FLIK Umumkan Pendanaan Pra-Awal 17 Miliar Rupiah, Kembangkan Platform “Checkout” Terpadu

FLIK, startup pengembang platform checkout terpadu untuk ragam layanan e-commerce telah merampungkan putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) senilai $1,1 juta atau setara 17 miliar Rupiah. Putaran ini  dipimpin East Ventures, dengan partisipasi Init-6, GMO VenturePartners, dan Saison Capital.

Startup ini didirikan Ahmad Gadi. Sebelumnya ia dikenal sebagai salah satu pendiri Pawoon.

Melalui solusi yang ditawarkan, FLIK menyematkan dirinya ke dalam semua aspek belanja konsumen, dimulai dari membantu konsumen menemukan inspirasi produk, pembayaran, pengiriman, pelacakan, pengembalian uang, hingga pengembalian. Sederhananya, di dalam satu aplikasi, konsumen bisa melakukan transaksi belanja di banyak e-commerce sekaligus dan memantaunya di dalam satu dasbor terpusat.

Tidak hanya itu, FLIK juga menyajikan layanan yang ditujukan untuk pebisnis, kreator, dan pengembang. Bagi pebisnis, sejumlah fitur disediakan untuk membantu mereka meningkatkan konversi penjualan di e-commerce. Di antaranya menggunakan layanan Checkout Link, Checkout Widget, Checkout Button, Checkout QR yang dapat diaplikasikan di berbagai platform, termasuk media sosial.

Fitur-fitur tersebut di atas juga bisa dimanfaatkan kreator konten untuk secara native menyematkan sebuah tautan pembelian produk ke konten yang dimiliki, seperti blog atau media sosial yang dimiliki. Kemampuan sinkronisasi inventori secara real-time turut memastikan informasi ketersediaan produk selalu tepat waktu.

Sementara bagi pengembang, ada layanan API checkout instan untuk memudahkan para pengguna situs/aplikasinya.

Contoh penerapan fitur FLIK ke dalam social commerce / FLIK

“Kami percaya solusi checkout terpadu yang ditawarkan oleh FLIK merupakan solusi yang tepat untuk menghilangkan hambatan dalam penjualan dan pembayaran, memberdayakan para pembeli, brand, dan konten kreator  sekaligus. Dengan ekonomi digital yang menjanjikan di Indonesia dan kawasannya, kami bersemangat untuk melihat lebih banyak adopsi dan pertumbuhan dari FLIK dalam waktu dekat,” kata Partner East Ventures Avina Sugiarto.

Fokus membantu ekosistem D2C

FLIK ingin menciptakan “endless loop” yang saling menguntungkan di dalam ekosistem D2C. Ketika pengguna bergabung dengan jaringan FLIK, baik sebagai brand, pembeli, maupun  kreator;  akan mendapat manfaat dan berkontribusi pada jaringan D2C.

“Kami senang mendapatkan dukungan dari East Ventures dan ekosistemnya yang luas. FLIK hadir untuk membantu para brand meningkatkan transaksi direct-to-consumer (D2C) dengan menyatukan pengalaman checkout di berbagai kanal penjualan,” kata Co-Founder & CEO FLIK Ahmad Gadi.

Sebagai platform, FLIK didirikan untuk memperkuat infrastruktur fintech dan pengalaman para pembeli. Misinya adalah memberikan pengalaman berbelanja terbaik dengan menghubungkan para pembeli ke produk yang mereka sukai dan memungkinkan pengalaman checkout tercepat, dengan tujuan untuk membantu brand meningkatkan konversi pembayaran dan pesanan kembali.

Berdasarkan pengalamannya yang mendalam, Ahmad menyadari bahwa para pembeli memiliki berbagai pilihan kanal belanja selain melalui marketplace, seperti melalui situs e-commerce milik para brand, media sosial, atau bahkan melalui aplikasi chatting. Namun, pada saat yang bersamaan, para pembeli dan brand D2C menghadapi beberapa kendala.

Pengalaman berbelanja terfragmentasi di seluruh kanal e-commerce sehingga pembeli kesulitan untuk melakukan checkout. Alhasil, para pembeli lebih memilih untuk membeli produk di marketplace, terutama dengan adanya cashback maupun promo yang ditawarkan.

“Kami yakin solusi kami akan menyelesaikan berbagai pain points yang dialami oleh para pembeli dalam menyelesaikan transaksi secara online di berbagai kanal dan terus memberdayakan para brand dan kreator konten untuk berkembang” kata Ahmad.

Tercatat saat ini sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Startup E-commerce Enabler “Plugo” Raih Pendanaan 140 Miliar Rupiah Dipimpin Alto Ventures [UPDATED]

Startup e-commerce enabler Plugo mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $9 juta atau sekitar 140 miliar Rupiah jelang peluncuran ke publik pada awal tahun depan. Putaran ini dipimpin oleh Altos Ventures, dan partisipasi dari investor lain termasuk BonAngels Venture Partners, Access Ventures, Mahanusa Capital, Prodigy Investment, dan Pearl Abyss Capital.

Plugo akan memanfaatkan dana segar untuk mengembangkan produk, merekrut tim di berbagai divisi, dan memperluas cakupan operasionalnya.

“Kami bangga mengumumkan perolehan dana segar ini, yang merupakan bukti nyata dari kepercayaan para investor terhadap bisnis kami,” ucap Founder dan CEO Plugo Kyungmin Bang dalam keterangan resmi.

Lebih dari sebulan kemudian, tepatnya tanggal 1 Februari 2023, perusahaan meresmikan kehadirannya secara publik. Bang menuturkan, momentum kehadirannya ini bertepatan dengan tren bermigrasinya para brand dari marketplace ke platform direct-to-consumer (D2C) seperti Plugo.

Potensi bisnis e-commerce enabler terbilang menggiurkan, apalagi di Indonesia. Sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

“Tidak hanya nilainya yang besar dan signifikan, tetapi di sana masih banyak peluang tak terhingga. Terlebih lagi, bisnis lokal telah mengadopsi teknologi digital dengan sangat cepat karena inovasi ekosistem e-commerce yang terus berkembang dan juga perubahan perilaku konsumen yang dinamis,” ujar Bang.

Partner Altos Ventures Moon-suk Oh menambahkan, “Misi Plugo sejalan dengan misi kami untuk menciptakan nilai ekonomi yang signifikan seraya memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Kami sangat senang bermitra dengan Plugo untuk mendukung visi serta pertumbuhan bisnis mereka.”

