Laporan DailySocial: Gaming Gears & Gadgets 2017

Tidak dipungkiri salah satu pendorong besar adopsi teknologi komputer adalah permainan komputer atau computer games. Sekarang ini kegiatan penggunaan komputer telah lebih banyak dilakukan melalui perangkat mobile, sedangkan aksesoris gaming selama ini lebih diketahui sebagai perangkat tambahan untuk PC. Apakah gaming gears masih dikonsumsi oleh konsumen Indonesia? Dan bagaimana aksesoris gaming untuk konsol ruang tamu pun untuk perangkat mobile?

Survei dilaksanakan oleh DailySocial bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey Platform, terhadap 1011 responden yang disampel secara proporsional dari populasi pengguna smartphone se-Indonesia. Beberapa temuan survei antara lain:

  • 35.31% responden melaporkan menghabiskan total antara 1 hingga 4 jam per minggu bermain game komputer, sementara 45.60% menghabiskan lebih dari 4 jam per minggu.
  • Hanya 19.9% responden menyatakan menghabiskan kurang dari satu jam per minggu bermain game.
  • 58.16% responden tidak memiliki sebuah home gaming console (PlayStation, XBox, Nintendo Wii dan sejenisnya) di rumah mereka.
  • 63.08% responden lebih banyak bermain game di smartphone atau tablet mereka.
  • 69.14% responden memiliki sebuah gaming peripheral, minimal sebuah gaming mouse.

Untuk selengkapnya, silakan unduh gratis laporan “Gaming Gears & Gadgets Survey 2017”.

Laporan DailySocial: Cryptocurrency di Indonesia 2017

Ketika Bitcoin pertama kali diperkenalkan tahun 2009 sebagai sebuah bentuk “uang virtual” atau “cryptocurrency”, muncul berbagai kontroversi dari berbagai pihak; pemerintahan, akademisi, pebisnis, bahkan (harus diakui) pelaku kejahatan.

Dan kini, delapan tahun demikian, Bitcoin secara defacto telah beredar dan digunakan luas di seluruh dunia. Bahkan muncul berbagai cryptocurrency lainnya seperti antara lain Ethereum dan Dogecoin (iya, Dogecoin; sebuah nama yang mengacu pada meme lucu Doge). Beberapa pemerintahan telah memutuskan untuk tidak mengakui cryptocurrency sebagai alat pembayaran antara lain SEC Amerika Serikat, bank sentral RRC, dan termasuk juga Bank Indonesia. Namun bagaimana dengan konsumen Indonesia? Bagaimana pandangan konsumen saat ini terhadap cryptocurrency?

Survey dilaksanakan DailySocial.id, bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey Platform, untuk mengukur pandangan masyarakat konsumen Indonesia terhadap Bitcoin dan terhadap cryptocurrency secara umum. Respon survei diambil dari 1024 responden yang disampel secara proporsional dari populasi pengguna smartphone se-Indonesia. Survei dilaksanakan pada tanggal 28-29 September, 2017. Beberapa temuan survei antara lain:

  • 78,71% dari responden pernah mendengar tentang Bitcoin dan/atau cryptocurrency lainnya
  • 35,99% dari responden sudah pernah menggunakan Bitcoin dan/atau cryptocurrency lainnya untuk transaksi barang dan/atau jasa
  • 84,30% responden menilai Bitcoin dan cryptocurrency lainnya berpotensi dijadikan alat/instrumen investasi
  • 12,79% responden pernah melakukan bitcoin mining dan/atau mining cryptocurrency lainnya.
  • 55,76% responden tidak mengetahui bahwa Bank Indonesia tidak mengakui Bitcoin sebagai sebuah bentuk alat pembayaran.

Untuk lebih lengkapnya, silakan unduh laporan “Cryptocurrency Indonesia Survey 2017”.

Laporan DailySocial: Smart Watch & Wearables di Indonesia 2017

Apple Watch 3 baru saja diluncurkan, tak lama sesudah peluncuran sistem operasi Android Wear versi 2. Merek-merek jam tangan mewah sudah mulai memproduksi smart watch. Konsumen pun secara hati-hati mulai akrab dengan kategori produk Smart Watch & Wearables, termasuk di Indonesia.

