Potensi Perluasan “Cashless Society” di Indonesia

Sejak tahun 2017 lalu, lebih dari tiga perempat masyarakat Tiongkok menggunakan pembayaran digital dan jumlahnya terus meningkat dengan cepat. Dukungan infrastruktur, teknologi, dan penetrasi internet yang meluas menjadikan negara Tirai Bambu tersebut sebagai cashless society paling terdepan secara global.

Tidak hanya pembayaran nontunai, Tiongkok juga sudah menjadi negara di Asia yang mengalami pertumbuhan paling agresif dalam hal pembayaran peer-to-peer, di mana penggunanya bisa saling melakukan pembayaran menggunakan teks. Menurut laporan Worldpay, hampir dua pertiga penjualan online dan lebih dari sepertiga pembayaran di toko ritel dilakukan melalui operator mobile dompet elektronik terkemuka, termasuk Alipay dan WeChat Pay.

Posisi Indonesia saat ini

Meluasnya cashless society di Tiongkok, yang sudah memasuki kota tier 3 dan 4, menjadi motivasi tersendiri bagi Indonesia, yang memiliki program Strategi Nasional Keuangan Inklusif, untuk mengikuti jejaknya.

Pemerintah berupaya memfasilitasi perluasan kehadiran cashless society dengan dua cara. Pertama perluasan infrastruktur konektivitas hingga ke pelosok melalui peluncuran Palapa Ring, sebuah proyek infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer.

Dukungan lain adalah peluncuran QR Code Indonesian Standard (QRIS) ke publik. Resmi diterbitkan bulan Agustus 2019 lalu, QRIS yang berlaku per tahun 2020 diharapkan menghadirkan efisiensi lalu lintas transaksi menggunakan uang elektronik dan perangkat digital lain yang mengadopsi kode QR.

Menurut pihak Ovo dan Dana, dua tantangan untuk memperluas adopsi penggunakan layanan nontunai adalah infrastruktur dan edukasi. Hal kedua ini terkait kebiasaan penggunaan uang tunai yang sudah membudaya.

“Mengapa pada akhirnya kita lebih fokus kepada kota-kota di tier 1, karena lokasinya yang lebih luas juga kesiapan masyarakat di kawasan tersebut untuk mulai mengadopsi pembayaran nontunai untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga memudahkan kami untuk menjangkau mereka, meskipun misi kami tentunya bisa hadir secara nasional,” ujar CEO Dana Vincent Iswara.

Sudah stabilnya konektivitas internet yang didukung rutinitas setiap hari yang membutuhkan akses ke skema nontunai menjadikan Jabodetabek paling ideal sebagai pilot project berbagai layanan nontunai.

“Di Ovo sendiri hingga saat ini kami sudah berada di 354 kota termasuk kota-kota di Papua seperti Nabire dan masih banyak lagi. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penyebaran informasi yang merata dan edukasi yang masif, memungkinkan inklusi finansial terjadi di kota-kota tersebut,” kata Managing Director Ovo Harianto Gunawan kepada DailySocial.

CEO Investree Adrian Gunadi berpendapat, “Tantangan untuk bisa menyebarkan adopsi cashless society ke mereka adalah edukasi. Setidaknya untuk tahapan awal edukasi wajib untuk diberikan. Edukasi tersebut bisa dilakukan dengan cara menjalin kerja sama dengan komunitas desa, lembaga keuangan yang mungkin sudah tersebar ke pelosok desa tersebut yang bisa menjadi salah satu kunci keberhasilan perluasan edukasi,”

Ia menambahkan, mulai maraknya startup yang menjangkau pedesaan dan menawarkan pembiayaan dan konsultasi untuk meningkatkan hasil lahan pertanian, paling tidak bisa dimanfaatkan oleh pihak terkait untuk mempelajari data agar semua bisa terukur dengan baik.

“Dengan kehadiran dan strategi yang dilancarkan oleh pemain fintech tentunya akan bisa men-leverage dari infrastruktur tersebut. Tidak hanya kota-kota besar tapi juga pedesaan sehingga ekonomi bisa meningkat sesuai dengan komitmen awal kami sebagai pemain fintech meng-cater masyarakat yang masih underserved dan unbanked dengan tujuan mengakselerasi pertumbuhan,” kata Adrian.

