Fitur Baru Dropbox Paper Permudah Anggota Tim Memantau Rangkaian Proyek yang Harus Dikerjakan

Sejak awal diluncurkan di awal Januari 2017, Dropbox Paper sengaja dirancang sebagai alat bantu kolaborasi dalam pengerjaan dokumen. Konsep dasarnya mirip Google Docs, akan tetapi seiring waktu Dropbox terus menambahkan fitur baru guna memberikan nilai lebih kepada konsumennya.

Salah satu fitur teranyar yang Dropbox luncurkan baru-baru ini adalah Timeline. Apa yang ditawarkan fitur ini sejatinya mirip seperti software manajemen proyek macam Trello atau Asana, bertujuan untuk mempermudah koordinasi antar anggota tim yang saling berbagi tugas.

Berkat Timeline, rangkaian proyek yang harus diselesaikan dapat dipantau oleh semua anggota tim. Mereka dapat melihat proyek apa yang sudah dan belum kelar, kapan tenggat waktunya, dan siapa saja yang bertanggung jawab atas tiap-tiap proyek. Agar semakin mudah dipantau, tiap-tiap proyek ini bisa dibubuhi warna yang berbeda.

Dropbox Paper Timeline

Dalam setiap proyek, anggota tim dapat menambahkan detail yang lebih merinci, termasuk tautan menuju ke dokumen terkait. Timeline bisa dibuat untuk tenggat satu minggu sampai satu tahun. Untuk menambahkan proyek baru, pengguna hanya perlu mengklik dan menarik kursor, menyesuaikan dengan waktu pengerjaannya.

Dropbox pada dasarnya ingin menyuguhkan alternatif yang lebih mudah bagi para pengguna Paper. Ketimbang harus berpindah-pindah aplikasi hanya untuk memantau rangkaian kegiatan, semuanya kini bisa langsung dilakukan dalam Paper. Kabar baiknya, Timeline saat ini sudah tersedia untuk semua pengguna Dropbox Paper.

Sumber: Dropbox.

Dropbox Kini Dapat Mendeteksi Teks yang Terdapat pada Foto Dokumen

Memotret dokumen lalu mengunggahnya ke Dropbox adalah cara termudah untuk mengamankan dokumen-dokumen penting dari risiko rusak atau hilang. Namun ketika foto dokumen yang diunggah sangat banyak, pencarian bakal sulit dilakukan, kecuali kita ingat betul nama file-nya.

Pada kenyataannya, 10 – 20% dari sekitar 20 miliar gambar dan PDF yang tersimpan di server Dropbox adalah foto dokumen. Foto jelas berbeda dari file PDF atau Word yang dapat dicari berdasarkan teks pada kontennya.

Solusinya, menurut Dropbox, adalah menggunakan teknologi OCR alias Optical Character Recognition. Bukankah OCR hanya bisa diterapkan pada file PDF dengan teks yang bersifat embedded, atau dengan memanfaatkan scanner khusus? Ya, tapi Dropbox berhasil memodifikasinya menggunakan machine learning, sehingga bisa diterapkan pada foto.

Alhasil, sistem yang dimiliki Dropbox mampu mendeteksi teks yang terdapat pada sebuah gambar, baik yang formatnya JPEG, PNG, TIFF maupun GIF statis. Dari situ pengguna dapat mencari foto dokumen yang tersimpan di akunnya berdasarkan isi teksnya.

Dropbox automatic image text recogntion

Dropbox memberikan beberapa contoh penggunaan. Saat kesulitan mencari hasil screenshot tiket pesawat misalnya, pengguna hanya perlu mencari dengan kata kunci nama bandara tujuannya, maka file yang tepat bakal langsung ditemukan.

Saat hendak mencari dokumen kontrak yang di-scan oleh rekan kerja beberapa tahun lalu misalnya, pengguna cukup mencantumkan nama vendor-nya sebagai kata kunci. Ya, fitur ini tak hanya berlaku untuk filefile yang baru diunggah pasca pengumuman ini, semuanya sudah di-scan secara otomatis dan aman oleh Dropbox.

Sayang sekali yang bisa menikmatinya bukanlah seluruh pengguna Dropbox, melainkan para pelanggan Dropbox Professional (dalam beberapa bulan ke depan) dan Dropbox Business Advanced serta Enterprise (early access-nya tersedia sekarang). Untuk sekarang, yang bisa dideteksi hanyalah teks dalam bahasa Inggris saja.

Sumber: Dropbox.

Dropbox Luncurkan Add-on untuk Gmail, Mengelola Berkas Jadi Kian Mudah

Memperkuat kerjasama yang sudah terjalin selama ini, Dropbox dan Gmail meluncurkan sebuah add-on baru yang memungkinkan pengguna untuk melihat, menyimpan dan membagikan berkas langsung di dalam aplikasi Gmail tanpa harus membuka layanan Dropbox.