Solusi Plugo

Dengan Plugo, merchant bisa mengelola berbagai tokonya di marketplace dalam satu dasbor dan juga menjalankan iklan online.

Plugo merupakan platform e-commerce all-in-one yang membantu siapa saja yang ingin memulai bisnis online. Plugo memberi kendali lebih besar kepada para penggunanya, brand identity yang lebih kuat, serta kemampuan untuk mengatur harga jual barang yang lebih bersaing sekaligus scalable atau terukur.

Fitur-fiturnya diperkaya demi memberikan kebebasan kepada para pengguna, mulai dari personalisasi toko online dengan beragam template website, integrasi dengan metode pembayaran dan kurir, omnichannel, SEO, dan perangkat marketing. Plugo memanfaatkan cloud dan hosted, memungkinkan penggunanya untuk mengakses dan mengelola bisnis mereka dari mana saja dan kapan saja.

Selain dapat menyambungkan toko online-nya dengan platform marketplace, Plugo juga menyediakan integrasi dengan TikTok Shop, Facebook Catalog, dan Instagram Shop. Tidak hanya itu, merchant pun dapat menjalankan iklan di platform social commerce tersebut langsung dari dasbor Plugo.

Bang melanjutkan, “Selama dekade terakhir, tren pasar selalu didominasi oleh business-to-consumer [B2C] atau marketplace. Platform direct-to-consumer [D2C] seperti Plugo baru-baru ini menjadi tren untuk bisnis yang lebih transparan dan efisien. Namun, kami percaya Plugo memiliki potensi besar karena masih banyak ruang untuk tumbuh dan celah besar di pasar, khususnya UMKM.”

Beberapa tahun ke belakang, ekosistem e-commerce dirancang sedemikian rupa yang membuat pendirian toko menjadi tantangan sulit, dan berjualan bahkan lebih sulit lagi. Faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang mana ukuran, pengalaman, dan ketersediaan dana menjadi halangan bagi sebagian besar merchant baru.

Selain itu, merchant yang memulai usaha juga memiliki kekhawatiran dalam membangun branding untuk jangka panjang. Hal ini terutama lebih penting di masa sekarang, di mana bisnis baru bermunculan di mana saja setiap saatnya.

“Platform kami dirancang untuk menghilangkan rintangan tersebut. Kami ingin mendemokratisasi e-commerce dan mempermudah merchant kami untuk meraih kebebasan.”

Startup ini didirikan di Singapura pada tahun ini, dengan kantor di Jakarta dan Seoul. Saat ini statusnya masih closed beta. Adapun peluncuran penuhnya bakal dilakukan pada awal 2023, menyasar calon pengguna di Indonesia. Di Indonesia, solusi yang ditawarkan Plugo bukan barang baru. Sebelumnya, diramaikan oleh Sirclo, Jet Commerce, aCommerce, AturToko, hingga Ginee.

Salah satu pengguna awalnya, brand fesyen lokal Gonegani, menyampaikan banyak pebisnis yang merasa betapa pentingnya branding dikala persaingan yang sangat ketat di marketplace. Platform e-commerce seperti Plugo dirasa cocok karena tidak hanya menyediakan akses untuk transaksi pelanggan, tetapi juga untuk mengembangkan brand identity.

Menurut Khairul Gani, pemilik Gonegani, bahkan ada banyak pelanggan yang tidak menyadari bahwa ketika mereka berbelanja produknya di marketplace, mereka sebenarnya membeli dari Gonegani, bukan dari marketplace itu sendiri. Ketidakmampuan pelanggan untuk membedakan keduanya membuat brand kesulitan untuk membangun channel penjualan tersebut sebagai 100% milik sendiri. Brand akan selamanya menjadi perpanjangan tangan dari marketplace.

Dengan solusi Plugo, brand seperti Gonegani dapat memegang kendali penuh dari toko online mereka. Mulai dari pilihan layout, logo, warna, hingga font. Homepage mereka juga tidak akan sumpek oleh produk dari kompetitor, melainkan hanya memamerkan penawaran khusus dan produk unggulan yang ingin mereka tampilkan. Dengan kemampuan untuk mengedit hampir semua aspek di toko online mereka, brand jadi dapat mengekspresikan kepribadian mereka dengan leluasa.

*) Kami menambahkan informasi tambahan tentang peresmian kehadiran Plugo dan pernyataan dari salah satu brand pengguna Plugo

SIRCLO Group Tempuh Efisiensi, Rumahkan 8% Karyawan

Perusahaan omnichannel commerce enabler SIRCLO Group mengumumkan kebijakan langkah efisiensi yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 8% dari total karyawan. Keputusan ini mulai berlaku per hari ini (22/11).

Dalam data terakhir, perusahaan memiliki lebih dari 2 ribu karyawan. Artinya, sekitar 160 karyawan terkena imbas. Perusahaan menyebut kebijakan ini diambil karena kebutuhan untuk beradaptasi di tengah kondisi ekonomi makro saat ini.

“Sebagai perusahaan teknologi yang berkembang pesat, SIRCLO Group berupaya untuk terus adaptif dalam melakukan penyesuaian bisnis agar mencapai pertumbuhan jangka panjang. Dalam situasi makro ekonomi yang menantang, SIRCLO Group telah melalui serangkaian evaluasi internal dan akan melakukan perubahan yang signifikan, terutama dalam aspek fokus bisnis, untuk memastikan sustainability perusahaan,” terang Founder & CEO SIRCLO Group Brian Marshal dalam keterangan resmi.

Ia melanjutkan, keputusan yang diambil ini tidak memengaruhi komitmen perusahaan dalam mengembangkan solusi terbaik bagi seluruh penerima layanan SIRCLO. Untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang, kini seluruh aspek bisnis SIRCLO Group berada dalam tahap optimalisasi, salah satunya dengan menitikberatkan pengembangan lini bisnis e-commerce enabler yang melayani klien korporasi.

Sejumlah unit bisnis SIRCLO Group yang menargetkan segmen UMKM akan berfokus pada aspek operasional yang bersifat esensial, dengan tujuan menunjang pertumbuhan seluruh segmen penerima layanan di dalam ekosistemnya. Adapun serangkaian tujuan tersebut berdampak pada penyesuaian skala organisasi perusahaan.

“Sejak awal berdiri, SIRCLO Group memiliki misi mendukung pelaku bisnis maupun individu untuk berjualan dengan nilai layanan yang tinggi. Perkembangan ekosistem kami dari tahun ke tahun tidak lepas dari kontribusi setiap karyawan di dalamnya, sehingga menjadi prioritas bagi SIRCLO untuk memastikan setiap karyawan yang terdampak akan menerima paket kompensasi sesuai dengan hak dan peraturan yang berlaku, serta pendampingan yang komprehensif untuk mendukung masa transisi mereka,” tutup Brian.

