Strategi Credibook dalam Bertahan dan Mengembangkan Bisnis

Perkembangan industri UMKM di Indonesia terbilang cukup signifikan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,19 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,97% atau senilai 8.573,89 triliun Rupiah. Tingginya jumlah UMKM di Indonesia tidak terlepas dari berbagai tantangan serta kondisi pandemi Covid-19 yang mendorong perubahan pada pola konsumsi barang dan jasa menjadi momentum untuk mengakselerasi transformasi digital.

DailySocial.id melalui sesi #SelasaStartup, mengundang salah satu sosok yang sudah berkecimpung lama dalam menghadirkan solusi digitalisasi UMKM di tanah air, Co-Founder & CEO Credibook Gabriel Frans. Patut diketahui, sebelum membangun Credibook, Gabriel juga terlibat dalam pengembangan produk GrabKios atau Kudo, yang juga menargetkan digitalisasi warung di Indonesia.

Secara garis besar, Gabriel memaparkan, dibandingkan tahun 2015-2016, pasar industri UMKM saat ini jauh lebih matang. Banyak pemain yang sudah melek teknologi serta memanfaatkan teknologi untuk operasional bisnisnya. Hal ini juga didorong oleh pandemi yang secara tidak langsung memaksa para stakeholder untuk beradaptasi dengan situasi terkini.

“Namun, dengan total lebih dari 60 juta UMKM yang ada di Indonesia, ini bukanlah tugas yang bisa diselesaikan sendiri,” ujarnya.

Dorong kolaborasi

Bicara tentang UMKM, ujar Gabriel, melibatkan pasar yang sangat luas. “Menurut kami di Credibook, kunci untuk bisa berhasil di industri ini adalah kolaborasi,” tambahnya. Credibook sendiri sudah banyak sekali melakukan kolaborasi baik dengan pemerintah, Kemenkop, Pemkab dan komunitas UMKM. Belum lama ini, perusahaan menjalin kemitraan strategis dengan Universitas Warmadewa Bali melalui penandatanganan nota kesepahaman untuk mendukung pengabdian masyarakat bagi pelaku UMKM.

“Kita juga bukan startup yang ingin menyelesaikan semua masalah, jadi kita butuh kolaborasi dengan startup lain di sektor terkait,” ujar Gabriel.

Tantangan yang sering ditemukan di lapangan termasuk literasi digital yang belum menyeluruh dan literasi keuangan yang tepat sasaran. Dalam rangka menanggulangi hal ini, Credibook bekerja sama dengan Kemenkop UKM Indonesia untuk menggencarkan literasi digitalisasi keuangan di Indonesia. Selain itu juga memberi edukasi untuk UMKM dalam membuat laporan keuangan yang baik dan benar agar bisa membuka jalan untuk kapital.

Disinggung mengenai biaya transformasi digital UMKM di Indonesia, Gabriel mengungkapkan bahwa untuk menjangkau daerah-daerah yang amsih belum terjangkau infrastruktur digital, akan membutuhkan modal yang tidak sedikit. Begitu pula sumber daya manusianya, membutuhkan edukasi yang inklusif dan usaha yang tidak sedikit, maka dari itu kita mendorong kolaborasi untuk bersama-sama menciptakan solusi dalam transformasi digital ini.

Pada bulan April tahun ini, Credibook berhasil menutup pendanaan seri A senilai 116 miliar Rupiah dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures. Gabriel mengungkapkan bahwa dana ini akan difokuskan untuk ekspansi serta pengembangan CrediMart, layanan grosir digital mereka. Hingga saat ini, CrediMart sudah bekerja sama dengan lebih dari 50 toko grosir konvensional yang tersebar di 40 kota di Indoneesia, mencakup pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Perbaiki fundamental

Selain pengembangan bisnis melalui ekspansi layanan dan produk, Gabriel juga mengakui bahwa sebelum lebih jauh memikirkan investor, layaknya sebuah perusahaan lebih dulu membangun fundamental perusahaan. Ia juga mengungkapkan salah satu tantangan menjadi Founder dan membangun bisnis adalah ketika berusaha membangun kultur perusahaan yang kuat.

Di samping itu, proposisi nilai juga memiliki andil besar untuk bisa bertahan di tengah pasar yang semakin ramai. Credibook sendiri tengah fokus pada pemberdayaan usaha grosir konvensional dengan pendekatan teknologi rantai pasok. Kekuatan inilah yang menjadi landasan CrediMart untuk menjangkau lebih banyak pengusaha grosir dari lebih banyak sektor usaha.

Terkait pengembangan bisnis, Gabriel turut menambahkan, “Bisnis yang bagus itu adalah yang bisa memberi nilai tambah dan menghasilkan pendapatan atau membawa profit. Bangun terlebih dulu fundamental yang baik, setelah itu investor akan datang dengan sendirinya. Terkadang, menang dalam bisnis itu bukan hanya tentang persaingan, tetapi bagaimana bisa bertahan.”

Cara Lengkap Pesan Barang di Credimart Untuk Stok Warung

Credimart adalah platform digital keluaran Credibook yang hadir untuk menghubungkan warung-warung kecil dengan supplier. Jadi, bagi Anda pemilik warung kecil, Anda tidak perlu kesulitan dalam memperoleh stok barang. Cara pesan barang di Credimart untuk warung juga mudah.

Di zaman serba digital seperti sekarang, banyak sekali kemudahan yang bisa didapatkan oleh pelaku UMKM. Salah satunya adalah kemudahan berbelanja stok warung dari rumah, hanya dengan menggunakan smartphone.

Jika ingin merasakan kemudahan satu ini, simak langkah-langkah pesan barang di Credimart di bawah ini.

Cara Pesan Barang di Credimart untuk Warung

Credimart dapat diakses melalui web maupun aplikasi. Namun, aplikasi Credimart hanya diperuntukkan bagi CrediMart Crew, sebutan bagi supplier Credimart. Untuk memesan stok barang jualan warung, Anda bisa langsung mengakses situs Credimart atau ikuti langkah-langkah berikut ini:

  • Akses situs Credimart.
  • Di bagian atas halaman utama, klik Pesan Sekarang untuk masuk ke halaman pemesanan.

