Industri “Cloud Kitchen” di Indonesia, Antara Solusi dan Kompetisi

Konsep cloud kitchen mungkin sama monumentalnya dalam industri makanan seperti penemuan api. Kita menyaksikan sendiri perubahan drastis saat mengonsumsi makanan, yang mengarah ke pesatnya industri jasa makanan. Dari masak di dapur, makan ke restoran, hingga akhirnya memesan makanan tiga kali seminggu lewat sebuah aplikasi. Kenyamanan terus meningkat di setiap tingkat.

Menurut analisis yang disusun Deloitte, kenyamanan menjadi pertimbangan penting bagi kaum milenial karena gaya hidup mereka yang padat. Kurangnya waktu adalah salah satu alasan utama pesatnya pertumbuhan belanja online dan pemesanan online dari restoran.

Milenial lebih sering makan di luar atau memesan makanan dibandingkan generasi sebelumnya. Lebih dari 60% generasi milenial memesan makanan atau makan di luar setidaknya sekali atau lebih dari sebulan sekali. Dengan memanfaatkan daya beli yang meningkat dan permintaan yang tinggi, pasar pengiriman makanan online di Indonesia punya potensi besar untuk tumbuh.

Sebagaimana yang diungkap e-Conomy 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Laporan ini tidak merinci seberapa besar persentase potensi yang diberikan oleh industri pengiriman makanan yang di dalamnya mencakup cloud kitchen. Setidaknya secara umum, angka tersebut mampu menggambarkan betapa gurihnya bisnis pengantaran makanan.

Ambil contoh, di India saja pangsa pasar pengiriman makanan diproyeksikan tumbuh pada CAGR 16% untuk mencapai $17 miliar pada 2023 mendatang, menurut DataLabs by Inc42. Sementara, industri cloud kitchen diproyeksi mencapai $1,05 miliar pada 2023 mendatang. Faktor pendukungnya datang dari meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan dan perubahan pola pikir konsumen.

Rebel Foods salah satu operator cloud kitchen dengan jaringan terbanyak di India, lebih dari 350 lokasi yang tersebar di 35 kota. Mereka mengoperasikan 12 brand F&B, Faasos, Behrouz Biryani, dan Oven Story, adalah top 3 brand yang paling dikenal. Perusahaan juga bekerja sama dengan pemain F&B lainnya untuk ekspansi ke lokasi baru. Wendy’s adalah salah satunya, melalui program Rebel Launcher.

Gojek adalah salah satu pemegang saham Rebel Foods. Mereka berekspansi ke Indonesia dengan membentuk PT. Rebel GoFood Indonesia untuk mengoperasikan cloud kitchen Dapur Bersama GoFood. Terhitung ada 27 outlet Dapur Bersama yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Di sini, mereka mengadopsi konsep rental, bermitra dengan pemain F&B lainnya untuk memanfaatkan dapur, dan meluncurkan brand sendiri, sama seperti di India. Mereka memboyong brand Faasos ke Indonesia. Tak hanya Indonesia, Rebel Foods sudah melebarkan sayap ke UAE dan UK.

Rebel Foods bukanlah pemain tunggal di segmen ini. Perusahaan memiliki persaingan yang kuat dari agregator makanan seperti Zomato dan Swiggy, yang juga memiliki jaringan cloud kitchen sendiri. Pada saat yang sama, pemain sejenis Rebel Foods, di antaranya Ola Foods, FreshMenu, Box8, dan QSR Foods.

Kondisi ini memberikan gambaran serius bahwa dengan pijakan bisnis yang kokoh di bisnis pengiriman makanan, pemain agregator makanan secara agresif bergerak menuju cloud kitchen untuk menggarap bisnis.

Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta.

Mayoritas operator cloud kitchen ini menyasar pada pebisnis F&B yang masih berskala UKM. Sementara, jaringan restoran cenderung memilih gerai tradisional karena banyak dari mereka tidak hanya menjual makanan, tetapi juga suasana dan pengalaman bersantap kepada para pelanggannya.

“Namun, kami melihat mereka yang lebih bereputasi mulai menggunakan cloud kitchen sebagai ‘dapur satelit’ – gerai pelengkap di luar mal untuk menangkap konsumen di daerah yang lebih terpencil. Biasanya, pengiriman dari mal terlihat kurang efektif karena terlalu banyak waktu bagi pengemudi untuk parkir, masuk ke mal, memesan makanan, dan mengantarkan,” tulis laporan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan, “Dapur satelit bertugas hanya untuk menerima pesan-antar demi mengurangi waktu pengiriman dari restoran ke konsumen. Di masa depan, kita dapat melihat lebih banyak kolaborasi antara mal ritel tradisional dan cloud kitchen dalam model bisnis hibrida, sehingga menciptakan peluang besar bagi kedua sektor untuk terus tumbuh.“

DailySocial mencatat setidaknya ada 15 operator cloud kitchen yang beroperasi di Indonesia sejauh ini. Berikut rinciannya:

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

Sumber: Savills Research, data diolah

GrabKitchen

Setahun sebelum Gojek debut dengan Dapur Bersama, kompetitor terdekatnya Grab sudah masuk lebih dahulu pada September 2018. Branding cloud kitchen yang Grab gunakan pada waktu itu adalah Kitchen by GrabFood, yang berlokasi di Kedoya, Jakarta Barat. Kemudian, ubah nama hingga kini menjadi GrabKitchen.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Head of GrabKitchen Grab Indonesia Rio Aristo mengatakan dibalik meningkatnya penggunaan layanan pengantaran makanan di Indonesia, cloud kitchen menjadi alasan kuat bagi merchant yang ingin memperluas usaha mereka tanpa perlu menyediakan meja dan kursi untuk makan di tempat.

“Grab tetap yakin dengan ekosistem yang kuat–didukung oleh angka konsumen yang berkembang, fitur aplikasi, serta infrastruktur pengantaran yang sudah matang–menjadikan GrabKitchen lebih unggul karena didukung oleh kepemimpinan GrabFood di kategori pesan-antar makanan. Hal tersebut telah menjadi alasan mengapa berbagai brand, besar atau kecil, memilih untuk bergabung dengan jaringan cloud kitchen kami,” ujarnya.

Sumber: Grab

GrabKitchen kini telah berada di lebih dari 45 outlet, tersebar di Jakarta, Bandung, Bali, Medan, Surabaya, Makassar, dan Malang. Berkat kemitraan dengan pemain cloud kitchen lainnya, Yummykitchen, mitra dapat menempatkan dapur di lokasi dengan permintaan konsumen terbanyak.

