Media Sosial Lokal “Oorth” Resmikan Platform Web dan Aplikasi iOS

Bertempat di Solo, hari ini (21/3) aplikasi media sosial lokal berbasis komunitas “Oorth” secara resmi meluncurkan aplikasi iOS dan website. Di fase awalnya menjelang akhir 2017 lalu, Oorth hadir di platform Android. Momentum peluncuran ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi Oorth menjadi media sosial yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Untuk versi web, layanan dapat diakses melalui alamat http://www.oorth.me/.

Selain memiliki fitur untuk chatting bagi komunitas, berbagi foto dan video layaknya media sosial pada umumnya, Oorth mempunyai fitur lain berupa digital wallet dan donasi stream. Hal ini memungkinkan komunitas-komunitas yang terdaftar dan terverifikasi di Oorth bisa melakukan penggalangan dana dan iuran komunitas secara digital. Pengguna Oorth sendiri dapat menjadi donatur dalam penggalangan dana yang diadakan oleh komunitas-komunitas tersebut melalui digital wallet yang disebut Skypay.

Skypay ini mirip dengan berbagai layanan pembayaran yang menempel di platform online. Pengisian saldo Skypay bisa dilakukan dengan cara mentransfer melalui bank-bank atau merchant yang sudah bekerja sama dengan Oorth.

Aplikasi Oorth sendiri dikembangkan Skynosoft Portal Prime, sebuah perusahaan software developer berbasis di Solo, Jawa Tengah. Perusahaan ini dikembangkan Krishna Adityangga sebagai Chief Executive Officer (CEO) bersama dua rekannya Dhanny Ardiansyah sebagai Chief Technology Officer (CTO) dan Mulyono Herman sebagai Chief Information Officer (CIO).

“Berawal dari keresahan karena belum ada media sosial yang mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan komunitas secara digital dan bagaimana media sosial bukan hanya menjadi ajang untuk mencari eksistensi diri, tetapi juga memberikan manfaat bagi banyak orang,” ujar Krishna Adityangga.

Krishna  menambahkan bahwa di era digital saat ini banyak hal yang bisa ditransformasikan ke dalam bentuk digital, termasuk kegiatan-kegiatan komunitas. Kehadiran Oorth sekaligus menjadi bukti bahwa industri teknologi tidak hanya berkembang pesat di kota-kota besar seperti Jakarta, tetapi juga di daerah seperti Solo.

Dari data yang dipaparkan, sejak diluncurkan pada Oktober 2017 lalu, jumlah pengguna Oorth sudah mencapai 34 ribu. Berdasarkan usia pengguna, Oorth diakses oleh masyarakat usia 25-34 tahun sebanyak 31,01%, usia 35-44 tahun sebanyak 22,37%, dan usia 18-24 tahun sebanyak 20,63%. Pengguna Oorth bukan hanya berasal dari Indonesia saja, tetapi sudah digunakan oleh masyarakat internasional dan komunitas-komunitas yang ada di luar negeri seperti di Hong Kong, Australia, Malaysia, Singapura, dan lain-lain.

Untuk menguatkan kehadirannya, Oorth juga sudah bekerja sama dengan berbagai institusi, perusahaan, dan komunitas dalam rangka pengembangan aplikasi agar lebih menjawab kebutuhan pengguna. Misalnya dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di mana masyarakat cukup membayar zakat melalui aplikasi Oorth.

Mengangkat tema Find Easiness, Oorth ingin memberikan solusi kemudahan bagi pengguna dan komunitas-komunitas untuk terus terhubung dan membantu sesama. Kemudahan tersebut di antaranya dengan fitur chatting baik secara personal maupun dalam grup komunitas. Fitur News menyajikan berita-berita terkini dari berbagai portal online agar pengguna dapat selalu update informasi.

Kelebihan lain yang coba diusung dari media sosial Oorth adalah menekankan pada isu humanity, dengan harapan dapat menjadi platform untuk melakukan penggalangan dana, donasi, crowdfunding atau fundraising.

“Ke depannya kami akan terus jalin kerja sama dengan beragam institusi dan komunitas agar semakin banyak orang yang mendapatkan manfaat dari media sosial Oorth ini. Apalagi sekarang sudah bisa diakses di Android, iOS, dan Web,” ujar Krishna.