  • Kemudian, sebelum melihat katalog barang, Anda akan diminta untuk memasukkan alamat pengiriman.
  • Setelah alamat pengiriman dimasukkan, Anda bisa melihat katalog produk Credimart. Untuk mencari barang per kategori, Anda bisa memilih kategori di sebelah kiri halaman.

  • Kemudian, untuk membeli barang, klik tombol Beli di bagian bawah gambar produk.

  • Masukkan jumlah produk yang ingin dipesan, lalu klik Beli.

  • Setelah itu, produk akan langsung masuk ke keranjang. Anda bisa mengulangi cara yang sama untuk menambahkan produk lainnya yang akan Anda pesan bersamaan.
  • Apabila semua produk yang Anda butuhkan telah masuk ke dalam keranjang, klik tombol Pesanan di bagian bawah untuk membuka keranjang belanja.

  • Pastikan semua produk yang Anda masukkan beserta jumlahnya sudah sesuai dengan keinginan Anda. Lalu, klik Buat Pesanan untuk memproses pesanan Anda.

  • Sebelum ke proses pembayaran, Anda akan diminta untuk memasukkan nomor telepon aktif. Klik Lanjutkan.

  • Pilih metode verifikasi yang Anda inginkan (WhatsApp/SMS).

  • Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui metode yang Anda pilih sebelumnya.

  • Setelah nomor Anda berhasil diverifikasi, isi form konfirmasi pesanan. Mulai dari nama penerima, alamat lengkap, sales, catatan, hingga metode pembayaran.

  • Apabila semua data telah terisi, klik Konfirmasi Pesanan dan pesanan Anda berhasil dibuat.

Itu dia cara lengkap pesan barang di Credimart untuk stok warung. Selanjutnya, Anda hanya perlu menunggu hingga barang pesanan Anda tiba di rumah dan lakukan pembayaran di tempat jika Anda memilih pembayaran secara tunai. Bagaimana? Mudah, bukan?

Apa Itu Credibook, Credimart dan Credistore? UMKM yang Ingin Go Digital Wajib Tahu!

UMKM adalah unit usaha yang memiliki kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. Tak heran, banyak aplikasi digital yang hadir untuk mempermudah perkembangan UMKM di era digital. Beberapa di antaranya adalah Credibook, Credimart dan Credistore. Sudahkah Anda tahu apa itu Credibook, Credimart dan Credistore, serta solusi yang diberikan?

Pada artikel ini, Anda akan diajak untuk mengenal tiga aplikasi dari Credibook yang hadir untuk mempermudah UMKM dalam banyak hal. Mulai dari pembukuan hingga membuat toko online. Sudah penasaran? Mari simak informasinya di bawah ini.

Apa Itu Credibook, Credimart dan Credistore?

Credibook, Credimart dan Credistore adalah tiga aplikasi keluaran Credibook yang khusus dihadirkan untuk para UMKM. Credibook adalah aplikasi pertama keluaran startup Indonesia yang fokus membantu UMKM Indonesia beradaptasi dengan teknologi.

Kemudian, pada tahun 2021, aplikasi Credimart dan Credistore hadir mengiringi perjalanan Credibook. Meski memiliki tujuan yang sama, ketiga aplikasi ini menawarkan solusi yang berbeda. Berikut ini adalah informasi dari masing-masing aplikasi tersebut.

Credibook

Credibook adalah aplikasi pembukuan usaha digital yang dihadirkan untuk memudahkan UMKM bertransisi dari pembukuan konvensional. Credibook memiliki empat fitur andalan, yakni fitur catatan keuangan, catatan utang piutang, kelola produk, dan pembayaran transaksi usaha.

Fitur catatan keuangan adalah fitur yang dapat digunakan untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan usaha. Selain pengeluaran dan pemasukan, Anda juga bisa mencatat utang dan piutang melalui fitur catatan utang piutang. 

Selanjutnya, fitur kelola produk dapat Anda gunakan untuk mencatat semua produk yang Anda miliki berikut dengan jumlah stok, harga jual, dan harga beli. Dengan begitu, perhitungan stok dan keuntungan dapat secara otomatis Anda peroleh ketika mencatat adanya pembelian.

Terakhir, fitur pembayaran transaksi usaha memungkinkan Anda untuk menerima pembayaran secara digital dengan mengirimkan link pembayaran dari Credibook ke pelanggan.

Credimart

Credimart merupakan platform yang dapat memudahkan Anda sebagai UMKM dalam memperoleh barang usaha lebih mudah. Anda tidak perlu bepergian keluar rumah untuk mencari supplier, berbelanja, dan membawa barang belanjaan Anda sendiri. Credimart hadir menjadi penghubung warung-warung kecil dengan supplier di sekitarnya.

Sebagai pemilik warung, Anda bisa berbelanja grosir kebutuhan warung lebih mudah tanpa bepergian. Sedangkan para supplier bisa dengan mudah mendapatkan pelanggan melalui Credimart.

Credistore

Selain Credibook dan Credimart, aplikasi Credistore juga dihadirkan untuk membantu UMKM go digital. Credistore adalah aplikasi untuk membuat dan mengelola toko online secara gratis.

Di Credistore, Anda bisa membuat toko online untuk kemudian link-nya Anda bagikan ke seluruh platform yang Anda gunakan, seperti media sosial. Nantinya pelanggan dapat mengakses dan melakukan pembelian melalui link tersebut.

Selanjutnya, Anda dapat memproses dan mengelola pesanan, memantau penjualan, dan menerima pendapatan dari satu dashboard yang sama.

Nah, itu dia informasi mengenai apa itu Credibook, Credimart dan Credistore. Bagi Anda yang baru mulai untuk go digital, ketiga aplikasi tersebut bisa menjadi awalan yang baik. Anda bisa mengelola keuangan, memperoleh stok barang, dan mengelola toko online dengan mudah bersama tiga aplikasi di atas.

