Startup Chat Commerce Mimin Lebarkan Sayap ke Malaysia dan Singapura

Startup chat commerce Mimin mengumumkan ekspansi ke Malaysia dan Singapura, setelah hadir di Indonesia sejak September 2021. Kedua negara tersebut dipilih karena mayoritas penduduknya mengandalkan WhatsApp sebagai aplikasi pesan untuk menjalankan berbagai aktivitas bisnis.

Tak hanya potensi yang menjanjikan, perusahaan mendapat dorongan dari channel partner di kedua negara tersebut, sehingga Mimin dapat memahami kebutuhan lokal dengan lebih baik. Di Malaysia, perusahaan bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal untuk menjangkau klien di skala enterprise professional; juga bermitra dengan agensi pemasaran untuk menjangkau pelaku UMKM lokal.

Ekspansi ini sudah dimulai sejak dua bulan lalu, diklaim perusahaan sudah memiliki lebih dari 20 klien di Singapura dan Malaysia yang berasal dari berbagai sektor industri.

CEO Mimin Joseph Simbar mengklaim ekspansi regional ini telah menunjukkan hasil positif. Terlihat dari pertumbuhan bisnis sebesar 100% setiap bulannya di Malaysia. Menurutnya, siklus akuisisi klien juga terbilang lebih mudah, terutama di Malaysia yang notabene sudah lebih ‘matang’ karena banyak pelaku bisnis yang mengandalkan aplikasi chat sebagai cara berjualan.

“Strategi kami untuk berkolaborasi dengan berbagai channel partner di Malaysia dan Singapura membuat kami lebih adaptif dalam menawarkan solusi sesuai kebutuhan lokal di tiap pasar,” kata Joseph dalam keterangan resmi, Rabu (25/10).

Tenagai produk dengan AI generatif

Mimin hadir dengan menawarkan solusi berbasis chat untuk membantu para pelaku usaha UMKM sampai enterprise client untuk menjalankan segala aktivitas, mulai dari chat commerce, chat marketing, customer engagement, serta membuat generative-AI powered chatbot.

Melalui Mimin, penjual dapat dengan mudah meng-input pesanan dari format order melalui WhatsApp pada aplikasi Mimin dan secara otomatis menerbitkan faktur dan konfirmasi pembayaran. Dengan solusi tersebut, pelaku usaha dapat memproses pesanan 70% lebih cepat dan akurat.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis, Mimin menawarkan solusi chat commerce dengan teknologi AI generatif dari OpenAI dan Google Vertex untuk pembuatan gen-AI powered chatbot.

AI generatif (gen-AI) merupakan sebutan untuk sistem kecerdasan buatan yang mampu menciptakan konten baru dalam berbagai format maupun merespons percakapan dengan baik. Selama ini, Gen-AI sering kali dipakai untuk keperluan bisnis internal, misalnya untuk membuat, merangkum, atau menganalisis konten tertentu.

Akan tetapi, belum banyak teknologi chatbot yang bisa menghadirkan ‘sentuhan manusia’ yang interaktif, lantaran kebanyakan chatbot hanya didesain untuk merespons skrip percakapan tertentu.

“Mimin melihat bahwa Gen-AI menyimpan potensi besar untuk membantu pelaku bisnis dalam melayani para pelanggan. Karena itulah, Mimin pun meluncurkan chatbot berbasis Gen-AI yang aktif 24 jam sehari, sehingga pelanggan bisa bertransaksi kapan pun mereka inginkan.”

Joseph menjelaskan, dengan sistem chatbot Mimin berbasis Gen-AI, perusahaan berhasil menciptakan alur percakapan bisnis yang lebih fasih, cerdas, dan interaktif, tanpa terasa terlalu kaku. Penggunaan chatbot ini bisa menghemat biaya layanan pelanggan hingga 30%, dan sejauh ini 90% klien Mimin merasa puas dengan kemampuan percakapan gen-AI yang dikembangkan.

Tidak hanya itu, sistem Mimin juga bisa memberikan rekomendasi produk kepada pelanggan layaknya seorang admin, sehingga membantu pelaku bisnis meningkatkan penjualan dengan menawarkan produk yang sesuai dengan preferensi pelanggan.