QRIS mendorong cashless society

Bank Indonesia menciptakan QRIS untuk menyederhanakan sistem pembayaran menggunakan QR Code di seluruh Indonesia. QRIS berfungsi mendukung pembayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, atau mobile banking. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, QRIS akan menjadi standar QR Code tunggal yang berlaku di seluruh Indonesia.

Adanya QRIS, menurut penyedia layanan dompet digital seperti Ovo dan Dana, dipercaya bisa mempercepat penyebaran cashless society di Indonesia secara merata. Harianto menegaskan, diterbitkannya QRIS secara efisien bisa menjadi leapfrog untuk mempercepat pemerataan inklusi finansial.

Harianto melihat jika semua berjalan secara bersama (perbankan, fintech lending, penyedia dompet digital) dan saling mendukung proses yang ada tentunya bisa terintegrasi. Bukan hanya memudahkan proses, transaksi kode QR dinamis tergolong lebih aman, karena mesin EDC menghasilkan kode QR yang unik. Sementara melalui kode QR statis cenderung riskan.

“Untuk itu saya menyambut baik jika semua kalangan mulai dari perbankan hingga sesama pemain untuk bekerja bersama dan saling melakukan kolaborasi demi terciptanya sinergi dan integrasi yang terpadu. Jika tujuan akhir adalah mempercepat pemerataan inklusi finansial, kolaborasi harus tercipta,” kata Harianto.

Vincent menambahkan, sudah waktunya para pemain untuk tidak melulu fokus ke strategi untuk meraup market share, tetapi lebih ke kerja sama dan tumbuh bersama.

Cashless society di masa mendatang

Dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi Tiongkok untuk bisa menjadi negara cashless society terbesar di Asia. Jika kita berandai-andai apakah nantinya Indonesia bisa memasuki fase tersebut, baik Ovo, Dana, maupun Investree melihat potensi yang ada cukup positif.

“Kita lihat saja saat ini Indonesia termasuk yang paling cepat mengadopsi kebiasaan melakukan pembayaran nontunai. Didukung dengan makin seamless-nya teknologi yang ditawarkan oleh kami sebagai penyedia layanan dan berkembangnya ekosistem pendukung, saya melihat bukan tidak mungkin Indonesia akan bisa menjadi negara dengan cashless society yang besar jumlahnya,” kata Harianto.

Hal senada juga diungkapkan Vincent. Menurutnya, dengan teknologi yang relevan dan dukungan pihak perbankan yang melihat penyedia layanan uang elektronik sebagai kolaborator, bisa mempercepat penyebaran cashless society yang lebih merata.

“Pekerjaan rumah yang masih menjadi beban bagi kami adalah bagaimana bisa meyakinkan masyarakat lebih banyak lagi untuk terbiasa melakukan pembayaran secara nontunai. Saya melihat di kota tier 1 dan 2 saja ada beberapa di antara mereka yang masih enggan untuk mengunduh aplikasi Dana untuk melakukan pembayaran secara nontunai, meskipun sudah kami dampingi saat acara-acara offline. Artinya masih ada mindset di antara mereka yang enggan untuk mencoba,” kata Vincent.

Mendalami Peran Teknologi dalam Membangun “Cashless Society”

Teknologi memiliki peran besar dalam membantu masyarakat ketika bertransaksi. Meski kepemilikan kartu kredit masih minim di kalangan masyarakat Indonesia, berkat teknologi opsi pembayaran non-tunai makin bervariasi, khususnya melalui mobile payment.

Dalam sesi #SelasaStartup edisi terakhir di 2018, hadir VP of Brand & Marketing Moka Bayu Ramadhan. Ia mengatakan adopsi non-tunai (cashless) ini sebenarnya belum sepenuhnya optimal di Indonesia, khususnya di sisi merchant. Kondisi saat ini membuat mereka harus menyediakan beragam mesin EDC untuk menerima kartu. Belum lagi mesin khusus untuk mencetak kode QR demi menerima pembayaran berbasis aplikasi.

