke dalam ekosistem kami,” ucap dia, Rabu (26/1).

Pada pilar New Retail, Sirclo akan berfokus pada pemberdayaan warung melalui beragam produk dan layanan digital untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pada alur distribusi, akses ke prinsipal atau distributor nasional, ketersediaan produk, hingga pinjaman modal.

Sementara itu, melalui pilar Enterprise, Sirclo menghadirkan layanan teknologi end-to-end yang dapat dikustomisasi bagi principal atau brand besar. Adapun pilar bisnis Entrepreneur menyediakan layanan berbasis Software-as-a-Service (SaaS), termasuk penyediaan toko online siap pakai bagi bisnis berskala UMKM.

Sirclo Group akan turut memperluas jangkauan fulfillment center bagi principal atau brand besar, sehingga para konsumen akhir dapat memperoleh keuntungan lebih dari segi logistik maupun harga. Pengembangan juga dilakukan dari segi operasional secara end-to-end dengan mengedepankan strategi omnichannel commerce agar brand dari berbagai skala dapat berfokus pada pengembangan produk.

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie mengatakan, “Kita melihat bahwa langkah strategis ini akan menambah strategic value untuk mengakselerasi perkembangan produk dan layanan Warung Pintar. Ke depannya, kita ingin membuka lebih banyak kesempatan dan membawa transparansi serta efisiensi yang lebih baik bagi setiap pelaku UMKM, sehingga warung dapat pulih dari dampak pandemi dan tumbuh bersama.”

Menurut Agung, sinergi ini dapat mengakomodasi brand untuk meningkatkan visibilitasnya ke warung sebagai kanal distribusi terbesar di Indonesia, sehingga principal atau brand mampu menjangkau lebih banyak konsumen akhir. Tidak hanya itu, pihaknya pun meyakini bahwa langkah strategis ini menandai peluang besar bagi kedua entitas untuk memberikan dampak yang lebih luas bagi ekosistem ritel, bahkan sektor perekonomian di Indonesia secara umum, terlebih guna mempersiapkan diri atas perubahan yang secara konstan terjadi.

Application Information Will Show Up Here

CICIL Expands to Close Loop Financing, Developing PayLater Product for Warung Pintar Partners

CICIL fintech lending platform expands its business to close loop financing for MSME productive loans. This is the first partnership for both companies in developing the financing product.

CICIL’s Co-Founder & CEO, Edward Widjonarko said this diversification strategy is part of the company’s innovation in developing its services. Although the company still focusing on education financing since it was first established in 2016.

“This step opens up an opportunity for us to be able to diversify our market segments and services to encourage inclusive and responsible productive financing,” Edward said to DailySocial.

In a series of education financing products, he continued, CICIL has four financing products, tuition fees (CICIL Tuition), college supplies (CICIL Barang), course financing and certification (CICIL Learning), in collaboration with various edtech platform services.

“Besides funding for students, we have also developed financing for institutions (CICIL Institutions), especially for university level, schools, and course institutions to fulfill the required cost of developing digitalization of campus infrastructure.”

Furthermore, to launch a non-financing feature, CICIL Jobs aiming to help students with side jobs that can help them pay off their education installments independently. Furthermore, CICIL Learns to provide a wide selection of course, training, and certification vouchers.

Currently, CICIL has distributed more than 85 thousand education funding for students across 260 universities in 57 cities by maintaining TKB90 at 97.8%. With a combination of all products, he attempts to achieve financing distribution of up to Rp300 billion by the end of 2021.

Bon Pintar (Smart Bill)

Smart Bill / Warung Pintar

Along with Warung Pintar, CICIL developed Bon Pintar, a payment method solution for shop owners to buy goods right away and make payments when they are due (buy now pay later) on the e-commerce platform.

By utilizing transaction history data and application usage, Warung Pintar facilitates its users to increase stock without having to seek additional capital from outside the ecosystem.

The mechanism is fairly simple, it’s through the Warung Pintar application, from submission, verification, to the use of the funds. After passing the verification, the shop owner can immediately restock and pay the bill 14 days later.

The shop’s business is said to be more efficient because the Warung Pintar application is getting more functional to provide all the needs of a warung, from stock fulfillment, product tracking, monitoring stall performance, and access to capital.