“Hasilnya, konversi penjualan dari layanan Mimin menunjukkan tren positif, terutama karena alur transaksi yang lebih mulus dan minim human error, serta pelaku bisnis bisa melayani banyak pesanan di saat yang bersamaan. Sistem canggih ini memudahkan pelaku bisnis ketika hendak melakukan pembaharuan harga, stok, dan sebagainya, karena semua berjalan serba otomatis.”

Disebutkan, saat ini aplikasi Mimin telah digunakan oleh lebih dari 55.000 pelaku usaha di 20 provinsi dan 55 kota di Indonesia. Mimin melayani pelanggan yang bergerak di berbagai industri, terutama retail, supermarket, F&B, fesyen, serta kebutuhan sehari-hari. Yang mana penjual bisa dengan mudah memroses pesanan yang datang melalui chat, lalu mendelegasikan penyelesaian transaksi tersebut kepada cabang terdekat.

Hal ini membantu meningkatkan omzet bagi perusahaan, serta menguntungkan pembeli karena membuat biaya ongkir menjadi lebih terjangkau.

Pada Mei 2023, Mimin mengantongi pendanaan tahap awal dari Otto Digital, bagian dari Salim Group, dengan nominal dirahasiakan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Chat Commerce Mimin Umumkan Pendanaan Awal dari Otto Digital

Mimin, startup chat commerce enabler dan asisten virtual pengoperasian bisnis, hari ini (05/5) mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Otto Digital, bagian dari Salim Group. Nantinya Mimin akan menggarap komunitas UMKM dari Otto Digital yang tersebar di seluruh Indonesia, sejalan karena menjadi target utama dari layanan Mimin.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dan fitur baru demi melayani para UMKM dan penjual online, serta memperkuat infrastruktur teknologi dan software manajemen pesanan.

CEO Otto Digital Reginald Hamdani menyampaikan, ketertarikan Otto Digital terhadap Mimin karena startup tersebut memberikan solusi yang relevan bagi para UMKM dan membantu pelaku usaha dalam meningkatkan efisiensi penggunaan WhatsApp sebagai sarana jualan.

“Investasi ini sejalan dengan visi Otto Digital dalam membangun ekonomi dengan memberdayakan masyarakat dan memperluas pertumbuhan ekonomi hingga pedesaan. Mimin adalah salah satu enabler yang kita butuhkan untuk mewujudkannya. Karena itu, investasi kami merupakan salah satu bentuk komitmen dalam membangun UMKM Indonesia yang lebih kuat,” ungkap dia dalam keterangan resmi.

Reginald melanjutkan, pihaknya juga menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap rekam jejak pendiri Mimin, yakni Joseph Simbar (CEO) dan Bayu Eka Putra (COO). Joseph merupakan serial entrepreneur yang berpengalaman dalam dunia teknologi, terutama SaaS enterprise selama 15 tahun. Sementara itu, Bayu memiliki pengalaman lebih dari 17 tahun sebagai manajemen eksekutif di berbagai perusahaan multi-industri.

“Pendiri Mimin mempunyai visi besar dan komitmen yang kuat. Kombinasi dari dua hal inilah yang menjadi kunci kesuksesan. Dengan usia yang relatif muda, kapasitas dan energi yang tinggi, kami percaya mereka dapat menyetir pengembangan Mimin ke jalur yang tepat,” tambah Reginald.

Industri chat commerce

Mimin mengutip dari dua sumber laporan, bahwa menurut Research and Markets, dalam lanskap industri jual-beli di Indonesia, social commerce diperkirakan tumbuh sebesar 17,9% per tahun dari 2022-2028. Didukung dari laporan Populix pada 2022, sebanyak 86% masyarakat Indonesia sudah pernah berbelanja melalui media sosial dan aplikasi chat, seperti TikTok Shop (45%), WhatsApp (21%), Facebook (10%), dan Instagram (10%).