Dalam perjalanannya sejak 2013, SIRCLO pernah melakukan efisiensi pada tahun ketiga bahkan hampir tutup. Mengutip dari Katadata, Brian menjelaskan pada 2015 perusahaan gagal mendapatkan pendanaan, runway semakin menipis dan sempat berpikir untuk berhenti.

Akhirnya, langkah efisiensi pun ditempuh dengan PHK 40% karyawan. Ketika itu jumlah karyawan sekitar 30 orang. “Kami memutuskan untuk tidak tutup, harus lanjut, tetapi dengan mengurangi 40% tim. Setahun berikutnya, try to stand on our feet,” kata dia.

Langkah tersebut berhasil membuat SIRCLO lolos dari kebangkrutan, bahkan pada akhir 2015 mulai breakeven alias tidak merugi. Salah satu faktornya, selain tim yang solid, juga mencapai product-market fit.

Sejak awal tahun ini, pasca menuntaskan akuisisi terhadap Warung Pintar, SIRCLO kini menangani tiga pilar solusi, yakni Enterprise, Entrepreneur, dan New Retail.

Pendanaan terakhir yang diperoleh perusahaan diumumkan pada September 2021 sebesar $36 juta yang dipimpin oleh East Ventures dan Saratoga, diikuti oleh Traveloka. Dana tersebut dimanfaatkan perusahaan untuk mengembangkan teknologi, serta mengakselerasi digitalisasi ritel bagi berbagai usaha di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

SmartSeller Kembangkan Layanan Omnichannel untuk UMKM

Aplikasi yang membantu pengelolaan pesanan, pengiriman, serta laporan keuangan dari sebuah bisnis sudah bukan hal yang baru di Indonesia. Inisiatif ini telah berlangsung sebelum pandemi dan berhasil menanjak popularitasnya di saat pembatasan skala besar diberlakukan — yang mengharuskan masyarakat tetap tinggal di rumah dan melakukan berbagai interaksi secara daring.

Salah satu aplikasi yang sudah cukup lama meluncur di pasar adalah Ngorder, yang menargetkan para pedagang baik itu reseller, dropshipper, ataupun supplier. Per 4 April 2022, perusahaan memutuskan untuk berganti nama menjadi “SmartSeller” serta memperluas jangkauan layanannya menjadi perusahaan teknologi di bidang shipping dan order management.

Selain rebranding, perusahaan juga telah memperbarui beberapa fitur di antaranya aplikasi kelola jualan online, aplikasi manajemen order, aplikasi stok barang, dan web toko online. Melalui platform pengelolaan omnichannel berbasis cloud yang kuat, perusahaan menargetkan pebisnis baik online maupun offline bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses penjualan.

SmartSeller menawarkan setidaknya lima fitur utama dalam aplikasinya. Pada fitur Order Management, para pengguna dapat mencetak label pengiriman dan invoice, mendapatkan notifikasi nomor resi secara otomatis dan barcode untuk input produk dengan cepat. Pengguna juga bisa menentukan diskon atau kode voucher serta memonitor mutasi bank untuk konfirmasi. Dari sisi pembeli, mereka memiliki alternatif pembayaran baik secara tunai, digital, atau cicilan.

Pada fitur Shipping Management, pengguna dapat secara langsung mengecek jumlah ongkos kirim dari puluhan kurir, mengatur dan melacak pengantaran, melakukan pengiriman langsung dari rumah penjual, serta menerima pembayaran secara COD, tunai, ataupun digital. Saat ini SmartSeller telah bekerja sama dengan berbagai rekanan logistik termasuk JNE, J&T Express, SiCepat, LionParcel, SAP, JX Express, dan ID Express.

Selain itu, pengguna juga bisa memanfaatkan sistem inventori di aplikasi untuk mengelola stok barang. Bagi pemilik bisnis yang berjualan di sejumlah platform marketplace, SmartSeller menawarkan fitur Marketplace Integration untuk membantu pengguna dalam import produk, mengelola inventori, serta sinkronisasi pemesanan dari sejumlah marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.

Secara model bisnis, layanan ini dapat dinikmati secara gratis untuk para pengguna yang baru memulai bisnisnya. Untuk para pebisnis yang sudah memiliki basis pelanggan yang cukup besar, SmartSeller menawarkan beberapa paket premium mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu per bulannya dengan fitur-fitur yang lebih lengkap dan bervariasi.

Dalam menggunakan aplikasi, pengguna akan dibekali dasbor dengan tampilan sederhana dan mudah dipelajari. Platform ini juga dilengkapi dengan video pembelajaran dan fitur live chat dengan layanan pelanggan. Hingga saat ini, SmartSeller telah melayani lebih dari 50.000 pengguna aktif dari berbagai industri di Indonesia. Kebanyakan dari mereka berjualan secara online.

Aplikasi pengelola bisnis

Kehadiran aplikasi-aplikasi untuk membantu pengelolaan ini bertujuan untuk menyederhanakan kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis. Pemilik bisnis dapat memonitor pengiriman, memantau stok barang, serta melakukan berbagai kebutuhan lainnya dalam satu platform. Dengan begitu, mereka memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada produknya.

Di Indonesia sendiri, pemain di segmen ini sudah cukup menjamur. Sebut saja SIRCLO yang belum lama ini mengumumkan akuisisi terhadap Warung Pintar. Selain itu juga ada Jet Commerce, Jubelio, aCommerce, Anchanto, 8Commerce, serta pemain baru seperti Graas yang telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $40 juta.

Tidak hanya itu, beberapa pemain juga menawarkan layanan yang lebih spesifik seperti Qasir, Cashlez, Moka, dan Doku untuk POS dan Payment Gateway, Waresix untuk solusi pergudangan, hingga marketplace yang sudah besar seperti Blibli juga menawarkan solusi fulfillment bagi para pemilik bisnis.

e-niaga telah berkembang menjadi komponen penting dari lanskap ritel dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai hasil dari digitalisasi kehidupan modern yang berkelanjutan, pembeli dari hampir setiap negara saat ini mendapat manfaat dari pembelian online. Penetrasi pengguna eCommerce di Asia Tenggara adalah 53,8% pada tahun 2022 dan diperkirakan akan mencapai 63,3% pada tahun 2025.