Produk baru ini akan memperdalam kolaborasi mereka di ekosistem G Suite, menawarkan layanan lintas browser, lintas platform, dan pengaya baru ini akan berjalan baik di browser apa pun, serta aplikasi Gmail untuk Android. Namun, khusus untuk iOS akan menyusul kemudian.

Cara kerjanya cukup mudah. Setelah pengguna memasang add-on Dropbox untuk Gmail dari G Suite Marketplace, mereka dapat segera melakukan berbagai hal, misalnya menambahkan file ke pesan email langsug dengan menautkan ke folder atau file yang disimpan di Dropbox. Penerima email nantinya dapat mengakses folder atau file tersebut tanpa perlu memasang aplikasi tambahan.

Tak hanya sebatas menampilkan berkas dalam bentuk daftar, add-on ini juga memberikan akses ke struktur file Dropbox lengkap. Pada akhirnya, pengaya ini akan memungkinkan pengguna untuk melampirkan file dari Dropbox langsung ke email. Pengguna akan terbebas dari distraksi karena menggunakan dua aplikasi di saat yang bersamaan.

Pengguna yang menambahkan Dropbox ke Gmail untuk web juga akan menemukan tool yang sama di aplikasi mobile. Dropbox juga membeberkan  beberapa rencananya untuk waktu dekat, salah satunya kemampuan untuk menggunakan Google Doc, Spreadsheet, dan Slide langsung di dalam layanan Dropbox.

Sumber berita Dropbox.

Dropbox Paper Luncurkan Fitur Template, Konsumen pun Bisa Membuat Versinya Sendiri

Masih ingat dengan Dropbox Paper? Sejak awal konsepsinya di tahun 2015, sampai akhirnya dirilis secara global di awal tahun lalu, Paper selalu mengedepankan aspek kolaborasi. Kolaborasi pun tak melulu berarti harus mengerjakan suatu dokumen bersama-sama, bahkan berbagi template dokumen saja sebenarnya juga sudah bisa disebut kolaborasi.

Kabar baiknya, Dropbox mendengarkan salah satu permintaan terbanyak dari konsumen Paper, yakni kemudahan untuk menyulap dokumen apa saja menjadi suatu template yang dapat dibagikan. Dengan begitu, format laporan mingguan Anda dan rekan bisa seragam, dan semua ini demi melihat senyuman dan acungan jempol dari atasan.

Membuat template pada Paper terkesan sangat mudah. Buka dokumen apa saja, maka Anda akan melihat tombol baru berlabel “Templatize” pada menu. Dari situ tinggal bagikan saja template-nya ke rekan-rekan setim, maka mereka pun siap memakainya untuk membuat dokumen baru.

Dropbox Paper Template

Paper juga mempersilakan kita untuk membuat template dari dokumen kosong. Klik tombol “Create with templates” pada tampilan utama Paper, lalu utak-atik dan simpan hasilnya. Kalau perlu, Anda juga bisa menambahkan teks placeholder sehingga rekan-rekan Anda paham informasi apa yang harus dicantumkan di sepanjang dokumen.

Kolaborasi pun dapat dilakukan dalam proses pembuatan template ini. Caranya, tinggal beri akses mengedit pada rekan satu tim Anda, dan mereka pun bisa ikut menyempurnakan template dokumennya. Selain template buatan sendiri, Dropbox sebenarnya sudah menyiapkan beberapa yang bisa langsung kita pakai sekarang juga, baik di versi web maupun via aplikasi mobile-nya.

Sumber: Dropbox.

Dropbox Umumkan Integrasi dengan Layanan Produktivitas Google

Sudah bukan rahasia apabila Dropbox merupakan salah satu komponen penting dalam bekerja. Penciptanya sendiri sadar akan peran besar mereka, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menggarap software produktivitasnya sendiri yang mengedepankan aspek kolaborasi.

Popularitasnya jelas masih kalah dari platform berbasis cloud besutan Google (G Suite), yang terdiri dari banyak layanan seperti Google Docs, Google Drive, dan masih banyak lagi, termasuk halnya Gmail. Beruntung Dropbox menyadari akan hal ini. Untuk itu, mereka pun menghadirkan integrasi layanannya dengan G Suite.

Dalam waktu dekat, pengguna Dropbox dapat mengakses dokumen Google Docs, Sheets maupun Slides langsung dari Dropbox. Tanpa harus meninggalkan Dropbox, mereka bisa membuat dokumen baru, menyunting, menyimpan sekaligus membagikan ke rekan-rekannya. Semuanya disimpan dan diakses dari satu akun Dropbox yang sama.