Kenaikan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penjual online di Indonesia memiliki berbagai kanal penjualan. Tidak hanya membuka toko online di platform e-commerce, banyak penjual yang berfokus mempromosikan jualannya melalui media sosial dan aplikasi chat. Untuk mengelola penjualan social commerce ini, rata-rata penjual mengandalkan pencatatan order, pengecekan ongkir, dan penerimaan pembayaran secara manual. Proses manual ini cenderung memakan waktu dan rentan dengan risiko human error.

Mimin menawarkan automasi chat commerce dan platform pengelolaan pesanan agar para pelaku bisnis dapat lebih mudah menjalankan tokonya. Melalui Mimin, penjual dapat dengan mudah memasukkan pesanan dari format order yang telah tertulis melalui WhatsApp pada aplikasi Mimin dan secara otomatis memberikan invoice dan konfirmasi pembayaran.

Dengan solusi tersebut, pelaku usaha dapat memproses pesanan 70% lebih cepat dan akurat. Tidak hanya itu, setiap pembeli yang pernah melakukan transaksi pun dapat dengan mudah dihubungi kembali untuk diberikan penawaran yang sifatnya lebih personal dan relevan.

CEO Mimin Joseph Simbar menuturkan, berdasarkan temuan di lapangan, banyak penjual dan pembeli yang lebih nyaman melakukan transaksi secara conversational, misalnya melalui WhatsApp atau DM Instagram. Mimin hadir untuk membantu penjual online dengan mempermudah pemrosesan setiap pesanan melalui solusi otomatis, sehingga penjual bisa menghemat waktu dan tenaga, serta mengembangkan bisnis mereka lebih jauh.

“Kami pun memberikan insight relevan bagi para pelaku usaha agar mereka bisa berinovasi berdasarkan insight tersebut,” kata dia.

Saat ini, aplikasi Mimin telah digunakan oleh para UMKM di 20 provinsi dan 55 kota di Indonesia yang bergerak di berbagai industri, terutama F&B rumahan, fesyen, serta kebutuhan sehari-hari. Untuk memperbesar jangkauannya, Mimin berkolaborasi dengan pemerintah daerah di beberapa daerah seperti Sragen dan Kep. Riau serta mendekati komunitas UMKM lokal dengan memberikan pelatihan dan pendampingan. Salah satunya, pelatihan Mimin yang tengah berlangsung di Sragen dan Kep. Riau berhasil mengundang 10.000 UMKM untuk bergabung dan menggunakan Mimin untuk mengelola bisnis mereka.

Untuk melayani perusahaan ritel dengan skala lebih besar, Mimin juga menyediakan layanan Mimin Pro, penjual bisa dengan mudah memproses pesanan yang datang melalui chat, lalu mendelegasikan penyelesaian transaksi tersebut kepada cabang terdekat. Hal ini membantu meningkatkan omzet bagi perusahaan, serta menguntungkan pembeli karena membuat biaya ongkir menjadi lebih terjangkau. Layanan ini telah digunakan oleh brand ritel ternama seperti Hero Supermarket, Bumame Farmasi, dan LotteMart untuk menghubungkan pembeli dengan cabang terdekat.

Mimin Hadirkan Aplikasi Manajemen Pesanan, Fokus Menyasar Penjual Segmen Informal

Ketika pandemi mulai melanda di bulan Maret 2020, banyak bisnis yang geliatnya mulai menurun. Namun di masa awal itu, ada banyak juga yang mengambil kesempatan untuk mulai berjualan online lewat media sosial dengan sistem yang lebih informal, alih-alih bergabung di marketplace yang menggunakan sistem lebih formal.

Salah satunya adalah istri dari Joseph Simbar, yang memulai bisnis baru di bantu oleh suaminya sebagai admin. Selama kurang lebih satu tahun membantu mengelola proses pemesanan bisnis istrinya, Joseph menemukan tantangan yang ternyata juga dialami seorang teman bernama Bayu. Hal tersebut adalah proses yang masih manual sehingga ketika volume pesanan meningkat rentan terjadi kesalahan atau miss dalam pengelolaan pesanan.

Berangkat dari isu ini, Joseph dan Bayu pun memutuskan untuk mengembangkan solusi admin pintar yang disebut “Mimin” untuk bisa membantu para seller yang bergerak di segmen informal atau di luar platform marketplace. Menurut Joseph sendiri, peluang di segmen ini masih besar, karena ada banyak penjual yang masih nyaman menggunakan pendekatan conversational untuk menjamah konsumen.