Warung Pintar’s Group CEO, Agung Bezharie said, Warung Pintar as a platform aims to view the needs from stall entrepreneurs standpoint, while in this challenging situation, getting additional capital to increase stock or widen stock options is a pain-point for almost all Warung Pintar partners.

“CICIL has the same vision to provide loan products for MSMEs. [..] Within a few weeks of being launched, thousands of shop owners have been helped by Bon Pintar’s services. We continue to bring the spirit of mutual cooperation to continue to grow this service, therefore, it is to rise with the half million shop owners on our platform,” Agung said in an official statement.

He explained, each stall gets a different capital size according to the shopping history data and activities in the Warung Pintar application. After obtaining permission from the shop owner, transaction data will be used as a credit score to be developed along with CICIL. Moreover, Warung Pintar can minimize the risk of late payments.

Warung Pintar is targeting 150 thousand active Juragan (stall owners in Warung Pintar) can use Bon Pintar services. In the future, Warung Pintar will continue to strengthen its strategic partnership to continue providing financial solutions that can broadly reach shop owner.

Edward agreed on this. He expects that Bon Pintar can be the beginning for CICIL to expand its close-loop financing services similar to other companies with intention to develop productive financing services for partners in its ecosystem.

“Especially in collaborating with Warung Pintar, we expect CICIL can continue to collaborate closely with Warung Pintar to provide more comprehensive financing service innovations for stall partners, not limited to Bon Pintar financing,” Edward said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CICIL Perluas ke Pembiayaan “Close Loop”, Kembangkan Produk PayLater untuk Mitra Warung Pintar

Platform fintech lending CICIL memperluas bisnis ke pembiayaan close loop untuk pinjaman produktif UMKM. Warung Pintar menjadi rekan perdana perusahaan, baik satu sama lain, dalam mengembangkan produk pembiayaan tersebut.

Menurut Co-Founder & CEO CICIL Edward Widjonarko, strategi diversifikasi ini adalah bagian dari inovasi perusahaan dalam mengembangkan layanannya. Meski begitu, pembiayaan pendidikan masih menjadi fokus utama dari perusahaan sejak pertama kali berdiri di 2016.

“Langkah ini juga membuka kesempatan bagi kami untuk dapat mendiversifikasi segmen pasar dan layanan kami untuk mendorong pembiayaan produktif yang inklusif dan bertanggung jawab,” terang Edward kepada DailySocial.

Dalam rangkaian produk pembiayaan pendidikan, lanjutnya, CICIL memiliki empat produk pembiayaan, yakni uang kuliah (CICIL Uang Kuliah), perlengkapan kuliah (CICIL Barang), pembiayaan kursus dan sertifikasi (CICIL Belajar), dengan bekerja sama dengan berbagai layanan platform edtech.

“Di luar pembiayaan bagi mahasiswa, kami juga telah mengembangkan pembiayaan bagi institusi (CICIL Institusi), khususnya untuk pembiayaan bagi universitas, sekolah, dan lembaga kursus dalam memenuhi kebutuhan biaya pengembangan digitalisasi infrastruktur kampus.”

Berikutnya, meluncurkan fitur non-pembiayaan, yakni CICIL Jobs yang bertujuan untuk membantu mahasiswa pengguna CICIL untuk mendapatkan pekerjaan sampingan yang dapat mempermudah pelunasan cicilan pendidikan mereka secara mandiri. Selanjutnya, CICIL Belajar untuk menyediakan berbagai pilihan voucher kursus, pelatihan, dan sertifikasi.

Saat ini CICIL telah menyalurkan lebih dari 85 ribu pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa yang tersebar di 260 universitas di 57 kota dengan mempertahankan TKB90 di angka 97,8%. Dengan gabungan dari keseluruhan produk, dia menargetkan sepanjang tahun ini dapat mencapai penyaluran pembiayaan hingga Rp300 miliar di akhir 2021.

Produk Bon Pintar

Bon Pintar / Warung Pintar

Bersama Warung Pintar, CICIL mengembangkan Bon Pintar, solusi metode pembayaran yang memudahkan pemilik warung membeli barang sekarang dan pembayaran dilakukan saat jatuh tempo (buy now pay later) di platform e-commerce.