Kenali 16 Startup Social Commerce Indonesia 

Dilansir oleh Data Reportal, jumlah pengguna media sosial di Indonesia tiap tahunnya meningkat. Pada Januari 2020 tercatat 160 juta penduduk Indonesia menggunakan media sosial dan tren ini akan terus meningkat. Pertumbuhan ini pun  dipandang menjadi kesempatan tersendiri bagi pelaku social commerce.

Sederhananya sebuah platform social commerce memanfaatkan jejaring yang dimiliki oleh pengguna akhir untuk melakukan transaksi jual-beli barang. Bisa melalui media sosial, aplikasi pesan, bahkan word of mouth. Laporan Mckinsey, juga menyebutkan sekitar 40% dari pasar e-commerce di Indonesia merupakan social commerce

Platform social commerce juga menjembatani mitra pedagang dengan brand principal yang membutuhkan sistem distribusi yang lebih efisien. Berikut ini daftar startup social commerce yang saat ini beroperasi di Indonesia:

Berkahi

Berkahi adalah platform untuk menjual produk-produk UMKM yang halal, aman, dan berkualitas, dengan visi dan tujuan untuk membantu pelaku-pelaku bisnis kecil dan perorangan untuk bersaing dengan perusahaan besar dan yang sudah maju.

Startup social commerce satu ini memungkinkan pelaku bisnis dapat akses ke ribuan produk halal dari dalam dan luar negeri. Proses pengemasan dan pengiriman dilakukan langsung dari gudang yang tersebar di berbagai wilayah, sehingga lebih efisien. Bagi pelaku UMKM sendiri biaya operasional dan fasilitas gudang tidak dikenankan biaya.

Ide perkembangan bisnis berkahi ini rampung pada November 2021 didirikan oleh tiga co-founder yaitu Rowdy Fatha (CEO), Turina Farouk (CTO), dan Andre Raditya Makmur (CMO). 

Saat ini berkahi masih mengandalkan pendanaan dari angel investor untuk menjalankan bisnisnya. Saat ini, Berkahi juga sedang mencari pendanaan tahap awal venture capital.

Chilibeli

Chilibeli adalah aplikasi belanja online kebutuhan sehari-hari yang berkualitas. Mengambil langsung dari petani, Chilibeli menjamin harga terbaik untuk semua. Memiliki visi untuk menyediakan produk dengan kualitas terbaik, segar dan langsung dari sumbernya ke setiap rumah dengan harga murah.

Alex Feng mendirikan perusahaan ni pada tahun 2019, Chilibeli terakhir kali mendapatkan pendanaan seri A dari Lightspeed Ventures senilai 160 Miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnis yang lebih banyak lagi. Dikabarkan Chilibeli telah diakuisisi WeBuy untuk selanjutnya menjadi kendaraan mereka memasuki pasar Indonesia.

Credimart

CrediMart adalah startup social commerce berupa layanan grosir online yang menjual berbagai kebutuhan pokok. Mulai dari kopi, sabun, snack, hingga alat tulis dan obat-obatan — tersedia dalam bentuk potongan hingga karton. CrediMart akan mengantarkan pesanan ke lokasi bisnis dalam waktu 1 x 24 jam.

Salah satu fitur Credimart adalah Credistore, yang memudahkan penjual warung untuk melakukan stock lebih banyak dan praktis. Startup social commece yang ini didirikan oleh Gabriel Fans (CEO), Christian Lie (COO), Dekha Anggareska (CTO) pada tahun 2021.

Pendanaan seri A Credimart didapat melalui perusahaan induknya Credibook senilai 116 miliar Rupiah diikuti oleh Monk’s Hill Ventures, Insigna Ventures Partners, Wavemmaker Partners, Alpha JWC Ventures, dan lain-lain.

Dagangan

Dagangan ini lebih mengarah belanja sembako online grosir atau eceran. Menyediakan berbagai kebutuhan pokok seperti sembako, produk segar juga kebutuhan harian lainnya. Dagangan ini didirikan oleh Wilson Yanapresetya dan Ryan Manafe pada tahun 2016.

Fitur yang dimiliki dagangan sangat menarik. Mereka ini startup social commerce dengan model hub-and-spoke dalam operasionalnya. Dalam artian, membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) ke kota lapis dua dan tiga dan pedesaan.

Pada bulan Apri 2022, Dagangan mendapatkan pra-seri B senilai 95 miliar Rupiah dari BTPN Syariah Ventura beserta Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik yang turut serta melakukan penggalangan dana.

Dusdusan

Dusdusan adalah pemasok produk rumah tangga eksklusif yang memiliki komunitas reseller terbesar di Indonesia, lengkap dengan dukungan pelatihan dan materi promosi online dan offline. Visi dari dusdusan adalah menjadi komunitas reseller produk rumah tangga terbesar di Asia Tenggara.

Startup social commerce yang satu ini didirikan oleh Christian Kustedi dan Ellies Kiswoto pada tahun 2014.

Evermos

Evermos adalah sebuah platform social commerce reseller yang menjual berbagai macam produk-produk Muslim Indonesia. Startup social commerce Indonesia ini didirikan oleh Ghufron Mustaqim dan sejumlah rekannya pada tahun 2018.

Evermos ini menawarkan fitur yang menarik bagi pelaku ukm bisnis kecil yang belum memiliki modal, Bisa menggunakan platform yang satu ini.

Pada awal september 2021, Evermos mendapatkan pendanaan seri B dengan perolehan 427 miliar rupiah yang dilibatkan oleh UOB Venture Management dengan MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, Future Shape, Jungle Ventures dan Shunwei Capital.

Grupin

Grupin merupakan startup social commerce Indonesia yang didirikan oleh Kevin dan rekannya Ricky Christie pada 2021. Layaknya aplikasi social commerce yang sudah ada, Grupin menawarkan pengalaman belanja berbasis komunitas kepada konsumen secara kolektif, tujuannya untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. 

Barang yang disediakan seputar kebutuhan sehari-hari seperti sembako, perlengkapan dapur, produk bayi, sampai elektronik. Untuk saat ini layanan tersebut baru tersedia untuk area Jabodetabek dan Bandung.

Dipimpin oleh Surge, Grupin mendapatkan pendanaan 42 miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnis dan meningkatkan penjualannya.

Ibusibuk

IbuSibuk merupakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat ibu dengan membuka peluang bagi ibu-ibu untuk menambah penghasilan sebagai brand ambassador, KOL/Influencer (Momfluencer) untuk berbagai brand. Ini merupakan bagian dari Orami yang kini ada di bawah Sirclo Group.

Startup social commerce yang satu ini didirikan oleh Ferry Tenka pada tahun 2022. Investor saat ini digelontorkan oleh Sirclo.

Kitabeli

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore pada Maret 2020. Platform tersebut memfasilitasi pembelian barang kebutuhan pokok, FMCG, dan produk kebutuhan rumah tangga lain secara berkelompok (team buying). Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya untuk membentuk grup, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga.

Pada tahun 2021 silam, Kitabeli mendapatkan seri A sebesar 144 miliar Rupiah, Hal tersebut ditunjukan untuk melakukan ekspansi bisnis beserta menggunakan program tersebut untuk mengeksplorasi persaingan bisnis social commerce di Indonesia.

Mapan

Startup social commerce ini awalnya adalah salah satu pionir agen layanan pulsadan PPOB (payment point online bank) yang beroperasi di pulau Jawa dan Bali. Setelah diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, Founder Mapan yaitu Aldi Haroyopratomo mengaskan Mapan akan menjadi salah satu social commerce Indonesia yang mensejahterahkan masyarakat Indonesia dengan Go-Mapan.

Go-Mapan sendiri dinilai sangat efektif untuk masyarakat di Indonesia terutama pada kalangan keluarga driver dari Gojek dan sebagainya.

Otozilla

Otozilla Bertujuan untuk memperluas edukasi dan kesadaran masyarakat umum akan pentingnya perawatan kendaraan pribadi yang digunakan sehari-hari, platform social commerce yang fokus kepada otomotif Otozilla diluncurkan. Salah satu fokusnya ialah mefasilitasi komunitas.

Startup social commerce yang satu ini didirikan pada tahun 2020 oleh Kenny Joseph. Sampai saat ini otozilla mendapatkan pendanaan pree-seed dari Angel Investor.

RateS

Rate adalah startup social commerce, meluncurkan aplikasi mobile terbaru mereka yang bernama RateS. Aplikasi yang berbasis social commerce ini memberikan kesempatan bagi penggunanya untuk memulai bisnis online mereka dan menjual berbagai barang tanpa memerlukan modal awal.

RateS ini didirikan pada tahun 2018. RateS ini berbentuk social commerce yang memudahkan penggunaannya melakukan bisnis tanpa modal awal. Pada awal Januari 2022, RateS ini menutup pendanaannya yang dipimpin oleh KVision dari Kasikon Bank menjadi investor baru di putaran ini; turut andil juga investor sebelumnya yakni Vertex Ventures, Insignia Ventures Partners, dan Genesis Ventures senilai 85,8 miliar Rupiah. 

Selleri

Selleri adalah sebuah social commerce yang dimana untuk reseller ataupun dropshiper tanpa modal untuk berjualan.  Didirikan oleh Jayant Kumar (CEO), Najmudin Husein (COO), dan Firman Hasan (CCO). Selleri ingin memberdayakan masyarakat Indonesia dengan sistem reseller dan dropshipper agar mudah untuk berjualan tanpa ada modal sepersenpun,

Tahun lalu, Selleri berhasil mengantongi pre-seed sebesar $610.000 dari investor, atau setara dengan 8,7 miliar Rupiah. Venture Capital yang terlibat adalah Orbit Kejora-SBI.

Shox

Shox didirikan pada tahun 2013 oleh Sonat Yalcinkaya dan Rayi Pasca Febriani. Shox adalah platform berbasis komunitas untuk memenuhi kebutuhan rumah secara online yang dapat diakses hanya dari rumah dan dilengkapi dengan sistem pembayaran.

Selain memudahkan berbelanja kebutuhan rumah tangga, Shox telah membantu ratusan ibu untuk meningkatkan pendapatan hanya dari rumah dengan membuka peluang berwirausaha melalui komunitas Mitra Shox.

Shox sendiri mendapatkan pendanaan untuk pengembangan yang dipimpin oleh AC Ventures, Teja Ventures, dan sejumlah investor lainnya senilai 79 miliar Rupiah.

Super

Startup social commerce Indonesia yang satu ini mendapatkan pendanaan seri C senilai 1,5 triliun Rupiah pendanaan ini dipimpin New Enterprise Associates. Super merupakan platform social commerce pertama di Indonesia. Ini juga merupakan perusahaan teknologi konsumen Indonesia pertama yang didukung oleh Y Combinator, yang membawahi fitur utama, Superagent, Fitur tersebut adalah perdagangan yang dipimpin oleh agen yang memungkinkan para pemimpin komunitas menjadi pengecer di dalam komunitas mereka.

Super dirintis sejak 2018 oleh Steven Wongsoredjo, membawa diferensiasi yang memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mengirimkan barang-barang konsumen ke ribuan agen dalam waktu 24 jam dari waktu pemesanan. Super bermitra dengan ribuan agen komunitas seperti individu dan warung untuk mengumpulkan dan mendistribusikan barang bernilai jutaan dolar AS ke komunitas mereka setiap bulan.

Woobiz

Woobiz adalah social commerce yang mampu untuk memberdayakan perempuan di Indonesia untuk tertarik berbisnis atau usaha mikro. Woobiz sendiri didirikan pada tahun 2018 oleh  Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018.

Startup social commerce Indonesia yang satu ini memiliki fitur yang memudahkan para penggunanya untuk melacak atau mendukung bermitra lebih terjangkau melalui channel social neighbourhood community dan social sharing secara online.

CrediBook Closes Series A Round of 116 Billion Rupiah Led by Monk’s Hill Ventures

A digital bookkeeping SaaS startup, CrediBook, announced Series A funding of $8.1 million (over 116 billion Rupiah) led by Monk’s Hill Ventures, with participation from several former investors, including Insignia Ventures Partners and Wavemaker Partners. Both were invested in the $1.5 million pre-series A round that closed in January 2021.

The company will use the fresh fund for national expansion, technology development, employee recruitment. Furthermore, the expansion of CrediMart’s digital wholesale services, through the addition of product categories and conventional wholesale store partnerships along with the expansion of operational areas.

In an official statement, CrediBook’s Co-founder & CEO Gabriel Frans said, the company will focus on answering operational problems faced by wholesalers, as well as working on great potential in the wholesale segment through CrediMart. Based on the data he quoted, there are around 200 thousand wholesale businesses serving 65 million retailers in Indonesia, contributing more than 60% to GDP.

Moreover, based on non-agricultural MSME activities, the estimated size of the market is $260 billion. “This is a very large number, therefore, CrediBook wants to work on this potential through the launch of a digital wholesale service, CrediMart, in September 2021,” Gabriel said, Tuesday (5/4).

Solving the grocery’s operational issue

CrediMart was born from operational problems experienced by conventional wholesale stores that do not have similar digital wholesale services. For wholesalers, CrediMart provides an online ordering application to make it easier for wholesale stores to receive orders and stock management quickly, and is equipped with digital bookkeeping features. As for retail, CrediMart provides online wholesale shopping services, overdue payments, and next-day delivery services.

Since its launching, CrediMart has served around 60 thousand wholesalers and retailers spread across more than 40 cities. Its partners provide a variety of wholesale products, ranging from daily necessities, leading medicines, stationery and office supplies, to building materials. Its revenue growth is claimed to increase up to seven times, increase 50% daily sales of wholesale partners, and increase unique retail customers by 56%.

“Through the digital bookkeeping application, CrediBook wants business actors to have neat financial reports and facilitate access to financing. Meanwhile, CrediMart is increasing the digital capacity of conventional wholesalers through order management and store inventory. CrediMart’s wholesale partners also welcome the digital services we provide because CrediMart helps to improve their business from the aspect of daily sales.”

For CrediBook alone, it is claimed that 40% of its users come from districts and villages in Indonesia. This application has also helped wholesale and retail players make neat financial reports in less than five minutes and has been proven to help speed up the process of applying for People’s Business Credit (KUR).

Regarding this funding, Monk’s Hill Ventures Partner Susli Lie said, for the last two years his team has been observing Gabriel and the CrediBook team working to comprehensively digitize wholesalers. Currently, the process of procuring wholesale and retail goods is still performed manually and is in dire need of digitization. In terms of potential, there are more than 65 million MSME players can be targeted.

“CrediBook has identified issues that need to be resolved, there are operational efficiency (digital bookkeeping applications and digital wholesalers), access to financing, and encouraging expansion for wholesalers to larger retail customers. We are very pleased to be a part of CrediBook’s journey which has mapped the potential of digitizing bookkeeping and digital wholesalers in Indonesia,” Susli said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Tutup Pendanaan Seri A 116 Miliar Rupiah Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup SaaS pembukuan digital CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $8,1 juta (lebih dari 116 miliar Rupiah) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures, dengan partisipasi dari beberapa investor terdahulu, yaitu Insignia Ventures Partners dan Wavemaker Partners. Keduanya merupakan investor pada putaran pra-seri A sebesar $1,5 juta yang berhasil ditutup pada Januari 2021.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk ekspansi nasional, pengembangan teknologi, perekrutan karyawan. Lalu, ekspansi layanan grosir digital CrediMart, melalui penambahan kategori produk dan kemitraan toko grosir konvensional dan perluasan area operasional.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans mengatakan, perusahaan akan fokus menjawab masalah operasional yang dihadapi pelaku grosir, sekaligus menggarap potensi besar di segmen grosir melalui CrediMart. Berdasarkan data yang ia kutip, di Indonesia terdapat sekitar 200 ribu usaha grosir yang melayani 65 juta ritel dan berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB.

Lebih dari itu, berdasarkan aktivitas UMKM nonpertanian, estimasi besarnya pasar tersebut mencapai $260 miliar. “Angka ini sangat besar, sehingga CrediBook ingin menggarap potensi tersebut melalui peluncuran layanan grosir digital, CrediMart, pada September 2021 lalu,” kata Gabriel, Selasa (5/4).

Menyelesaikan isu operasional toko grosir

CrediMart lahir dari permasalahan operasional yang dialami toko grosir konvensional yang tidak memiliki layanan grosir digital sejenis. Bagi rekan grosir, CrediMart menyediakan aplikasi online ordering untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok lebih cepat, serta dilengkapi dengan fitur pembukuan digital. Sementara bagi ritel, CrediMart menyediakan layanan belanja grosir online, pembayaran tempo, hingga layanan pengantaran next-day.

Sejak diluncurkan, CrediMart telah menggaet sekitar 60 ribu pelaku grosir dan ritel yang tersebar di lebih dari 40 kota. Para mitranya menyediakan beragam produk grosir, mulai dari kebutuhan sehari-hari, obat-obatan terkemuka, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga bahan bangunan. Pertumbuhan pendapatannya diklaim naik hingga tujuh kali lipat, meningkatkan 50% penjualan harian rekan grosir, dan meningkatkan unique retail customers hingga 56%.

“Melalui aplikasi pembukuan digital, CrediBook ingin pelaku usaha memiliki laporan keuangan yang rapi dan memudahkan akses pembiayaan. Sementara CrediMart meningkatkan kapasitas digital para pelaku grosir konvensional melalui manajemen pesanan dan inventaris toko. Rekan grosir CrediMart juga menyambut baik layanan digital yang kami sediakan karena CrediMart turut membantu meningkatkan bisnis mereka dari aspek penjualan sehari-hari.”

Untuk CrediBook sendiri, diklaim sebanyak 40% penggunanya berasal dari kabupaten dan desa di Indonesia. Aplikasi ini juga telah membantu pelaku grosir dan ritel membuat laporan keuangan yang rapi dalam waktu kurang dari lima menit dan terbukti bantu mempercepat proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Terkait pendanaan ini, Partner Monk’s Hill Ventures Susli Lie menuturkan, selama dua tahun terakhir pihaknya telah mengamati Gabriel dan tim CrediBook yang bekerja untuk mendigitalkan grosir secara komprehensif. Saat ini proses pengadaan barang grosir dan ritel masih dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan digitalisasi. Bicara potensinya pun sangat besar ada lebih dari 65 juta pelaku UMKM yang dapat menjadi target pengguna.

“CrediBook telah mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan, yaitu efisiensi operasional (aplikasi pembukuan digital dan grosir digital), akses pembiayaan, dan dorongan ekspansi bagi pelaku grosir ke pelanggan ritel yang lebih besar. Kami sangat senang menjadi bagian dari perjalanan CrediBook yang telah memetakan kembali digitalisasi pembukuan dan grosir digital di Indonesia yang berpotensi,” ujar Susli.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Lewat CrediMart, CrediBook Ingin Digitalkan Lebih Banyak Grosir Konvensional

Di tengah banyaknya startup yang ingin mendigitalkan proses bisnis UMKM, CrediBook menawarkan solusi yang sedikit berbeda, yakni fokus pada pemberdayaan usaha grosir konvensional dengan pendekatan teknologi rantai pasok melalui layanan CrediMart. Solusi yang dihadirkan ini dinilai tidak mengganggu rantai pasok, justru membantu mereka dalam meningkatkan kapasitas penjualannya.

Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menjelaskan, pihaknya melihat sektor grosir ini agnostik, dalam artian banyak kategori produk yang bisa dijual oleh grosir. Oleh karenanya, kekuatan inilah yang menjadi landasan CrediMart untuk menjangkau lebih banyak pengusaha grosir dari lebih banyak sektor usaha.

“Sektor produknya [CrediMart] agnostik. Selama grosir yang menjual barangnya ke pedagang ritel, itu masuk segmen CreditMart karena kita enggak memotong pemasoknya. Jadi tidak terbatas di warung saja,” ucap dia dalam konferensi pers virtual, pekan lalu (26/11).

Sejak CreditMart dirilis pada September 2021, terhitung sudah bekerja sama dengan lebih dari 50 toko grosir konvensional yang tersebar di 14 kota di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Mereka mayoritas adalah pedagang grosir untuk toko kelontong dan makanan yang bisa dikatakan punya permintaan tertinggi di industri ritel.

Solusi CrediMart

Layanan CrediMart berangkat dari kondisi toko grosir konvensional yang mengalami rata-rata penurunan volume penjualan hingga 20%. Selain itu, kehadiran CrediMart juga dilatarbelakangi oleh pelayanan toko grosir konvensional yang kurang nyaman, seperti antrean panjang, terbatasnya jangkauan layanan pelanggan ritel antara 10 km-15 km, keterbatasan metode pembayaran, dan potensi kerugian hingga 30% yang disebabkan oleh manajemen stok yang kurang baik.

Oleh karena itu, CrediMart menyediakan tiga dukungan bagi toko grosir konvensional. Pertama, kapasitas digital berupa dasbor online ordering (untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok) dan toko online via CrediMart (untuk meningkatkan pelanggan ritel baru secara online untuk permudah proses belanja dan meningkatkan kenyamanan berbelanja grosir).

Berikutnya, dukungan logistik berupa CrediMart Assistant yang akan mengambil barang dari toko grosir konvensional untuk diantarkan ke peritel dalam waktu 1×24 jam. Terakhir, fleksibilitas pembayaran dengan metode tempo, untuk menjawab kebutuhan dan mendukung pengelolaan arus kas peritel, sebab toko grosir konvensional memiliki keterbatasan modal untuk memberikan pembayaran tempo.

“Hampir semua [peritel] pakai paylater, mereka tetap bisa maintain behaviour-nya. Tenornya bergantung sektor, untuk FMCG bisa tujuh hari tenornya karena turn over rate-nya tinggi. Kadang juga ada peritel yang sering stok, nilai belanjanya bisa Rp700 ribu-Rp1 juta, tapi ada juga yang jarang stok, tapi sekali belanja sampai jutaan.”

Tren pembayaran dengan paylater ini, menurut Gabriel, akan bertahan, bahkan diprediksi akan menuju tren ke cashless seiring penetrasi bank yang lambat laun akan meningkat.

Dia melanjutkan, dampak CrediMart bagi toko grosir konvensional setelah bergabung adalah mereka dapat meningkatkan omzet, bahkan ada yang meningkat hingga 50% per hari; jangkauan pelanggan ritelnya meluas hingga radius 25 km-50 km; jumlah unique retail konsumer naik hingga 56%; dan, manajemen stok lebih rapi, sehingga meminimalkan penumpukan stok barang.

Sementara bagi peritel, pengalaman berbelanja mereka jadi lebih nyaman karena cukup membuka situs CrediMart tanpa harus datang ke toko fisik; proses stok barang lebih cepat; dan mereka lebih leluasa dalam mengelola arus kas dengan metode pembayaran tempo.

Di dalam CreditMart turut disertakan solusi pembukuan digital CrediBook untuk permudah pengusaha grosir dalam manajemen pencatatan keuangan. “Ada hubungan yang erat antara grosir dan peritel, kami masuk untuk menjembatani kebutuhan mereka. Oleh karenanya, CrediMart cocok untuk digunakan. Kami percaya diri dengan impact yang kami bawa.”

Langkah berikutnya, Gabriel akan memperluas cakupan kemitraan dengan pengusaha grosir yang berlokasi di Jawa Timur, dan luar Pulau Jawa, seperti Bali, Nusa Tenggara, dan Sumatera. Kemudian, memperluas kategori barang dagang, seperti kriya, fesyen, industri rumahan, dan bahan bangunan.

Dalam menjaring mitra grosir, pihaknya menetapkan sejumlah kriteria persyaratan, di antaranya adalah kapabilitas mitra dalam menangani pesanan yang masuk harus yang terbaik agar para peritel mendapat layanan yang terbaik dari CrediMart, kemudian menawarkan harga yang terbaik, dan lokasinya yang terjangkau dengan armada logistik.

Di ranah pembukuan digital untuk UMKM, CrediBook bersaing dengan BukuKas, BukuWarung, dan masih banyak lagi. Di luar itu, semakin banyak perusahaan yang menyediakan ragam solusi digital untuk permudah UMKM go digital dari berbagai aspek bisnis.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024. Berikut solusi UMKM yang telah disediakan para startup.

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Launches CrediMart and CrediStore, Targeting Warung Operational Digitization Solution

The digital bookkeeping application for warung CrediBook launched two new products, CrediMart and CrediStore, to help accelerate the digitization of wholesale stall operations amidst the pandemic situation. Both of these products can be used by all CrediBook users across second and third tier cities.

CrediBook‘s Co-Founder and CEO, Gabriel Frans said, CrediMart was developed to remove obstacles in the procurement process of merchandise stocks among SMEs. In addition to the financial record issues, MSMEs such as shops and stalls have faced obstacles in procuring merchandise stocks, from the long distance to wholesale centers, the hassle of carrying groceries, and the must-cash payment method.

“As a result, shops or stalls have fairly incomplete stock of merchandise. It has the potential to reduce their sales, therefore, we present CrediMart, an online wholesale store for MSMEs can shop for stock items without having to leave the place,” Gabriel said in an official statement.

CrediMart is accessible online via its website and orders will be delivered to the customer’s location 1×24 hours after the order is placed. In running CrediMart operations, the company plays a role in collaborating with conventional wholesale stores to enter as merchants. Currently, CrediMart is available in Greater Jakarta, West Java, and Central Java, focusing on second- and third-tier cities.

Source: CrediBook

Separately contacted by DailySocial, Gabriel explained that in performing his role as sales, his team connects existing conventional wholesale stores, not with brands or product principals. Thus, wholesalers are really helped by additional income, not replacing their role.

“For example, Wholesale Damai in West Jakarta, one of our partner wholesale stores, is getting an increase in turnover of up to 50% every day due to sales from CreditMart.”

Although this solution is not new in the industry, he continued, CrediMart operates with a light-asset approach because CrediBook alone does not have its own warehouse. It provides distribution facilities for delivering goods from partner wholesale stores to shop owners who buy through CrediMart.

Another added value for shop owners is that they can enjoy the flexibility of payment methods, from cash, CoD, to the schemes for customers with good credit scoring. This solution is expected to make it easier for shop owners to manage their business cash flow, therefore, they can survive and even continue to grow.

“We are partnering with Modal Rakyat in providing this payment method [payment due]. To ensure the payment runs smoothly, we always prioritize the performance assessment and transaction history of retail MSMEs.”

Both CrediBook and CrediMart will act as digital operating systems for wholesalers. CrediBook will play a role from the bookkeeping side, while CrediMart on the sales side.

Meanwhile, CrediStore is a social commerce application that allows shop traders to sell online via social media platforms. Users can provide the name of their online store, fill in information about the products being sold, such as photos, descriptions, and prices of goods. Next, users will get a link to their online store which can be shared on various social media platforms.

“All orders will be listed into the CrediStore application dashboard, therefore, users can monitor orders in one application without having to manually open each of their social media accounts.”

For Gabriel, the company is targeting two focuses through the application. First, helping SMEs onboard in e-commerce services by having their own online store easily and for free and then inviting them to engage in social commerce. Second, after the online store was established, CrediStore helped make it easier for MSME players to manage online orders came through their online stores.

CrediStore target audience is wider as it can be used by various MSME sectors, from grocery stores, credit agents, laundry, food and beverage, to the service sector.

“We want CrediStore to be used by various types of MSMEs. The simple and practical appearance is suitable for business beginners, housewives, to experienced sellers. This product is still in its early stages, there are still many feature developments that will complement this application in the future.”

SME empowerment solution

Withouth the detail number of users, Gabriel said that CrediBook’s MSMEs user profile in the retail and wholesale segments. They come from the categories of home businesses, shops and services, and agents. The locations are in second and third tier cities, including Surabaya, Sidoarjo, Cirebon, to Medan, Makassar, and Palembang.

In addition tobusiness strengthening, the company also participated in the government’s socialization program regarding the recording and bookkeeping of the financial reporting system for MSMEs. This program is part of the implementation of Government Regulation Number 7 of 2021 concerning Ease, Protection, and Empowerment of Cooperatives and MSMEs, especially in article 87.

“We are currently preparing collaborative activities with the government to increase the number of financial literacy and adoption by MSME players. This is also part of our strategy in developing our user base,” he said.

In the realm of digital bookkeeping for MSMEs, CrediBook competes with BukuKas, BukuWarung, and many more. Beyond that, more and more companies are providing a variety of digital solutions to make it easier for MSMEs to go digital from various business aspects.

Based on data from the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises, out of 64.2 million MSME units, only 19% of them have entered the digital ecosystem. The government alone targets 30 million MSME units to enter the digital ecosystem by 2024. The following are MSME solutions provided by startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CrediBook Rilis CrediMart dan CrediStore, Sasar Solusi Digitalisasi Operasional Warung

Aplikasi pembukuan digital warung CrediBook merilis dua produk sekaligus 一CrediMart dan CrediStore, untuk membantu digitalisasi operasional warung grosir terakselerasi lebih cepat meski masih di tengah pandemi. Kedua produk ini dapat digunakan seluruh pengguna CrediBook yang tersebar di kota lapis dua dan tiga.

Co-Founder dan CEO CrediBook Gabriel Frans menjelaskan, CrediMart lahir untuk menghilangkan hambatan dalam proses pengadaan stok barang dagang di kalangan pelaku UMKM. Selain isu pencatatan keuangan, UMKM seperti toko dan warung juga menghadapi hambatan dalam pengadaan stok barang dagang, seperti jauhnya jarak ke pusat grosir, repot membawa barang belanjaan, dan metode pembayaran yang harus tunai.

“Akibatnya stok barang dagang di toko atau warung jadi tidak lengkap. Ini berpotensi mengurangi penjualan mereka, sehingga kami hadirkan CrediMart, toko grosir online agar UMKM bisa belanja stok barang tanpa harus meninggalkan lokasi usaha,” tutur Gabriel dalam keterangan resmi.

CrediMart dapat diakses secara online lewat situsnya dan pesanan akan diantarkan ke lokasi pemesan 1×24 jam setelah pesanan dilakukan. Dalam menjalankan operasional CrediMart, perusahaan berperan berkolaborasi dengan toko grosir konvensional untuk masuk sebagai merchant. Saat ini CrediMart tersedia di Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, berfokus di kota lapis dua dan tiga.

Sumber: CrediBook

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Gabriel menjelaskan dalam melakukan perannya sebagai sales, pihaknya menghubungkan toko grosir konvensional yang sudah ada, bukan dengan brand atau prinsipal produk. Dengan demikian, para pengusaha grosir betul-betul terbantu dengan tambahan pemasukan, bukan menggantikan peran mereka.

“Contohnya Grosir Damai di Jakarta Barat, salah satu toko grosir rekanan kami, mendapatkan peningkatan omset hingga 50% setiap harinya karena adanya penjualan dari CreditMart.”

Kendati solusi ini bukan barang baru di industri, sambungnya, CrediMart beroperasi dengan pendekatan light-asset karena CrediBook sendiri tidak memiliki gudang sendiri. Pihaknya menyediakan fasilitas distribusi pengantaran barang dari toko grosir rekanan ke pemilik warung yang membeli lewat CrediMart.

Nilai tambah lainnya buat pemilik warung adalah mereka dapat menikmati fleksibilitas cara bayar, mulai dari tunai, CoD, hingga skema jatuh tempo untuk pelanggan yang memiliki riwayat pembelian baik. Solusi ini diharapkan memudahkan para pemilik warung dalam mengelola arus kas usahanya agar tetap bertahan bahkan terus tumbuh.

“Kami bekerja sama dengan Modal Rakyat dalam penyediaan cara bayar ini [bayar tempo]. Untuk memastikan pembayaran tempo berjalan dengan lancar, kami selalu memprioritaskan assessment performa dan riwayat transaksi para UMKM ritel.”

Baik CrediBook dan CrediMart akan berperan menjadi digital operating system bagi para pengusaha grosir. CrediBook akan berperan dari sisi pembukuan, sementara CrediMart dari sisi penjualan barang.

Sementara itu, untuk CrediStore adalah aplikasi social commerce yang memungkinkan pedagang warung untuk berjualan online lewat platform media sosial. Di sana pengguna dapat memberikan nama toko online-nya, mengisi informasi tentang produk yang dijual, seperti foto, deskripsi, dan harga barang. Berikutnya pengguna akan mendapat tautan toko online-nya yang dapat disebar ke berbagai platform media sosial.

“Seluruh pesanan akan masuk ke dalam dasbor aplikasi CrediStore, sehingga pengguna dapat memantau pesanan di satu aplikasi tanpa harus secara manual membuka masing-masing akun media sosialnya.”

Menurut Gabriel, ada dua fokus yang dibidik perusahaan lewat aplikasi tersebut. Pertama, membantu pelaku UMKM onboard di layanan e-commerce dengan memiliki toko online sendiri secara mudah dan gratis lalu mengajak mereka terjun dalam social commerce. Kedua, setelah toko online established, CrediStore membantu memudahkan para pelaku UMKM mengelola pesanan online yang datang ke toko online mereka.

Target pengguna CrediStore lebih luas karena dapat digunakan oleh beragam sektor UMKM, mulai dari toko kelontong, agen pulsa, laundry, makanan dan minuman, hingga sektor jasa.

“Kami ingin CrediStore dapat digunakan oleh berbagai jenis UMKM. Tampilan yang simpel dan praktis cocok digunakan bisnis pemula, ibu-ibu rumah tangga, hingga penjual berpengalaman. Produk ini masih di tahap awal, masih banyak pengembangan fitur yang akan melengkapi aplikasi ini ke depannya.”

Solusi pemberdayaan UMKM

Meski tidak disebutkan secara rinci jumlah penggunanya, Gabriel mengatakan saat ini profil pengguna CrediBook adalah UMKM di segmen ritel dan grosir. Mereka datang dari kategori usaha rumahan, toko dan jasa, dan agen. Lokasinya tersebar di kota lapis dan dua, di antaranya Surabaya, Sidoarjo, Cirebon, hingga Medan, Makassar, dan Palembang.

Selain memperkuat CrediBook dengan dua produk di atas, perusahaan ikut serta dalam program sosialisasi dari pemerintah mengenai pencatatan dan pembukuan sistem laporan keuangan bagi UMKM. Program ini adalah bagian dari pelaksanaan PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM khususnya dalam pasal 87.

“Kami tengah menyusun kegiatan-kegiatan kolaborasi bersama pemerintah yang sifatnya dapat meningkatkan angka literasi keuangan dan adopsi oleh para pelaku UMKM. Ini juga bagian dari strategi kami dalam mengembangkan basis pengguna,” ujarnya.

Di ranah pembukuan digital untuk UMKM, CrediBook bersaing dengan BukuKas, BukuWarung, dan masih banyak lagi. Di luar itu, semakin banyak perusahaan yang menyediakan ragam solusi digital untuk permudah UMKM go digital dari berbagai aspek bisnis.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024. Berikut solusi UMKM yang telah disediakan para startup.