Survei Smart Watch & Wearables 2017 ini dilaksanakan untuk mengukur respon pasar konsumen Indonesia terhadap smart watch, fitness band, dan berbagai perangkat Wearables per September 2017. Survei dijalankan oleh DailySocial.id bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey Platform, terhadap sampel responden pengguna smartphone se-Indonesia. Beberapa temuan survei antara lain:

  • Walau bisa dikatakan hampir seluruh responden pernah mendengar istilah Smart Watch, hanya 43.15% yang menyatakan pernah memiliki Smart Watch.
  • 78.33% dari responden yang belum pernah memiliki smart watch maupun smart band, merasa bahwa harga smart watch/fitness band saat ini masih terlalu mahal.
  • 45.08% responden tidak tahu bahwa ada fitness band harga ekonomis yang dijual dengan harga di bawah Rp300.000
  • Walau 76.45% responden tahu bahwa Apple Inc. memproduksi smart watch, sebaliknya hanya 21.43% responden tahu bahwa Motorola juga memproduksi smart watch.

Untuk laporan selengkapnya, unduh “Smart Watch & Wearables in Indonesia Survey 2017” secara gratis.

Laporan DailySocial: Survei Virtual Goods dan Digital Goods 2017

Sekarang ini konsumen digital telah cukup terbiasa bertransaksi dengan ‘Virtual Goods’, seperti membeli Go-Pay Kredit atau Grab-Pay Credit untuk membayar ojek online, ataupun membeli musik digital dan apps smartphone di iTunes Store dan di Google Play Store. Tapi ini juga adalah perkembangan baru. Bisa dibilang setahun-dua-tahun lalu, pengguna Indonesia masih jauh lebih nyaman membayar ojek online dengan tunai daripada dengan Go-Pay.

Survei ini dijalankan DailySocial.id bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey, dengan tujuan mengukur sikap konsumen Indonesia terhadap Virtual Goods dan Digital Goods. Survei mendapat respons dari 1051 panel responden, dijalankan

satu hari saja pada 30 Agustus, 2017. Beberapa temuan survei antara lain:

  • 69.74% responden sudah pernah membeli apps dari Google Play Store paling tidak sekali
  • Hanya 24.26% responden menyatakan belum pernah membeli games ataupun apps online.
  • 64.13% responden merasa transaksi virtual saat ini sudah cukup aman
  • 34.54% responden sudah pernah membeli voucher fisik online store di Indomaret, Alfamart, ataupun toko online lainnya

Untuk laporan lebih lengkapnya, silakan unduh gratis laporan “Virtual Goods & Digital Goods Survey 2017”.

Laporan DailySocial: Survei Video on Demand 2017

Sudah lebih dari satu tahun sejak Netflix memulai usaha untuk secara resmi masuk ke pasar Indonesia. Bandwidth Internet di Indonesia telah cukup memadai hingga cukup mudah ditemui pengguna smartphone menonton YouTube di dalam bus kota. Survei ini kami lakukan untuk mengukur penerimaan masyarakat Indonesia terhadap layanan Video on Demand, bukan hanya pay-per-view VOD seperti Netflix, tapi juga bila dibandingkan dengan free-to-access VOD seperti YouTube.


Beberapa temuan survei antara lain:

  • Lebih dari 67% responden mengakui mereka paling banyak menonton video saat ini melalui smartphone/gadget mereka, jauh lebih banyak daripada televisi tradisional.
  • Kurang dari 20% responden mengaku sama sekali belum pernah mengakses layanan Video on Demand
  • Lebih dari 50% responden mengaku pernah mengeluarkan uang untuk mengakses Video on Demand

Survei dilaksanakan DailySocial.id dengan bantuan dari JakPat mobile survey platform terhadap 1037 responden yang tersebar se-Indonesia. Untuk lebih lengkapnya, silakan unduh laporan “Video on Demand Survey 2017”.

Laporan DailySocial: Survei Pendidikan Founder Startup 2017

Sebuah pertanyaan yang muncul dan muncul lagi, apakah benar seorang Founder harus telah menempuh pendidikan formal akademik yang tinggi, agar startup-nya sukses? Dan apakah benar semakin tinggi pendidikan formal yang dia tempuh, semakin tinggi kemungkinan sukses startup yang ia jalani?

DailySocial.id menjalankan sebuah survei yang diikuti 72 orang founder/co-founder startup Indonesia. Mereka merespon secara privat akan pengalaman pribadi & pendapat mereka mengenai dampak pendidikan formal terhadap kesuskesan perjalanan usaha startup teknologi mereka.

Beberapa temuan survei antara lain:

  • 58% dari para founders yang kami survei menjalani pendidikan tertinggi mereka ke tingkat menyelesaikan S1/D3
  • Tidak satupun dari founders/co-founders yang kami survei pernah memulai pendidikan S3/doktoral
  • Tiga orang dari founders/co-founders yang kami survei tidak pernah menjalankan pendidikan lebih tinggi dari SMA.
  • Tidak satupun dari responden merasa bimbingan/dukungan dari investor ataupun mentor adalah faktor kunci penentu utama kesuksesan startup mereka.

Untuk temuan-temuan lebih lengkapnya, silakan unduh laporan “Startup Founders Education Survey 2017”.

Konsumen Indonesia Belum Banyak Mengetahui Layanan Fintech Lending

Fintech (Financial Technology) menjadi salah satu kategori yang sangat berkembang di lanskap startup tanah air. Bahkan sejak setahun terakhir, fintech digadang-gadang menjadi salah satu inovasi yang akan menghadirkan disruption dalam industri keuangan secara umum. Menilik lebih dalam pada sektor fintech itu sendiri, salah satu sub-kategori populer adalah platform lending. Yakni menjadi medium untuk pengguna dapat mengajukan peminjaman sekaligus memfasilitasi dana untuk dipinjamkan kepada seseorang.

Secara khusus DailySocial bekerja sama dengan JakPat mengadakan survei terhadap 1016 pengguna ponsel pintar di Indonesia untuk mengetahui sejauh apa mereka mengetahui tentang layanan fintech, khususnya tentang layanan lending yang saat ini gencar dihadirkan oleh inovator startup digital Indonesia. Dari total responden, baru sebanyak 30,91% yang mengetahui atau pernah mendengar tentang istilah fintech. Sedangkan 92,62 persen sudah terbiasa dengan istilah lending, credit dan loan.

Kendati demikian, di kalangan masyarakat masih banyak alasan yang menjadikan mereka enggan untuk mengajukan pinjaman, baik melalui perbankan ataupun institusi keuangan lainnya. Alasan tertinggi karena merasa tidak nyaman dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak memiliki hutang (72,31%). Dan beberapa alasan lain turut diungkapkan oleh responden seperti tidak sedang membutuhkan hingga prinsip personal.

Menariknya dari yang sudah pernah mengajukan pinjaman, persentase paling besar digunakan untuk kebutuhan bisnis, disusul peringkat nomor dua untuk pembelian kendaraan bermotor.

Survei DailySocial tentang layanan lending di Indonesia
Survei DailySocial tentang layanan lending di Indonesia

Tanggapan masyarakat soal hadirnya layanan fintech

Persentase dari masyarakat yang mengetahui layanan fintech dapat dibilang masih kecil. Terlebih 100% dari responden adalah pengguna aktif ponsel pintar. Hal ini turut menjadi pemicu kecilnya pengguna layanan pada sub kategori. Misal saja untuk persentase responden yang mengetahui layanan peminjaman secara online melalui ponsel atau website, hanya 25,59% dari responden yang mengetahuinya. Dan hanya 6,50% dari responden yang pernah mengajukan peminjaman melalui platform tersebut.

Survei DailySocial tentang layanan lending di Indonesia 2

Pun demikian dengan persentase responden yang mengetahui tentang kesempatan untuk berinvestasi dalam platform lending berbasis web ataupun aplikasi. Hanya 20,67% dari responden yang mengetahui layanan tersebut. Dan hanya 6% yang pernah mencoba untuk menjadi investor yang meminjamkan dananya kepada untuk orang lain melalui platform online.

Dalam survei tersebut DailySocial juga menanyakan tentang ketertarikan peminjaman untuk kebutuhan bisnis ataupun konsumsi. Hingga faktor apa saja yang akhirnya menentukan masyarakat untuk mengajukan peminjaman, termasuk perbandingannya antara meminjam melalui layanan online ataupun institusi keuangan yang didatangi secara fisik. Untuk selengkapnya tentang laporan “Fintech Lending in Indonesia – Consumer Awareness 2017” dapat diunduh secara gratis.

Simak juga kabar terkini tentang perkembangan startup lending di Indonesia.

Laporan DailySocial: Survei Aplikasi Perjodohan 2017

Ketika aplikasi Setipe diakuisisi Lunch Actually Group bulan Mei tahun ini, muncul pertanyaan bagaimana prospek layanan Aplikasi Perjodohan (Dating Apps) di Indonesia. Asumsi umum bahwa pasar Indonesia cenderung kurang progresif, bila segan disebutkan cenderung konservatif; menjadi pertanyaan apakah ini berdampak terhadap penerimaan pasar digital Indonesia terhadap layanan perjodohan digital.

Survei dilakukan DailySocial.id bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey Platform terhadap 1019 responden, yang diambil sampel dari populasi pengguna smartphone se-Indonesia.

Beberapa temuan survei antara lain:

  • 59,76% responden belum pernah mendengar satupun aplikasi perjodohan yang ditanyakan di dalam survei
  • 35,33% responden belum pernah menggunakan salah satupun dari berbagai aplikasi perjodohan
  • 51.91% responden setuju aplikasi perjodohan dapat membantu memperbaiki sebagian berbagai masalah sosial di Indonesia
  • 42,79% responden tidak setuju aplikasi perjodohan menarik tarif langsung kepada individu pengguna dating apps, namun tidak menutup kemungkinan aplikasi perjodohan mendapatkan revenue/pendapatan dari sumber pendapatan lainnya.

Untuk selengkapnya, Anda bisa unduh gratis laporan “Dating Apps in Indonesia Survey 2017”.

Penerimaan Masyarakat Indonesia terhadap Layanan On-Demand

Ragam jenis layanan on-demand saat ini menjadi sangat akrab bagi masyarakat Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar dan sebagainya. Debutnya diawali dengan jasa transportasi, namun kini telah merambah ke jenis yang lain seperti kirim paket, pesan makanan, jasa belanja, jasa kebersihan, hingga layanan perawatan diri.

Kendati masyarakat mulai nyaman dengan layanan yang bisa dikondisikan dengan sentuhan di ponselnya, namun berbagai masalah masih dihadapi oleh penyedia layanan on-demand, mulai dari penyesuaian regulasi hingga penerimaan layanan konvensional terhadap kehadirannya. Namun justru yang menarik adalah bagaimana konsumen di Indonesia beradaptasi sangat cepat dengan berbagai jenis layanan on-demand.

Belum ada satu dekade layanan on-demand menjadi populer. Meratanya layanan tersebut salah satunya didukung ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh sang unicorn GO-JEK. Melihat makin meratanya akses layanan on-demand di Indonesia, secara khusus DailySocial bekerja sama dengan JakPat melakukan survei tentang tanggapan masyarakat tentang layanan on-demand.

Dari 1024 responden pengguna ponsel pintar di Indonesia, 71,08 persen mengaku pernah menggunakan layanan ojek berbasis aplikasi, sedangkan 63,10 persen pernah menggunakan taksi online. Aplikasi on-demand yang digunakan didominasi GO-JEK (85,22%), Grab (66,24%), Uber (50,06%), dan sisanya dengan persentase yang sangat minim adalah layanan sejenis yang diinisiasi oleh pemain lokal.

Survei layanan on-demand, tren penggunaan transportasi online / DailySocial
Survei layanan on-demand, tren penggunaan transportasi online / DailySocial

Selain itu ada salah satu temuan menarik lainnya, yakni bagaimana aplikasi on-demand populer mampu menggeser popularitas layanan pesan antar makanan yang sebelumnya ada. Sebut saja layanan GO-FOOD yang memiliki persentase penggunaan lebih banyak dari pada KFC Delivery dan McDelivery. Beberapa layanan lain seperti GrabFood, FoodPanda, Klik-Eat juga mulai mendapatkan perhatian masyarakat ketika ia membutuhkan jasa pemesanan makanan.

Fleksibilitas dan kenyamanan menjadi kunci pertumbuhan

Dalam survei juga ditanyakan tentang apa yang membuat mereka nyaman dengan layanan on-demand, mayoritas menjawab karena fleksibilitas yang ditawarkan. Mereka bisa melakukan pemesanan layanan kapan saja di mana saja. Selain itu alasan yang mendominasi lainnya ialah membantu mereka memenuhi berbagai kebutuhan tanpa harus pergi ke luar, baik dari rumah ataupun kantor. Dan tentu biaya yang lebih efisien turut menjadi daya tarik masyarakat sehingga menggandrungi Grab dan kawan-kawannya.

Faktor yang melandasi popularitas layanan on-demand di Indonesia / DailySocial
Faktor yang melandasi popularitas layanan on-demand di Indonesia / DailySocial

Tanggapan masyarakat tentang dampak sosial yang ditimbulkan layanan on-demand

Pro-kontra tentang penerimaan layanan on-demand masih terus bergulir hingga saat ini. Di beberapa daerah seperti Yogyakarta berbagai penolakan masih santer diserukan para pemain konvensional. Namun menariknya masyarakat justru menilai hadirnya layanan seperti GO-JEK akan membawa dampak sosial yang positif.