Laporan kebiasaan pengguna ecommerce dari Lazada yang diberi judul “Transforming Southeast Asia” menunjukkan bahwa percepatan transisi ekonomi offline ke online di Asia Tenggara telah melampaui proyeksi sebelumnya dengan jumlah pengguna digital diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta di tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Startup E-commerce Enabler “Graas” Garap Pasar Indonesia

Layanan e-commerce di Indonesia hingga kini masih terus mengalami pertumbuhan. Tercatat internet ekonomi tumbuh dari $40 miliar di 2019 menjadi $70 miliar di tahun 2021. Dari nilai tersebut, $53 miliar berasal dari sektor e-commerce.

Melihat peluang tersebut saat ini banyak platform e-commerce enabler yang hadir, menawarkan teknologi hingga pengelolaan bisnis layanan e-commerce dari berbagai segmen.

Salah satu platform yang kemudian ingin menyediakan teknologi terpadu kepada layanan e-commerce adalah “Growth-as-a-Service” atau yang juga dikenal dengan Graas.

Kepada DailySocial.id Co-founder & CEO Graas Prem Bhatia menyebutkan, perusahaannya didukung oleh para profesional yang sudah memiliki pengalaman terbaik di layanan e-commerce. Setelah mendapatkan pendanaan seri A senilai $40 juta, Graas melakukan ekspansi di Indonesia.

Didukung teknologi artificial intelligence (AI)

Secara khusus Graas meluncurkan solusi “Growth-as-a-Service” untuk membantu brand meningkatkan layanan e-commerce mereka. Dengan mengedepankan visi untuk mengurangi kerumitan melalui penggunaan satu dasbor saja, diharapkan dapat mengurangi waktu brand untuk memasarkan dan menciptakan pendekatan pemasaran, inventaris, dan manajemen konten yang efisien dan terinformasi.

Saat ini Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan tercepat untuk e-commerce di dunia, dengan GMV $200 miliar. Namun demikian menurut Prem, meskipun ada potensi pertumbuhan yang signifikan, kebanyakan brand berada di bawah tekanan margin yang untuk dapat mengoptimalkan operasional layanan e-commerce mereka. Melihat hal tersebut Graas mencoba untuk mengatasi tantangan yang dihadapi para brand dalam tiga cara berbeda.

Pertama, Graas menghubungkan segmen bisnis yang sebelumnya tertutup untuk mengurangi kompleksitas data. Dengan demikian, dapat menciptakan kumpulan data terpadu yang membantu brand mengidentifikasi peluang pertumbuhan. Kedua, Graas menerapkan proprietary AI engine, untuk menganalisis kumpulan data ini dan memprediksi tren. Terakhir, Graas mengubah insight ini menjadi tindakan.

“Dengan model plug-and-play, solusi ini membuat pertumbuhan dapat diakses oleh brand dari semua ukuran, dengan kebutuhan minimal untuk menyesuaikan struktur internal mereka,” kata Prem.

Teknologi artificial intelligence (AI) yang mereka kembangkan diklaim menjadi faktor pembeda Graas dengan platform serupa lainnya. Mesin AI Graas mencakup seluruh bisnis e-commerce, end-to-end, di seluruh periklanan, etalase (konten & promosi), inventaris dan rantai pasokan.

Saat ini Graas telah mengantongi pendanaan Seri A senila $40 Juta. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Galaxy (Kejora-led SPV), Performa (multi-billion European Asset Manager-led SPV), Integra Partners, Yuj Ventures (Xander Group) dan AJ Capital. Beberapa angel investor dan pemimpin industri turut terlibat.

“Ashwin Puri (Co-founder) dan saya adalah veteran di bidang MarTech. Kami memiliki pengalaman secara dekat lanskap yang semakin kompleks yang dinavigasi oleh brand e-commerce, kami memahami potensi solusi seperti Graas,” kata Prem.

Dalam rangka mendukung laju pertumbuhan e-commerce, salah satu yang memiliki peran penting adalah perusahaan e-commerce enabler. Pada dasarnya, e-commerce enabler adalah perusahaan yang menyediakan layanan strategi digital A-Z (end-to-end) ke unit bisnis lain yang ingin menjual produknya secara online. Ragam layanan yang ditawarkan meliputi produksi konten, pembuatan halaman Official Store di marketplace, eksekusi pemasaran, integrasi kanal penjualan online, hingga pengiriman produk ke pelanggan.

Selain Graas, platform e-commerce enabler yang sudah hadir di Indonesia di antaranya adalah, aCommerce, SIRCLO, 8Commerce, JetCommerce dan Anchanto.

Ekspansi ke Indonesia

Graas telah memiliki lebih dari 350 karyawan, di 11 kantor di 7 negara. Dengan bertambahnya anggota baru dalam tim, perusahaan optimis dapat meningkatkan jumlah tersebut. Saat ini Graas berfokus untuk mempercepat pertumbuhan di kawasan ini dan membawa solusi ke lebih banyak brand besar dan kecil. Baru-baru ini perusahaan juga telah menunjuk pegawai senior utama untuk menjadi ujung tombak bisnis di Indonesia. Yaitu VP, Head of Business Indonesia Trisnia Anchali Kardia.

Trisnia Anchali Kardia selaku VP, Head of Business Graas Indonesia

Sebelumnya Trisnia menjabat sebagai CMO LINE Indonesia. Ia juga pernah bekerja di Zomato Indonesia dan Telkomsel Digital Advertising. Dengan pengalamannya yang luas di media dan industri digital di Indonesia, Trisnia akan fokus mengembangkan bisnis di salah satu pasar utama Graas.

“Layanan e-commerce di Indonesia tumbuh pada tingkat yang eksponensial dan merupakan salah satu pasar utama Graas. Setelah menunjuk Trisnia Anchali Kardia sebagai VP, Head of Business Indonesia, Graas bersemangat untuk mempercepat pertumbuhannya di Indonesia. Solusi Graas ditargetkan untuk semua brand dan pedagang yang ingin meningkatkan skala bisnis e-commerce mereka,” kata Prem.

Disinggung seperti apa strategi growth yang ideal menurut Graas, Prem menegaskan dengan growth atau pertumbuhan, hal yang rumit adalah tidak adanya strategi ;satu ukuran cocok untuk semua’. Hal ini terjadi karena semakin kompleksnya menjalankan bisnis e-commerce saat ini.

“Cara kami mengatasi ini adalah dengan memanfaatkan data untuk membuat keputusan paling optimal di setiap inci rantai. Secara tradisional, ini akan membutuhkan seluruh dukungan dari tim data science,” kata Prem.