Bila digabung dengan wilayah operasional Yummykitchen, cakupan GrabKitchen kini mencapai lebih dari 80 outlet. Kehadiran Yummykitchen, menjadi daya tawar yang kompetitif karena merchant berkesempatan mendapat keahlian dalam pengembangan brand, pemasaran digital, dan strategi bisnis.

“Setiap calon mitra merchant dapat memanfaatkan keahlian ini untuk memutuskan: produk apa yang paling diminati konsumen, di mana lokasi dapur mereka, bagaimana memasarkan merek mereka kepada konsumen, hingga mengevaluasi strategi bisnis mereka bersama GrabKitchen dan Yummy Corp.”

Fasilitas yang disediakan GrabKitchen terdiri dari peralatan dapur dasar. Untuk mitra yang tidak butuh tempat masak disediakan opsi untuk menyimpan produknya di chiller dan siap dikirim setelah dipesan oleh konsumen. Layanan konsinyasi seperti ini cocok untuk kudapan seperti dessert box yang sedang tren, yang biasanya siap dijual langsung ke konsumen.

Jaringan cloud kitchen yang luas otomatis membawa nilai lebih bagi brand lokal dan nasional. Rio menjelaskan, bagi brand lokal dapat beroperasi di lebih banyak lokasi, sementara brand nasional dapat meluncurkan bisnisnya di kota-kota baru. Bagi konsumen, dapat memesan hidangan dari beberapa merchant yang berlokasi di satu GrabKitchen. Ini adalah proposisi pemilihan menu yang menarik untuk kebutuhan keluarga dan kelompok, serta memberikan visibilitas tambahan dan potensi promosi silang kepada setiap merchant.

Akses data dan teknologi juga diberikan untuk merchant yang memanfaatkan GrabKitchen. Grab memberikan data yang telah diolah untuk diberikan ke merchant untuk mengidentifikasi permintaan di wilayah tertentu.

Sumber: Grab

“Inovasi ini adalah solusi yang lebih efisien dan efektif. Pendekatan berbasis data kami memungkinkan kami untuk memberi rekomendasi kepada merchant tentang pemilihan menu, presentasi, promosi, dan branding untuk membantu mereka meningkatkan penjualan dan visibilitas mereka secara online.”

Keuntungan merchant lainnya, tak hanya mendapat akses pengantaran makanan, juga akses untuk belanja bahan masakan dengan harga yang lebih kompetitif. Penggunaan GrabMerchant juga memungkinkan merchant untuk mengelola menu, operasional toko, membuat iklan digital, serta mendapatkan akses ke laporan bisnis komprehensif yang dapat diakses melalui web.

“Kami yakin bahwa nilai tambah yang ditawarkan oleh fitur ini menyederhanakan operasi untuk pedagang kami. GrabKitchen akan terus mengembangkan fitur-fitur yang bermanfaat baik bagi mitra merchant maupun konsumen kami.”

Hangry

Sumber: Hangry

Berbeda dengan Grab dan Gojek, Hangry kurang lebih mengambil pendekatan seperti Rebel Foods pada awal perusahaan tersebut berdiri. Hangry mengoperasikan cloud kitchen untuk brand F&B yang dibentuk sendiri (brand builder).

CEO Hangry Abraham Viktor menjelaskan, alasan Hangry mengambil konsep cloud kitchen karena nilai lebih yang ditawarkan, yakni fleksibilitas dan efisiensi infrastruktur dapur, dan selalu hadir di manapun konsumen berada. “Beranjak dari konsep ini, kami berusaha untuk menyediakan suatu pengalaman virtual dining.”

Karena cloud kitchen dioperasikan sendiri, jadi suatu kelebihan buat Hangry karena perusahaan dapat memprioritaskan kualitas produk yang menjadi inti bisnisnya, baik dari kelezatan maupun kebersihan. Ada SOP dan QC yang diterapkan untuk menjaga kualitas dan higienitas produknya.

“Sekarang kami telah mencapai ribuan order per harinya dalam jangka waktu kurang lebih tujuh bulan. Selain itu, salah satu metrics lainnya yang amat penting adalah rating restoran kami di channel delivery yang berada di rata-rata 4,7/5. Inilah salah satu bukti komitmen kami untuk menjaga kualitas produk.”

Dukungan teknologi juga disematkan di dalam aplikasi Hangry. Selain kemudahan pemesanan makanan, selayaknya saat berseluncur di aplikasi delivery pada umumnya, terdapat gamifikasi berupa poin-poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah-hadiah menarik. Poin tersebut dikumpulkan melalui channel pembelian apapun dengan memindai kode QR yang ada di bukti pembelian.

Tak lupa, kemudahan pembayaran digital dengan berbagai opsi juga diberikan. Transaksi dengan e-wallet menurut Hangry masih digemari oleh konsumen yang bertransaksi secara online.

Abraham menuturkan saat ini Hangry tersebar di 40 lokasi di Jabodetabek dan Bandung. Adapun ambisi perusahaan pada tahun ini dapat hadir di lebih dari 120 outlet, masuk ke Bandung, Surabaya, dan Medan.

Terkait rencana membuka cloud kitchen-nya untuk brand di luar Hangry, Abraham masih menampik kemungkinan tersebut. “Untuk fasilitas kitchen, sekarang ini hanya brand Hangry yang bisa menggunakannya, tidak bisa ada brand lain yang menyewa atau menggunakannya.”

Sumber: Hangry

Ambil segmen berbeda

Di balik pesatnya perkembangan cloud kitchen, masih ada ruang besar untuk diseriusi pemain lainnya. DishServe memosisikan dirinya sebagai enabler ghost kitchen dengan memanfaatkan aset fasilitas dapur rumah yang kurang dimanfaatkan. Dapur tersebut nantinya masuk ke dalam jaringan cloud kitchen sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B.

Sebagai enabler, DishServe memudahkan bisnis brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki perusahaan. Perusahaan akan mendistribusikan stok makanan milik brand ke outlet pilihan, melihat dari insight yang berhasil terekam. Pun bagi pemilik dapur rumah, mereka bisa mendapat penghasilan tambahan. Alhasil dengan strategi ini brand tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk ekspansi outlet.

Terhitung saat ini DishServe memiliki 100 jaringan dapur di Jakarta.

Berikutnya ada Lookalkitchen yang menawarkan konsep revitalisasi dapur/restoran untuk para pemilik restoran agar tidak tertinggal tren pengiriman makanan online. Dapur-dapur yang belum dimanfaatkan secara optimal, diubah oleh perusahaan menjadi pusat pengiriman makanan dan minuman.

Pemilik restoran tetap memanfaatkan dapur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi staf yang ada, dan menjadi bagian dari cloud kitchen tanpa harus terbebani oleh biaya-biaya tambahan. Mitra dapat menyajikan hingga 10 merek sekaligus di dapurnya.