Padahal dikutip dari berbagai sumber, secara potensi ada 59,2 juta pengusaha UKM di tahun ini, namun baru 3,79 juta di antaranya yang sudah go-online. Diprediksi jumlah UKM terus tumbuh hingga 5% pada tahun depan dan diharapkan sebanyak 8 juta UKM mulai memanfaatkan layanan pembayaran digital.

“Realisasinya masih jauh dengan target yang sudah dicanangkan pemerintah pada tahun depan. Untuk itu butuh solusi yang cepat dan efektif dalam mengadopsi cashless, salah satunya dengan edukasi tentang kebutuhan cashless kepada UKM, adakan training secara berkala soal digitalisasi UKM,” terang Bayu.

Pentingnya cashless bagi UKM

Menurut Bayu, pembayaran non-tunai pada dasarnya membantu UKM dalam mengurangi risiko fraud atau kehilangan. Semakin berkurangnya uang tunai yang dipegang, manajemen keuangan akan lebih rapi, mudah dikelola, dan mudah dilacak riwayatnya secara online.

Pengusaha UKM bisa menghemat waktu untuk mengatur keuangan tanpa proses manual sama sekali. Mereka bisa lebih fokus mengembangkan usahanya.

“Belum lagi para pemain mobile payment kini berlomba-lomba memberikan promo dan diskon, tidak hanya buat end-user tapi juga merchant itu sendiri. Merchant bisa mendapatkan tambahan pemasukan dari situ,” terang dia.

Manfaat bagi konsumen

Transaksi non-tunai mengedepankan unsur keamanan dan efisiensi. Bagi masyarakat, memasukkan kode PIN, memindai sidik jari, atau metode keamanan lainnya saat melakukan pembayaran dirasa lebih nyaman daripada harus membawa dompet kemana-mana.

Tak hanya buat bayar merchant offline, dengan layanan dan fitur yang disediakan mobile payment umumnya ada opsi pembayaran lainnya, termasuk PPOB. Ekosistem yang interconnected dan interoperable antar pihak ini sangat membantu, karena masyarakat cukup menampung dana di satu platform, tapi bisa untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan.

Tantangan dan solusi

Bayu berpendapat ketika berbicara soal adopsi non-tunai, proses edukasi end user lebih mudah daripada ke merchant. Terlebih kepada merchant yang sudah bertahun-tahun terbiasa dengan transaksi tunai dan pencatatan manual.

Di samping itu ada ketimpangan di lapangan. Jumlah mesin EDC yang beredar hanya sekitar 1 juta, sementara jumlah kartu yang beredar termasuk debit dan kredit mencapai 130 juta.

Mengatasi hal tersebut butuh kolaborasi antar pihak, misalnya dengan menyediakan teknologi yang mampu menerima berbagai opsi pembayaran mobile dalam satu perangkat saja. Hal ini akan mempermudah merchant dalam menerima pembayaran dan harus berinvestasi banyak perangkat di meja kasirnya.

Ia mencontohkan mesin kasir Moka kini bisa menerima berbagai opsi pembayaran non-tunai dari berbagai provider. Sebut saja dari Akulaku, T-Cash, OVO, Dana, dan Kredivo; termasuk menerima pembayaran kartu debit dan kredit. Merchant tidak perlu banyak berinvestasi tambahan perangkat agar bisa menerima berbagai opsi pembayaran.

Application Information Will Show Up Here

MasterCard Perkenalkan MasterPass, Inovasi Layanan Pembayaran Digital

Tahun 2013 agaknya dijadikan momentum bagi sejumlah perusahaan baik global maupun lokal untuk memperkenalkan teknologi dan produk baru terkait layanan e-money. Salah satunya datang dari raksasa finansial MasterCard yang melakukan gebrakan lewat program MasterPass. Layanan yang diperkenalkan di ajang Mobile World Congress 2013 ini menjadi ambisi perusahaan yang ingin menguasai sistem pembayaran di semua lini, baik fisik maupun digital, dengan mendukung berbagai kartu pembayaran dan perangkat mobile untuk melakukan pembayaran. Continue reading MasterCard Perkenalkan MasterPass, Inovasi Layanan Pembayaran Digital