Jet Commerce Peroleh Dana 900 Miliar Rupiah, Perkuat Solusi “Omnichannel Commerce”

Perusahaan e-commerce enabler “Jet Commerce” mengumumkan penyelesaian putaran pendanaan seri B lebih dari $60 juta (sekitar 900 miliar Rupiah). Pendanaan ini dipimpin sejumlah VC, yakni Jinqiu Capital, Hidden Hill Capital, dan Zhejiang SilkRoad Fund. Investor sebelumnya, seperti ATM Capital, Hui Capital, dan lainnya turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Founder & CEO Jet Commerce Group Oliver Yang mengatakan, tambahan dana ini akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur ekosistem Jet Commerce, merekrut lebih banyak talenta lokal profesional, melakukan riset dan pengembangan teknologi, serta memperkuat kemampuan perusahaan dalam menginkubasi merek.

“Kami percaya pendanaan dan dukungan dari para investor ini dapat semakin meningkatkan kapabilitas Jet Commerce dalam membantu para mitra brand kami menangkap peluang dari pesatnya pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (30/8).

Chairman & Managing Partner Hidden Hill Capital Dongfang Hao turut menyampaikan terkait optimismenya terhadap potensi sektor e-commerce di pasar berkembang, seperti Asia Tenggara dan Amerika Latin.

“Kita dapat melihat dengan jelas bahwa seluruh pasar akan secara cepat beralih menuju online dan berfokus pada branding. Untuk itu, kami optimis layanan e-commerce menyeluruh seperti yang ditawarkan Jet Commerce akan semakin bernilai tinggi, terutama bagi brand yang ingin memenangkan pangsa pasar di emerging market,” kata Hao.

Perkembangan bisnis Jet Commerce

Perusahaan sendiri berdiri di Indonesia sejak 2017, terhitung telah ekspansi ke lima negara Asia lainnya, seperti Thailand, Vietnam, Filipina, Tiongkok, dan Malaysia dalam lima tahun terakhir. Perusahaan mempekerjakan lebih dari 1.000 orang dengan 90%-nya merupakan talenta lokal di tiap negara.

Ekspansi akan terus berlanjut ke dua negara berikutnya, yaitu Brazil dan Singapura. Guna memperkuat bisnis regional, pada 2020 perusahaan membentuk grup perusahaan dan mendirikan kantor pusatnya di Hangzhou, Tiongkok. Berkat kehadiran Jet Commerce Group, kini perusahaan telah berhasil bermitra secara regional dengan beberapa brand kenamaan dunia seperti OPPO, Unicharm, DJI, Nivea, Shiseido, dan FOREO.

“Tiongkok merupakan pusat e-commerce dunia dengan teknologi dan pola belanja online masyarakatnya yang sudah jauh lebih matang. Dengan berpusat di Tiongkok, kami dapat memperluas jaringan dengan para pemimpin industri, dan belajar dari model bisnis mereka yang sudah terbukti kesuksesannya, untuk mendorong inovasi Jet Commerce selanjutnya,” tambah Oliver.

Selain memperluas jangkauannya ke negara lain, perusahaan juga memperkuat layanannya. Salah satunya menyediakan sistem omnichannel, berkat kerja sama dengan UPFOS, pada awal tahun ini. Dengan demikian, Jet Commerce mampu meningkatkan efisiensi pengelolaan operasional bisnis e-commerce mitra brand-nya. Tak hanya menyederhanakan kompleksitas dalam operasi e-commerce, perusahaan kini mampu menangani lebih dari 100 ribu pesanan per hari berkat kehadiran sistem tersebut.

Inovasi berikutnya adalah menghadirkan layanan live commerce melalui unit bisnis terbaru “Lumbalumba” sekaligus meresmikan pusat live streaming di Pluit, Jakarta. Pusat live streaming ini berisi 14 studio berfasilitas lengkap, seperti perangkat OBS (Open Broadcaster Software) untuk meningkatkan kualitas video, lightning set yang lengkap, dan berbagai peralatan lainnya.

Lumbalumba menyediakan layanan live commerce secara menyeluruh untuk mitra brand Jet Commerce Indonesia, mulai dari live streaming, talent management, termasuk menyediakan kreator konten atau influencer ternama, TikTok Shop Management, hingga content marketing.

Live commerce sendiri merupakan aktivitas perdagangan yang menyiarkan produknya secara digital melalui video dan terhubung langsung dengan konsumen secara daring, yang dinilai telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Dalam laporan terbaru Statista, tercatat terjadi peningkatan rata-rata pembelian melalui live streaming sebesar 76% di seluruh dunia, sejak awal pandemi hingga saat ini.

Persaingan omnichannel commerce

Sebagai catatan, pangsa pasar belanja online di Indonesia, menurut laporan e-Conomy SEA 2021 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company, menunjukkan pertumbuhan kuat yang terjadi di semua sektor ekonomi digital di Indonesia. Ekonomi internet di Indonesia diprediksi mencapai $70 miliar dalam Gross Merchandise Value (GMV) pada 2021 dan diprediksi akan meningkat dua kali lipat menjadi $146 miliar pada 2025.

Adapun, sektor e-commerce tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital. Alasannya, karena semakin banyak pedagang yang ingin bergabung ke platform e-commerce. Angkanya diprediksi mencapai $53 miliar pada 2021, naik 52% dari tahun sebelumnya, kemudian pada 2025 diprediksi akan naik menjadi $104 miliar, tumbuh 18%.

Karena demikian, lahan basah ini menjadi kesempatan bagi para pemain untuk terus menggarapnya. Kompetitor terdekat Jet Commerce, yakni SIRCLO juga turut aktif berinovasi agar proses belanja online dari brand ke konsumen semakin seamless. Perusahaan ini memiliki tiga fokus utama yang terbagi ke dalam pilar-pilar solusi, yakni Enterprise, Entrepreneur (UMKM), dan new retail. Masing-masing solusi menyesuaikan kebutuhan bisnis.

Diklaim perusahaan mencatatkan lebih dari 150 ribu brands dan lebih dari 500 ribu warung yang telah dilayani secara akumulatif; lebih dari 25 juta end-consumers telah terlayani; dan lebih dari 80 titik distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Salah satu turunan inovasi dari vertikal e-commerce yang mulai ramai dirambah adalah social commerce. Layanan ini relevan dengan kultur budaya orang Indonesia karena memberdayakan komunitas sosial dan online teknologi untuk meningkatkan pasar dengan upaya yang lebih rendah.