Di samping itu, Dropbox juga tengah menyiapkan integrasi yang lebih baik untuk Gmail dan Google Hangouts. Integrasi Dropbox dengan Hangouts ini menarik karena pengguna bisa saling berbagi file langsung dari tampilan percakapan, termasuk melihat preview-nya.

Ini pada dasarnya merupakan kabar gembira bagi para pengguna Dropbox yang sehari-harinya juga harus berkutat dengan sejumlah file dari platform G Suite. Selama ini, mereka suka tidak suka harus mengandalkan Google Drive – bukan berarti Dropbox lebih superior, hanya saja saya yakin ada banyak yang lebih suka dengannya ketimbang Google Drive, termasuk saya sendiri.

Sumber: Dropbox.

Peran Dropbox dalam Keseharian Seorang Work-at-home Dad

Dewasa ini saya yakin nama Dropbox sudah tidak asing lagi di telinga sebagian besar pembaca. Anda mungkin menggunakannya sekadar untuk mem-backup koleksi foto di ponsel, lalu ada juga yang memanfaatkannya murni untuk berbagi dokumen dengan rekan kerjanya.

Sebagian lain mungkin lebih percaya dengan layanan cloud storage lain, Google Drive misalnya. Namun intisarinya, Dropbox dan layanan cloud storage sudah menjadi bagian penting dalam keseharian konsumen modern – bahkan tidak kalah pentingnya dari smartphone dan koneksi internet itu sendiri.

Saya termasuk kalangan konsumen yang terakhir itu, kalangan yang pada dasarnya tidak bisa hidup tanpa Dropbox. Di perangkat apapun yang saya punya – PC, laptop, tablet, smartphone – saya pasti akan meng-install Dropbox selama aplikasinya tersedia di platform yang bersangkutan.

Andai saya berganti smartphone, Dropbox adalah salah satu aplikasi pertama yang saya install selain aplikasi chatting. Perlu dicatat juga, saya maupun tim DailySocial tidak menerima uang sepeser pun dari Dropbox untuk menuliskan artikel ini – saya kira mereka sudah tidak perlu lagi mengiklankan produknya untuk bisa merangkul lebih banyak konsumen.

Artikel ini cuma bermaksud untuk menggambarkan bagaimana suatu layanan internet bisa berperan begitu besar dalam kehidupan konsumen di era digital ini. Tanpa bermaksud hiperbolis, saya mungkin bakal kewalahan bekerja setiap harinya tanpa adanya Dropbox. Persilakan saya menjelaskan kenapa.

Dropbox sebagai tonggak utama pekerjaan

Dropbox kini juga menawarkan layanan bernama Paper untuk mempermudah kolaborasi / Dropbox
Dropbox kini juga menawarkan layanan bernama Paper untuk mempermudah kolaborasi / Dropbox

Seperti yang bisa Anda lihat, saya merupakan salah satu penulis tetap di DailySocial. Setiap Senin – Jumat saya diminta untuk menuliskan sejumlah artikel untuk Anda sekalian baca. Dari sini sebenarnya sudah bisa Anda tebak apa saja alat bantu yang hukumnya wajib buat saya, yaitu perangkat untuk mengetik dan koneksi internet.

Kondisi tempat kerja saya tergolong tidak umum: saya tinggal di Surabaya, sedangkan kantor DailySocial berada di Jakarta. Yup, saya merupakan pekerja remote, dan hal ini pada akhirnya memberikan sejumlah perk buat saya, salah satunya adalah kesempatan untuk merawat anak perempuan saya selagi bekerja.

Di mana istri saya? Well, setiap harinya dia harus bekerja sebagai dosen di salah satu universitas swasta di Surabaya. Berhubung saya bekerja dari rumah, saya jadi tidak perlu menitipkan putri saya ke siapa-siapa maupun meminta bantuan seseorang selama bekerja.

Putri saya sebentar lagi akan menginjak usia 15 bulan. Di usia itu, seorang anak sudah banyak maunya. Dalam kasus saya, putri saya ingin selalu ditemani bermain, tidak peduli ketika saya sedang mengerjakan artikel atau sedang istirahat makan siang – dan ini juga beberapa kali terjadi selama pengerjaan artikel ini.

Tampilan icon Dropbox di iPhone / Pixabay
Tampilan icon Dropbox di iPhone / Pixabay

Situasi ini memaksa saya untuk bergonta-ganti device selama bekerja: saat putri saya lengah dan serius bermain Mega Bloks, saya akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk duduk di depan laptop dan mengetikkan sebanyak mungkin kata sebelum dia sadar dan kembali menarik-narik baju saya sembari merengek minta didampingi.

Kesempatan mengetik hilang, lalu apa yang harus saya lakukan ketika ide tiba-tiba muncul dan terancam sirna kalau tidak segera ditumpahkan ke tulisan? Saya pun beralih ke smartphone dan mulai mencuri-curi kesempatan untuk mengetik selagi mendampingi putri saya, yang sekarang juga sudah beralih ke mainan lain.