Joseph turut menambahkan, hampir setengah transaksi e-commerce di Indonesia terjadi melalui chat. Riset yang dilakukan Facebook dan Boston Consulting Group pada 1112 responden yang tersebar di Indonesia, menunjukkan 91% masyarakat Indonesia yang disurvei berminat belanja online atau meningkatkan transaksi belanjanya setelah melakukan chat atau percakapan dagang lewat WhatsApp Business atau situs webnya sendiri.

Alasannya, menurut Joseph ada dua hal. Pertama, masalah kepercayaan. Orang Indonesia memiliki preferensi untuk melakukan interaksi terlebih dulu sebelum menentukan reliabilitas. Selain itu, salah satu kebiasaan yang ia temukan di masyarakat adalah ketika sudah berinteraksi di satu platform, enggan untuk berpindah ke platform lain. Sementara dari sisi seller, mungkin selama di marketplace trafik mereka terjaga, namun di sisi lain kompetisi harga sangat ketat.

Mimin sendiri memosisikan diri sebagai aplikasi manajemen pesanan yang fokus menargetkan UMKM, khususnya di segmen informal. Mereka adalah orang yang memiliki bisnis online namun tidak hadir di marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Gojek, dan lainnya; serta membutuhkan layanan admin pintar atau smart admin.

Ekosistem Mimin saat ini mencakup proses pengolahan data, manajemen inventaris, pemesanan, pembayaran, dan pelaporan menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi, semuanya dalam satu aplikasi. Proses pengolahan data Mimin dapat memproses pesan-pesan dari pembeli menjadi data-data yang relevan untuk digunakan di ekosistem Mimin.

Untuk menggunakan aplikasi ini, para penjual hanya perlu menyalin pesan order via chat lalu teknologi AI Mimin akan secara otomatis membaca dan mengelola pesanan. Lalu penjual akan menerima pembayaran online langsung dan bisa memeriksa harga ongkos kirim serta pesan pengiriman. Selain itu, pengguna juga bisa mendapatkan laporan dan analitik bisnis yang dijalankan.

Untuk proses pengiriman, Mimin juga sudah menyediakan menu pick-up dan delivery dalam aplikasinya. Saat ini sudah bekerja sama dengan sekitar 20 perusahaan logistik, termasuk Gojek, Grab, dan Ninja Xpress. Untuk pembayaran, layanan ini sudah bermitra dengan Xendit, dan masih akan memperluas opsi pembayaran elektronik selain OVO.

Terkait monetisasi, saat ini Mimin tidak menerapkan biaya apa pun alias gratis untuk para UMKM yang ingin mencoba aplikasinya. Namun, di bulan Maret lalu, perusahaan baru saja meluncurkan Mimin Pro yang diperuntukkan untuk usaha menengah yang bisnisnya sudah lebih stabil dengan jumlah pesanan yang lebih banyak. Untuk layanan ini, Mimin menerapkan fee per transaksi yang terjadi dalam aplikasi.

Kolaborasi dengan Bank BJB

Sebagai bagian dari strategi penguatan ekosistem yang fokus menjangkau UMKM di segmen informal, Mimin telah menjalin kerja sama dengan Bank BJB, bank BUMD milik Provinsi Jawa Barat dan Banten. Kerja sama ini memungkinkan pengguna Mimin untuk menerima pembayaran melalui DigiCash, uang elektronik milik Bank BJB, pada aplikasi. Selain itu juga berbagai keuntungan lain yang ditawarkan dalam ekosistem pembayaran melalui BJB seperti penarikan dana real-time.

Joseph juga mengungkapkan bahwa alasan dibalik kerja sama dengan bank BJB, selain sebagai bank regional terbesar, adalah karena fokus nasabahnya yang juga di UMKM. “Secara misi dan target pasar kita sudah sejalan. Selain memungkinkan pengguna menggunakan DigiCash sebagai opsi pembayaran, kerja sama ini juga memungkinkan Mimin untuk menjangkau para nasabah yang membutuhkan solusi smart admin.”