Penilaian masyarakat tentang kehadiran layanan on-demand dan dampak sosial yang ditimbulkan / DailySocial
Penilaian masyarakat tentang kehadiran layanan on-demand dan dampak sosial yang ditimbulkan / DailySocial

Sebagian besar responden survei tidak khawatir tentang hadirnya layanan berbasis aplikasi yang akan “mengganggu” model konvensional yang telah ada sebelumnya. Justru mayoritas meyakini bahwa hadirnya layanan tersebut akan memberikan ragam kesempatan baru (khususnya kesempatan kerja) bagi banyak masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan, secara umum masyarakat menanggapi baik merebaknya berbagai jenis layanan yang dapat diakses melalui aplikasi mobile.

Selain beberapa fakta data di atas, masih banyak lagi temuan yang ada dalam survei, seperti: (1) persentase penggunaan layanan on-demand lain selain transportasi, (2) metode pembayaran yang digemari, hingga (3) improvisasi yang diharapkan masyarakat untuk penyedia layanan. Untuk selengkapnya, unduh laporan “On-Demand Services Survey in Indonesia 2017”.

Sebagai media yang memberikan wawasan tentang perkembangan bisnis digital di tanah air, DailySocial juga mengabarkan berita, analisis hingga opini tentang layanan on-demand di Indonesia.

Produk Aplikasi Lokal di Mata Masyarakat Indonesia

Secara konsisten, produk aplikasi lokal makin menunjukkan kualitas tatkala menghadapi persaingan dengan para pemain dari luar. Selalu menarik ketika berbicara seputar persaingan produk digital, karena sekat persaingannya sangat tipis dan hampir tidak ada. Juga ditambah riuhnya jumlah aplikasi di mobile marketplace yang kian tak terbendung.

Dalam berbagai pembahasan persebaran produk aplikasi, Indonesia selalu dikatakan unggul dalam kaitannya dengan potensi pasar. Tentu mudah ditebak, hal itu berlandaskan pada adopsi ponsel pintar yang tak kalah santer dengan pertumbuhan penduduk yang kini mencapai seperempat miliar orang.

Namun dengan inovasi yang tak henti, kini pengembang lokal mulai bisa berunjuk gigi memenuhi ragam kebutuhan aplikasi digital masyarakat. Bersama dengan JakPat, DailySocial mencoba melakukan survei kepada 1018 responden pengguna aplikasi ponsel pintar untuk mengetahui minat mereka terhadap aplikasi lokal.

Salah satu temuan pertama dari survei tersebut, bahwa kepercayaan pengguna terhadap aplikasi lokal berangsur terus meningkat seiring dengan kualitas yang ditunjukkan oleh para pengembang. Secara lebih spesifik, pengguna lebih melihat dari sisi manfaat. Selama aplikasi lokal tersebut memiliki daya guna tinggi, maka ia akan menggunakan.

1

Sangat minim pengguna yang mempertahankan penggunaan aplikasi lokal karena faktor lain, seperti brand lokal, aplikasi lebih memiliki taste lokal dan lain sebagainya. Secara lebih lanjut faktor tersebut di atas dapat direpresentasikan pada aplikasi lokal yang banyak diunduh pengguna. Dari survei tersebut, GO-JEK menjadi yang paling favorit, dilanjutkan oleh aplikasi e-commerce dan online marketplace.

2

Jelas saja, jika menghubungkan dengan faktor daya guna, GO-JEK menyajikan banyak fungsionalitas sebagai aplikasi on-demand, sedangkan aplikasi di peringkat selanjutnya memberikan kemudahan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Secara persentase kategori layanan transportasi dan belanja terlihat menguasai, namun demikian secara perlahan kategori lain juga mulai memperlihatkan angkanya. Sebagai contoh di sini aplikasi permainan dan berita lokal yang banyak diminati oleh masyarakat.

3

Beberapa temuan di atas mengindikasikan bahwa terdapat harapan besar dari capaian yang telah ditorehkan oleh aplikasi lokal. Sebut saja GO-JEK yang berada di peringkat pertama, di Indonesia pun ia harus bersaing langsung dengan pemain besar di level global. Adanya angka yang cukup manis untuk kategori aplikasi permainan juga menjadi indikasi menarik, bahwa konten kreatif yang dibuat pengembang lokal berhasil memukau minat pangsa pasar di negerinya sendiri.

Harapannya angka-angka di atas masih akan terus bertumbuh signifikan ke depan, dan makin memperlihatkan kualitas aplikasi yang dihasilkan pengembang lokal.

Untuk mengetahui hasil survei secara lebih mendetail, unduh hasil laporan tentang “Local Indonesian Apps Survey 2017”.

Temukan juga ragam aplikasi dan karya digital dari startup Indonesia.