Di sinilah letak peran besar Dropbox yang saya maksud di awal. Semua yang saya kerjakan, baik di laptop maupun smartphone, akan selalu tersinkronisasi di Dropbox. Saat mengetik menggunakan smartphone, saya bisa melanjutkan poin terakhir yang saya tinggalkan di laptop tadi, demikian pula sebaliknya.

Tanpa Dropbox, fragmen-fragmen artikel yang sudah saya kerjakan itu harus saya gabungkan dan rapikan secara manual di laptop sebelum akhirnya saya unggah ke server DailySocial. Sebaliknya, dengan Dropbox, potongan artikel yang saya ketik di smartphone tadi akan langsung muncul di laptop, di file dokumen yang sama, dan siap diunggah kapan saja ke server tanpa perlu saya ulik lebih lanjut – kalau memang artikelnya sudah selesai.

Mengapa Dropbox?

Contoh integrasi Dropbox dalam aplikasi Microsoft PowerPoint / Dropbox
Contoh integrasi Dropbox dalam aplikasi Microsoft PowerPoint / Dropbox

Di titik ini Anda mungkin akan bertanya, “mengapa harus Dropbox? Kenapa tidak layanan cloud storage yang lain saja?” Jawabannya adalah integrasi dengan aplikasi. Semua aplikasi yang saya gunakan untuk mengetik terintegrasi dengan Dropbox, baik di smartphone, laptop maupun PC.

Di ponsel dan laptop, saya menggunakan aplikasi text editor bernama Byword, sedangkan di PC pilihan saya adalah MarkdownPad. Di smartphone, saya bisa menghubungkan akun Dropbox secara langsung ke Byword, sehingga semua folder penyimpanan – termasuk folder draft semua artikel saya untuk DailySocial – bisa saya akses langsung dari aplikasi.

Di laptop dan PC integrasinya bahkan lebih mendalam lagi, sebab Dropbox sudah terhubung dengan file system. Ini memungkinkan saya untuk mengunduh dan mengunggah file dari dan ke Dropbox tanpa perlu membuka browser sama sekali, cukup mengandalkan metode copy-paste standar lewat Windows Explorer atau Finder di Mac.

Alasan lainnya, selama lima tahun memakai Dropbox, saya belum pernah sekali pun dikecewakan oleh sinkronisasinya. Saya pun sampai sekarang juga belum pernah mengeluarkan uang untuk menggunakan Dropbox, tapi kapasitas penyimpanan saya bisa mencapai angka 11,75 GB berkat program referral Dropbox.

Ilustrasi Dropbox sebagai satu-satunya media penyimpanan / Dropbox
Ilustrasi Dropbox sebagai satu-satunya media penyimpanan / Dropbox

Kendati demikian, andaikata Dropbox bangkrut dan saya harus beralih ke layanan cloud storage lainnya, saya yakin saya masih bisa mendapatkan kemudahan yang sama dalam bekerja. Namun jujur saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya andai tidak ada layanan cloud storage sama sekali.

Yang saya cari dari Dropbox sebenarnya sederhana sekali, yakni bagaimana layanan ini bisa membantu memuluskan proses gonta-ganti perangkat selama saya bekerja sambil merawat anak. Fakta bahwa semua file penting saya ter-backup di cloud saya anggap sebatas bonus, sebab saya pribadi lebih mementingkan aspek sinkronisasinya.

Ketik di laptop, lanjutkan di smartphone, lalu kembali lagi di laptop ketika ada kesempatan, semuanya tanpa mengharuskan saya repot-repot mengunduh file dan mengunggahnya kembali setelah diperbarui. Inilah yang akhirnya membuat saya begitu bergantung pada Dropbox.

Di samping itu, Dropbox juga berhasil mengubah kebiasaan saya menyimpan file di USB flash disk. Sekarang semua file penting dan yang perlu saya akses dari berbagai tempat tersimpan dengan rapi di Dropbox, dan sepertinya sudah sekitar tiga tahun sejak saya terakhir menggunakan flash disk.

Sejarah perjalanan Dropbox

Drew Houston (kiri) dan pimpinan Y Combinator, Sam Altman (kanan) pada bulan Februari 2017 / Dropbox
Drew Houston (kiri) dan pimpinan Y Combinator, Sam Altman (kanan) pada bulan Februari 2017 / Dropbox

Bicara soal flash disk, media penyimpanan portable ini juga sangat terlibat dalam awal kelahiran Dropbox. Ceritanya kala itu, pada bulan Desember 2006, sang pendiri Dropbox, Drew Houston yang merupakan seorang programmer, sedang dalam perjalanan menggunakan bus dari Boston ke New York.