Model bisnisnya cukup membutuhkan seorang agen untuk membagikan tautan rujukan produk dan untuk mendapatkan impression dari orang-orang terdekat mereka melalui media sosial atau pertemuan tatap muka. Cara promosi seperti ini akan lebih native dan personal.

Mengutip dari laporan Research and Markets (2021), pangsa pasar bisnis social commerce diestimasi bakal menyentuh angka $8,6 miliar di 2022, tumbuh 55% per tahunnya. Pemain social commerce rata-rata masuk ke kota lapis dua dan tiga yang memiliki komunitas yang kuat dan literasi digital yang masih minim.

Enablr Luncurkan “Echo”, Platform Social Commerce untuk UMKM

Bertujuan untuk menghadirkan layanan terpadu bagi UMKM, Enablr platform e-commerce enabler meluncurkan “Echo“. Kepada DailySocial.id, CEO Enablr Yohan Christian menyebutkan, Echo merupakan platform berbasis komunitas yang mengedepankan pembelian group buying.

Diluncurkan tahun 2020 lalu, selama ini Enablr telah menjadi platform yang digunakan oleh perusahaan besar seperti Sinar Mas hingga Garuda Food untuk memenuhi kebutuhan distribusi. Enablr sendiri didirikan oleh Yohan Christian (CEO), Ronny Senjaya (CFO), Jupiter Zhuo (CTO), dan Sandi Wijono (CMO).

“Dua tahun ini perkembangan Enablr sangat banyak. Saat awal masuk ke layanan e-commerce kami ingin membuat satu teknologi yang memudahkan pelaku usaha berjualan di e-commerce dengan merilis platform omnichannel. Dengan demikian pelaku usaha tidak perlu membuka setiap marketplace, cukup dalam satu platform saja,” kata Yohan.

Melihat besarnya potensi yang ada di layanan e-commerce dan masih masih adanya gap yang cukup besar antara perusahaan besar hingga pelaku UMKM dalam mengelola bisnis mereka, menjadi salah satu alasan Enablr tertarik untuk menyediakan layanan terpadu kepada pelaku UMKM.

“Hal ini yang membuat kami memutuskan untuk meluncurkan Echo. UMKM di Indonesia saat ini perlu dibantu dengan platform yang sesuai dengan kultur dan nilai konsumen, dengan mengadopsi model community group buying,” kata Yohan.

Menurut laporan DSInnovate, group buying menjadi salah satu model bisnis social commerce yang mulai populer di Indonesia. Selain Echo, saat ini ada sejumlah startup yang juga bermain di ranah tersebut, misalnya Grupin, Kitabeli, CrediMart, hingga Mapan.

Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate
Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate

Potensi social commerce di Indonesia juga cukup besar, diperkirakan tahun ini kapitalisasi pasar bisnis tersebut akan mencapai $8,6 miliar. Diproyeksikan bertumbuh dengan CAGR 47,9% hingga menghasilkan nilai $86,7 miliar di tahun 2028 mendatang. Konsep social commerce juga dapat menjembatani gap yang ada di kota lapis 2 dan 3, sebagai basis pengguna yang belum dioptimalkan sepenuhnya oleh pemain e-commerce sebelumnya.

Pandemi dan adopsi teknologi

Pandemi secara langsung telah mengubah kebiasaan konsumen saat melakukan pembelian produk secara online. Jika dulunya kegiatan belanja offline masih banyak dilakukan, namun pandemi telah mengakselerasi kegiatan belanja online lebih masif lagi. Tidak lagi hanya menjual produk saja, mereka juga harus bisa melakukan kegiatan kampanye, promo, dan aktivitas lainnya dengan tujuan untuk menjangkau lebih banyak pembeli.

“Kita melihat potensi besar namun banyak tantangan yang dihadapi pelaku bisnis. Percepatan perubahan teknologi dan perubahan aktivitas belanja di kalangan konsumen karena pandemi dihadapi oleh banyak pelaku UMKM. Mereka saat ini juga harus memikirkan konten, implementasi, supply chain, customer service, hingga pengolahan data,” kata Yohan.

Echo dengan konsep community group buying diharapkan bisa bersaing dengan menggerakkan komunitas yang dimiliki oleh masing-masing pelaku UMKM untuk kemudian memanfaatkan layanan dan teknologi Echo mengadopsi usaha mereka secara online.

Pengalaman berbelanja yang dihadirkan Echo menganut prinsip social commerce. Konsumen bisa berbelanja bersama-sama dengan relasi, kerabat, atau keluarga terdekat untuk mendapatkan banyak manfaat, seperti diskon menarik dan tentunya harga yang jauh lebih murah.

“Yang Echo berikan adalah teknologi, kita sediakan platform agar mereka bisa bikin campaign dengan konsep community group buying mengedepankan demand driven. Konsumen akan beli dulu secara pre-order bersama. Dengan konsep ini pelaku UMKM bisa mendapat pesanan yang jumlahnya jelas dan akan berimbas dengan harga yang lebih kompetitif,” kata Yohan.

Saat ini platform Echo masih berada dalam naungan Enablr dan didukung oleh tim internal mereka. Namun ke depannya Echo akan dipisahkan dari Enablr dan membangun ekosistem sendiri menyesuaikan dari komunitas masing-masing.

Strategi monetisasi yang dilancarkan oleh Echo adalah, dengan mengenakan biaya per transaksi dengan harga yang kompetitif. Hal tersebut yang kemudian diklaim membedakan Echo dengan platform marketplace pada umumnya, yang kebanyakan mengenakan komisi hingga 10% untuk setiap merchant.

Rencana penggalangan dana

Untuk memperluas kegiatan pemasaran, Echo juga memberikan kemudahan bagi masing-masing pelaku UMKM untuk menyebarkan tautan kampanye mereka ke berbagai platform sosial. Ke depannya Echo juga memiliki rencana untuk membuatkan masing-masing pelaku UMKM microsite yang bisa disesuaikan. Saat ini untuk mereka telah dihadirkan dashboard yang bisa diakses di website dan mobile web.

Untuk jenis UMKM kemudian yang dilirik oleh Echo di antaranya adalah pelaku UMKM yang memiliki usaha rumahan berupa makanan beku, kue, hingga makanan bayi. Mereka yang memiliki potensi untuk mengembangkan bisnis namun memiliki kendala dalam hal pembiayaan atau permodalan, adalah pelaku UMKM yang kemudian dilirik oleh Echo.

“Ke depannya juga kita mau masuk ke market produk organik, seperti hidroponik dan fresh product,” kata Yohan.