Ia juga mengungkapkan bahwa perusahaan tengah mendekati beberapa bank regional lainnya untuk bisa mereplikasi konsep kerja sama strategis ini. Secara sederhana, perusahaan bisa menawarkan proposisi nilai untuk membantu nasabah sekaligus mengembangkan bisnis mereka. Ia sendiri melihat peluang di sektor ini masih sangat besar, bahwa ada beberapa hal yang memang tidak bisa sepenuhnya bergerak secara daring.

Dari sisi pendanaan, Joseph mengaku bahwa saat ini sudah didukung oleh angel investor. Perusahaan juga sedang dalam proses fundraising. “Harapannya, bisa selesai di akhir tahun ini,” ujarnya.

Mulai beroperasi di bulan September 2021, layanan ini kini sudah tersedia di 124 kota dengan jumlah pengguna yang terdaftar mencapai 30 ribu UMKM. “Target kita saat ini adalah untuk menambah pengguna hingga 100-150 ribu hingga akhir tahun ini. Kita cukup optimis mengingat dalam waktu 6 bulan bisa menggaet 30 ribu pengguna,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Moselo Luncurkan Aplikasi iOS, Mudahkan Penyedia Jasa Akomodasi Layanannya

Moselo merupakan sebuah aplikasi berbentuk chat commerce yang dapat menghubungkan antara penyedia jasa (atau disebut Expert) dengan konsumennya. Setelah mengumumkan kehadirannya beberapa waktu lalu dalam versi beta, aplikasi karya Weekend Inc tersebut akhirnya diterbitkan untuk platform iOS. Guna mengetahui kabar terkini seputar Moselo, DailySocial berbincang dengan Co-Founder & CEO Weekend Inc Richard Fang.

“Untuk versi iOS Moselo yang sekarang, pengguna sudah bisa memesan jasa yang ditawarkan Expert. Caranya cukup mudah, hanya dengan memilih Expert dari laman Discover, lihat portofolio mereka, jika tertarik bisa langsung chat dengan Expert. Penawaran jasa dan harga dari Expert dapat otomatis terlihat jika menggunakan fitur Action Button ketika sedang chatting. Dari situ pengguna bisa memesan jasa seperti halnya membeli produk dari e-commerce,” terang Richard.

Ketika konsumen sudah deal dengan apa yang ditawarkan oleh Expert, ia dapat melanjutkan pembayaran ke rekening Expert melalui informasi yang terdapat pada kolom chat (fitur Order Card), sehingga pemesanan dapat dikonfirmasi oleh kedua belah pihak.

“Dalam waktu dekat kami akan mengintegrasikan payment gateway sehingga proses pembayaran bisa menggunakan metode lain seperti Credit Card dan Virtual Account. Tentunya ini memudahkan Expert dan meningkatkan kepercayaan pengguna ketika ingin melakukan transaksi,” lanjut Richard.

Dijadwalkan aplikasi Moselo versi Android akan diluncurkan pada akhir bulan Agustus ini. Pihak Weekend Inc saat ini tengah dalam proses pengujian dan penyelesaian aplikasi.

Menargetkan peningkatan jumlah pengguna 30-50% per bulan

Dari keterangan Richard, setelah aplikasi dirilis, fokus Moselo selanjutnya adalah menambahkan sebanyak mungkin Expert di berbagai bidang, melakukan aktivitas event offline dan pada saat bersamaan akan melakukan digital marketing untuk meningkatkan pengguna yang memerlukan jasa dari Expert yang sudah bergabung di Moselo.

“Kalau bicara target kami berupaya untuk bisa menumbuhkan jumlah pengguna sebanyak 30-50% setiap bulan. Lalu mengukur metrik tertentu seperti jumlah chat antara User dan Expert, serta jumlah Order. Karena Moselo merupakan konsep baru maka kami akan fokus memvalidasi konsep ini di masyarakat,” ujar Richard.

Sebelumnya telah diberitakan proses bisnis yang ingin dibawa Moselo pada dasarnya menyesuaikan kebiasaan orang ketika akan memesan layanan jasa (misalnya make-up artist, desainer dan lain-lain). Umumnya ketika sedang memilih layanan jasa, orang pasti akan bertanya terlebih dulu terkait detil penawaran, bahkan beberapa butuh berkenalan dulu supaya merasa lebih yakin. Dan chatting saat ini dinilai sebagai medium paling sesuai.