Application Information Will Show Up Here

GO-JEK Kerja Sama dengan Alfa Group, Pengguna GO-PAY Bisa Isi Saldo di Minimarket

Hari ini GO-JEK mengumumkan kerja sama strategisnya dengan Alfa Group. Kerja sama ini dilakukan GO-JEK untuk memberikan opsi yang lebih beragam kepada konsumennya dalam melakukan pengisian GO-PAY. Kini pengguna GO-PAY bisa melakukan isi saldo melalui semua gerai Alfamart, Alfamidi, Lawson, serta Dan+Dan di seluruh Indonesia.

Pengguna bisa mengisi saldo GO-PAY mulai dari nominal Rp20.000 hingga Rp500.000, dengan biaya administrasi senilai Rp2.000 untuk setiap pengisian.

Sebelumnya GO-PAY dapat diisi melalui ATM, internet banking, mobile banking dan melalui mitra driver GO-JEK. Hingga November 2017, GO-PAY telah bekerja sama dengan 14 bank dan 3 jaringan ATM (Prima, ATM Bersama dan Alto) yang dapat digunakan pengguna untuk melakukan pengisian saldonya.

Dalam sambutannya, CEO GO-JEK Nadiem Makarim menjelaskan bahwa kerja sama ini dilakukan sejalan dengan visi GO-PAY untuk membangun budaya cashless society di Indonesia.

Data Financial Index World Bank (2014) mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan tingkat inklusi keuangan terendah di kawasan Asia Tenggara, dengan tingkat kepemilikan tabungan di kalangan usia dewasa sekitar 36%. Ini lebih rendah dibanding Malaysia (81%), Singapura (96%) dan Thailand (78%).

“Penambahan metode isi saldo melalui gerai belanja fisik ini akan membuka akses bagi para pelanggan GO-JEK yang tidak memiliki rekening bank untuk dapat memanfaatkan layanan GO-PAY. Ini merupakan bukti komitmen kami untuk mendorong program pemerintah meningkatkan literasi keuangan di Indonesia,” ujar Nadiem.

Nadiem berharap dengan tambahan metode isi saldo melalui gerai belanja fisik ini, akan semakin banyak masyarakat yang bisa mengakses dan memanfaatkan layanan digital wallet dan pembayaran elektronik. “Kami percaya dengan GO-PAY akan semakin banyak pelanggan dan masyarakat yang akan terekspos pada produk dan layanan jasa keuangan. Sekarang, lebih dari 400 ribu mitra driver GO-JEK juga telah menjadi agen inklusi keuangan, dengan melayani isi saldo GO-PAY.”

Application Information Will Show Up Here

Strategi Perluasan Mitra untuk Penetrasi Pengguna ala PayPro

PayPro adalah pengusung layanan dompet virtual yang menggunakan nomor ponsel sebagai sebuah identitas transaksi, layaknya nomor rekening. Strategi sistem ini dinilai efektif, mengingat visi PayPro memfasilitasi kebutuhan finansial non tunai untuk masyarakat yang belum memiliki akun perbankan (unbanked). Selain menghadirkan layanan mendasar, PayPro mencoba memperluas fungsionalitas sistem yang dimiliki dengan menjalin kemitraan khusus dengan penyedia jasa angkutan bajaj di Jakarta.

Chief Marketing Officer PayPro Heidi Bokau menjelaskan kepada DailySocial sekurangnya ada sekitar 800 bajaj yang telah dan akan menerapkan fitur ini. Setiap armada bajaj akan dilengkapi dengan QR Code sehingga memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran secara non tunai menggunakan aplikasi PayPro. Pendekatan ini dilandasi kebutuhan masyarakat saat ini. Layanan on-demand yang sudah ada terbukti memberikan banyak efektivitas dan transparansi dalam pembayaran dan penggunaan jasa angkutan umum.

Tetap bermitra strategis dengan Indosat Ooredoo

Menjelang akhir kuartal pertama tahun 2017 lalu, Indosat Ooredoo mulai mengumumkan rebranding layanan Dompetku menjadi PayPro. Di waktu yang sama, pihaknya mengumumkan PayPro akan berbadan hukum terpisah dengan Indosat, bahkan tidak memiliki afiliasi sama sekali dari sisi legal. Strategi peleburan Dompetku ke PayPro adalah hasil kerja sama strategis antara perusahaan dengan PT Solusi Pasti Indonesia (SPI) sebagai pengembang platform over the top (OTT).