Saat ini area layanan yang masih menjadi fokus perusahaan adalah kawasan Jabodetabek. Ke depannya dalam waktu satu tahun mendatang diharapkan bisa menjangkau lebih banyak di kawasan pemukiman warga hingga kota lapis 2 dan lapis 3.

Untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, Echo memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan awal jika platform sudah meluncur secara menyeluruh. Dana segar tersebut nantinya juga akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk membangun organisasi lebih sempurna.

Saat ini pengembangan terus dilakukan oleh perusahaan sambil berjalan. Kegiatan seperti akuisisi penjual pun makin agresif dilakukan oleh mereka. Untuk beberapa bulan ke depan diharapkan bisa menjangkau 1000 UMKM di Jabodetabek.

“Dilihat dari kultur masyarakat Indonesia yang suka melakukan kegiatan secara bersama-sama, maka kita menciptakan ekosistem berbelanja seperti di Echo. Solusi belanja online secara kolektif yang dapat memberikan banyak keuntungan menarik, baik bagi penjual dan konsumen,” kata Yohan.

majoo Rampungkan Pendanaan Seri A Senilai 149 Miliar Rupiah

Setelah merampungkan pendanaan pra-seri A senilai 130 miliar Rupiah awal tahun 2022 lalu, majoo kembali mengantongi dana segar melalui putaran pendanaan seri A senilai $10 juta atau sekitar 149 miliar Rupiah.

Tanpa menyebut namanya, putaran ini dipimpin investor ekuitas asal London yang berfokus pada fintech. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan di antaranya BRI Ventures, AC Ventures, Quona Capital, dan Xendit.

Founder & CEO majoo Indonesia Adi Wahyu Rahadi mengatakan, “Dengan pendanaan ini, majoo akan terus memperluas pasar di Indonesia dengan menawarkan solusi komprehensif untuk UMKM dalam menjalankan operasional bisnis dan membantu menumbuhkan bisnis mereka”.

Lebih lanjut disampaikan, fokus utama majoo setelah pendanaan seri A adalah berinvestasi pada produk dan talenta demi bisa menghadirkan solusi terdepan untuk UMKM Indonesia. Mereka juga berkomitmen memperkuat posisi di pasar dengan memperkaya ekosistem melalui kerja sama dengan berbagai sektor industri strategis, seperti penyelenggara jasa keuangan, e-commerce, dan lainnya.

“Sebagai thesis-driven investor, tim pendiri majoo, product-market fit yang jelas, dan metrik pertumbuhan yang melonjak selama masa pergolakan pasar membuat kami bangga menjadi investor institusi pertama mereka. Kami sangat senang bergabung dengan majoo karena majoo terus memberdayakan 64 juta UMKM di negara ini,” jelas Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sementara itu menurut CEO BRI Ventures Nicko Widjaja, ia percaya bahwa nilai sinergi majoo dan BRI sebagai institusi finansial untuk UMKM terbesar di Indonesia akan membantu digitalisasi di sektor tersebut. “Hal ini sejalan dengan komitmen BRI Ventures untuk terus mendorong inklusi keuangan di Indonesia di era digital ini dan menciptakan pemberdayaan UMKM yang berkelanjutan.”

majoo didirikan oleh tiga founder, meliputi Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), dan Bayu Indriarko (VP Engineering). Sebelumnya ketiga pendiri tersebut merupakan pelaku bisnis ritel yang juga melayani pelanggan UMKM, sehingga mereka cukup memahami berbagai kesulitan yang ditemui di lapangan.

Pertumbuhan positif saat pandemi

Perusahaan juga mencatat selama pandemi pertumbuhan mencapai 800%. Hingga Juli 2022, aplikasi wirausaha majoo telah berhasil merangkul 35 ribu pelaku usaha dari seluruh Indonesia, 96% di antaranya pengguna aktif dengan retensi 12 bulan. Sejak peluncurannya, majoo mencatatkan 166 juta transaksi untuk UMKM atau setara dengan $940 juta.

Layanan “Wirausaha majoo” terdiri dari aplikasi kasir online, aplikasi inventori, aplikasi keuangan dan akunting, aplikasi absensi dan karyawan, aplikasi CRM, serta aplikasi analisa bisnis. Sementara produk lainnya, yakni “E-commerce Omnichannel majoo” memungkinkan pengguna mengelola penjualan dari beragam jenis toko online, memproses pesanan, inventori, dan laporan keuangan dalam satu dasbor terpusat.

SaaS untuk UMKM memang menjadi salah satu sektor industri digital yang banyak dilirik oleh founder, mengingat potensi besar dari UMKM di Indonesia. Untuk solusi serupa yang ditawarkan majoo, sejumlah startup juga menjajakan layanan serupa, seperti Midtrans, Sirclo, Qasir, YouTap, dan sebagainya.

Menurut laporan Boston Consulting Group, ukuran pasar layanan SaaS di Indonesia telah mencapai $100 juta di tahun 2018 dan akan bertumbuh sampai $400 juta di tahun 2023 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Desty Commerce Lengkapi Pilar, Bantu Pemilik Bisnis “Go Online”

Bisnis e-commerce di Indonesia yang terus berkembang pesat telah menciptakan persaingan bisnis yang semakin ketat. Hal ini mengharuskan para pelaku bisnis untuk bisa terus berinovasi baik dalam segi produk, layanan, maupun strategi dalam menggaet dan mempertahankan pelanggan.

Kebanyakan isu yang ditemui dalam bisnis umumnya terkait hal operasional, seperti produk yang terfragmentasi, perhitungan manual atau kualitas website. Dalam rangka membantu para pelaku bisnis menerapkan digitalisasi dan menunjang usahanya, Desty melengkapi layanan mereka menjadi lebih terpadu dengan paket Desty Commerce yang terdiri atas empat fitur utama, yaitu Page, Store, Omni, dan Menu.

Tawarkan solusi lengkap

Sebelumnya, Desty menawarkan dua produk utama, yakni Desty Page dan Desty Store. Desty Page adalah layanan landing page untuk mengoptimalkan fitur tautan pada akun media sosial, khususnya Instagram. Sementara, Desty Store merupakan pelengkap kanal marketplace yang menghadirkan platform untuk membantu pengguna membuka toko online dengan mudah.

Perusahaan kemudian menambah solusi yang ditawarkan melalui Desty Omni, dan Desty Menu. Layanan Desty Omni sendiri disediakan untuk memudahkan para pemilik bisnis mengelola produk, pesanan, serta stok barang demi mendukung integrasi penjualan e-commerce di berbagai marketplace maupun web store. Belum lama ini, Desty juga meluncurkan fitur baru bertajuk Omni Chat, sebuah dashboard kolektif untuk mengakses seluruh chat pelanggan dari berbagai marketplace.