Dari sisi penyedia jasa, otomasi –seperti dalam fitur Auto Reply atau Pre-Defined Action—dalam aplikasi diharapkan akan memberikan efisiensi dalam proses pelayanan kepada pelanggan. Mereka hanya perlu menjawab ketika ada pertanyaan spesifik dari calon konsumen. Dengan begitu Expert memiliki lebih banyak waktu untuk menjalankan bisnisnya dan berkreasi.

Weekend Inc Akan Luncurkan Moselo, Aplikasi Chat-Commerce untuk Layanan Jasa

Baru-baru ini Weekend Inc mengumumkan inovasi terbarunya. Bernama Moselo, aplikasi berbentuk chat-commerce ini akan menghubungkan penyedia jasa dengan konsumennya. Saat ini Moselo masih dalam tahap pengembangan dan pengujian, direncanakan akan diluncurkan dalam versi beta awal Juli 2017 mendatang. Kendati demikian, melalui situs resminya Moselo sudah mulai menghimpun penyedia jasa yang berminat menjadi bagian dalam layanannya.

Setidaknya ada enam jenis jasa profesional yang akan ditawarkan melalui Moselo, yakni jasa kecantikan, fotografi, videografi, desain interior, desain fashion dan jasa hiburan.

Menyederhanakan proses pemesanan jasa di satu platform

Co-Founder & CEO Weekend Inc. Richard Fang menceritakan bahwa proses bisnis yang ingin dibawa Moselo pada dasarnya menyesuaikan kebiasaan orang ketika hendak memesan layanan jasa. Termasuk pemilihan platform chatting sebagai medium. Pada umumnya ketika memilih layanan jasa orang pasti akan bertanya terlebih dulu terkait detail penawaran, bahkan beberapa butuh berkenalan dulu supaya merasa lebih nyaman.

“Kami melihat dan mengalami sendiri problem yang ada ketika kita mau menggunakan jasa seseorang (misalnya make-up artist, desainer gaun, dll), dimulai dari mencari penyedia jasa yang kita suka di Instagram/Facebook lalu dilanjutkan chatting di WhatsApp/LINE, sampai ke proses pembayaran DP atau full-payment yang masih manual. Ini semua sangat menguras tenaga baik dari sisi calon customer dan penyedia jasa. Maka dari itu kami menghadirkan solusi Moselo, jadi semua proses di atas bisa kita lakukan hanya dalam satu app saja,” ujar Richard.

Varian fitur yang tersedia pada aplikasi Moselo

Ada empat fitur utama yang telah ditanamkan pada aplikasi Moselo. Pertama Portofolio, fitur ini didesain untuk memperlihatkan portofolio dari jasa yang ditawarkan oleh penyedia (disebut dengan Expert). Kedua ada Auto Reply, fitur ini akan meringankan beban Expert dalam menjawab hal yang sering menjadi pertanyaan oleh calon konsumen. Pertanyaan-pertanyaan umum (FAQ) dapat didefinisikan dalam sistem sehingga dapat terjawab secara otomatis.

Tampilan aplikasi Moselo
Tampilan aplikasi Moselo

Kemudian yang ketiga fitur Pre-Defined Action, sebuah fungsionalitas yang dapat digunakan untuk mengatur tombol di keyboard secara kustom menyesuaikan dengan tipikal layanan atau pertanyaan yang sering diterima Expert. Dan yang terakhir ada In-Chat Order & Payment, yakni sebuah fitur yang memungkinkan konsumen dapat dengan mudah melakukan pemesanan langsung di ruang chat. Proses pemesanan tersebut dieksekusi secara otomatis oleh sistem, tanpa harus dikelola manual oleh Expert.

Otomatisasi yang dalam aplikasi diharapkan akan memberikan efisiensi kepada Expert. Mereka hanya perlu menjawab ketika ada pertanyaan spesifik dari calon konsumen. Dengan begitu Expert memiliki lebih banyak waktu untuk menjalankan bisnisnya dan berkreasi.

“Pada tahap ini kami akan fokus pada bidang jasa dulu. Kami ingin melakukan validasi  terhadap kebiasaan orang yang menggunakan berbagai macam app untuk mencari, bertanya sampai melakukan transaksi menjadi satu app saja. Kami rasa ini dasar yang penting bagi Moselo untuk bisa scale di masa depan,” tutur Richard menerangkan plan ke depan dari Moselo.

Untuk operasional, nantinya akan ada fee (nominal belum disebutkan) yang dikenakan pada penyedia jasa ketika ada transaksi melalui Moselo, untuk membiayai proses payment gateway.

DigiTalks: Obrolan Chatbots secara Sederhana

Kedengarannya memang kontradiktif, tapi begitulah judul yang rasanya tepat untuk menggambarkan talkshow DigiTalks, yang diselenggarakan pada hari Rabu (30/11) kemarin. Konsep chatbots mungkin simpel, yakni tentang bagaimana program komputer dapat menggantikan peran manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Ada bahasa dan algoritma yang tertuang pada kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) yang terlibat di dalamnya. Namun, kompleksitas dari bagaimana chatbots melakukan tugasnya di industri didiskusikan di DigiTalks dengan suasana yang sederhana dan hangat, sehingga tidak membuat sistem ini terasa agung untuk diimplementasikan.

Ruang tengah dari Rumah Mandiri Inkubator Bisnis malam itu sudah diisi beberapa tech enthusiast yang terus berdatangan seiring hujan yang mereda. Setelah menikmati coffee time, acara bertajuk “Chat Commerce: The Next Frontier of E-Commerce” ini dibuka oleh MC yang dilanjut dengan opening speech dari CEO Mandiri Capital Eddie Danusaputro.

Setelah sambutan dari pihak Mandiri Capital selaku tuan rumah acara, giliran CEO Kata.ai Irzan Raditya yang memberikan keynote presentation sekaligus memberikan gambar besar terlebih dahulu mengenai sejarah, manfaat, serta signifikansi kehadiran chatbots di industri.

Menurut Irzan, inovasi yang ia lakukan salah satunya didorong oleh fenomena bahwa customer support perusahaan yang tidak melayani pelanggan saat jam operasional usai dan juga pelayanan mereka yang cenderung lambat di peak hour. Belum lagi, layanan perusahaan seringkali menggunakan prosedur yang dinilainya menjemukkan seperti instruksi untuk menekan nomor-nomor agar kita sampai ke bagian terkait. “Chatbots adalah solusi untuk hal ini,” ujar Irzan.

Setelah keynote dari Irzan, DigiTalks masuk ke acara utamanya yakni talkshow. Acara diserahkan kepada Editor-in-chief DailySocial Lifestyle Wiku Baskoro yang menjadi moderator malam itu, dengan Irzan dan Thomas Diong, Chief Product and Data Officer Salestock, yang merupakan panelisnya.

Diskusi panel diawali dengan menyinggung beberapa hal yang telah disampaikan Irzan dalam keynote-nya. Thomas sependapat jika chatbots mumpuni untuk melakukan tugas yang lebih advance dari manusia, seperti satu bot yang dapat melayani 1000 konsumen dalam empat menit. Selain itu, chatbots dapat menjawab pertanyaan repetitif (FAQ) yang umum dilemparkan konsumen-konsumen dari sebuah perusahaan. “Jadi, chatbots dapat memahami konteks dengan tidak perlu melihat chat-chat sebelumnya saat menangani banyak konsumen,” tegas Thomas.

Para peserta DigiTalks memperlihatkan besarnya rasa ingin tahu mereka di sesi tanya-jawab. Saat moderator Wiku menawarkan waktu untuk bertanya, terlihat di bangku peserta banyak yang mengacungkan tangannya. Meski tidak semua yang mengangkat tangannya mendapat kesempatan bertanya di sesi tanya-jawab, mereka masih mendapat kesempatan itu dan berdiskusi langsung dengan pembicara di sesi networking yang pada malam hari itu menjadi penutup dari DigiTalks.


Disclosure: DailySocial adalah media partner dari DigiTalks.