Kendati demikian, Heidi menerangkan secara singkat bahwa PayPro masih bermitra strategis dalam urusan bisnis bersama Indosat.

“Sampai dengan saat ini Indosat adalah mitra strategis PayPro dan agenda PayPro adalah untuk terus mendukung Gerakan Nasional Non Tunai yang dicanangkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2014,” ujar Heidi.

Alasan lain yang juga masuk akal, PT SPI belum memiliki lisensi e-money dari Bank Indonesia untuk mengoperasikan layanan pembayaran digital. Lisensi PayPro disebutkan masih dimiliki Indosat. Indosat sendiri sudah mendapat lisensi dari BI sejak tahun 2009.

Optimasi QR Code untuk perluasan layanan

Memiliki berbagai fitur transaksi layanan sistem yang dimiliki perbankan, PayPro menilai bahwa debutnya di masyarakat akan diterima. Terlebih dengan berbagai kemudahan, termasuk kemampuan untuk pengisian saldo dan tarik tunai melalui seluruh cabang Alfamart dan Indomaret di Indonesia, layaknya representasi sistem ATM perbankan.

Fitur lain yang coba dioptimalkan adalah model pembayaran dengan QR Code yang dimiliki PayPro. Melalui layanan ini, PayPro ingin coba memfasilitasi transaksi yang sehari-hari dibutuhkan masyarakat, mulai dari transportasi hingga kebutuhan pokok.

“Ke depannya PayPro ingin menjadi yang terdepan dalam hal pembayaran non tunai. Bayangkan apabila kita membeli sayur atau makan siomay dan melakukan pembayaran cukup dengan melakukan scan QR Code sehingga tidak memerlukan uang tunai,” terang Heidi.

Application Information Will Show Up Here

Penerimaan Masyarakat Terhadap Layanan Virtual Berbayar dan Pembayaran Digital

Seiring dengan peningkatan pengguna internet untuk mengakses berbagai layanan virtual membuat banyak bisnis digital mulai mengadopsi cara virtual dalam proses pembayaran. Pertanyaan besarnya tentu apakah masyarakat Indonesia sebagai konsumen sudah terbiasa atau setidaknya mau untuk menggunakan model pembayaran virtual. Isu klasik masih seputar kepercayaan pengguna pada mata uang digital. Namun untuk membuktikan anggapan tersebut, DailySocial mencoba melakukan survei bekerja sama dengan JakPat untuk mengetahui pemahaman pengguna smartphone di Indonesia terhadap barang dan cara pembayaran virtual.

Survei ini melibatkan 1051 responden dari seluruh wilayah Indonesia yang menggunakan smartphone untuk aktivitas sehari-hari. Dari jawaban responden didapatkan beberapa temuan, pertama seputar layanan virtual yang paling umum digunakan. Sebanyak 45,39% dari responden mengaku pernah melakukan pembelian atau pembayaran untuk Google Play Store, kendati persentasenya juga nyaris berimbang dengan yang tidak pernah melakukan pembelian sama sekali, yakni 42,15%. Menarik, pasalnya untuk pembayaran sendiri sebenarnya sudah banyak opsi yang bisa dipilih, mulai dari potong pulsa, voucher, ataupun transfer bank manual.

Gambar 1

Lalu survei juga mencoba mendalami tentang pemahaman masyarakat tentang barang virtual. Dalam survei tersebut diberikan beberapa opsi pilihan, rata-rata mendefinisikan sebagai sebuah layanan yang diakses melalui internet atau berbentuk digital. Persentase lain juga menunjukkan, bahwa apa yang disebut dengan barang virtual rata-rata diketahui mulai dari layanan games dan apps yang biasa digunakan.

Gambar 2

Penetrasi internet dan penggunaan smartphone sendiri selalu digadang-gadang menjadi landasan mendasar untuk improvisasi layanan digital. Salah satunya peluncuran model transaksi virtual yang diusung oleh berbagai jenis layanan online, yang paling banyak oleh layanan on-demand dan e-commerce. Fungsionalitasnya secara sederhana ialah menampung jumlah kredit uang tertentu ke layanan dompet digital yang dimiliki pengusung layanan. Banyak keuntungannya bagi bisnis, salah satunya loyalitas pengguna.

Saat ini sudah ada beberapa layanan dengan tipikalnya masing-masing. Dari yang ada, GO-PAY menjadi yang paling banyak digunakan, disusul oleh voucher Google Play dan TokoCash. Sayangnya karena ada isu seputar lisensi e-money, beberapa layanan dihentikan sementara, termasuk TokoCash, GrabPay, dan BukaDompet. Karena jika layanan tersebut sudah memutar transaksi di atas 1 miliar rupiah, maka harus memiliki perizinan dari BI.

GAMBAR 3

Lalu bagaimana dengan kecenderungan masyarakat saat ini berkaitan dengan layanan pembayaran. Masih dari responden yang sama, sebagian besar masih menempatkan metode tunai atau cash pada peringkat pertama, disusul menggunakan ATM atau kartu debit. E-money, kartu kredit dan virtual currency masih ada di prioritas yang terakhir.

Gambar 4

Angka ini tentu masih akan fluktuatif, mengingat ada banyak inovasi yang terus digencarkan oleh pengusung layanan –termasuk menawarkan kelebihan lebih dan keuntungan lainnya, seperti program reward.

Selain empat temuan di atas, masih ada banyak lagi hasil survei mengenai penerimaan masyarakat terhadap barang dan pembayaran virtual. Laporan selengkapnya dapat diunduh secara gratis di Virtual Goods and Digital Goods Survei 2017.

Aplikasi Brankas Mungkinkan Pengguna Kelola Banyak Rekening Bank di Satu Dasbor

Brankas adalah sebuah startup fintech baru di Indonesia. Platform yang dikembangkan ialah membantu pengguna mengakomodasi akun bank (satu atau lebih) dalam satu sebuah aplikasi terpusat. Secara khusus Brankas didesain untuk membantu pengguna personal dan bisnis dalam mengelola transaksi harian. Visi besarnya ialah menciptakan mobile banking baru yang dirancang untuk memberi orang Indonesia lebih banyak pilihan dan kontrol atas transaksi uang mereka.

Bagi individu dan bisnis kecil, Brankas menawarkan aplikasi mobile gratis untuk mengelola akun bank dalam tampilan real-time terpadu. Selain dapat melacak pengeluaran dan pelaporan lainnya, aplikasi ini juga mampu digunakan untuk mengirim dan meminta pembayaran transfer bank secara instan kepada orang lain melalui medium nomor ponsel. Saat ini Brankas sudah mendukung akun BCA, Mandiri, BNI dan BRI.

Bagi perusahaan dan toko online yang lebih besar, Brankas for Business dapat membantu memperbaiki konversi, memproses, dan mencocokkan pesanan secara instan, dan memberi pelanggan pengalaman mulus yang mereka harapkan dalam proses transaksi. Brankas didirikan oleh Todd Schweitzer (CEO) dan Ken Shaw (CTO).

“Brankas memungkinkan pengguna menautkan rekening bank mereka ke aplikasi dan mengelola aktivitas mereka semua dari satu tempat. Tidak perlu 5 aplikasi bank, internet banking, atau kunjungan ke cabang bank yang berbeda, Brankas memungkinkan Anda mengelola semuanya dari satu tempat yang nyaman dan aman,” jelas Todd kepada DailySocial.

Tidak seperti aplikasi e-wallet atau e-money pada umumnya yang membutuhkan proses top-up saldo di dalamnya, semua pemrosesan transaksi dilakukan menggunakan saldo yang ada pada akun bank yang diintegrasikan. Proses enkripsi sangat ketat, dan untuk menjamin keamanan lebih, two-factor authentication diterapkan melalui token bank untuk setiap transaksi yang dilakukan.

“Banyak hal yang bisa dilakukan dengan Brankas, misalnya penjual di Instagram dapat meminta dan langsung melacak pembayaran pelanggan tanpa perlu screenshot kode konfirmasi. Seseorang dapat melacak biaya transportasi dan makanan bulanan mereka. Hingga melakukan transfer ke rekening lain di luar daerah,” imbuh Todd.

Ingin menjadi lebih dari sekedar mobile banking

Saat ini aplikasi Brankas tengah tersedia secara gratis (dalam waktu terbatas) di Google Play Store. Untuk versi iOS rencananya akan dirilis pada bulan September mendatang. Untuk versi Brankas for Business, pengguna akan mendapati sebuah dasbor pelaporan dan pengelolaan akun. Melalui dasbor tersebut akan tersaji aktivitas akun secara real-time yang mudah dihubungkan ke sistem manajemen pesanan yang ada.

“Ada banyak kemajuan dalam internet banking dan mobile e-wallets, namun ada dua kebutuhan inti tidak ditangani. Pertama pengguna menginginkan satu alat terpadu untuk mengelola banyak akun mereka. Dan kedua Brankas percaya bahwa orang tidak menginginkan atau membutuhkan akun e-wallet atau mobile banking lain, mereka hanya menginginkan cara yang lebih mudah untuk mengirim uang secara langsung dari rekening bank mereka ke bank lain,” ujar Todd menjelaskan tentang komparasinya dengan aplikasi yang sudah ada.

Secara umum, tujuan Todd dan Ken dengan Brankas adalah memberi orang Indonesia pilihan, kontrol, dan akses terhadap uang mereka. Mereka ingin pengguna mempercayai Brankas sebagai mitra keuangan independen mereka, memberikan cara sederhana dan menyenangkan untuk mengelola uang dengan lebih baik. Cita-cita besar keduanya, Brankas bisa menjadi “must-have” untuk bisnis online mana pun.

Saat ini Brankas juga sudah bekerja sama dengan banyak perusahaan e-commerce untuk meningkatkan manajemen pesanan, meningkatkan pengalaman pelanggan, dan meningkatkan konversi penjualan. Kerja sama ini menghadirkan kemampuan Brankas untuk langsung mencocokkan transaksi dengan pesanan, sehingga pelanggan tidak perlu menunggu pesanan mereka diproses, dan perusahaan tidak perlu mengecek setiap transaksi secara manual.

Tim pengembang aplikasi Brankas / Brankas
Tim pengembang aplikasi Brankas / Brankas

Mengawali debut besar dari pangsa pasar Indonesia

Brankas terdiri dari komposisi co-founder yang unik. Todd berpengalaman di bidang strategi bisnis, pengalamannya telah membawa sebuah perusahaan perangkat lunak berekspansi di seluruh Asia Tenggara. Sedangkan Ken sudah lebih 12 tahun berada di Asia Tenggara, dan memiliki hubungan dengan beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti Garuda Indonesia dan KapanLagi Network. Sebelumnya Ken juga berpengalaman menjadi CTO Multiply.com.

Terkait pasar Indonesia, Todd menjelaskan saat ini adalah waktu yang sangat tepat bagi fintech untuk berkibar. Beberapa faktor telah menyatu, menjadikannya waktu yang ideal untuk meningkatkan mobile banking taraf selanjutnya. Adapun faktor tersebut di antaranya (1) orang Indonesia suka belanja online, (2) semakin banyak orang memiliki ponsel pintar, (3) sedikit orang yang memiliki kartu kredit atau dompet elektronik yang mereka gunakan untuk belanja online, (4) orang Indonesia lebih memilih untuk membayar secara online dengan menggunakan transfer bank langsung, namun prosesnya masih lamban dan tidak efisien, dan (5) banyak orang Indonesia memiliki lebih dari satu rekening bank.

Untuk mendukung operasional bisnisnya, Brankas mendapatkan investasi sekitar $500 ribu dari beberapa investor, salah satunya Plug and Play selaku akselerator Silicon Valley yang baru saja meluncurkan batch pertamanya di Indonesia. Brankas terpilih untuk batch pertama mereka, termasuk memberi dukungan dengan menyertakan pakar fintech dan angel investor dari Asia, Eropa, dan Amerika Utara, serta insinyur Google untuk menjadi penasihat teknis.

Saat ini Brankas tengah bersiap berekspansi ke negara lain di Asia Tenggara yang debutnya akan diumumkan dalam waktu dekat.

Application Information Will Show Up Here

PayAccess Sajikan Dompet Digital dengan Pendekatan Komunitas

Ingin menjadi bagian laju fintech yang kian kencang di Indonesia, PT Mobile Coin Asia meluncurkan layanan terbarunya berjuluk PayAccess. PayAccess merupakan aplikasi mobile untuk pembayaran (digital wallet). Dengan kemampuan O2O Integration dan Gaming Reward System, salah satu strategi yang digencarkan saat ini ialah menggandeng merchant yang terhubung dalam jaringan komunitas.

Disebut sebagai strategi collaborative effort, kerja sama dilakukan dengan komunitas untuk memudahkan transaksi dalam kegiatan tersebut. Komunitas yang terjaring sudah cukup beragam, mulai dari komunitas pencinta musik, bola hingga organisasi masyarakat. Prototipe PayAccess sendiri dijalankan bersama komunitas sepak bola pencinta Arema dengan menghadirkan digital membership, layanan pembelian tiket online dan alat pembayaran pembelian marchandise di merchant komunitas.

Salah satu fitur yang diusung untuk pembayaran, model pembayaran melalui kode QR juga akan dibubuhkan. Hal ini dinilai efektif untuk mendongkrak mitra berasal dari kalangan merchant UMKM. Karena selain komunitas, UMKM juga menjadi salah satu sasaran PayAccess. Saat ini proses edukasi turut menjadi prioritas dalam kegiatan bisnis, dengan visi untuk menciptakan modern society di berbagai kota.

“Potensi fintech sangat besar, namun masih banyak tantangan yang harus diselesaikan bagi para pelakunya. Salah satu tantangan yang dihadapi pelaku fintech di Indonesia adalah edukasi tentang manfaat fintech ke masyarakat. Kami percaya fintech bisa digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujar Chief Business Development Officer PayAccess Rorian Pratyaksa.

Rorian melanjutkan, “Mengenai strategi edukasi, PayAccess melihat potensi yang sangat besar dengan adanya komunitas-komunitas yang ada di kalangan masyarakat. Dengan menggandeng beberapa komunitas yang mayoritas adalah komunitas bola, PayAccess mengajak komunitas tersebut menciptakan sebuah collaborative effort untuk mencoba pengalaman bertransaksi melalui fintech.”

Menurut Asosiasi Fintech Indonesia, bisnis fintech sendiri telah mengalami peningkatan pertumbuhan hingga mencapai 78%, menjadikan tahun 2015-2016 merupakan tahun pertumbuhan terbaik bagi industri fintech di Indonesia. Riset DailySocial pun memprediksikan hal yang sama. Tahun 2017 ini bisa dikatakan sebagai tahunnya startup fintech.

Digital Wallet Belum Banyak Diminati Konsumen Indonesia

Salah satu wujud digitalisasi yang paling banyak dirasakan saat ini adalah hasil terbentuknya ekosistem pelaku jual-beli online. Layanan e-commerce dan online marketplace yang berkembang di berbagai lini bisnis kian memanjakan masyarakat untuk dapat bertransaksi secara maya. Uniknya tren tersebut tidak serta-merta membuat pembayaran menggunakan digital wallet (dompet digital) membudaya.

Survei dari Jakpat beberapa waktu lalu, yang melibatkan lebih dari 1.500 responden di umur konsumtif Indonesia dari Sabang sampai Merauke memberikan beberapa fakta bahwa digital wallet (seperti Paypal, T-Cash, e-money dan sebagainya) kurang populer di masyarakat. Secara umum minimnya penggunaan digital wallet dikarenakan proses penggunaannya yang belum bersahabat bagi masyarakat, kendati mereka sudah tergolong tech-savvy untuk adopsi penggunaan internet dan ponsel pintar.

Namun dari total responden dalam survei 44 persen di antaranya menyatakan telah memiliki layanan digital wallet. Umumnya responden laki-laki menggunakan Paypal (29%), T-Cash (20%), e-money (19%), rekening ponsel (17%) dan Go-Pay (15%). Sedangkan untuk pengguna perempuan BCA Flazz (22%). e-money (22%), T-Cash (20%), Go-Pay (19%) dan Paypal (17%). Menarik saat melihat layanan Go-Pay yang belum lama muncul sudah memiliki persentase di dalamnya.

Dari total persentase pengguna layanan digital wallet, 75% di antaranya mengaku minat menggunakan layanan tersebut lantaran mudah dan lebih praktis untuk membayar. Alasan lainnya lebih kepada tidak memiliki yang tunai, menghindari kembalian yang tidak dikembalikan dan keamanan. Namun mereka pun tergolong cukup jarang menggunakan, karena rata-rata per bulan paling banyak menggunakan layanan tersebut antara 1-3 kali. Sangat sedikit persentase yang menggunakan lebih dari itu.

Data responden survei dalam melakukan pengisian saldo layanan dompet digital / Jakpat
Data tempat responden survei dalam melakukan pengisian saldo layanan dompet digital / Jakpat

Kebanyakan juga menggunakan layanan digital wallet untuk melakukan pembayaran di minimarket, cafe dan penyedia layanan digital (online shop, Go-Jek dan sebagainya). Penggunaan digital wallet pun masih didominasi untuk pemenuhan kebutuhan cepat saji, tergambar dari persentase pengisian saldo yang didominasi antara Rp 50.000 – Rp 150.000 per bulannya.

Persentase penggunaan dompet digital dalam bertransaksi / Jakpat
Persentase penggunaan dompet digital dalam bertransaksi / Jakpat

Sedangkan bagi yang belum tertarik mencoba, selain tidak mengerti cara penggunaan, rata-rata pengguna masih ragu akan isu keamanan dan proses pengisian saldo yang tergolong rumit. Seperti diketahui penggunaan kartu kredit pun masih rendah, kebanyakan transaksi perbankan dilakukan melalui transfer (umumnya di ATM). Sehingga mereka merasa bahwa dengan membayar tunai lebih efisien.

Pertumbuhan Tren Mobile Commerce di Indonesia Tinggi, tapi Belum Sedrastis Itu

Pertengahan bulan Februari lalu, pengamat e-commerce Institut Teknologi Bandung (ITB) Kun Arief Cahyantoro memperkirakan peningkatan pembelian online dengan melalu perangkat mobile akan mencapai 172,8% di tahun 2017. Namun laporan dari MasterCard beberapa waktu ini berujar lain. Peningkatan dari tahun 2014 ke 2015 hanyalah sekitar 0,6%. Menjadikan angka 172,8% di tahun 2017 mendatang sedikit kurang nyata.

“Peningkatannya diperkirakan akan mencapai 172,8 persen,” kata Kun, dikutip dari pemberitaan Tempo. Tertulis bahwa angka tersebut diproyeksikan berdasarkan pembelian online secara mobile pada tahun 2015 yang meningkat 155% ketimbang tahun sebelumnya. Kun berasumsi tahun 2017 kenaikannya mencapai 172.8%.

Peningkatan tren belanja online di mobile mungkin memang benar demikian adanya. Tercermin dari turut hadirnya pemain-pemain baru yang mengiringi industri e-commerce Indonesia secara langsung maupun tak langsung (marketplace ataupun payment gateway/fintech). Hari ini saja, mobile marketplace dan social commerce Coral diperkenalkan untuk bersaing dengan para kompetitornya seperti Shopee, Carousell, dan Lyke. Dimo Pay turut diluncurkan sebagai solusi pembayaran mobile untuk masyarakat.

Fakta tersebut cukup diperkuat dengan laporan terbaru MasterCard dalam tajuk Mobile Shopping Survey. Hanya saja angka yang muncul tidak mendukung pertumbuhan yang signifikan. Hasil laporan diambil dari 8.500 responden berumur kisaran 18-64 tahun yang tersebar di 14 negara dalam wilayah Asia-Pasifik sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2015. Di tahun 2015, 55,5% responden mengatakan melakukan pembelanjaan online melalui smartphone-nya. Sementara di tahun 2014, angka tersebut terpaut tidak signifikan, yakni 54,9%. Ini menandakan pertumbuhan yang hanya 0,6% saja.

Penemuan lain dari laporan Mobile Shopping Survey turut membuka perilaku konsumen di Asia Pasifik mulai mengadopsi dompet digital. Sebanyak 19.5% mengaku menggunakan teknologi tersebut, meningkat nyaris 10% jika dibandingkan dua tahun sebelumnya (9,7%). Menariknya, pasar Indonesia justru mengalami penurunan sebesar 4,5% dari tahun 2014 (15,6%) ke tahun 2015 (11,1%).

Kepastian pertumbuhan tren mobile commerce memang di depan mata. Lagu lama tentang menjangkau konsumen di area rural untuk mendapatkan akses finansial pun perlahan direalisasikan oleh operator telekomunikasi dan startup fintech. Jika saja perbankan dan OJK [melalui regulasinya] mampu memberikan solusi yang lebih nyata, tentu angka 172.8% terdengar lebih masuk akal.

MEF: Carrier Billing and Airtime Transfer Are Popular in Indonesia

After finding out that Indonesian people are more accustomed to purchase paid apps nowadays, MEF also suggested that Airtime Transfer and carrier billing get more and more popular among Indonesians. Continue reading MEF: Carrier Billing and Airtime Transfer Are Popular in Indonesia