Perusahaan bermitra dengan merek-merek makanan dan minuman (mamin) online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan memiliki kehadiran kuat di medai sosial. Pengusaha ini tidak perlu repot lagi mencari lokasi baru untuk lebih dekat dengan para konsumennya. Lookalkitchen memanfaatkan model bisnis bagi hasil antara pengusaha mamin dan restoran mitra.

“Kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur, aktiviasi, sampai akhirnya masuk ke semua platform food delivery,” ucap Co-Founder dan CFO Lookalkitchen Daniel Song.

Adapun beberapa nama mereknya adalah Dapoer Bang Jali by Denny Cagur, Enakdibungkus, dan Mandu Mami, yang memiliki basis pengikut Instagram gabungan hingga 100 ribu follower. Total outlet Lookalkitchen saat ini tersebar di 50 titik di Jakarta. Rencananya akan ekspansi ke kota lainnya pada akhir tahun ini.

Dari sisi bisnis, tentunya kehadiran pemain cloud kitchen adalah strategi diversifikasi pemilik bisnis untuk semakin mendekatkan diri ke konsumen tanpa harus keluar rumah. Lantaran lebih fleksibel dari sisi rental dan investasinya lebih ramah dikantong. Mayoritas para operator cloud kitchen ini menyasar bisnis UKM yang relatif baru beroperasi, maka skema bisnisnya sangat cocok.

Belum lagi dengan penyajian insight data untuk UKM sangat bermanfaat untuk menentukan strategi berikutnya, terlebih statusnya yang masih menjadi startup sehingga perlu minimalisir risiko. Terlepas dari sisi positifnya, ada tantangan yang dihadapi oleh operator cloud kitchen, seperti kurangnya pengalaman bersantap selayaknya di restoran, masalah kontrol kualitas makanan karena tidak semua menu “delivery friendly”. Ditambah, banyaknya pengiriman makanan berarti semakin banyak sampah kemasan yang dihasilkan.

Hangry sadar dengan kelemahan tersebut, makanya mereka membuat outlet khusus dine-in yang dijadikan sebagai flagship store untuk memperkenalkan brand agar lebih dekat kepada konsumen.

Seorang pengusaha kuliner dari India, Rachael Goenka, menuturkan, dalam menjalankan bisnis cloud kitchen yang menguntungkan, operator harus mengumpulkan kapital dalam jumlah yang cukup besar atau memiliki kehadiran merek yang kuat dan penawaran pengiriman yang dapat dimanfaatkan di beberapa lokasi.

“Kami harus mengandalkan yang terakhir dengan mengoperasikan banyak merek dari infrastruktur yang ada. Tidak pernah ada pertanyaan tentang satu opsi menggantikan yang lain. Makan di luar itu untuk perayaan dan pengalaman. Makan di tempat itu nyaman.”


*Foto header: Depositphotos.com

Lookalkitchen Hadir di Tengah Ramainya Persaingan Bisnis “Cloud Kitchen”

Kehadiran bisnis kuliner berbasis cloud kitchen di Indonesia memang belum terbilang lama. Namun, pandemi telah menciptakan momentum bagi dapur tak berwujud atau restoran yang hanya menawarkan take away tanpa fasilitas makan di tempat. Salah satu pemain baru yang masuk meramaikan pasar dapur kolektif ini adalah Lookalkitchen.

Startup yang didirikan oleh Peter Choi (CEO) dan Daniel Song (CFO) ini menawarkan model cloud kitchen alternatif bagi para pebisnis kuliner untuk mengoptimalkan dapur atau restoran mereka. Sedikit berbeda dengan konsep cloud kitchen yang telah ada, Lookalkitchen memanfaatkan dapur yang sudah ada dari brand sehingga tidak lagi mengeluarkan cost tambahan untuk penyewaan tempat, alat-alat masak serta manajemen karyawan.

Lookalkitchen bekerja sama dengan merek-merek makanan dan minuman online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan sudah memiliki kehadiran yang kuat di media sosial. Platform ini memungkinkan dapur yang pemanfaatannya belum optimal untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan dengan mengumpulkan merek yang khusus melayani pesanan takeaway tanpa biaya di muka.

Dalam pemaparannya Peter mengungkapkan, “Melalui kerja sama dengan brand-brand yang sudah ada, kami pada dasarnya membentuk sebuah komunitas di sektor F&B di mana mereka bisa berbagi value di tengah pesatnya adaptasi online food deliveryHal ini diharapkan bisa menciptakan tambahan revenue untuk para pebisnis kuliner yang bergabung.”

Melalui kerja sama dengan restoran-restoran mitra, para pebisnis kuliner online tersebut tidak perlu repot lagi mencari lokasi-lokasi baru supaya bisa lebih dekat bagi para pelanggan karena dapat dengan mudah memanfaatkan dapur-dapur restoran lokal yang sudah ada. Konsep kerja sama yang unik ini menunjang model “bagi-hasil” antara Lookalkitchen dan para pebisnis kuliner online serta restoran-restoran mitra.

Ketika disinggung mengenai skema konsep bagi-hasil yang diterapkan, tim Lookalkitchen mengaku belum bisa menjawab, karena tiap-tiap restoran memiliki kesepakatan yang spesifik. Namun, mereka menegaskan bahwa timnya hanya akan menerima keuntungan ketika partner sudah mendapat revenue.

Daniel menambahkan, “Bagi para pemilik restoran, merencanakan ulang model bisnis dan melakukan perubahan dengan cepat adalah keputusan yang tidak mudah, terutama selama masa pandemi Covid-19. Alih-alih menghabiskan lebih banyak waktu dan uang, kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot sama sekali hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur atau restoran, proses aktivasi, sampai akhirnya tersedia di semua platform pengiriman makanan-minuman online utama.”

Dalam melakukan penilaian terhadap partner restoran, Lookalkitchen melihat tiga aspek terpenting. Pertama, dapur yang fungsional dengan area memasak dan persiapan yang memadai, dilengkapi ruang penyimpanan dan peralatan dapur dasar. Kedua, Protokol kebersihan yang dipatuhi oleh setiap staf saat menyiapkan makanan dan memastikan kebersihan area dapur. Terakhir, Ruang dan peralatan terpisah untuk menangani makanan halal dan non-halal.

Fokus pada dapur komersial

Indonesia disebut sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara untuk food delivery dengan GMV mencapai 31% yang diperkirakan mencapai $7 milliar di akhir tahun 2023. Beberapa perusahaan unicorn juga sudah melihat potensi ini lalu merambah pasar cloud kitchen, sebut saja ShopeeFood dan TravelokaEats.

Dalam kesempatan tersebut, Daniel juga mengumumkan bahwa Lookalkitchen akan segera membuka lima in-house brands termasuk L.A Galbi, The Crepe Lab, Bao Me Mao, Foli Kitchen, dan Warung Hercules. Timnya bekerja sama dengan chef profesional untuk membangun dan mengoperasikan restoran-restoran tersebut. Selain menyediakan dapur kolektif, Lookalkitchen juga memfasilitasi partner dengan insight pemasaran serta arahan teknologi.

“Saat ini kami masih fokus melayani pelanggan di area Jabodetabek. Namun, di akhir tahun 2021, kami berencana melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Dengan model bisnis beraset ringan, tanpa harus menyewa tempat atau mencari karyawan, kami bisa dengan cepat menjangkau area-area lain di Indonesia,” tambah Daniel.

Terkait pendanaan, timnya mengaku sempat menerima pendanaan di tahun 2020 namun belum bisa menyebutkan nilai serta investornya. Hingga saat ini, Lookalkitchen telah menaungi 20 merek makanan dan minuman online dan didukung oleh 50 dapur/restoran yang telah direvitalisasi.

Di Indonesia bisnis cloud kitchen sudah dimainkan beberapa startup lain juga. Dengan pendekatan berbeda, ada Hangry yang fokus mengembangkan brand F&B-nya sendiri. Ada juga DishServe yang coba memfasilitasi pemilik dapur rumahan untuk bisa menjadi kanal cloud kitchen bagi pemilik brand F&B.

Mantan COO RedDoorz Dirikan DishServe, Fasilitasi Dapur Rumahan Kembangkan Bisnis

Pandemi telah menciptakan perubahan dalam cara pelanggan berperilaku dalam pemesanan online — termasuk dari sisi peningkatan intensitasnya, yang diharapkan akan tetap ada bahkan setelah pandemi berakhir. Dengan demikian, menciptakan peluang besar bagi para pemain yang bersinggungan dengan pengiriman makanan atau ruang F&B untuk berkembang dan tumbuh lebih cepat. Peluang ini yang coba digarap oleh DishServe.

Kepada DailySocial, Founder & CEO DishServe Rishabh Singhi mengungkapkan DishServe merupakan jaringan aset ghost kitchen yang hadir saat pandemi. Dengan harga terjangkau dan pilihan menu yang beragam, mereka menawarkan pilihan makanan kepada pelanggan secara online.

“Awalnya ide tersebut muncul setelah melihat banyak teman yang mem-posting di media sosial tentang kegiatan memasak di rumah dan menjual makanannya. Namun dalam banyak kasus, mereka tidak dapat menjual di luar dari teman dan keluarga karena masalah operasional, biaya pemasaran dan lainnya. Dengan menjadi enabler untuk menjembatani dapur rumahan agar menjadi bisnis yang bertahan, kami membantu mereka dalam hal standardisasi operasi, peralatan, dan lainnya untuk menjadi bagian dari jaringan ghost kitchen DishServe” kata Rishabh.

Setelah sebelumnya menjabat sebagai COO di RedDoorz selama hampir 5 tahun, Rishhabh kemudian memutuskan untuk membangun bisnis baru yang menyasar industri kuliner. Disinggung soal alasannya, dirinya menegaskan saat itu merupakan waktu yang tepat untuk meninggalkan RedDoorz. Rishabh juga menyebutkan dirinya menyukai untuk membangun sesuatu yang baru.

Bantu brand buat titik distribusi

DishServe menggunakan fasilitas dapur rumah atau aset dapur yang kurang dimanfaatkan sebagai bagian dari jaringan untuk bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B. Sebagai marketplace, DishServe memudahkan pemilik brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki DishServe.

Selain itu dapur rumahan juga bisa memperoleh penghasilan tambahan dengan bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh. Dengan demikian membantu para pelanggan yang menyukai brand yang tergabung dalam DishServe, dengan mudah bisa mendapatkan makanan mereka dikirim kurang dari 10 menit dari 100 lebih lokasi tingkat dapur DishServe. Secara khusus dapur-dapur tersebut juga bisa diakses melalui aplikasi pesan makanan yang ada di aplikasi Gojek, Grab, Shopee, dan Traveloka.

Saat ini DishServe memiliki brand white label (juga disebut DishServe), yang memungkinkan mereka untuk menjaga infrastruktur tetap berjalan dan memonetisasinya lebih awal dari penjualan makanan. Namun, value proposition inti DishServe adalah membantu brand F&B berkembang dengan mengakses lebih dari 100 lokasi ghost kitchen di seluruh Jakarta tanpa set-up cost atau fixed cost.

“Dengan menempatkan brand kepada demand dan pemasaran yang baik, DishServe dapat memastikan bahwa infrastruktur yang digunakan dapat dimanfaatkan. DishServe mendapatkan komisi dari F&B yang disiapkan melalui jaringan ghost kitchen kami,” kata Rishabh.

Rencana penggalangan dana

DishServe saat ini telah menjalin kolaborasi dengan beberapa cloud kitchen. Meskipun tidak menempatkan DishServe sebagai pesaing dari para cloud kitchen, namun lebih kepada segmen yang berbeda dibandingkan dengan pilihan yang kemudian diterapkan oleh kebanyakan cloud kithen.

“Dan kami sebenarnya bisa menjadi layanan nilai tambah yang baik untuk brand yang sudah menjadi pelanggan cloud kitchen dengan memperluas jangkauan mereka untuk pilihan item menu mereka, seolah-olah kami adalah ‘konter ekspres/lite’ untuk brand tersebut,” kata Rishabh.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, DishServe terus membuka kesempatan bagi para investor yang tertarik dan memiliki visi yang sama dengan untuk memberikan masukan dan berbagai dukungan. Saat ini DishServe mengklaim sadang berada dalam proses penggalangan dana yang diharapkan bisa mengakselerasi pertumbuhan bisnis dan menambah lebih banyak brand untuk bergabung. Tidak disebutkan lebih lanjut siapa saja investor yang terlibat dalam kegiatan penggalangan dana tersebut.

Hangry Announces 188 Billion Rupiah Series A Funding Led by Alpha JWC Ventures

The multi-brand culinary startup Hangry today (03/5) announced the Series A funding worth of $13 million equivalent to 188 billion Rupiah. This round was led by Alpha JWC Ventures with the participation of Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, and Heyokha Brothers. Hangry will use the fresh fund for national expansion in 2021-2022.

Previously, Hangry secured $3 million seed funding from Alpha JWC Ventures and Sequoia Capital for its involvement in the Surge accelerator program last year.

This year, the company aims to build more than 120 outlets and 20+ dine-in restaurants in various cities throughout Indonesia. In a media gathering earlier, Hangry’s team said that they will immediately execute the omnichannel strategy, integrate online-offline distribution channels this year.

Was founded in early September 2019 by Abraham Viktor, Andreas Resha, and Robin Tan, Hangry currently operates 40 branches in the Greater Jakarta and Bandung. They manage in-house brands, from Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo and Dari Pada.

The cloud kitchen concept applied in every outlet, to produce quality products at affordable prices. Food/beverages from Hangry can be ordered via GoFood, GrabFood, ShopeeFood, and the Hangry application.

“There are not many global food and beverage brands with really high-quality offerings, even those from Indonesia. This is our goal. We started from a small shophouse and will continue to expand to big cities in Indonesia and then to Southeast Asian countries. In the long term, Hangry wants to be a brand that grows with consumers, be there for their every moment and makes it count,” Hangry’s Co-Founder & CEO, Abraham Viktor said.

Abraham added, “The Hangry business is multi-brand and multi-channel concept to offer options with various channels for consumers. Therefore, opening a restaurant to dine-in has been in our roadmap, we just postponed it due to the pandemic. Last year, we decided to focus on the cloud kitchen concept and this has been the key to Hangry’s success. Now, people are ready to return to their normal activities, including eating out, and this is the right time to introduce Hangry restaurant.”

Meanwhile, for Alpha JWC Ventures, the new retail sector does have its own place in its investment hypothesis. Apart from Hangry, there are several other culinary startups have received support from them, including Goola, Kopi Kenangan, and Mangkoku.

“As its seed investor, Hangry’s curent achievement has proved our trustin the beginning. With a customer focus and effective execution, Hangry always prioritizes excellence in terms of product taste and service experience. Within 1.5 years, Hangry has successfully launched various brands with various flavors and categories, and almost all of them are the best products with top rankings on various platforms – this is a clear example of innovation based on product market fit,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Eko Kurniadi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Hangry Umumkan Pendanaan Seri A 188 Miliar Rupiah, Dipimpin Alpha JWC Ventures

Startup kuliner multi-brand Hangry hari ini (03/5) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $13 juta atau setara 188 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures diikuti Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, dan Heyokha Brothers. Dengan dana segar yang didapatkan, Hangry memasang target untuk melakukan ekspansi nasional pada tahun 2021-2022.

Sebelumnya, tahun lalu Hangry mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta dari Alpha JWC Ventures dan Sequoia Capital atas keterlibatannya di program akselerator Surge.

Tahun ini perusahaan menargetkan bisa membangun lebih dari 120 outlet dan 20+ restoran dine-in di berbagai kota di Indonesia. Sebelumnya dalam sebuah acara temu media, tim Hangry juga mengatakan bahwa tahun ini mereka akan segera mengeksekusi strategi omnichannel, integrasikan saluran distribusi online-offline.

Sejak didirikan awal September 2019 oleh Abraham Viktor, Andreas Resha, dan Robin Tan, Hangry saat ini sudah mengoperasikan 40 cabang di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Mereka mengelola brand in-house, mulai dari Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo dan Dari Pada.

Konsep cloud kitchen turut diterapkan di setiap gerai yang dimiliki, untuk menghasilkan produk berkualitas namun dengan harga terjangkau. Makanan/minuman dari Hangry bisa dipesan lewat GoFood, GrabFood, ShopeeFood, dan aplikasi Hangry.

“Tidak banyak brand makanan dan minuman global yang memiliki sajian yang benar-benar berkualitas, pun yang berasal dari Indonesia. Ini yang menjadi cita-cita kami. Kami mulai dari sebuah ruko kecil dan akan terus berkembang ke kota-kota besar di Indonesia lalu ke negara-negara Asia Tenggara. Dalam jangka panjang, Hangry ingin menjadi brand yang tumbuh bersama konsumen, hadir pada tiap momen mereka dan membuat momen tersebut menyenangkan,” ujar Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor.

Abraham menambahkan, “Konsep bisnis Hangry adalah multi-brand dan multi-channel untuk membawa banyak pilihan dengan berbagai jalan bagi konsumen. Karena itu, membuka restoran untuk makan di tempat memang sudah ada di dalam perencanaan kami selama ini, hanya saja kami tunda karena pandemi. Tahun lalu kami memutuskan untuk fokus dengan konsep cloud kitchen dan hal ini telah menjadi kunci kesuksesan Hangry. Kini, masyarakat sudah mulai siap untuk kembali beraktivitas normal, termasuk untuk makan ke luar, dan ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan restoran Hangry.”

Sementara itu bagi Alpha JWC Ventures, sektor new retail memang memiliki tempat tersendiri dalam hipotesis investasinya. Terbukti selain Hangry saat ini sudah ada beberapa startup kuliner lain yang mendapatkan dukungan dari mereka, di antaranya Goola, Kopi Kenangan, dan Mangkoku.

“Sebagai investor awal mereka, apa yang telah dicapai Hangry sejauh ini membuktikan kepercayaan kami pada mereka sejak awal. Dengan fokus pada pelanggan dan eksekusi yang efektif, Hangry selalu mengutamakan kesempurnaan dari segi rasa produk dan pengalaman layanan. Dalam kurun waktu 1,5 tahun, Hangry berhasil meluncurkan berbagai brand dengan ragam rasa dan kategori, dan hampir semuanya menjadi produk terbaik dengan peringkat teratas di berbagai platform – ini adalah contoh nyata dari inovasi berbasis product market fit,” kata Partner di Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Application Information Will Show Up Here

Gencarkan Strategi Omnichannel, Hangry Targetkan Miliki 150 Gerai Tahun Ini

Hangry, startup multi-brand virtual restaurant, mengambil langkah agresif untuk dapat membuka 150 gerai offline hingga akhir 2021 (posisi saat ini 41 gerai). Diharapkan ekspansi ini dapat mendongkrak brand awarenss dari lima brand restoran milik Hangry, sekaligus kinerja perusahaan.

Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor menjelaskan, meski bisnisnya baru berumur setahun, namun pandemi berhasil memberikan banyak pelajaran. Pada awal pandemi, perusahaan sebenarnya ikut terdampak hingga penurunan penjualan hingga 30%. Akan tetapi, angka tersebut belum seberapa dibandingkan pemain F&B lainnya yang bermain di layanan dine-in.

Seiring berjalannya waktu, salah satunya didorong percepatan konsumsi aplikasi digital yang masif, berdampak pada kinerja perusahaan yang dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan sebelumnya dari sebelum PSBB tahap pertama.

Momentum tersebut dimanfaatkan dengan terus ekspansi meluncurkan brand-brand F&B baru di bawahnya, hingga akhirnya memutuskan untuk buka gerai khusus dine-in, dari sebelumnya hanya berkonsep cloud kitchen untuk pesan antar memanfaatkan jasa GoFood dan GrabFood.

“Tahun ini kita mau lebih banyak effort ke branding supaya lebih banyak orang kenal Hangry. Makanya kita pakai strategi omnichannel buka gerai dine-in dan delivery, tapi rencananya kita mau lebih banyak dine-in biar semakin engage dengan konsumen,” terang Viktor dalam konferensi pers virtual, Kamis (25/2).

Saat ini Hangry memiliki 40 gerai yang tersebar di Jabodetabek dan 1 gerai di Bandung. Adapun pada awal tahun ini, perusahaan meresmikan satu gerai dine-in dinamai Hangry the Alley berlokasi di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat. Gerai ini akan menjadi flagship dari seluruh brand Hangry agar semakin dikenal masyarakat luas.

Viktor sendiri merencanakan, dalam target 150 gerai pada akhir tahun ini. Setidaknya di tiap kota besar akan hadir satu gerai flagship tersebut untuk memperkenalkan brand Hangry. Lalu sisanya akan difokuskan untuk perbanyak gerai stand alone buat Moon Chicken dan San Gyu. Keduanya merupakan brand dengan penjualan tertinggi dan memiliki banyak konsumen.

Adapun Hangry kini memiliki tiga brand F&B lainnya, yakni Dari Pada, Nasi Ayam Bude Sari, dan Ayam Koplo. Masing-masing brand jadi cari perusahaan untuk menangkap semua masyarakat yang memiliki favorit makanan yang berbeda-beda.

Mengenai kinerja perusahaan terjadi tren kenaikan hingga 2000% yang ditunjukkan lewat penjualan produk di bawah naungan Hangry mencapai 22 kali lipat dari Januari 2020 ke Desember 2020.

Pada tiap kuartal sepanjang 2020, perusahaan mampu menjual mulai dari 135 ribu porsi dalam sebulan, tembus ke angka 525 ribu porsi sebulan di kuartal terakhir. Bahkan disebutkan pula pada Desember 2020, dalam sehari pernah tembus 17 ribu porsi.

“Oleh karena itu, kami melihat bahwa minat masyarakat terhadap produk Hangry cukup tinggi dan menjadi salah satu alasan kami untuk berinovasi melakukan ekspansi dengan membuat restoran dine-in,” tutupnya.

Ekspansi perusahaan yang agresif ini juga didukung oleh perolehan pendanaan tahap awal senilai $3 juta dari Sequoia dan Alpha JWC Ventures yang diumumkan pada Juni tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

Grab Partners with Yummy Corp to Expand Cloud Kitchen Coverage

Grab announced a partnership with Yummy Corp to expand the business scope of culinary entrepreneurs in Indonesia. As combined, the two companies now operate more than 80 cloud kitchens throughout Indonesia.

In a virtual press conference today (8/2), Grab Indonesia’s Country Managing Director Neneng Goenadi emphasized that Grab doesn’t provide any investment for Yummy Corp in this collaboration. It’s only in the form of an MoU from the two companies to support culinary in Indonesia.

“The collaboration with Yummy Corp is based on a shared vision to offer new concepts in the culinary industry as a form of Grab’s support for this industry in Indonesia,” she explained.

In a separate official statement, Yummy Corp’s Co-Founder & CEO, Mario Suntanu said, “Our mission is to support culinary entrepreneurs to grow in the new digital era by providing managed expansion solutions through cloud kitchens. We are very pleased to be working with them. Grab to take the mission of the two companies to the next level, where the speed of expansion, quality of food, and customer satisfaction will always be our main focus.”

The next implementation of the collaboration is that Yummy Corp will provide operational management including recruiting more staff at GrabKitchen, Yummy Corp merchants are incorporated into the GrabFood platform and access the features in it, so they can receive maximum benefits.

Eventually, encouraging innovation in the culinary industry through collaborations with brands and chefs. Grab and Yummy Corp plan to work with culinary entrepreneurs to create new concepts, test them on the GrabFood platform, and develop them in the cloud kitchen networks of Grab and Yummy Corp.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab
Grab Indonesia’s Country Managing Director Neneng Goenadi and GrabFood’s Head of Marketing Hadi, Surya Koe / Grab

The concept of cloud kitchens alone is currently very popular among food delivery service providers. Gojek as Grab’s main competitor in Indonesia also performs the same approach. Through its investment in a cloud kitchen startup from India, Rebel Foods, Gojek brought the service to Indonesia through PT Rebel GoFood Indonesia (GoFood Kitchen).

Research of Momentum Works said that in Indonesia GMV food delivery services had reached 52 trillion Rupiah in 2020. The result is dominated by Grab and Gojek dominated, respectively holding 53% and 47% of the total market share.

The biggest business contributor

Neneng also said that the GrabFood business supports 50% of the entire Grab business. There was no further detail on how the contribution from Indonesia, or others. “We are proud to say that Grab is a super app company because 50% of our business, be it transactions, revenue, and so on, is contributed by GrabFood.”

Grab changed its strategy to no longer rely on the transportation business, especially in the midst of an ongoing pandemic. Since last year the company has invested heavily in food delivery services, including delivering daily necessities with GrabMart and GrabAsisstant.

Without clearly stated the numbers, it is said that the growth of active merchant partners at GrabFood on the platform over the past year has increased significantly. GrabMart merchants also continue to grow, starting from supermarkets, convenience stores, pharmacies, and startups such as Sayurbox, TaniHub, and WarungPintar. Thanks to this partnership, GrabMart has reached 19 cities.

In addition, it provides GrabMart Daily to meet daily needs thanks to the collaboration with a number of FMCG brands. This service is only available in nine locations in the Jakarta area, for example, Duren Sawit, Kemayoran, Lebak Bulus, Setiabudi, Daan Mogot, Tendean, and Kebayoran Lama.

As for GrabKitchen locations, it has spread across 46 locations in seven cities, including Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, and Makassar. There are more than 200 brands that are members of this cloud network.

Aside from focusing on increasing merchant partners, but the company also developed a number of features to make it easier for consumers. Among them are Take Yourself, Scheduled Order, Order With Friends, Multi Order, Order Again.

Next, Pesan Sekaligus from various merchants located in one building/street; Promosi Terbaik to filter the list of merchants participating in a particular promotion; expand the non-cash payment options for GrabFood; tips before the transaction is complete.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Umumkan Kerja Sama dengan Yummy Corp, Perluas Cakupan Cloud Kitchen

Grab mengumumkan kerja sama dengan Yummy Corp untuk perluas cakupan bisnis para pelaku usaha kuliner di Indonesia. Bila digabungkan kini kedua perusahaan mengoperasikan lebih dari 80 cloud kitchen di seluruh Indonesia.

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada hari ini (8/2), Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menegaskan dalam kerja sama ini tidak ada komitmen investasi yang diberikan Grab untuk Yummy Corp. Hanya berbentuk MoU sebagai bentuk komitmen dari kedua perusahaan untuk mendukung kuliner di Indonesia.

“Kerja sama dengan Yummy Corp didasari kesamaan visi untuk menawarkan konsep baru di industri kuliner sebagai bentuk dukungan Grab terhadap industri ini di Indonesia,” terangnya.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Yummy Corp Mario Suntanu mengatakan, “Misi kami adalah mendukung para pelaku usaha kuliner untuk tumbuh di era digital baru dengan menyediakan solusi ekspansi yang terkelola melalui cloud kitchen. Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Grab untuk membawa misi kedua perusahaan ke tingkat selanjutnya, di mana kecepatan ekspansi, kualitas makanan, dan kepuasan pelanggan akan selalu menjadi fokus utama kami.”

Implementasi selanjutnya dari kerja sama tersebut adalah Yummy Corp akan menyediakan manajemen operasional termasuk merekrut lebih banyak staf di GrabKitchen, merchant Yummy Corp tergabung ke dalam platform GrabFood dan mengakses fitur-fitur di dalamnya, sehingga mereka dapat menerima keuntungan maksimal.

Terakhir, mendorong inovasi di industri kuliner melalui kolaborasi dengan brand dan chef. Grab dan Yummy Corp berencana untuk bekerja sama dengan pelaku usaha kuliner untuk menciptakan konsep baru, mengujinya di platform GrabFood, dan mengembangkannya di jaringan cloud kitchen Grab dan Yummy Corp.

Hal ini memungkinkan pelaku usaha kuliner untuk mengambil pendekatan berbasis data guna bereksperimen dan menguji konsep baru secara langsung, dengan biaya minim. “Sinergi ini akan memberi keleluasaan bagi konsumen dan mitra resto yang ingin ekspansi, atau sekadar test the water di lokasi cloud kitchen Grab dan Yummy.”

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab
Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab

Konsep cloud kitchen sendiri sekarang memang sedang banyak digandrungi penyedia layanan food delivery. Gojek selaku kompetitor utama Grab di Indonesia juga mengusung pendekatan yang sama. Melalui investasinya ke startup cloud kitchen asal India, yakni Rebel Foods, Gojek memboyong layanan tersebut ke Indonesia melalui PT Rebel GoFood Indonesia (Dapur Bersama GoFood).

Riset dari Momentum Works mengatakan, di Indonesia GMV layanan pesan-antar makanan telah mencapai 52 triliun Rupiah di tahun 2020. Perolehan tersebut didominasi oleh Grab dan Gojek, masing-masing memegang 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Kontributor bisnis terbesar

Neneng juga menuturkan, bisnis GrabFood menopang 50% terhadap keseluruhan bisnis Grab secara keseluruhan. Tidak dirinci lebih lanjut bagaimana kontribusi dari Indonesia, atau lainnya. “Kami bangga mengatakan Grab itu adalah super app company karena 50% bisnis kami, baik itu transaksi, revenue, dan sebagainya, disumbang oleh GrabFood.”

Grab mengubah strategi tak lagi mengandalkan bisnis transportasi, apalagi di tengah pandemi yang masih berlangsung. Sejak tahun lalu perusahaan banyak berinvestasi untuk layanan food delivery, termasuk mengantar kebutuhan sehari-hari dengan GrabMart dan GrabAsisstant.

Meski tidak disebutkan dengan angka, diklaim pertumbuhan mitra merchant di GrabFood yang aktif beraktivitas di platform Grab sepanjang tahun lalu bertambah signifikan. Merchant GrabMart juga terus bertambah, mulai dari supermarket, convenience store, apotek, dan startup seperti Sayurbox, TaniHub, dan WarungPintar. Berkat kemitraan tersebut GrabMart telah menjangkau 19 kota.

Tak hanya itu, menyediakan GrabMart Daily untuk memenuhi kebutuhan harian berkat kerja sama dengan sejumlah brand FMCG. Layanan ini baru tersedia di sembilan lokasi di area Jakarta, misalnya Duren Sawit, Kemayoran, Lebak Bulus, Setiabudi, Daan Mogot, Tendean, dan Kebayoran Lama.

Adapun untuk lokasi GrabKitchen telah tersebar di 46 lokasi di tujuh kota, di antaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Terdapat lebih dari 200 brand yang tergabung dalam jaringan cloud ini.

Tidak fokus memperbanyak mitra merchant saja, perusahaan juga banyak mengembangkan sejumlah fitur untuk mempermudah konsumen. Di antaranya Ambil Sendiri, Pemesanan Terjadwal, Pesan Bareng Teman, Multi Order, Pesan Ulang.

Lalu, Pesan Sekaligus dari berbagai merchant yang berlokasi di satu gedung/jalan; Promosi Terbaik untuk menyaring daftar merchant yang berpartisipasi dalam promosi tertentu; perbanyak opsi pembayaran non tunai untuk GrabFood; memberi tip sebelum transaksi selesai.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Indonesia’s Food Delivery Service GMV Hits 52 Trillion Rupiah, Grab and Gojek Leading the Market

The food delivery sector has accelerated growth during the pandemic. According to research by Momentum Works, this service GMV in six Southeast Asian countries will reach $11.9 billion in 2020. In Indonesia alone, the total value has reached $ 3.7 billion or equivalent to 52 trillion Rupiah – dominated by two big players, Grab and Gojek, respectively holding 53% and 47% of the total market share.

In addition, this achievement actually contributed only 1% of the potential for food delivery in Indonesia, which value is projected to reach $61 billion by 2019. The main indication is that the players’ penetration is still focused on big cities, while the business in tier-2 and tier-3 has not been much optimized.

Momentum Works’ CEO Jianggan Li said, most of the growth in food delivery services that occurred in 2020 was permanent. Given the trend of digitalization and changes in consumer behavior towards digital.

“We are optimistic about the prospects for food delivery services in Indonesia, although it will likely take several years before this sector can be massively adopted. Food delivery service players need to have a long-term strategy to take advantage of opportunities in this enormous market optimal,” he said.