Selama perjalanan berdurasi sekitar empat jam, Drew berniat untuk bekerja menggunakan laptop-nya. Apesnya, ia lupa membawa USB flash disk yang pada dasarnya berisikan semua yang dibutuhkannya pada saat itu. Ini bukan pertama kalinya nasib sial seperti itu menimpa Drew, tapi sang inovator memutuskan sudah saatnya untuk mengakhirinya.

Dari situ ia mulai mengembangkan teknologi untuk mensinkronisasikan file menggunakan internet. Empat bulan setelahnya, Drew mempresentasikan idenya di hadapan inkubator startup Y Combinator. Juni 2007, Dropbox Inc. resmi didirikan, dan tak lama sesudahnya Drew bersama rekan cofounder-nya, Arash Ferdowsi, berhasil menerima pendanaan awal dari Y Combinator sebesar $15.000.

Perjalanan Dropbox tak bisa dibilang mulus. Bahkan awalnya mereka tidak bisa menggunakan domain dropbox.com sampai pada bulan Oktober 2009. Selama sekitar dua tahun beroperasi, mereka harus tabah menggunakan domain getdropbox.com – memang tidak sulit diingat, tapi reflek orang yang baru mendengar soal Dropbox pasti akan mengetikkan “dropbox.com” di browser-nya.

Tampilan terbaru Dropbox sekarang / Dropbox
Tampilan terbaru Dropbox sekarang / Dropbox

Masih di tahun 2009, tepatnya pada bulan Desember, almarhum Steve Jobs sempat menawarkan untuk mengakuisisi Dropbox dengan mahar menyentuh angka sembilan digit. Jobs kala itu bilang kalau Dropbox hanyalah sebatas fitur, dan beliau sejatinya beranggapan bahwa Dropbox baru bisa menjadi produk setelah berada di tangan Apple.

Tentu saja Drew menolak tawaran tersebut. Kalau tidak, sudah pasti Dropbox sekarang hanya tersedia secara eksklusif untuk perangkat besutan Apple. Nyatanya tidak demikian. Rival-rival Dropbox terus bermunculan, termasuk dari Apple sendiri yang bernama iCloud, maupun dari nama-nama besar lain di industri teknologi seperti Amazon, Google dan Microsoft.

Juni lalu, Dropbox merayakan hari jadinya yang ke-10. Skalanya sebagai perusahaan sudah berkali lipat kondisinya di tahun 2008, dimana pada saat itu mereka baru memiliki 9 karyawan dan 200.000 pengguna. Per Maret 2016, jumlah pengguna Dropbox sudah mencapai angka setengah miliar, dan menurut data Crunchbase mereka sudah mengumpulkan total pendanaan lebih dari 600 juta dolar.

Kembali ke bahasan di awal tadi, saya kira tidak berlebihan jika kita menganggap Dropbox – maupun layanan cloud storage lainnya – sebagai layanan yang sama esensialnya dengan email. Anda butuh email untuk bisa mendaftar berbagai layanan internet (termasuk Dropbox), dan Anda butuh Dropbox untuk bisa bekerja secara efisien di mana saja dan melalui perangkat apa saja.

Cerita saya sebagai seorang blogger beranak satu yang harus bergonta-ganti device selama bekerja hanyalah satu contoh. Masih ada contoh lain yang tak kalah menarik, seperti misalnya seorang mahasiswa jurusan hukum yang laptop-nya tiba-tiba rusak saat menjalani ujian akhir, namun akhirnya bisa lulus karena masih menyimpan backup-nya di Dropbox.

Tanpa Dropbox, sang pelajar mungkin saja bisa tidak lulus, dan ini akan berakibat fatal pada karir dan kehidupannya. Tanpa Dropbox, saya mungkin harus menyewa seorang baby sitter untuk membantu mendampingi anak saya selama saya bekerja, yang berarti pengeluaran bulanan saya harus bertambah – yang akan sangat sulit sekali saya terima setelah mengetahui ada layanan internet gratis seperti Dropbox yang bisa menjadi solusi atas masalah yang saya hadapi.

Strategi “Growth Hacking” di 5 Startup Dunia

Kita sering mendengar tentang istilah growth hacking pada startup yang dilakukan untuk mendapatkan akuisisi users atau visitor. Banyak startup yang berhasil mendapatkan growth yang dahsyat dengan melakukan strategi growth hacking ini. Growth hack bukanlah sulap atau sihir, tetapi sebuah strategi untuk mengakuisisi pengguna.

Nothing magical about it, just creativity.

Berikut strategi akuisisi pengguna yang dilakukan oleh 5 startup besar di masa-masa awal mereka. Semoga ada sesuatu yang bisa dipelajari dari strategi mereka.

Dropbox

Dropbox berkembang hingga lebih dari 200 juta pengguna dan baru-baru ini Drew Houston, CEO dan co-founder Dropbox mengumumkan bahwa revenue mereka telah melampaui lebih dari $1 miliar dengan rekor lebih cepat dari perusahaan SaaS (software as a service) manapun di dunia. Data terakhir menyebutkan Dropbox memiliki lebih dari 500 juta pengguna di seluruh dunia sejak diluncurkan pada tahun 2007.

Strategi yang digunakan di masa-masa awal berdirinya adalah dengan memberikan kapasitas storage ekstra untuk para customer yang memberikan referensi kepada pengguna lain, memberikan nilai tambah kepada pengguna sementara penggunaan Dropbox makin meningkat.

Pelajaran yang bisa diambil dari strategi Dropbox ini adalah dengan memberikan insentif kepada pengguna akan membuat mereka semakin bergantung kepada produk Anda, di saat yang sama mereka juga akan dengan sendirinya menyebarkan service atau produk Anda. Good one Dropbox!

Pinterest

Sejak diluncurkan pada tahun 2010, hingga kini Pinterest telah mempunyai lebih dari 150 juta pengguna aktif dan 176 juta pengguna yang terdaftar. Pinterest yang 85% penggunanya adalah perempuan ini melakukan strategi growth hack dengan merekrut para design bloggers dan orang-orang yang telah diseleksi dengan ketat untuk tetap menjaga konten yang terdapat di dalam tetap bersih dan berkelas.

Pinterest secara otomatis melakukan konfigurasi account kita berdasarkan interest kita dan memberikan rekomendasi untuk mem-follow high quality users. Hal ini memberikan user experience yang bagus terutama dalam hal konten.

Selain strategi ini, CEO dan co-founder Ben Silberman pernah mengirimkan email berisi ucapan terima kasih kepada 7000 pengguna Pinterest secara personal!

Pelajaran yang bisa diambil dari strategi Pinterest ini adalah bahwa pada dasarnya setiap startup dimulai dengan nol pengguna. Memikirkan untuk mendapatkan pengguna potensial dengan melakukan networking dan grouping berhasil mendapatkan respek dan menciptakan komunitas di mana setiap orang ingin menjadi bagian dari komunitas ini. Jangan lupakan kegigihan founder di masa awal berdiri, sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap startup founder.

Hotmail

Hotmail berhasil berkembang mencapai 30 juta pengguna di masa-masa awal mereka hanya dalam waktu 30 bulan sejak diluncurkan pada tahun 1996. Di tahun 2011 pada waktu ulang tahun mereka yang ke 15 Hotmail mengklaim jumlah pengguna mereka adalah 360 juta users.

Strategi yang mereka lakukan adalah membuat para pengguna menjadi pengiklan berjalan dengan menambahkan footer “Get your free email at Hotmail” pada setiap email yang dikirimkan.

Pelajaran yang bisa diambil dari strategi Hotmail ini adalah menaruh perhatian serius terhadap setiap pesan yang ingin kita sampaikan kepada pengguna, yang menggugah rasa penasaran setiap orang yang melihat tagline dari perusahaan kita. Setiap pebisnis pasti senang apabila pesan yang ingin disampaikan tersebar secara viral yang hebatnya bahkan para pengguna tidak sadar bahwa mereka sedang mengiklankannya dengan gratis.

Reddit

Reddit, sebuah layanan media sosial di mana orang bisa berbagi link dan konten-konten online. Setelah membagikan link tersebut, orang lain bisa memberikan vote pada tautan tersebut. Link dengan vote terbanyak akan ditampilkan lebih dominan dibandingkan yang lain.

Didirikan di bulan Juni tahun 2005 dan sampai sekarang telah memiliki lebih dari 234 juta pengguna. Sewaktu masa awal berdiri dan mendapatkan funding perdana senilai $12,000 mereka hanya menghabiskan $500 untuk beriklan dan bahkan sudah termasuk stiker.

Strategi growth hack yang dilakukan oleh Reddit adalah melakukan posting konten dari berbagai website populer dan mempunyai traffic besar yang di-posting oleh akun-akun buatan tim. Hal ini menjadikan Reddit sebagai tempat dengan banyak konten dan menambah traffic. Content is king folks.. Akan tetapi, baru-baru ini taktik ini terbongkar oleh dan dimuat di Forbes. (baca di sini).

Pelajaran yang bisa diambil dari strategi Reddit ini adalah fake it till you make it. Mintalah kepada orang- orang untuk membicarakan Anda. Minta tolong kepada relasi, teman, keluarga, dan lainnya untuk mengenal apa yang Anda lakukan. Jika itupun masih gagal, lakukan sendiri sampai orang mengenal Anda. Selanjutnya adalah, integritas dalam berbisnis amat sangat penting.