Dengan memanfaatkan data riwayat transaksi dan penggunaan aplikasi, Warung Pintar memfasilitasi para penggunanya untuk meningkatkan stok tanpa harus mencari tambahan modal dari luar ekosistem aplikasi.

Mekanismenya terbilang simpel cukup melalui aplikasi Warung Pintar, mulai dari pengajuan, verifikasi, hingga penggunaan dananya. Setelah lolos verifikasi, pemilik warung dapat langsung memenuhi kebutuhan stok dan membayar tagihannya 14 hari kemudian.

Operasional bisnis warung diklaim semakin efisien karena aplikasi Warung Pintar semakin fungsional, memiliki semua kebutuhan bisnis warung, mulai dari pemenuhan stok barang, pelacakan produk, memantau kinerja warung, hingga akses ke permodalan.

CEO Warung Pintar Group Agung Bezharie mengatakan, Warung Pintar sebagai platform berusaha melihat kebutuhan dari sudut pandang pengusaha warung, yang di masa penuh tantangan seperti sekarang, mendapatkan tambahan modal untuk meningkatkan stok atau melebarkan pilihan stok merupakan pain-point yang dihadapi hampir seluruh mitra Warung Pintar.

“CICIL memiliki visi yang sama untuk dapat menghadirkan produk pinjaman bagi UMKM. [..] Dalam beberapa minggu diluncurkan, sudah ribuan pemilik warung yang terbantu oleh layanan Bon Pintar. Kami terus membawa semangat gotong royong untuk terus membesarkan layanan ini agar bisa bangkit bersama setengah juta pemilik warung yang ada di platform kami,” ucap Agung dalam keterangan resmi.

Dia menjelaskan, tiap warung mendapatkan kapasitas permodalan yang berbeda sesuai dengan data riwayat belanja dan kegiatan yang dilakukan dalam aplikasi Warung Pintar. Setelah mendapatkan izin dari pemilik warung, data transaksi digunakan sebagai credit scoring yang dibangun bersama dengan CICIL. Berkat hal ini, Warung Pintar dapat meminimalisir resiko keterlambatan pembayaran.

Warung Pintar menargetkan 150 ribu Juragan aktif (sebutan pemilik warung di Warung Pintar) dapat menggunakan layanan Bon Pintar. Ke depannya, Warung Pintar akan terus memperkuat kerjasama strategisnya dengan lebih banyak pihak untuk terus tumbuh menghadirkan solusi finansial yang dapat menjangkau pemilik warung lebih luas lagi.

Hal yang sama diungkapkan Edward. Dia berharap Bon Pintar dapat menjadi permulaan bagi CICIL untuk memperbanyak layanan close loop financing sejenis dengan perusahaan lainnya yang ingin mengembangkan layanan pembiayaan produktif bagi mitra di dalam ekosistemnya.

“Khususnya dalam kerja sama dengan Warung Pintar, kami berharap CICIL dapat terus berkolaborasi secara erat dengan Warung Pintar untuk menghadirkan inovasi layanan pembiayaan yang lebih menyeluruh bagi mitra warung, tak terbatas pada pembiayaan Bon Pintar saja,” tutup Edward.

Warung Pintar Umumkan Kehadiran sebagai “Holding Supply Chain”

Warung Pintar mengumumkan posisinya sebagai grup yang khusus menaungi solusi rantai pasok untuk ekosistem warung, mulai dari pemilik warung, toko kelontong, pengusaha grosir, distributor, hingga brand. Kabar ini diumumkan selang empat bulan setelah aksi akuisisinya terhadap Bizzy.

Saat ini Warung Pintar Group memiliki empat solusi digital yang masing-masing bertugas untuk membantu penguatan rantai pasok warung dari hulu ke hilir.

Pertama, aplikasi Warung Pintar yang ditujukan untuk para pemilik warung dan toko kelontong untuk memenuhi stok warung. Fitur lain yang tersedia adalah fitur Catatan Pintar (pencatatan utang), Komunitas Pintar (program pengembangan bisnis warung), dan Iklan Pintar (pemasukan iklan brand untuk pemasukan tambahan warung).

Kedua, aplikasi Grosir Pintar yang digunakan oleh toko grosir agar dapat terhubung langsung dengan ratusan pemilik warung dalam jarak 5-10 km. Selain itu, tersedia fitur Bisnis Pintar untuk pengadaan inventaris. Sejauh ini perusahaan telah menggandeng lebih dari 600 mitra pengusaha grosir ang masing-masing melayani sekitar 200-300 pemilik warung yang masuk dalam aplikasi tersebut.

Ketiga, Warung Pintar Distribusi yang telah hadir sejak awal perusahaan berdiri. Layanan ketiga ini sekarang semakin solid karena memiliki lebih dari 50 gudang dan depo di seluruh Indonesia. Terdapat sistem manajemen gudang dan solusi inventaris di dalamnya.

Terakhir, Bizzy Connect yang merupakan produk terbaru, menghubungkan brand dan distributor langsung ke pemilik warung. Sistem distribusi digital yang terintegrasi ini didukung dengan aplikasi untuk manajemen salesman hingga sistem pelacakan pengiriman yang efektif. Bagi brand, dilengkapi dasbor untuk memantau distribusi barang secara langsung.

Sumber: Warung Pintar Group

Kini, terdapat lebih dari 500 brand dan distributor yang bergabung, termasuk nama besar seperti Reckitt Benckiser dan Coca Cola. “Pada 2021 ini kami berhasil melengkapi solusi digital untuk channel tradisional, kehadiran Bizzy buat kami semakin kaya solusinya,” ucap CEO Warung Pintar Group Agung Bezharie Hadinegoro dalam konferensi pers virtual, Rabu (7/7).

Solusi dari Warung Pintar Group diklaim mampu mendorong peningkatan efisiensi warung karena pemilik warung dapat efisien hingga 40% baik itu dari sisi harga yang bersaing dan mendapat pendapatan tambahan. Pun, bagi pemilik brand dan distributor kini dapat terhubung langsung dengan warung, tanpa ada lagi pihak penengah. Pemilik warung memiliki lebih banyak sumber produk dengan harga bersaing, hampir 20%-25% lebih murah.

Agung menyadari di tengah pandemi ini warung termasuk sektor yang paling terdampak. Berdasarkan hasil survei internal perusahaan, pada awal pandemi, sebanyak 93% pemilik warung mengalami penurunan penjualan hingga 28%.

Di satu sisi, sebesar 74% (sekitar $267 miliar) bisnis ritel Indonesia terjadi di channel tradisional dan jumlah warung adalah 60% dari angka tersebut. Warung juga menjadi channel distribusi utama dengan kontribusi terhadap PDB sebesar empat kali lebih tinggi dari e-commerce.

Pangkal masalah pada warung adalah sistem distribusinya yang berlapis yang menurunkan efisiensi antara 20%-25%. Informasi yang terfragmentasi dan asimetris menyebabkan alpanya visibilitas data yang menghambat pertumbuhan semua pihak, sayangnya banyak pemain yang berusaha membawa solusi hanya pada satu pihak. Hal tersebut mendisrupsi pasar yang akhirnya meningkatkan terjadi skeptisisme adopsi digital pada ekosistem warung.

“Solusi digital Warung Pintar Group dirancang sebagai kekuatan fundamental yang sangat dibutuhkan untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan di dalam salah satu channel distribusi terbesar di Indonesia,” tambah Agung.

Konferensi pers virtual Warung Pintar Group / DailySocial

Langkah berikutnya

Dengan posisi baru sebagai grup, Agung menjelaskan fokus perusahaan akan kembali ke akar bahwa warung harus lebih kuat dari sebelumnya. Oleh karenanya, perusahaan akan membawa lebih banyak fitur baru yang segera dirilis pada tahun ini. Sayangnya, ia enggan membeberkan lebih lanjut.

Menurutnya, meski ada banyak minimarket hingga supermarket, warung tetap memegang peranan penting. Lantaran tidak hanya menjadi tempat transaksional, tapi sebagai suatu komunitas untuk berkumpul dan mengobrol. Terlebih, di Indonesia ruang untuk tumbuhnya layanan e-commerce masih begitu besar.

“Warung digital itu adalah kendaraan yang bisa membawa menuju pintu gerbang yang bisa menjangkau lebih banyak orang Indonesia masuk ke platform digital.”

Sebagai bagian dari transformasi, kini Warung Pintar tidak lagi menyediakan warung gerobak kuning. Terhitung saat ini Warung Pintar Group tumbuh 100 kali lipat sejak awal pandemi untuk jumlah warung yang dilayani -dari 5 ribu menjadi 500 ribu warung. Artinya, 1 dari 7 warung yang ada di Indonesia berada dalam jaringan Warung Pintar Group.

Adapun pengguna aktifnya mencapai 106 ribu warung yang bertransaksi setiap bulannya. Disebutkan juga perusahaan telah memroses jutaan transaksi pada tahun ini. Agung menargetkan Warung Pintar dapat menggaet hingga 1 juta warung sampai tahun depan.

Terkait pemberitaan soal penggalangan dana, ia menyampaikan bahwa $6 juta tersebut adalah bagian dari aksi akuisisi perusahaan terhadap Bizzy, sehingga bukan putaran khusus. Namun demikian, ia bilang saat ini perusahaan sedang aktif berdiskusi dengan investor soal kemungkinan putaran baru.

“Kita aktif ngobrol dengan investor, yang mana yang bisa memberikan semangat gotong royong, yang bisa kasi tambahan value dan kapabilitas kepada kami agar lebih banyak warung yang terdigitalisasi,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Officially Acquired Bizzy

New retail startup Warung Pintar has officially announced its acquisition of Bizzy, a B2B logistics and supply chain distribution startup. The acquisition value reached $45 million or around Rp633 billion.

Through this acquisition, Warung Pintar is to strengthen its position in the B2B e-commerce market and predicted to grow three times of the B2C market.

“[Acquisition] Bizzy as a whole, not just a particular business unit,” East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca said in a short message to DailySocial.

Previously, Bizzy was a B2B e-commerce platform that has pivoted into the logistics and distribution business. Bizzy Logistics is known as PT Bina Sinar Amity, an integrated logistics, export, and import service provider company. Meanwhile, Bizzy Distribution is legally under PT Sinarmas Distribution Nusantara.

Apart from being affiliated with the Sinarmas group, Bizzy is also a portfolio of East Ventures. Sinarmas, through its venture capital unit, SMDV, is also a part of EV Growth.

Ready for the momentum of B2B e-commerce

Quoting various data sources, the current B2B e-commerce revenue in Indonesia accounts for less than half of the total e-commerce revenue in 2020. As an illustration, B2B e-commerce revenue in India contributes 93% of total e-commerce revenue there and 72% in China.

Warung Pintar’s Co-Founder & CEO, Agung Bezharie said that the two companies are to realize the same mission, transforming traditional retailers, and increasing their efficiency in the supply chain, which is considered fragmented with two different approaches.

Therefore, Agung expects to change the digital-based distribution approach which has mostly been driven by massive promotions and discounts in order to acquire customers.

“Bizzy’s joining the Warung Pintar ecosystem allows the company to guarantee product availability and reasonable prices with its partners,” Agung said in a press release received by DailySocial.

Furthermore, Bizzy’s CEO, Andrew Mawikere added that after the acquisition, Bizzy will remain an entity that will focus on bridging the synergy between the two companies with brands and distributors and enabling them to become a digital retail ecosystem.

This means as the synergy established, Warung Pintar can focus more on digitizing its retailers, while Bizzy focuses on serving brand partners and distributors.

“After Bizzy’s entry as part of Warung Pintar, there will be no other players integrated into our supply chain. That way, we can serve brands and distributors with various added value and data-based strategies on a large scale,” Andrew said.

Was founded in 2017, Warung Pintar offers solutions to micro-entrepreneurs’ problems that have been the foundation of the Indonesian economy with a 70% contribution to total retail transactions in Indonesia. Meanwhile, this acquisition will combine two companies that have collaborated with 600 brands and serve 230 thousand retailers in 65 cities throughout Indonesia.

Willson also sees opportunities for synergy and efficiency that will be created by joining the two companies. “Warung Pintar is an on-demand platform, while Bizzy comes from the supply side. Combined, they can serve consumers, retailers, and brands in the most effective way. This is a real 1 + 1 = 3,” he said in an official statement.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian