Cloud Computing for Process Accelerating and Cost Cutting

At the Alibaba Cloud APAC Summit in Singapore last time, there are some Indonesian partners among the participants, such as Tokopedia, MNC, and Adira Finance. Those three have been using Alibaba Cloud services and cloud computing technology. In the Q&A session led by Alibaba representation, they shared insights and notion related to cloud computing.

Accelerating the process and cutting costs

Tokopedia’s Vice President of Engineering, Herman Widjaja said, the cloud computing has been accelerating the services. They currently intensify the Same Day Delivery service, that is said to be 30%-40% faster than usual. The success rate target is to be increased by 80%.

“In collaboration with Alibaba Cloud, we intend to accelerate the process and scale up. In the near future, we should’ve capable of 200 transactions per second,” he added.

To date, Tokopedia has around 90 million active users and more than 5,5 million merchants. As a marketplace with such categories and unique sales, Tokopedia plans to build a smart fulfillment center, supported by the latest technology.

The use of cloud computing is claimed to cut costs for server maintenance and internal technology. It was said by Adira Finance’s IT Deputy Director, Dodi Soewandi. He said, after using the technology, their company can minimize 10-15% spending.

Yet to build a new data center

Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial
Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial

Alibaba Cloud Indonesia’s General Manager, Leon Chen also participates in the event. Regarding the data center, he said they have no plans to build the third one in Indonesia. They’re still focused on getting more clients for the latest innovation, Alibaba Cloud is to tighten its position in Indonesia.

“We’re very enthusiastic with Indonesian companies spirit and appreciation in adopting our technology. With more requests to come for us to build the new data center, the plan will be discussed further,” he said.

Indonesia is currently the key market for Alibaba Cloud. With the warm welcome from startups to corporates in using the technology, he also mentioned with the various technology, many clients are used to adoption, even wait for the next innovation by Alicloud.

“The latest one for our clients and partners in Indonesia is, 10 Alibaba Cloud’s new features to ensure business acceleration by using our technology,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Komputasi Awan Bantu Perusahaan Percepat Proses dan Memangkas Pengeluaran

Dalam gelaran Alibaba Cloud APAC Summit di Singapura beberapa waktu lalu, turut hadir mitra dari Indonesia di antaranya Tokopedia, MNC dan Adira Finance. Ketiga mitra tersebut selama ini telah memanfaatkan layanan dan teknologi komputasi awan milik Alibaba Cloud. Dalam sesi tanya jawab yang dipandu oleh perwakilan dari Alibaba, mereka menyampaikan pengalaman hingga harapan terkait kebutuhan layanan komputasi awan.

Mempercepat proses dan memangkas pengeluaran

Vice President of Engineering Tokopedia Herman Widjaja menyebutkan, selama ini teknologi komputasi awan mampu mempercepat proses layanan. Tokopedia sendiri saat ini semakin gencar melancarkan Same Day Delivery, yang diklaim sebanyak 30-40% mampu dilakukan dengan proses yang cepat. Tokopedia menargetkan jumlah tersebut bisa bertambah hingga 80% success rate.

“Dengan kolaborasi yang dilakukan bersama Alibaba Cloud, kami berharap bisa mempercepat proses dan tentunya melakukan scale up. Ke depannya kami berharap bisa menangani 200 transaksi per detik,” kata Herman.

Saat ini Tokopedia telah memiliki sekitar 90 juta pengguna aktif dan lebih dari 5,5 juta merchant. Sebagai marketplace yang memiliki sejumlah kategori dan bukan sekedar jual-beli biasa, Tokopedia berencana untuk mendirikan smart fulfilment center, yang didukung dengan teknologi terkini.

Pemanfaatan layanan komputasi awan diklaim mampu memangkas biaya pemeliharaan server dan teknologi internal. Hal tersebut diungkapkan oleh Deputy Director IT Adira Finance Dodi Soewandi. Ia menceritakan, setelah menggunakan teknologi komputasi awan, perusahaannya mampu memangkas pengeluaran hingga 10-15%.

Belum berniat membangun data center baru

Dodi Soewandi (Adira Finance) dan Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial
Dodi Soewandi (Adira Finance) dan Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial

Dalam kesempatan tersebut turut hadir General Manager Alibaba Cloud Indonesia Leon Chen. Disinggung apakah ada rencana bagi Alibaba Cloud untuk membangun data center ketiga di Indonesia, Leon menegaskan saat ini belum memiliki rencana tersebut. Masih fokus menambah jumlah klien hingga menghadirkan inovasi teknologi terkini, Alibaba Cloud ingin memperkuat kehadirannya di Indonesia.

“Kita sangat antusias dengan semangat dan apresiasi yang diberikan oleh perusahaan di Indonesia untuk mengadopsi teknologi kami. Jika nantinya akan lebih banyak permintaan yang masuk untuk kami membangun data center ketiga di Indonesia, tentunya rencana tersebut akan kami bicarakan lebih lanjut secara internal,” kata Leon.

Saat ini Indonesia merupakan key market bagi Alibaba Cloud. Bukan hanya sambutan yang baik dari startup hingga korporasi untuk memanfaatkan teknologi Alibaba Cloud, namun Leon menyebutkan, dengan berbagai teknologi yang dimiliki, banyak klien dan mitra Alicloud yang mulai terbiasa mengadopsi teknologi, bahkan menunggu inovasi dari Alicloud selanjutnya.

“Salah satunya yang akan kami sediakan untuk klien dan mitra kami di Indonesia adalah, 10 fitur terbaru Alibaba Cloud yang bisa dipastikan bisa mempercepat pertumbuhan bisnis mereka memanfaatkan teknologi kami,” kata Leon.

Fokus Alibaba Cloud Hadirkan Teknologi Baru dan Berinvestasi di Asia

Sebagai salah satu penyedia layanan komputasi awan terbesar di Asia, Alibaba Cloud menegaskan komitmennya untuk fokus pada pasar Asia. Berdiri pada tahun 2019, Alibaba Cloud kini telah mendirikan data center di 14 region di Asia Pasifik, termasuk di dalamnya dua data center di Indonesia. Komitmen Alibaba Cloud yang diusung dengan tagline “In Asia For Asia” ditegaskan oleh President Alibaba Cloud Intelligence International Selina Yuan saat acara Alibaba Cloud Summit di Singapura akhir bulan Mei 2019 lalu.

Selain ingin berinvestasi lebih banyak di Aisa, Alibaba Cloud juga berharap bisa memperluas kolaborasi dengan mitra hingga menambah jumlah pelanggan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meluncurkan kampanye dukungan layanan yang lebih baik, yang didesain untuk UKM. Keuntungan utama dari layanan dan dukungan yang lebih baik ini meliputi konsultasi pra penjualan langsung dan personal, 24/7 layanan teknis, tambahan layanan teknis secara gratis dan bantuan purna jual yang lebih cepat.

“Sebagai penyedia teknologi awan publik terbesar di Asia Pasifik, Alibaba Cloud kini mempercepat transformasi digital di kawasan ini dengan membangun infrastruktur komputasi awan kelas dunia dan berada di baris terdepan dalam pengembangan data intelijen. Kami berkomitmen penuh untuk memberikan kawasan Asia Pasifik ini layanan komputasi awan yang akan mendorong ekosistem teknologi yang terintegrasi dan berkelas dunia,” kata Selina.

Mendukung layanan e-commerce dan ritel

Salah satu prestasi yang diklaim perusahaan ialah mampu mendongkrak penjualan layanan e-commerce, di antaranya direalisasikan dalam kegiatan 11.11 dan 12.12 Shopping Festival. Dalam hal ini Alibaba Cloud mendukung 1,3 miliar kunjungan yang berpengaruh kepada penjualan. Dengan mengedepankan teknologi artificial intelligence (AI) pihaknya mengklaim mampu mendukung 350 juta percakapan, 1 miliar terjemahan bahasa dan 45,3 miliar rekomendasi produk dalam waktu 24 jam saat shopping festival berlangsung di November 2018 lalu.

Alibaba Cloud secara khusus menyediakan komputasi awan dan data intelijen mulai dari layanan e-commerce, logistik, pembayaran hingga hiburan dan perjalanan wisata untuk semua unit bisnis memanfaatkan ekosistem yang tersedia di Alibaba.

Teknologi dan inovasi lainnya yang juga dihadirkan oleh Alibaba Cloud adalah konsep Shoppertainment yang sebelumnya telah diaplikasikan oleh Lazada Indonesia, dengan memadukan hiburan yang ditayangkan secara LIVE melalui televisi. Lazada mengembangkan konsep Shoppertaiment yang menggabungkan shopping dan hiburan secara bersamaan melalui kemampuan live streaming di dalam aplikasi (in-app). Konsep ini sudah dipakai Alibaba melalui Tmall saat acara Single’s Day di 2016 dan Taobao.

Selain Shoppertainment, Lazada juga telah meluncurkan fitur Image Search hingga personalisasi untuk pengguna yang semua teknologinya dilakukan secara real-time. Konsepnya serupa dengan skenario “matchmaking” dalam waktu singkat, Lazada bisa memberikan rekomendasi produk berdasarkan pilihan dari pengguna. Untuk fitur Image Search sendiri sengaja dihadirkan oleh Lazada, setelah melakukan survei. Dari hasil tersebut terungkap, saat ini mulai banyak pengguna yang mencari rekomendasi berdasarkan gambar atau foto dibandingkan harus mengetik keyword melalui aplikasi.

Meluncurkan 10 produk dan fitur baru

Salah satu fitur baru Alibaba Cloud SaaS Accelerator / DailySocial
Salah satu fitur baru Alibaba Cloud SaaS Accelerator / DailySocial

Untuk memberikan kemudahan kepada klien, Alibaba Cloud meluncurkan lebih dari 10 produk dan fitur baru pada Alibaba Cloud Summit di Singapura. Produk dan fitur terbaru ini sebelumnya telah tersedia di Tiongkok dan untuk pertama kalinya dapat diakses para pebisnis di Asia Pasifik yang ingin menerapkan strategi “All in Cloud”. Meskipun sudah tersedia di semua negara, namun secara khusus pihak Alibaba Cloud menegaskan, fitur baru tersebut hanya akan diimplementasikan, jika klien atau pengguna membutuhkannya. Secara bertahap, semua fitur tersebut bakal tersedia di semua wilayah di Asia, termasuk tentunya Indonesia.

Beberapa fitur baru tersebut di antaranya adalah, PolarDB, Alibaba Log Service (SLS),Dukungan “Bring Your Own Key” (BYOK), Software Smart Access Gateway (SAG), Container Registry (ACR) Enterprise Edition, Container Service for Kubernetes (ACK) dan SaaS Accelerator. Untuk SaaS Accelerator merupakan program akselerator baru yang menghubungkan para mitra teknologi dengan ekosistem Alibaba.

Konsepnya adalah sebuah platform yang memungkinkan para mitra teknologi dapat dengan mudah membangun dan meluncurkan aplikasi SaaS dan meningkatkan cara bagaimana mengoperasikan bisnis dan teknologi yang sudah teruji di Alibaba.

Akselerator ini juga membantu penyedia SaaS untuk secara cepat menyebarkan dan menguji aplikasi mereka pada awan, memperpendek implementasi lifecycle, dan mengakselerasi time-to-market. Teknologi ini juga memungkinkan mitra ekosistem seperti perusahaan e-commerce, penginapan, dan industri perjalanan, untuk secara cepat menjangkau pelanggan mereka dalam platform Alibaba. Teknologi ini juga menegaskan tiga pusat ekosistem SaaS pusat komersial, pusat kapabilitas, dan pusat teknologi.

“Alibaba Cloud tidak hanya menyediakan infrastruktur yang menjadi tulang punggung keseluruhan perekonomian Alibaba dari e-commerce, pembayaran, logistik dan manajemen rantai pasokan adalah misi kami untuk memastikan inklusivitas, sehingga teknologi komputasi awan kami bisa diakses oleh perusahaan dari berbagai skala,” kata Selina.

Bukalapak Officially Launches “Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center” with ITB

As per its commitment to be more than just e-commerce, Bukalapak, with Institut Teknologi Bandung (ITB) launching Bukalapak-ITB Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center.

This facility, to learn more about cloud computing and artificial intelligence (AI), is expected to inspire students of fresh ideas using Bukalapak’s data. Bukalapak claims to be the first local startup building a research center in Indonesia.

“As I was dreaming back then, when I found Bukalapak, is to create technology for Indonesia. Using this facility, I wish to deliver new digital talents in the future,” Achmad Zaky, Bukalapak’s CEO said.

Attended also in the launching, Prof.Dr.Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, Rector of Institut Teknologi Bandung, welcoming Bukalapak and ITB Research Lab in the campus area. Hopefully, it could be helpful for the students to learn deeper knowledge from the experts.

Muhamad Nasir, Ministry of Research, Technology and Higher Education (Menristekdikti) said a similar thought. In his speech, he said its time for university to collaborate with practitioners and provide a whole education for students. Technology and related issues should have become curriculum-material.

“Start from the kind of industry like Bukalapak, hopefully, the government can fully support the initiative of building a Research Lab with ITB for the sake off new digital talents in Indonesia.”

The use of Bukalapak’s Big Data

One percent of Bukalapak’s data is prepared for this lab and claimed to not harming user’s data privacy and the business. The data selection is focused on general information, such as product description, etc.

This building, according to Bukalapak, can facilitate students and Researchers who interested to learn more about Bukalapak’s user behavior without crawling or searching millions of products in Bukalapak website.

Data Research will be released to public and expected to stimulate those academists and researchers interested to learn based on Bukalapak’s research.

Bukalapak collaboration with ITB is planned to be developed for research and innovation in other sectors.

“Not only education and research, I also expected to deliver new digital talents from ITB to join Bukalapak’s team to develop AI and cloud computing together in the future,” Zaky added.

Research focus

The synergy between AI and cloud computing is a reason behind Bukalapak and ITB to focus on those two technology. In Bukalapak, there are many teams in charge for cloud computing and company’s server. It should be helpful for students to operate this technology.

AI technology to be deeper developed and explored is computer vision.In ITB, there are some subject related to AI, such as robotics, NLP, machine learning, data mining, and voice recognition.

“Currently, we have around 1000 engineers in total, consist of software engineer, product, and other. With the current source, Bukalapak is ready to help students to learn deeper knowledge,” Zaky said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

 

Bukalapak dan ITB Resmikan “Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center”

Sesuai dengan komitmennya menjadi lebih dari sekedar layanan e-commerce, Bukalapak bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) meluncurkan Bukalapak-ITB Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center. 

Fasilitas untuk mempelajari lebih jauh penggunaan cloud computing dan artificial intelligence (AI) ini diharapkan bisa memancing ide segar dari kalangan mahasiswa menggunakan data yang dimiliki Bukalapak. Bukalapak mengklaim menjadi startup lokal pertama yang mendirikan lab riset di Indonesia.

“Sesuai dengan mimpi saya dulu ketika membangun Bukalapak yaitu ingin menciptakan teknologi untuk Indonesia. Dengan fasilitas ini ke depannya saya harap bisa lahir talenta digital baru,” kata CEO Bukalapak Achmad Zaky.

Turut hadir dalam acara tersebut Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA yang menyambut baik hadirnya Research Lab Bukalapak dan ITB di kawasan kampus ITB. Research Lab ini diharapkan bisa membantu mahasiswa belajar lebih dalam secara langsung dari pakarnya.

Hal senada juga disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhamad Nasir. Dalam sambutannya disebutkan sudah waktunya universitas untuk melakukan kolaborasi dengan praktisi dan memberikan edukasi yang menyeluruh kepada mahasiswa. Teknologi dan hal-hal terkait di dalamnya sudah menjadi materi yang bisa disematkan dalam kurikulum.

“Dimulai dari industri seperti Bukalapak diharapkan nantinya bisa didukung penuh oleh pemerintah upaya yang dilakukan oleh Bukalapak dengan membangun Research Lab bersama ITB untuk kepentingan talenta digital baru di Indonesia.” 

Manfaatkan Big Data Bukalapak

Satu persen data Bukalapak disiapkan untuk lab ini dan diklaim tidak mengganggu privasi data pengguna dan bisnis Bukalapak. Pemilihan datanya sendiri lebih fokus ke informasi umum, seperti deskripsi produk dan sejenisnya.

Hal ini, menurut Bukalapak, bisa memudahkan mahasiswa dan kalangan Researcher yang tertarik mempelajari lebih jauh perilaku pengguna Bukalapak tanpa harus melakukan crawling atau searching jutaan produk di situs Bukalapak.

Data Research nantinya akan dirilis ke publik dan diharapkan bisa menstimulasi kalangan akademisi dan peneliti yang ingin belajar berdasarkan riset Bukalapak. 

Kolaborasi Bukalapak dan ITB rencananya akan dikembangkan untuk riset dan inovasi sektor lainnya.

“Bukan hanya edukasi dan riset, saya juga berharap akan lahir talenta digital baru dari ITB yang bisa bergabung dengan tim Bukalapak untuk kemudian bersama mengembangkan AI dan cloud computing,” kata Zaky.

Fokus riset

Sinergi antara AI dan cloud computing menjadi alasan Bukalapak dan ITB fokus ke dua teknologi tersebut. Di Bukalapak sendiri saat ini terdapat puluhan tim yang mengelola cloud computing dan server perusahaan. Pengalaman ini bisa membantu mahasiswa mengoperasikan teknologi ini.

Sementara teknologi AI yang akan dikembangkan dan dipelajari lebih jauh adalah computer vision. Di ITB sendiri pelajaran terkait AI adalah robotics, NLP, machine learning, data mining, dan voice recognition. 

“Saat ini secara keseluruhan kita memiliki sekitar 1000 engineer yang terdiri dari software engineer, product, dan lainnya. Dengan sumber yang ada Bukalapak siap membantu mahasiswa untuk belajar lebih dalam,” kata Zaky.

Application Information Will Show Up Here

Alibaba Cloud Dirikan “Data Center” Kedua dan Luncurkan Program Akselerasi di Indonesia

Setelah meresmikan kehadirannya bulan Maret 2018, awal tahun 2019 ini Alibaba Cloud kembali menunjukkan keseriusannya mendukung startup, UKM dan korporasi dengan membangun data center kedua di Indonesia. Alasan utama mengapa pada akhirnya Alibaba Cloud mendirikan data center kedua, karena banyaknya permintaan dari pelanggan. Selain itu, inisiatif ini menjadi upaya Alibaba Cloud untuk menambah kapasitas layanan menjadi dua kali lipat.

Hal tersebut ditegaskan oleh General Manager Alibaba Cloud Indonesia dan Singapura Leon Chen saat memberikan presentasi dalam acara tersebut peresmian hari ini (09/1). Sebagai pasar yang menjanjikan, Indonesia merupakan negara yang menjadi fokus Alibaba Cloud.

“Kami sudah terlibat langsung dengan pasar di Indonesia sejak tiga tahun lalu. Bukan hanya mendirikan data center pertama di Indonesia, komitmen Alibaba Cloud juga ditunjukkan dengan kolaborasi dan dukungan kepada pemerintah Indonesia,” kata Leon.

Disinggung di mana lokasi data center kedua Alibaba Cloud, Leon enggan menyebutkan. Demikian juga dengan berapa investasi yang digelontorkan oleh Alibaba untuk mendirikan data center tersebut. Dalam kesempatan yang sama Alibaba Cloud juga mengumumkan kemitraan strategis dengan PT IndoInternet sebagai distributor produk komputasi awan dan teknologi Alibaba Cloud.

Disaster recovery center

Untuk menjamin data dari pelanggan, didirikannya data center kedua di Indonesia diklaim bisa membantu kebutuhan disaster recovery pelanggan. Dengan demikian jika terjadi kendala atau krisis, pelanggan masih bisa mengakses data tersebut dengan dukungan dari data center kedua tersebut.

“Dalam hal ini perusahaan seperti layanan e-commerce hingga enterprise bisa dengan mudah set up disaster recovery center mereka memanfaatkan teknologi Alibaba Cloud agar bisa membantu mereka melewati krisis jika memang terjadi,” kata Leon.

Nantinya kedua data center tersebut memungkinkan pelanggan untuk melakukan mission-critical workload di berbagai zona dan mengganti zona dalam hitungan detik. Secara keseluruhan Alibaba Cloud telah memiliki sekitar 55 availability zone yang tersebar di 19 wilayah di seluruh dunia.

Terkait dengan makin besarnya minat pelanggan untuk big data dan solusi analisis data, Alibaba Cloud juga telah meluncurkan Machine Learning for AI dan akan menghadirkan Elastic Search bulan Januari ini.

“Didukung dengan tim lokal, Alibaba Cloud siap membantu pelanggan dari berbagai kalangan untuk mulai mengadopsi teknologi cloud ke dalam bisnis mereka,” kata Leon.

Program akselerasi Alibaba Cloud

Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud
Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud

Setelah sebelumnya melancarkan program inkubasi bernama Alibaba Cloud Certified Professional (ACP), Alibaba Cloud mengumumkan telah memberikan sertifikasi kepada 250 tenaga profesional dan telah melatih lebih dari 300 orang di Indonesia.

Selain terus menjalankan program tersebut, Alibaba Cloud juga mengumumkan program akselerasi bernama “Internet Champion Global Accelerator Program”.

Program akselerasi tersebut pertama kali diluncurkan di Indonesia. Untuk memberikan pelatihan dan mentoring kepada startup, Alibaba Cloud menggandeng partner seperti Plug and Play, Unionspace, Gtech, Indonet, Bluepower dan SIS.

Secara khusus Alibaba Cloud membuka program tersebut di Jakarta dengan memberikan gambaran tentang teknologi e-commerce kepada 300 penggiat startup dan perusahaan menggunakan studi kasus “Double 11 Global Shopping Festival Alibaba Group”. Program ini akan berlanjut di Bali pada tanggal 12 Januari mendatang untuk menghubungkan lebih dari 200 profesional hingga mahasiswa.

Disinggung apa yang membedakan program akselerasi Alibaba Cloud dengan program akselerasi yang sudah hadir sebelumnya di Indonesia, Leon menyebutkan program akselerasi yang diinisiasi oleh Alibaba Cloud mendapatkan dukungan penuh dari ekosistem Alibaba Group.

“Karena bisnis beragam di Alibaba Group, nantinya startup yang menjadi peserta program akselerasi akan mendapatkan akses bertemu dengan investor terkait, brand awareness dan terhubung dengan bisnis yang masuk dalam ekosistem di Alibaba. Kesempatan tersebut tentunya sangat baik untuk dimanfaatkan oleh entrepreneur di Indonesia,” kata Leon.

Neo Cloud dari Biznet Gio Kini Dukung Fitur Multi-Region (UPDATED)

PT Biznet Gio Nusantara (Biznet Gio) meluncurkan fitur multi-region untuk layanan mereka Neo Cloud. Fitur baru ini memungkinkan layanan Neo Cloud beroperasi di atas dua atau lebih pusat data yang dimiliki Biznet Data Center yang saat ini berlokasi di Biznet Technovillage, Cimanggis, Jawa Barat dan Midplaza, Sudirman, Jakarta.

“Hari ini menjadi momentum bagi kami untuk kembali menegaskan komitmen Biznet dalam berinovasi, khususnya pada produk komputasi awan. Fitur terbaru ini hadir untuk memberikan keleluasaan serta membangun kepercayaan pelanggan dan kalangan industri dalam menggunakan layanan Biznet sebagai penyedia infrastruktur dan layanan teknologi terdepan di Indonesia,” terang Presiden Direktur Biznet Adi Kusuma.

Fitur multi-region yang ada di Neo Cloud adalah skema penanggulangan bencana (Disaster Recovery) yang bisa menjadi pilihan penting bagi pelaku industri yang membutuhkan tingkat ketersediaan layanan yang tinggi.  Fitur baru ini akan bekerja dengan mereplikaasi layanan atau aplikasi dalam dua mesin terpisah untuk meminimalkan dampak kerugian yang mungkin terjadi karena adanya kegagalan di salah satu region.

CEO Biznet Gio Cloud Dondy Bappedyanto menyebutkan bahwa hadirnya fitur multi-region pada Neo Cloud bisa menjadi langkah untuk meningkatkan standar penyedia layanan komputasi awan lokal untuk dapat meningkatkan daya saing dan tetap relevan dengan persaingan kelas dunia.

“Multi-region pada Neo Cloud merupakan fitur penting, terutama sebagai penyedia layanan komputasi awan untuk memberikan keamanan dan keandalan kepada pengguna di Indonesia. Saat ini pelanggan kami dapat secara komprehensif merancang kebutuhan infrastruktur di dua region yang berbeda, dan layanan tersebut dipastikan akan selalu tersedia. Hadirnya multi-region pada Neo Cloud turut meningkatkan standar penyedia layanan komputasi awan lokal untuk dapat meningkatkan daya saing, dan tetap relevan dengan persaingan kelas dunia, terlebih lagi karena data center-nya berada di Indonesia,” terang Dondy.

Pihak Biznet lebih jauh menjelaskan bahwa dengan arsitektur komputasi awan yang memiliki fitur multi-region pihaknya akan mampu memberikan dampak signifikan yang mendukung percepatan bisnis perusahaan. Fitur multi-region ini juga memungkinkan layanan yang didukung  Neo Cloud dapat tersedia secara konsisten (read and write access) dengan latensi yang sangat kecil, sesuatu yang membedakan dengan layanan yang tidak memiliki data center di Indonesia.

Sementara itu untuk rencana ke depan Dondy menyebutkan bahwa Biznet Gio Cloud akan terus berusaha memberikan value yang tidak kalah kompetitif dengan pemain luar. Mulai dari rencana instalasi data center ketiga di kuartal pertama 2019, peluncuran layanan Security Managed Service dan platform yang bisa mengakomodasi UKM seperti digital shop dan website-builder.

 

“Ketika sebuah perusahaan menargetkan ceruk pasar nasional, mempertimbangkan untuk memiliki layanan komputasi awan dengan arsitektur multi-region adalah keputusan positif. Demi keberlangsungan bisnis jangka panjang. Neo Cloud pun selalu hadir untuk terus mengiringi dan memberikan pengalaman terbaik menggunakan teknologi komputasi awan terkini. Layanan ini juga didukung oleh fasilitas jaringan broadband Biznet yang besar memberikan kenyamanan masalah latensi dan pelanggan tidak perlu memikirkan biaya soal interkoneksi,” tutup Dondy.

Update : Tambahan informasi mengenai rencana Biznet Gio Cloud ke depan.

Menelaah Revisi Aturan Pusat Data di Indonesia

“Kita kan lagi gencar untuk mendorong ekonomi digital melalui startup. Banyak startup juga sedang jalan, sedangkan ada kebijakan yang ada di PP Nomor 82 Tahun 2012 (PP 82/2012) bahwa data center harus di Indonesia. Kalau data center untuk startup semuanya ada di Indonesia juga tidak bisa optimal prosesnya nanti,” ujar Rudiantara usai Rapat Koordinasi Revisi PP Nomor 82 Tahun 2018 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, Kamis (27/9) sore.

Menkominfo menganggap ada kebutuhan menggunakan platform cloud asing yang tidak memiliki pusat data di Indonesia. Belum lagi rencana para pemain besar untuk menancapkan kukunya di Indonesia.

Setelah Alibaba Cloud menyasar pasar Indonesia, Google memastikan akan berinvestasi dalam bentuk cloud region. Sementara Amazon Web Services, yang menjanjikan dana masuk sebesar $1 miliar dalam 10 tahun ke depan, tetapi tidak ada rencana membangun pusat data di Indonesia.

Penggunaan pusat data oleh beberapa layanan digital di Indonesia
Penggunaan pusat data oleh beberapa layanan digital di Indonesia

Menggunakan tools yang disediakan Bulitwith.com, terlihat ada kecenderungan sejumlah layanan digital di Indonesia lebih memilih layanan pusat data yang disediakan layanan asing.

Keterangan dedicated server biasanya merujuk kepada pusat data yang dibangun perusahaan secara mandiri atau dari penyedia layanan lokal. Dari gambar di atas, IDN Times dan Traveloka memanfaatkan Cloudflare Hosting, ini merupakan mekanisme proxy untuk menyembunyikan peletakan cloud server mereka dan umumnya digunakan karena perusahaan menggunakan lebih dari satu cloud server. Namun semua mitra integrasi Cloudflare yang ada saat ini rata-rata layanan asing seperti IBM Cloud, AWS, Azure dll.

Kondisi “ideal” berdasarkan PP 82/2012

Beleid yang terdiri dari 90 pasal tersebut secara umum mengatur tentang banyak hal, mengatur ketentuan penyelenggara transaksi elektronik, mekanisme perangkat lunak, perangkat keras, hingga sanksi administratif atas pelanggaran yang terjadi. Dari poin-poin yang ada, pasal 17 ayat 2 memuat hal-hal yang menjadi acuan saat ini. Bunyinya adalah sebagai berikut:

“Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.”

Di bagian penjelasannya disebutkan penyelenggara wajib memperoleh Sertifikasi Kelaikan Sistem Elektronik dari Menteri dan wajib terdaftar di Kemenkominfo. Pusat data (data center) didefinisikan sebagai suatu fasilitas yang digunakan untuk menempatkan sistem elektronik dan komponen terkait untuk keperluan penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data.

Sementara pusat pemulihan bencana (disaster recovery center) didefinisikan sebagai fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi penting sistem elektronik yang terganggu atau rusak akibat bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia.

Poin rancangan revisi

Dalam melakukan revisi, Kemenkominfo bersinergi dengan beberapa kementerian lain untuk harmonisasi regulasi. Harapannya aturan baru yang lahir nantinya dapat mengakomodasi dan merangkul kebutuhan sesuai dengan perkembangan yang ada. Dari draf yang pernah disampaikan, ada beberapa hal menarik, salah satunya dipaparkan dalam pasal 1 ayat 27. Pokok pembahasannya tentang klasifikasi data elektronik menjadi 3 bagian, yakni strategis, berisiko tinggi, dan berisiko rendah.

Menurut pemaparan Dirjen Ditjen Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, penyimpanan data akan diatur berdasarkan klasifikasi tersebut. Masing-masing memiliki sub bagian dan penjelasan. Sebagai contoh data strategis, dibagi menjadi tingkat tinggi, menengah, dan rendah. Hanya data strategis tingkat tinggi yang pusat datanya wajib berada di Indonesia.

Di kesempatan yang sama, Samuel memberikan penjelasan tentang klasifikasi data. Data strategis adalah data sensitif yang disimpan dan dikelola pemerintah, contohnya data intelijen, data ketahanan pangan, dan lain-lain. Data strategis tingkat tinggi bahkan aksesnya tidak melalui internet, namun jalur intranet yang terbatas. Sementara data strategis tingkat menengah boleh tersambung internet dengan dalih perlu diketahui publik. Sementara yang rendah boleh diletakkan di mana saja demi keterbukaan informasi.

Data risiko tinggi didefinisikan sebagai data sensitif berkaitan dengan pengguna. Untuk peletakan pusat data tidak wajib di Indonesia, namun pemerintah harus mendapatkan jalur akses untuk keperluan tertentu. Kewajiban bagi penyedia hanya menambahkan poin akses (misalnya berbentuk Cloud Delivery Network) di Indonesia, sehingga tidak perlu meminta otorisasi pemerintahan negara lain untuk akses data.

Data berisiko rendah cenderung berisi data dengan tingkat sensitivitas rendah, sehingga dapat dikelola di mana saja secara lebih bebas.

Kualifikasi Data PP 82/2012
Klasifikasi data sesuai revisi PP 82/2012

Selain berkaitan dengan data, revisi juga mengatur beberapa hal lain. Dalam pasal 5 tentang penyelenggara sistem elektronik, revisi menegaskan bahwa setiap penyelenggara wajib melakukan pendaftaran. Ini dapat diinterpretasikan penyedia layanan pusat data wajib terdaftar atau memiliki badan usaha legal.

Tanggapan industri

Chairman Asosiasi Cloud dan Hosting Indonesia (ACHI) Rendy Maulana berpendapat, “Awalnya kami sempat nyaris sepakat dengan usulan tersebut dengan catatan pemerintah bisa mengklasifikasikan data. Namun setelah kami berdiskusi ulang dengan anggota asosiasi dan beberapa rekan penegak hukum, hal ini tidak baik jika kami setujui.”

Menurutnya, data adalah “tambang emas” di era digital seperti sekarang. Berbekal data, berbagai tindakan bisa dilakukan, bahkan di ranah penegakan hukum. Pengelolaan data yang kurang terkontrol dapat memberikan ancaman untuk kedaulatan, terutama ancaman dari luar.

“Misalnya data pembelanjaan, itu bisa dimanfaatkan orang lain. Sebagai contoh data yang diambil dari marketplace, berbekal data tersebut pemain asing bisa meniru produk UKM kita dan membuat produk mirip dan whitelabel, lalu menjual harga yang lebih murah. Bisa menghancurkan perkembangan UKM.”

“Data browsing kita (log/timestamp) pun juga bisa berpengaruh banyak jika polisi ingin menemukan siapa pelaku kejahatan cyber, atau terjadi kasus bunuh diri, atau pembunuhan atau pencurian. Di tingkat lanjut, log pengguna layanan seperti Google bisa merekam aktivitas sehari-hari.” terang Rendy.

Menurut pemaparan ACHI, pada intinya data adalah sesuatu yang sangat sensitif. Perlu ada pengelolaan yang sangat ketat. Kelonggaran regulasi berkaitan dengan data bisa dimanipulasi dan dimanfaatkan untuk sesuatu yang akan merugikan kita sendiri.

ACHI merupakan organisasi nirlaba yang memiliki visi mengembangkan industri cloud dan hosting di Indonesia. Anggota dari ACHI merupakan perusahaan pelaku industri cloud dan hosting di Indonesia, serta organisasi terkait partisipan industri. Beberapa anggotanya termasuk Qwords, Rumahweb, BiznetGio, CBNCloud, Jogjacamp, Infinys dan Masterweb.

Negara lain makin ketat meregulasi data

Pernyataan tidak setuju juga dilayangkan Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO). Dalam rilis resminya, IDPRO mewanti-wanti pemerintah agar kedaulatan data nasional dipegang penuh oleh otoritas setempat. Organisasi juga memberikan contoh studi kasus, bagaimana negara lain memberikan aturan ketat berkaitan dengan data.

“Di bulan September 2017, Facebook dikenakan Denda oleh Pemerintah Spanyol melalui AEPD (Agencia Espanola de Proteccion de Datos/Spanish Data Protection Agency) sebesar USD$1.44 juta atas pelanggaran memanfaatkan data informasi personal dari pengguna Facebook di Spanyol untuk keperluan advertising. AEPD mendapati Facebook mengumpulkan data detail tentang gender, agama, kegemaran individu, hingga data situs halaman yang di-browsing oleh jutaan pengguna Spanyol tanpa seizin pemilik data-data tersebut. Selain Spanyol, Hongkong pun menerapkan kebijakan yang ketat dalam hal data warganya melalui aturan Personal Data Privacy Ordinance.”

Untuk kebijakan penempatan pusat data di dalam negeri bagi layanan publik atau layanan yang menyimpan data strategis, Indonesia tidak sendirian. Berdasarkan laporan Oxford University, Rusia dan Tiongkok telah menerapkan kebijakan serupa. Brazil berencana menerapkan kebijakan yang mirip. Jerman juga memiliki Privacy Laws yang sangat ketat dan rigid, menyebabkan Microsoft pada bulan November 2105 memutuskan menempatkan pusat data layanan cloud mereka di Jerman.

CEO Biznet Gio Dondy Bappedyanto berpendapat, sebelum laporan ini disahkan ada beberapa pertanyaan mendasar yang masih belum terjawab. Pertama, apakah PP 82/2012 yang sebelumnya ada sudah pernah dijalankan 100%? Sejauh ini ia melihat belum ada enforcement untuk penegakan regulasi tersebut. Kini revisi akan menjadi lebih kompleks, mekanisme pelaksanaannya belum dipaparkan oleh pihak regulator.

Kemudian pertanyaan kedua Dondy berkaitan dengan klasifikasi data. Bagaimana kita menilai data tersebut menjadi data personal, mekanismenya seperti apa, yang melakukan audit siapa? Tanpa prosedur teknis yang jelas dan terukur, dinilai akan banyak melahirkan celah yang dapat dimanfaatkan pihak berkepentingan. Memang, untuk menilai klasifikasi data harus ada standardisasi ketat, mengingat jenis data berevolusi cepat.

Dondy menekankan, efektivitas juga harus diukur dari beberapa aspek, misalnya kecepatan internet dan bandwidth.

“Semua yang ada di internet itu kan data. Video misalnya, kalau dinilai itu data yang strategis atau enggak, menurut saya pasti enggak ya karena hiburan. Video adalah kontan yang memakan bandwidth paling banyak, kalau video yang diproduksi dari sini ditaruh di luar, ya jangan harap internet bisa murah dan cepat. Kalau semua konten ada di luar, belum pasti penyedia layanan mau exchange bandwidth ke sini,” terang Dondy.

Revisi untuk mendukung industri

Ditemui di sela-sela IMF-WB Annual Meeting di Bali, Menkominfo memberikan penjelasan lain tentang rencana revisi PP 82/2012. Salah satunya untuk memberikan fleksibilitas startup digital lokal untuk berkembang. Menurutnya jika semua data diwajibkan diletakkan di dalam negeri, akan sulit jika nantinya ada kebutuhan untuk ekspansi atau sejenisnya.

Di kesempatan yang sama Rudiantara juga menegaskan, revisi aturan ini tidak ada hubungannya dengan dinamika industri komputasi awan, misalnya terkait rencana kehadiran pemain asing di Indonesia. Murni sebagai perbaikan berlandaskan kondisi dan kebutuhan yang ada.

Be realistic saja, sekarang berapa banyak startup lokal yang sudah melayani pasar regional. Coba sebutkan, baru GO-JEK dan Traveloka saja kan yang masif,” ujar Dondy menanggapi pernyataan Menkominfo tersebut.

Rendy menambahkan, saat ini sudah ada banyak sekali pusat data lokal. Untuk yang kelas publik dan carrier neutral, sudah ada di lebih dari 50 lokasi. Sedangkan untuk yang kelas privat, jumlahnya sudah ratusan dan lokasinya tersebar di banyak tempat.

“Publik ini maksudnya lokasi peletakan data center, semisal di Cyber, Duren Tiga, Cibitung, Bogor, dll. Sementara yang private lebih banyak lagi. Misalnya Qwords memiliki private data center di Gedung Cyber, begitu pula dengan Telkom memiliki di gedungnya sendiri. Tersebar mulai dari yang Tier 1 sampai Tier 4. Tidak hanya di Jabodetabek, bahkan ada di Papua dan Ternate. Lembaga pemerintah sendiri juga banyak bangun data center,” jelas Rendy.

Rendy dan Dondy secara percaya diri mengisyaratkan bahwa pemain lokal dengan pusat datanya di sini sudah sangat siap memfasilitasi kebutuhan startup digital lokal.

Google Announces Plan to Provide Indonesia’s Cloud Region

Google (10/4) held Google Cloud Summit Indonesia 2018. It was attended by some speakers from startups and corporates implementing Google Cloud. An exciting news being announced is Google Cloud Region Indonesia will be available in the next few months.

Google Cloud Region Indonesia will be the eight in the Asia Pacific after Mumbai, Singapore, Taiwan, Sydney, and Tokyo. Indonesia’s Google Cloud Platform (GCP) customers would likely to gain benefits, such as low latency and high performance in the implementation.

“Google Cloud is committed to serving GCP’s customers in Indonesia and participated quickly in the digital economy,” Rick Harashman, Google Cloud Asia Pacific’s Managing Director, explained.

In the presentation, he said GCP is to make a long-term investment in developing the necessary infrastructure to support GCP business in Indonesia. It’s inseparable from Indonesian customers’ demand for GCP to make technical innovation in Indonesia.

“By expanding to the new areas, we provide higher performance for customers. Our customers have been demanding for the technical innovations in Indonesia and we’re thrilled to make it happen,” he added.

Tim Synan, Head of Google Cloud Southeast Asia, said in the release, “We introduce the power of Google Cloud to any business scale in Indonesia and support them to provide certain solutions through various platforms and devices.”

Google also introduced some advanced features of Artificial Intelligence and Machine Learning attached in its G-Suite. It includes the easier data processing by chat, Google Docs which integrates with translation engine, and the smarter image search in Google Slide.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Google Umumkan Rencana Menghadirkan Cloud Region Indonesia (UPDATED)

Google hari ini (04/10) menyelenggarakan Google Cloud Summit Indonesia 2018. Acara diisi oleh beberapa narasumber dari kalangan startup dan korporasi yang memanfaatkan Google Cloud. Salah satu hal menarik ialah adanya pengumuman bahwa Google akan membuka Google Cloud Region di Indonesia dalam beberapa bulan ke depan.

Google Cloud Region Indonesia (semacam pusat data atau data center) akan jadi yang ke delapan di Asia Pasifik setelah Mumbai, Singapura, Taiwan, Sydney, dan Tokyo. Harapannya pelanggan Google Cloud Platform (GCP) di Indonesia akan mendapat keuntungan seperti latency yang rendah dan kinerja yang tinggi dalam penggunaan.

“Google Cloud berkomitmen untuk melayani pelanggan GCP kami di Indonesia, secara cepat berpartisipasi dalam ekonomi digital,” terang Managing Director Google Cloud Asia Pasific, Rick Harashman.

Dalam presentasinya, Harashman juga menjelaskan bahwa GCP akan melakukan investasi jangka panjang dalam mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung bisnis GCP di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari permintaan pelanggan di Indonesia yang meminta GCP menghadirkan inovasi teknis di Indonesia.

“Dengan berekspansi ke wilayah baru, kami memberikan kinerja yang lebih tinggi bagi para pelanggan. Pelanggan kami sejak beberapa waktu lalu sudah meminta kami untuk menghadirkan inovasi-inovasi teknis ke Indonesia dan kami bangga bisa melakukannya,” lanjut Harashman.

Dalam keterangan resminya Head of Google Cloud Southeast Asia, Tim Synan menyebutkan, “Kami menghadirkan kekuatan Google Cloud ke berbagai ukuran bisnis di Indonesia dan membantu mereka memberikan solusi khusus melalui berbagai platform dan perangkat.”

Google juga memperkenalkan beberapa kecanggihan kecerdasan buatan dan machine learning yang disematkan di layanan G Suite-nya. Seperti pengolahan data yang dimudahkan dengan chat, Google Docs yang sudah terintegrasi dengan translator, hingga pencarian gambar yang lebih pintar di dalam Google Slide.

Update: pihak Google menyatakan bahwa Cloud Region berbeda dengan data center. Cloud Region adalah zona ketersediaan yang didesain untuk meminimalkan latency dan meningkatkan performa layanan di suatu wilayah.