Atlassian

Bagi para developer nama Atlassian tidaklah asing lagi. Hampir semua developer menggunakan produk Atlassian sebagai productivity tools untuk teamwork. Dengan harga yang tidak terlalu mahal dan user interface sederhana menjadikan ini sebagai satu-satunya pilihan untuk productivity tools. Team developer kami di MailTarget juga menggunakan produk Atlassian yaitu Jira dan BitBucket.

Yang mencengangkan adalah fakta bahwa Atlassian (sekarang sudah IPO) berhasil mencapai revenue sebesar $320 juta tanpa team sales! Dahsyat. Tomasz Tungus, seorang pakar SaaS mengatakan rata-rata perusahaan SaaS menghabiskan 50-100% dari annual revenue untuk sales dan marketing. Namun Atlassian hanya menghabiskan 12–21% untuk marketing. Apa rahasianya?

Yes, produk yang bagus.

Atlassian terkenal dengan user interface-nya dan user experience-nya yang simpel dan mudah digunakan. Mereka menghabiskan 40% dari keuntungannya untuk research & development. Sesuatu yang mungkin tidak begitu dipikirkan oleh para startup karena R&D mungkin akan menjadi cost center di mana finansial masih ketat. Atlassian membuktikan hal ini ternyata berguna. Kami membiasakan kultur research & development walaupun masih dalam skala kecil. Atlassian begitu memperhatikan detail mulai dari onboarding proccess hingga ke loading page dengan ilustrasi aneh.

Pelajaran yang bisa diambil dari strategi Atlassian ini adalah product simplicity. Tidak mudah untuk bisa membuat sebuah produk menjadi simpel dan mudah digunakan, banyak proses rumit di belakang yang perlu dilakukan tetapi hasilnya sepadan.

Masih banyak startup yang menggunakan strategi yang unik yang tidak saya bahas di sini, seperti Kaskus, BukaLapak, Tokopedia, dan lain sebagainya. Tidak ada strategi growth hacking yang generik. Dalam artian satu strategi bisa diterapkan untuk semua. Kenali produk atau service Anda, cari tahu detail tentang target market Anda, tentukan channel apa yang akan digunakan. Lalu campur dengan kreativitas. Saya percaya kita akan sama-sama bisa mendapatkan exponential growth.

Seperti kata COO BukaLapak Willix Halim “fail fast, execute fast..”. Jangan berhenti bereksperimen.


Artikel tamu ini dibuat oleh Yopie Suryadi, Founder MailTarget.co.

Disertai Fitur Baru, Dropbox Paper Resmi Diluncurkan Secara Global

Dropbox Paper, tool kolaborasi dokumen untuk pelaku bisnis akhirnya dirilis secara global setelah melewati berbagai fase pematangan. Dengan resminya tahap ini, maka kini semua orang dengan platform yang berbeda mulai dari Android, iOS dan web bisa ambil bagian dan mempergunakannya.

Sebagai pengingat, Paper adalah tool kolaborasi yang memungkinkan pengguna menyimpan dokumen mereka ke Dropbox, membagikannya ke pengguna lain dan melakukan perubahan yang diperlukan. Secara khusus, Paper merupakan langkah baru bagi Dropbox untuk menjangkau pengguna dari kalangan bisnis yang banyak terlibat dalam distribusi dokumen antar karyawan atau anggota sebuah organisasi.

Paper mempunyai cara kerja yang hampir mirip dengan Google Docs, di mana dalam prosesnya aplikasi akan secara instan membuat cadangan di awan untuk dapat dibagikan kepada yang membutuhkan. Perubahan tren dan alur kerja dari offline ke online membuka mata Dropbox untuk memanfaatkan momentum terjun ke industri yang sama, bersaing dengan Google dan bahkan Microsoft yang dalam beberapa kesempatan menjadi mitra mereka.

Paper pertama kali diperkenalkan oleh Dropbox pada bulan Oktober 2015 sebelum kemudian memasuki fase beta publik di bulan Agustus tahun lalu.

Dan untuk menyempurnakan debutnya, Dropbox juga membekalinya dengan sejumlah fitur yang dapat menghemat waktu para pekerja. Fitur yang dimaksud adalah Smart Sync, fitur yang membuat setiap berkas di Dropbox langsung tersedia di desktop pengguna, mengeliminasi kebutuhan untuk berganti dari desktop ke browser atau sebaliknya. Tambahan lainnya, berkas juga dapat diakses tanpa mencaplok ruang simpan di hard disk komputer. Terakhir, Dropbox juga memberikan dukungan 21 bahasa ke Paper, membuat fitur dapat dimanfaatkan oleh konsumen seluas mungkin.

Sumber berita Theverge dan Dropbox.

Plex Cloud Kini Dilengkapi Integrasi Dropbox, Google Drive dan OneDrive

Kabar gembira bagi konsumen yang tengah mempertimbangkan hendak berlangganan Plex Cloud. Layanan media server berbasis cloud tersebut baru saja mendapat dukungan atas integrasi Dropbox, Google Drive dan OneDrive. Sebelumnya, integrasinya hanya terbatas untuk Amazon Drive saja.

Sekadar mengingatkan, Plex Cloud terkesan menarik karena pada dasarnya pengguna bisa menikmati segala kenyamanan yang ditawarkan Plex tanpa perlu pusing soal hardware. Asalkan pengguna mempunyai koneksi internet yang cepat dan stabil, mereka dapat menikmati koleksi film dan musik pribadinya di mana saja melalui ponsel, tablet, laptop, PC, Mac, game console ataupun smart TV.

Dukungan atas Dropbox, Google Drive dan OneDrive ini pastinya membuat Plex Cloud jadi lebih fleksibel. Pun begitu, kapasitas penyimpanannya jadi terbatas mengikuti yang tersedia untuk masing-masing layanan cloud storage. Kalau dengan Amazon Drive dan paket Unlimited Everything, pengguna mendapat kapasitas tanpa batas.

Namun integrasi Amazon Drive sendiri bukan tanpa masalah. Plex mengaku kerap menjumpai kendala teknis dimana sinkronisasi dengan layanan cloud storage kepunyaan Amazon tersebut dapat berhenti tiba-tiba meskipun sebelumnya berjalan lancar. Jadi sekarang setidaknya ada tiga alternatif lain yang lebih bisa diandalkan, meski ada batasan kapasitas.

Plex Cloud sendiri sampai sekarang masih dalam tahap beta. Mereka yang tertarik harus meminta undangan terlebih dulu dan wajib menjadi pelanggan Plex Pass. Kalau Anda sudah berlangganan, tidak ada salahnya mencoba Plex Cloud.

Sumber: Engadget.

Versi Terbaru Dropbox untuk iOS Hadirkan Integrasi iMessage dan Sejumlah Fitur Menarik

Seiring perkembangannya, Dropbox telah berevolusi dari sekadar layanan cloud storage hingga menjadi alat bantu produktivitas. Pergeseran ini terus dibawa menuju ke aplikasi mobile-nya, dimana Dropbox baru-baru ini memperkenalkan sejumlah fitur menarik pada aplikasi Dropbox untuk iOS.

Yang pertama adalah integrasi iMessage, dimana pengguna bisa berbagi file tanpa perlu berpindah-pindah aplikasi. Tinggal pilih file yang hendak dibagi dari dalam iMessage, lalu sang penerima bisa langsung melihatnya di dalam kolom chat.

Fitur ini bisa terwujud berkat pembaruan dalam iOS 10, dimana developer pada dasarnya bisa membuat aplikasi mini di dalam iMessage untuk meningkatkan fungsionalitasnya. Dengan begitu, pengguna bisa berkomunikasi dengan rekan kerja atau rekan setimnya secara lebih efisien.

Masih berkaitan dengan pembaruan yang dibawa iOS 10, Dropbox kini juga datang bersama widget yang bisa diakses melalui lock screen. Hal ini berarti pengguna dapat memindai dokumen atau mengunggah file tanpa perlu meng-unlock perangkatnya terlebih dulu.

Menandatangani file PDF kini mudah sekali dilakukan lewat aplikasi Dropbox untuk iOS / Dropbox
Menandatangani file PDF kini mudah sekali dilakukan lewat aplikasi Dropbox untuk iOS / Dropbox

Tidak kalah menarik adalah fitur untuk membubuhkan tanda tangan pengguna di atas sebuah file PDF. Yup, pengguna kini tidak perlu repot-repot mencetak dokumen, menandatanganinya, lalu memindainya kembali untuk dikirim via email. Cukup buka file melalui aplikasi Dropbox, lalu langsung bubuhkan tanda tangan di atas layar.

Aplikasi Dropbox kini mendukung fitur Picture-in-Picture di iPad, serta Split Screen dalam waktu dekat / Dropbox
Aplikasi Dropbox kini mendukung fitur Picture-in-Picture di iPad, serta Split Screen dalam waktu dekat / Dropbox

Untuk pengguna iPad, aplikasi Dropbox kini mengusung dukungan fitur Picture-in-Picture sehingga mereka dapat menonton video yang disimpan di dalam Dropbox selagi membuka aplikasi lain. Dalam beberapa minggu ke depan, Dropbox bahkan berencana untuk menghadirkan dukungan fitur Split Screen.

Fitur baru yang terakhir terkait aspek kolaborasi, dimana aplikasi kini dapat mengirimkan notifikasi ketika seseorang dalam tim Anda telah melakukan revisi dan menyimpan versi terbarunya. Pengguna tinggal mengklik tombol Refresh untuk melihat hasil revisinya.

Sumber: Dropbox Blog.