Gambar 1

Growth factors

The main factor that makes Indonesia the largest food delivery service market in the region is none other than the large population in this country. The 2020 census data states that Indonesia’s current population is around 270.20 million people. Of the total, 27.94% were Gen Z and 25.87% were millennials. In addition, it is also supported by several other factors such as economic growth, urbanization, and smartphone penetration.

The research also highlighted several steps taken by the players to achieve long-term profitability and sustainability. The platform needs to control acquisition/retention costs, maintain unit economics, and generate additional revenue which could include advertising, financing, and other B2B services. The option is based on a successful case study of Meituan, one of the major food delivery services in China. In Q2 2020, the company reached a net profit of up to $420 million.

Gambar 2

Meanwhile, from the consumer’s perspective, some things that are taken into consideration when choosing a food delivery service include the number of choices, speed, quality/reliability, and cost. According to Momentum Works, each player must (at least) excel on the two factors, because leading across all of these variables is said to be impossible.

Explore the potential

Apart from Indonesia, some of the major food delivery service markets in Southeast Asia are in Thailand ($2.8 billion), Singapore ($2.4 billion), the Philippines ($1.2 billion), Malaysia ($1.1 billion), and Vietnam ( $0.7 billion). Research also states several potential strategies that can be implemented to increase the value of these business transactions each year. First, focus on increasing the transaction volume of the upper middle-class consumer segment.

Second, reducing costs to compensate for low food prices and order values. Then it is also important to increase digital literacy, therefore, merchants (restaurants, food stalls, SMEs, etc.) can easily adapt with the delivery platform. Eventually, players should dare to invest in the infrastructure needed to drive service adoption in tier-2 and 3 cities.

Grab and Gojek have been seen executing this strategy in Indonesia, one of which is realized through the cloud kitchen initiative. The shared kitchen allows SME partners to find it easy to sell their products, as well as expand the market; because basically, various productive facilities are provided and integrated into the super app ecosystem of each service. On the consumer side, it also allows them to get more food choices with lower delivery costs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Header: Depositphotos.com

Didominasi Grab dan Gojek, GMV Layanan Pesan-Antar Makanan di Indonesia Capai 52 Triliun Rupiah

Layanan pesan-antar makanan (food delivery) mengalami percepatan pertumbuhan selama masa pandemi. Menurut hasil riset yang dilakukan Momentum Works, GMV layanan ini di enam negara Asia Tenggara mencapai $11,9 miliar di tahun 2020. Di Indonesia sendiri, nilai total yang berhasil dibukukan mencapai $3,7 miliar atau setara 52 triliun Rupiah — didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek, masing-masing memegang 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Turut disampaikan juga, capaian tersebut sebenarnya baru menyumbang 1% dari potensi food delivery di Indonesia yang nilainya diproyeksi bisa mencapai $61 miliar per 2019 lalu. Indikasi utamanya, sejauh ini penetrasi para pemain masih terfokus di kota-kota besar, sementara di wilayah tier-2 dan tier-3 belum banyak dioptimalkan bisnisnya.

CEO Momentum Works Jianggan Li menyampaikan, sebagian besar pertumbuhan layanan pesan-antar makanan yang terjadi di tahun 2020 bersifat permanen. Mengingat adanya tren digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen ke arah digital.

“Kami optimis terhadap prospek layanan pesan-antar makanan di Indonesia, meskipun kemungkinan akan memakan waktu beberapa tahun sebelum sektor ini dapat diadopsi secara massal. Pemain layanan pesan-antar makanan harus memiliki strategi jangka panjang agar dapat memanfaatkan peluang di pasar yang sangat besar ini secara optimal,” ujarnya.

Gambar 1

Faktor pertumbuhan

Faktor utama yang menjadikan Indonesia sebagai pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di regional tak lain karena besarnya populasi di negara ini. Data hasil sensus penduduk 2020 menyebutkan, penduduk Indonesia saat ini ada sekitar 270,20 juta jiwa. Dari total tersebut, 27,94% di antaranya adalah Gen Z dan 25,87%-nya milenial. Di samping itu, turut didukung beberapa faktor lain seperti pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, dan penetrasi ponsel pintar.

Hasil riset juga menyoroti, beberapa langkah yang dilakukan oleh para pemain untuk mencapai profitabilitas dan keberlanjutan jangka panjang. Platform perlu mengendalikan biaya akuisisi/retensi, mempertahankan unit economics, dan menghasilkan pendapatan tambahan yang dapat mencakup iklan, pembiayaan, dan layanan B2B lainnya. Opsi tersebut didasarkan pada studi kasus kesuksesan Meituan, salah satu layanan pesan-antar makanan besar di Tiongkok. Pada Q2 2020, perusahaan mencatatkan net profit hingga $420 juta.

Gambar 2

Sementara dari perspektif konsumen, beberapa hal yang dijadikan konsiderasi untuk memilih layanan pesan-antar makanan meliputi: banyaknya pilihan, kecepatan, kualitas/keandalan, dan biaya. Menurut Momentum Works, masing-masing pemain harus (setidaknya) unggul di dua faktor yang ada, karena memimpin di semua variabel tersebut dikatakan tidak mungkin.

Potensi yang bisa digali

Selain di Indonesia, beberapa pasar besar layanan food delivery di Asia Tenggara berada di Thailand ($2,8 miliar), Singapura ($2,4 miliar), Filipina ($1,2 miliar), Malaysia ($1,1 miliar), dan Vietnam ($0,7 miliar). Riset turut menganalisis beberapa strategi potensial yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai transaksi bisnis ini setiap tahunnya. Pertama, fokus meningkatkan volume transaksi segmen konsumen kelas menengah ke atas.

Kedua, menekan biaya untuk mengimbangi harga makanan dan nilai pesanan yang rendah. Kemudian penting juga untuk meningkatkan literasi digital supaya merchant (restoran, kedai makanan, UKM dll) dapat mengadopsi aplikasi pesan-antar. Dan terakhir, para pemain juga harus berani berinvestasi dalam infrastruktur yang diperlukan untuk mendorong adopsi layanan di kota tier-2 dan 3.

Grab dan Gojek di Indonesia juga sudah terlihat mengeksekusi strategi tersebut, salah satunya direalisasikan melalui inisiatif cloud kitchen. Dapur bersama tersebut memungkinkan mitra UKM mendapatkan kemudahan untuk menjajakan produknya, serta melakukan ekspansi pasar; karena pada dasarnya berbagai fasilitas produktifnya disediakan dan terintegrasi ke dalam ekosistem super app masing-masing layanan. Di sisi konsumen pun memungkinkan mereka untuk mendapatkan pilihan makanan lebih banyak dengan biaya antar yang lebih rendah.

Gambar Header: Depositphotos.com