Fitur Omni Chat ini diharapkan dapat mempermudah bisnis untuk melayani pelanggan secara efektif serta meningkatkan chat response time yang merupakan sebuah indikator penting bagi pelanggan e-commerce saat memilih toko untuk berbelanja. Sejak diluncurkan hingga saat ini, Desty Omni telah berhasil mencapai ratusan miliar rupiah Gross Merchandise Value (GMV).

Selain itu, layanan lain yang turut dikembangkan adalah Desty Menu, dirancang khusus untuk pelaku bisnis dalam industri Food and Beverages (F&B) dalam memangkas rantai operasional pemesanan. Layanan ini akan bermanafaat oleh restoran, coffee shop, bioskop, karaoke, dan sebagainya. Melalui Desty Menu, merchant dapat memanfaatkan berbagai layanan seperti pick-up, dine-in, delivery, dan scheduled order.

Lebih dari itu, Desty Menu memberikan akses bagi pemilik bisnis untuk mengumpulkan dan memusatkan data pelanggan dalam sistem Customer Relationship Management (CRM). Fitur delivery dan CRM ini akan segera diluncurkan untuk dapat digunakan oleh merchant. Beberapa merchant yang telah menggunakan layanan ini mengungkapkan bahwa usahanya telah mengalami peningkatan omset hingga 30%, efisiensi waktu pelayanan hingga 5 menit, serta mendapat testimoni positif lebih dari 90% pelanggannya.

Setiap e-commerce dapat menggunakan berbagai layanan Desty Commerce sesuai kebutuhan karena seluruh layanan dapat terintegrasi dan kedepannya akan disatukan ke dalam sebuah super app. Hingga saat ini, Desty Commerce sudah menggandeng banyak brand ternama, seperti Electronic City, PVN, DAMN I Love Indonesia, NAMA Beauty, Kurumi, Duvaderm, SOVLO, Mirael Sugar Wax, Cinepolis, NAV Karaoke, Liberica, Omija, Pison Coffee, Vilo Gelato, dan lain-lain.

Investasi di sektor social commerce

Desty pertama kali mendapatkan pendanaan tahap awal oleh East Ventures di akhir tahun 2020 dengan jumlah yang dirahasiakan. Ketika itu perusahaan baru 2 bulan berdiri, namun sudah berhasil menggaet ribuan pengguna termasuk online brands (Alowalo, Babycare, Notbad), kreator konten (Mindblowon Studio/Tahilalat), dan influencer dari industri kuliner, travel, gaya hidup, dan fesyen.

Di tahun 2021, perusahaan kembali mengumpulkan dana senilai $5 juta atau sekitar 71,3 miliar Rupiah dalam putaran pra Seri A. Dana ini disebut akan digunakan untuk mempercepat pengembangan produk dan akuisisi merchant serta meluncurkan produk-produk inovatif ke depannya. Lalu, di awal tahun ini, perusahaan mengumumkan pendanaan tambahan dari perusahaan investasi global, Square Peg,

Hingga saat ini, Desty telah menggalang dana lebih dari $10 juta di putaran pra Seri A3. Kedepannya, perusahaan akan terus berinovasi untuk memberikan lebih banyak layanan penunjang bisnis guna mendukung digitalisasi bisnis di Indonesia. Pada kuartal ketiga tahun ini, Desty Omni juga disinyalir akan melakukan integrasi dengan TikTok Shop serta Lazada.

Desty merupakan satu dari beberapa pemain yang giat mendukung pertumbuhan social commerce di Indonesia. Begitu pula para investor yang kini semakin tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor ini. Sebut saja Mapan yang belum lama ini berhasil mengamankan pendanaan seri A senilai $15 juta atau setara 223 miliar Rupiah.  Selain itu juga ada Dagangan dan Super yang hampir bersamaan mengumumkan perolehan pendanaan masing-masing sebesar 95 miliar Rupiah dan lebih dari 1 triliun Rupiah.

Desty Announces Additional Funding Led by Square Peg

Desty, a digital platform developer startup that supports social sellers, announced additional funding led by Square Peg. This investment follows the pre-series A round which was announced in mid-2021. It is then followed by additional rounds at the end of 2021 with the participation of East Ventures, Jungle Ventures, 5Y Capital, and several angel investors.

Desty plans to leverage its new funding for product optimization, team expansion, and user acquisition.

“We are welcoming the support from Square Peg with their extensive experience investing in comparable business models around the world. Indonesia has a very unique digital economy with striking fragmentation across merchant traffic, sales channels, payments and logistics. We firmly believe that our holistic approach to empowering merchants with our suite of enablement tools will solve their problems most effectively,” Desty’s Co-founder & CEO, Mulyono Xu said.

Square Peg is a global technology investment company that manages over $1 billion in funds and has actively deployed more than $200 million in Southeast Asia. Some of his portfolios include PropertyGuru, FinAccel, Pluang, and Doctor Anywhere.

“We are excited to partner with Desty, not only because it is attractive and we’ve seen the customer satisfaction, but also because of the technical talent and deep market knowledge brought together by Mulyono and Bill (Desty’s Founder). They have deep industry expertise and best practice experience that will help unlock economic opportunities for millions of small businesses in Indonesia and across Southeast Asia,” Square Peg’s Partner, Piruze Sabuncu said.

Desty’s business growth

Over the last few months, coupled with the launch of new features, Desty has increased its merchant capacity to handle transactions and has recorded an average monthly GMV growth of 250% over the last quarter. Desty solutions are used by various brands, such as fashion, electronic retail, and culinary.

Desty has reached nearly one million users with 33x annual growth. Over the past year, they have upgraded several merchant empowerment tools and technology infrastructures such as Link-in-Bio (desty.page), Online Store Maker (desty.store), Digital Order Menu System (desty.menu), and Omni Channel Dashboard (desty.omni).

It was previously said that around 50% of Desty’s users are online sellers, while 30% of users are creators or influencers.

Social commerce enabler service

Desty’s services target social commerce actors, either through social media or other channels. The size of the social commerce market in Indonesia itself is quite large. According to the Research and Markets report, in 2022, the market value is to reach $8.6 billion and will increase to $86.7 billion in 2028.

In general, enabler platforms provide services to facilitate the management of goods and transaction systems. Some also help on the marketing side up to payment. In addition to Desty, several platforms that are offering similar service to help social commerce players include AturToko, Avana, Minmin, Tokotalk, and several others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian