TCL Luncurkan Dua Tablet Android, TWS, Smartwatch, dan Teknologi Display ala E-Ink

2020 merupakan tahun yang sangat penting bagi TCL. Alasannya bukan karena pandemi, melainkan karena ini merupakan tahun pertama mereka menjual smartphone di bawah namanya sendiri, dan mereka terus memperluas portofolio perangkat mobile-nya sampai ke ranah tablet.

Bukan cuma satu, melainkan dua tablet Android sekaligus, yaitu TCL 10 TABMAX dan TCL 10 TABMID. Dilihat sepintas, TABMAX langsung kelihatan lebih menarik berkat bezel tipis yang mengitari layarnya. Layarnya sendiri merupakan panel IPS 10,36 inci dengan resolusi 2000 x 1200 pixel, dan tebal perangkatnya tidak lebih dari 7,65 mm.

Perihal spesifikasi, entah kenapa TCL enggan menyebut chipset yang digunakan TABMAX. Namun bisa dipastikan spesifikasinya tidak setinggi Samsung Galaxy Tab S7, sebab RAM yang diusung cuma 4 GB. Storage internalnya sendiri punya kapasitas 64 GB, dan TABMAX turut mengemas slot microSD untuk ekspansi.

Guna menunjang kebutuhan pengguna di kala pandemi, TCL tidak lupa menyematkan sepasang speaker dan sepasang mikrofon pada TABMAX. Perangkat dibekali kamera depan 8 megapixel dan kamera belakang 13 megapixel, sedangkan baterainya punya kapasitas sebesar 8.000 mAh serta mendukung pengisian dengan output 18 W.

TCL 10 TABMID / TCL
TCL 10 TABMID / TCL

Beralih ke TABMID, bisa kita lihat bahwa ukuran layarnya lebih kecil tapi bezel-nya lebih tebal. Meski demikian, panel berukuran 8 inci yang dipakai tetap panel IPS dengan resolusi FHD. Bodinya juga sedikit lebih tebal di angka 8,55 mm.

Untuk spesifikasinya, TABMID mengusung chipset Qualcomm Snapdragon 665, RAM 4 GB, dan storage internal 64 GB (plus slot microSD). Kapasitas baterainya lebih kecil di angka 5.500 mAh, akan tetapi sama-sama mendukung charging 18 W. Kamera depan dan belakangnya masing-masing mempunyai resolusi 5 megapixel dan 8 megapixel.

Rencananya, kedua tablet ini akan dipasarkan mulai kuartal ke-4 tahun ini juga. TCL 10 TABMAX dihargai 249 euro atau 299 euro, tergantung apakah konsumen memilih varian Wi-Fi only atau yang juga mendukung jaringan LTE, sedangkan TABMID dengan Wi-Fi + LTE dibanderol 229 euro.

TCL MOVEAUDIO S200 dan TCL MOVETIME

TCL MOVEAUDIO S200 / TCL
TCL MOVEAUDIO S200 / TCL

Selain dua tablet di atas, TCL juga memperkenalkan sebuah true wireless earphone bernama MOVEAUDIO S200 dan smartwatch MOVETIME. Untuk earphone-nya, bisa kita lihat bahwa desain yang diadopsi adalah desain bertangkai ala AirPods, dan eartip-nya juga sama-sama ‘telanjang’.

TCL mengklaim fisiknya tahan air dan debu dengan sertifikasi IP54, dan mereka juga sudah menanamkan empat buah mikrofon untuk mendampingi sepasang driver 12 mm-nya. Juga menarik adalah dukungan fitur Google Fast Pair 2.0 pada perangkat berkonektivitas Bluetooth 5.0 ini.

Dalam satu kali charge, baterainya diyakini tahan sampai 3,5 jam pemakaian, atau total 23 jam jika dipadukan bersama charging case-nya. Kontrol sentuh juga menjadi salah satu nilai jual dari perangkat seharga 99 euro ini.

TCL MOVETIME / TCL
TCL MOVETIME / TCL

Beralih ke MOVETIME, perangkat ini bukanlah sembarang smartwatch, melainkan yang TCL rancang secara spesifik untuk kaum lansia. Itu berarti selain mengemas tampilan software yang lebih besar dari biasanya, MOVETIME juga dilengkapi fitur automatic fall detection ala Apple Watch.

Secara teknis, MOVETIME ditenagai layar AMOLED 1,41 inci dengan resolusi 320 x 360 pixel. Chipset yang digunakan adalah Qualcomm Snapdragon Wear 2500, lengkap beserta RAM 512 MB dan storage 4 GB. Perangkat tahan air dengan sertifikasi IP67, sedangkan baterainya diklaim tahan sampai 2 hari pemakaian normal.

Fitur-fitur yang ditawarkan terbilang lengkap, mulai dari heart-rate monitoring, sleep monitoring, sampai konektivitas LTE. TCL rencananya akan memasarkan smartwatch ini seharga 229 euro.

TCL NXTPAPER

TCL NXTPAPER / TCL
TCL NXTPAPER / TCL

Dalam kesempatan yang sama, TCL turut menyingkap teknologi display baru yang sangat menarik bernama NXTPAPER. Namanya mungkin sudah bisa mengindikasikan bahwa teknologi ini dirancang untuk menjadi alternatif terhadap teknologi e-paper, atau yang juga dikenal dengan istilah e-ink.

Benar saja, TCL mengklaim NXTPAPER punya banyak keunggulan jika dibandingkan dengan teknologi e-ink tradisional. Yang paling utama, tingkat kontras NXTPAPER diklaim 25% lebih baik ketimbang e-ink. Resolusinya (FHD) juga semestinya lebih tinggi daripada e-ink versi berwarna yang sejauh ini memang belum benar-benar matang.

Lebih lanjut, NXTPAPER diyakini punya refresh rate yang jauh lebih tinggi daripada e-ink. TCL memang tidak bilang persisnya berapa Hz, tapi yang pasti cukup untuk memutar video secara mulus. E-ink tradisional di sisi lain terlalu rendah refresh rate-nya untuk bisa memutar video dengan lancar.

Jadi kalau secara karakteristik, NXTPAPER memang lebih mirip layar e-ink ketimbang layar LCD. NXTPAPER tidak perlu mengandalkan backlight, sehingga tidak kaget kalau TCL mengklaim konsumsi dayanya 65% lebih irit daripada LCD. Lebih lanjut, tebal panelnya pun juga 36% lebih tipis daripada modul LCD secara menyeluruh yang harus mencakup backlight.

TCL sejauh ini belum bilang kapan NXTPAPER bisa diimplementasikan ke perangkat yang dijual secara luas. Satu hal yang pasti, perangkatnya bukan smartphone, sebab NXTPAPER memang disiapkan untuk perangkat berlayar besar seperti tablet.

Sumber: Android Central dan TCL.

Sennheiser Luncurkan TWS Baru yang Lebih Terjangkau, CX 400BT True Wireless

Tidak seperti Sony atau Audio-Technica yang menawarkan bermacam true wireless earphone di rentang harga yang berbeda, Sennheiser sejauh ini baru merilis dua model saja yang semuanya duduk di kelas premium. Di kisaran harga $300, Sennheiser Momentum True Wireless 2 yang dirilis pada bulan Maret lalu jelas terlalu mahal buat sebagian konsumen.

Kabar baiknya, sang ahli audio asal Jerman punya penawaran baru bagi mereka yang memiliki budget lebih terbatas. TWS bernama lengkap Sennheiser CX 400BT True Wireless ini memang masih jauh dari kata murah, tapi setidaknya banderol $200 bisa dijangkau oleh lebih banyak kalangan.

Dengan selisih harga $100, apa yang membedakan CX 400BT dari Momentum True Wireless 2? Yang paling utama adalah active noise cancelling (ANC). Fitur tersebut absen pada CX 400BT, jadi Anda tidak perlu melirik perangkat ini seandainya fitur ANC benar-benar merupakan prioritas buat Anda.

Perbedaan selanjutnya mungkin tidak terlalu esensial, tapi yang pasti penampilan CX 400BT kalah premium dari kakaknya yang lebih mahal. Bentuknya lebih mengotak, dan charging case-nya tidak dibalut kain seperti milik Momentum True Wireless 2. Terlepas dari itu, CX 400BT tetap dilengkapi dengan panel sentuh pada sisi luar masing-masing earpiece-nya.

Lalu ketika mulai membahas soal jeroannya, di sinilah perbedaan antara CX 400BT dan Momentum True Wireless 2 terhenti, sebab keduanya mengemas unit driver 7 mm yang sama persis, dengan respon frekuensi 5 – 21.000 Hz yang sama pula. Bahkan versi Bluetooth yang dipakai pun sama, yakni versi 5.1.

Jadi kalau dipakai di tempat yang sunyi, mungkin akan sangat sulit membedakan kualitas suara yang dihasilkan masing-masing perangkat. Barulah ketika berada di keramaian, Momentum True Wireless 2 dengan teknologi ANC-nya bisa menyuguhkan pengalaman yang lebih superior daripada CX 400BT yang cuma mengandalkan isolasi suara secara pasif.

Soal baterai, CX 400BT memang belum selevel Momentum True Wireless 2, tapi masih tergolong cukup awet. Satu kali pengisian cukup untuk pemakaian selama 7 jam, dan charging case-nya siap menyuplai sekitar 13 jam daya ekstra (total 20 jam).

Seperti yang saya bilang, Sennheiser akan menjual CX 400BT True Wireless seharga $200. Di Amerika Serikat, pemasarannya akan dimulai pada pertengahan September ini juga. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni hitam atau putih.

Sumber: Engadget dan Sennheiser.

Samsung Umumkan Galaxy Tab S7, Tab S7+, Galaxy Watch3, dan Galaxy Buds Live

Event Galaxy Unpacked semalam adalah yang pertama yang sepenuhnya diselenggarakan secara virtual, tapi itu tidak Samsung jadikan alasan untuk menahan diri. Selain meluncurkan Galaxy Note20, Note20 Ultra, dan Z Fold2, sang raksasa teknologi Korea Selatan turut memperkenalkan sederet perangkat lainnya, yakni Galaxy Tab S7, Tab S7+, Galaxy Watch3, dan Galaxy Buds Live.

Kita mulai dari yang paling besar dulu, yakni Tab S7 dan S7+. Sesuai namanya, tablet ini hadir dalam dua ukuran layar: Tab S7 dengan layar LCD 11 inci beresolusi 2560 x 1600 pixel, Tab S7+ dengan layar AMOLED 12,4 inci beresolusi 2800 x 1752 pixel. Keduanya sama-sama menawarkan refresh rate 120 Hz, tapi seperti yang bisa kita lihat, Tab S7 rupanya tidak mengemas panel AMOLED, dan ini berarti cuma Tab S7+ yang dilengkapi sensor sidik jari di balik layar.

Sasis kedua tablet ini sangat ringan dan tipis terlepas dari ukuran layarnya yang besar. Tab S7 memiliki ketebalan 6,3 mm dan bobot 502 gram, sedangkan Tab S7+ dengan tebal 5,7 mm dan berat 575 gram. Tentu saja keduanya juga datang bersama S Pen, dan garis di bawah kamera belakangnya itu adalah lapisan magnet untuk menempelkan sekaligus mengisi ulang sang stylus. Pada Tab S7+, latency S Pen-nya mampu menyamai milik Note20 Ultra, yakni serendah 9 milidetik saja.

Meski layar keduanya berbeda, performanya dipastikan identik. Itu dikarenakan duo tablet ini sama-sama mengusung chipset Snapdragon 865+, dan kalau melihat Tab S6 yang dijual di Indonesia memakai Snapdragon 855, kemungkinan besar Tab S7 dan S7+ juga akan hadir di tanah air membawa chipset buatan Qualcomm tersebut.

Mendampingi prosesornya adalah RAM 6 GB atau 8 GB, dan storage 128 GB atau 256 GB. Ekspansi storage bisa dilakukan via microSD, dan kedua perangkat mendukung kapasitas penyimpanan eksternal hingga 1 TB. Selisih baterai di antara keduanya cukup signifikan: Tab S7 dengan baterai 8.000 mAh, Tab S7+ dengan 10.090 mAh. Keduanya sama-sama mendukung fast charging 45 W.

Kamera di kedua perangkat ini ada tiga macam: kamera utama 13 megapixel, kamera ultra-wide 5 megapixel, dan kamera depan 8 megapixel. Sekali lagi kelengkapan milik Tab S6 kembali hadir di sini, mulai dari empat buah speaker racikan AKG, sampai konektor USB-C 3.2 Gen 1. Seperti sebelumnya, konsumen Tab S7 dan S7+ juga dapat membeli aksesori Book Cover Keyboard secara terpisah jika ingin mendapatkan pengalaman menggunakan seperti laptop.

Oh ya, baik Tab S7 maupun S7+ sama-sama mendukung integrasi mendalam dengan ekosistem Windows 10 seperti halnya duo Note20. Kalau perlu, kedua tablet ini malah juga bisa diperlakukan sebagai layar kedua selagi masih membaca input dari S Pen. Kompatibilitas dengan layanan Project xCloud tentu juga menjadi salah satu keunggulan dari kedua tablet ini.

Kedua perangkat ini akan segera Samsung pasarkan dengan harga mulai $650 untuk Tab S7, dan mulai $850 untuk Tab S7+. Aksesori opsional Book Cover Keyboard itu tadi harus ditebus seharga $200 untuk Tab S7, atau $230 untuk Tab S7+.

Galaxy Watch3

Buat yang sudah lama mendambakan perangkat wearable baru dari Samsung, Galaxy Watch3 hadir membawa sederet penyempurnaan dibanding pendahulunya. Yang paling utama, dimensinya lebih ringkas daripada Galaxy Watch orisinal – 14% lebih tipis, 8% lebih kecil, dan 15% lebih ringan – akan tetapi di saat yang sama layarnya justru bertambah besar.

Watch3 hadir dalam dua ukuran: 45 mm dengan layar 1,4 inci, dan 41 mm dengan layar 1,2 inci. Keduanya sama-sama menggunakan panel Super AMOLED beresolusi 360 x 360 pixel, serta mengemas rangka yang terbuat dari bahan stainless steel. Khusus varian 45 mm, konsumen juga bisa membeli yang rangkanya terbuat dari titanium.

Secara keseluruhan, desain Watch3 kelihatan klasik dan elegan. Samsung mengaku bekerja sama dengan produsen arloji asal Swiss IWC Schaffhausen selama mengembangkan Watch3. Supaya lebih elegan lagi, semua varian Watch3 secara default hadir dengan strap berbahan kulit ketimbang karet, tapi khusus untuk varian titanium, strap-nya berbahan logam supaya lebih selaras.

Namun berita terbaiknya adalah, bezel memutar yang sempat absen di Watch Active maupun Watch Active 2 kini hadir sebagai standar di seluruh varian Watch3. Sertifikasi IP68 dan ketahanan air hingga 50 meter, tidak ketinggalan juga sertifikasi lolos standar militer MIL-STD-810G, semuanya merupakan jaminan atas ketangguhan fisik perangkat ini.

Bicara soal fisik, bagaimana dengan kemampuannya memonitor kesehatan fisik pengguna? Well, fitur tracking yang Watch3 terbilang sangat lengkap. Bahkan fitur-fitur yang termasuk langka seperti memonitor tekanan darah maupun electrocardiogram (ECG) pun tersedia. Fitur sleep tracking-nya pun juga sudah disempurnakan agar dapat memonitor pola pernafasan sekaligus laju jantung penggunanya.

Untuk menunjang kinerja smartwatch dengan sistem operasi Tizen ini, Samsung telah menyematkan chipset Exynos 9110 dengan prosesor dual-core, lengkap beserta RAM 1 GB dan storage internal 8 GB. Baterainya sendiri punya kapasitas 340 mAh pada varian 45 mm, atau 247 mAh pada varian 41 mm, dan Samsung mengklaim daya tahannya bisa mencapai dua hari dalam sekali charge.

Di Amerika Serikat, Samsung akan segera memasarkan Galaxy Watch3 dengan harga mulai $400 untuk varian 41 mm, atau mulai $430 untuk varian 45 mm. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: Mystic Bronze, Mystic Black, dan Mystic Silver. Namun kalau memilih varian titanium, maka warna yang tersedia hanyalah Mystic Black.

Galaxy Buds Live

Terakhir, saatnya membahas TWS unik bernama Galaxy Buds Live. Bentuknya benar-benar tidak umum, hampir menyerupai kacang merah atau malah sepasang ginjal manusia. Juga bisa menipu ketika dilihat secara sepintas adalah bagian yang menonjol yang bertuliskan “L” dan “R”. Menipu karena bagian ini bukanlah bagian eartip yang dimasukkan ke kanal telinga, melainkan bagian wingtip yang bakal menahan posisi perangkat selama berada di telinga.

Wingtip-nya ini hadir dalam dua ukuran yang berbeda sehingga dapat disesuaikan dengan bentuk dan ukuran telinga masing-masing pengguna. Samsung percaya desain seperti ini bakal terasa sangat nyaman karena porsi perangkat yang keluar dari telinga sangatlah minimal. Tentu saja cara terbaik untuk menjajal klaim Samsung ini adalah dengan mengenakan Buds Live ini selagi tidur miring.

Secara keseluruhan, dimensi Buds Live sangatlah mungil. Beratnya tidak lebih dari 5,6 gram, dan charging case-nya pun juga cukup kecil untuk bisa tenggelam dalam kepalan tangan. Juga unik adalah bagaimana fisik perangkat bersertifikasi IPX2 ini dibuat sepenuhnya menggunakan material hasil daur ulang.

Perihal kualitas suara, Samsung lagi-lagi memercayakan keahlian teknisi-teknisi AKG dalam meramu desain akustik yang terbaik buat Buds Live. Perangkat datang membawa driver berdiameter 12 mm, lengkap beserta sepasang ventilasi udara, serta sebuah bass duct untuk semakin memantapkan reproduksi bass-nya.

Tidak seperti Galaxy Buds+, Buds Live telah dilengkapi dengan fitur active noise cancelling (ANC). Fitur ANC-nya pun agak berbeda dari biasanya karena dirancang agar bisa mengeliminasi suara-suara bising di sekitar seperti deruman mesin mobil atau mesin pesawat, tapi di saat yang sama masih membiarkan suara percakapan atau pengumuman terdengar oleh penggunanya.

Terkait input, Buds Live mengunggulkan tiga buah mikrofon dan Voice Pickup Unit. Komponen yang terakhir ini unik karena dirancang untuk mendeteksi ketika rahang pengguna bergerak, sehingga perangkat kemudian bisa mengoptimalkan teknik pengambilan suaranya. Hasil akhirnya menurut Samsung adalah, suara pengguna Buds Live yang sedang berada di tempat ramai akan tetap terdengar jernih oleh lawan bicaranya.

Dalam satu kali pengisian, baterai milik perangkat berharga jual $170 ini diestimasikan bisa bertahan sampai 6 jam pemakaian, atau sampai 21 jam kalau dipadukan dengan charging case-nya. Daya penggunaannya bisa diperpanjang lagi menjadi sampai 8 jam kalau fitur ANC-nya dimatikan, atau sampai 29 jam bersama charging case-nya.

Sumber: Samsung.

OnePlus Buds Adalah Alternatif AirPods dengan Harga Separuhnya

Dua tahun lalu, bersamaan dengan peluncuran OnePlus 6, OnePlus memperkenalkan earphone nirkabel pertamanya, Bullets Wireless. Sekarang, bertepatan dengan perilisan OnePlus Nord, OnePlus menyingkap true wireless earphone perdananya, yaitu OnePlus Buds.

Sama seperti Nord, Buds tidak mengincar segmen flagship dengan banderol yang amat tinggi. Juga sama seperti Nord, ia menawarkan keseimbangan yang pas antara harga dan nuansa premium. Memangnya seberapa terjangkau? $79 saja, separuh harga Apple AirPods yang menjadi inspirasi desainnya.

Meski mengadopsi model bertangkai seperti AirPods, sejumlah bagiannya masih menunjukkan estetika ala seri Bullets. Sayangnya Buds tidak dilengkapi eartip silikon, yang semestinya dapat membantu memantapkan posisinya selama berada di dalam telinga, sekaligus membantu menghadirkan isolasi suara secara pasif.

Topik isolasi suara ini penting mengingat Buds tidak dilengkapi fitur active noise cancelling (ANC) sama sekali. Memang sulit mencari ANC di rentang harga ini, tapi seharusnya eartip silikon bisa menjadi solusi murah untuk mengurangi masuknya suara dari luar secara cukup signifikan. Beruntung Buds punya sertifikasi IPX4, yang berarti ia tidak akan dibuat kewalahan oleh cipratan air atau keringat.

Kualitas suaranya sendiri ditunjang oleh driver berdiameter 13,4 mm, dan OnePlus tak lupa menambahkan dukungan Dolby Atmos maupun Dirac Audio sebagai pelengkap. Perihal input, tiga buah mikrofon semestinya memungkinkan Buds untuk menangkap suara penggunanya dengan jelas selagi meminimalkan suara-suara dari sekitarnya.

Buds datang membawa konektivitas Bluetooth 5.0, dan latency-nya diklaim cukup minimal di angka 103 milidetik, sehingga video dan audio pun bisa tetap berjalan secara sinkron. Untuk mengoperasikan Buds, pengguna bisa memanfaatkan panel sentuh yang terdapat di sisi luarnya, yang memiliki motif yang sama seperti seri Bullets Wireless.

Dalam posisi baterai terisi penuh, Buds bisa bertahan hingga 7 jam pemakaian. Kalau dipadukan dengan charging case-nya, total daya tahan baterainya bisa mencapai angka 30 jam, yang berarti case-nya ini dapat mengisi ulang Buds sampai sekitar tiga kali.

Dukungan fast charging tentu sudah tersedia. Menyimpan Buds di dalam case-nya selama 10 menit sudah cukup untuk menenagainya memutar musik sampai sekitar 2 jam. Mengisi ulang charging case-nya pun tidak lama, cuma sekitar 80 menit hingga benar-benar penuh kalau kata OnePlus.

Menimbang semua itu, $79 bisa dikatakan cukup murah, dan OnePlus Buds tentu bisa menjadi tandem yang ideal buat Nord. Lalu bagaimana dengan seri flagship OnePlus? Apakah ke depannya bakal ada OnePlus Buds Pro yang dilengkapi ANC, yang dirilis bersamaan dengan OnePlus 8T dan 8T Pro? Mungkin saja.

Sumber: The Verge.

TWS Sony WF-SP800N Resmi Hadir di Indonesia

Bagi konsumen yang sedang mengincar TWS baru di kelas premium, Sony Indonesia baru saja memulai pemasaran perangkat WF-SP800N yang mereka umumkan pertama kali sekitar dua bulan lalu. Dengan banderol resmi Rp 2,6 juta, ia tentu merupakan alternatif yang lebih terjangkau ketimbang TWS flagship Sony, WF-1000XM3.

Selain lebih murah, WF-SP800N juga diposisikan sebagai pendamping kegiatan berolahraga. Itu dikarenakan ia turut dilengkapi semacam penyangga empuk – bisa dilepas jika perlu dan tersedia dalam dua dimensi yang berbeda – yang akan memantapkan posisinya selagi dipasangkan ke telinga. Desain serupa sebenarnya sudah diterapkan oleh pendahulunya, akan tetapi WF-SP800N jauh lebih unggul soal ketahanan air.

Berbekal sertifikasi IP55, keringat maupun cipratan air sama sekali bukan masalah baginya. Usai melangsungkan sesi olahraga berat, pengguna bahkan bisa mencucinya jika mau. Kebetulan topik sanitasi sedang hangat-hangatnya di tengah pandemi, dan fakta bahwa TWS ini bisa dicuci semestinya dapat menjadi nilai jual ekstra.

Sony WF-SP800N

Perihal konektivitas, Sony mengklaim WF-SP800N tidak kalah dari si flagship. Pasalnya, chip Bluetooth 5.0 dan desain antena yang dipakai memang sama persis, yang terbukti mampu menjamin koneksi tetap stabil dalam bermacam kondisi.

Berhubung target pasar perangkat ini adalah mereka yang rajin berolahraga, mode ambient alias mode transparan tentu hadir sebagai standar. Pengguna bisa memilih untuk mengaktifkannya setiap saat, yang berarti suara di sekitar akan selalu terdengar (cocok untuk kegiatan berlari), atau mengaktifkannya secara manual dengan meletakkan ujung jari di sisi luar earphone. Ya, perangkat ini memang dilengkapi panel sentuh pada sisi luarnya.

Sebaliknya, buat yang benar-benar tidak ingin diganggu, semisal ketika sedang berada di dalam gym, perangkat juga dibekali teknologi noise cancelling. Konsumen tak perlu khawatir baterainya bocor akibat noise cancelling, sebab ia diklaim masih bisa beroperasi selama 9 jam nonstop (13 jam kalau noise cancelling-nya dimatikan).

Charging case-nya sendiri siap mengisi ulang perangkat hingga penuh sebanyak satu kali. Jadi total 18 jam dengan noise cancelling, atau 26 jam tanpa noise cancelling. Quick charging turut tersedia; pengisian selama 10 menit sudah cukup untuk menenagai perangkat selama 1 jam pemakaian tanpa noise cancelling.

Kalau ditanya apa perbedaan utama di antara WF-SP800N dan WF-1000XM3, jawaban termudahnya adalah dukungan format audio Hi-Res, yang rupanya absen pada WF-SP800N. Kalau itu yang Anda cari, maka tidak ada pilihan yang lebih tepat daripada WF-1000XM3. Namun kalau itu bukan perkara penting, WF-SP800N tentunya bisa menjadi alternatif untuk menghemat sekitar Rp 900 ribu.

Konsumen yang tertarik sudah bisa melakukan pre-order Sony WF-SP800N seharga Rp 2.599.000 di official store Sony Indonesia, baik online maupun offline, mulai 14 Juli – 2 Agustus 2020.

RHA TrueConnect 2 Tawarkan Baterai yang Lebih Awet dan Suara yang Lebih Baik dari TWS Sebelumnya

RHA Audio memulai debutnya di segmen TWS hampir dua tahun lalu lewat TrueConnect. Sekarang, mereka telah menyempurnakan alternatif AirPods-nya tersebut. Saya bilang alternatif karena wujudnya memang memanjang dan menggantung seperti AirPods.

Dari segi estetika, sulit membedakan antara perangkat bernama RHA TrueConnect 2 ini dengan pendahulunya, sebab keduanya memang cukup identik, baik unit maupun charging case-nya. Satu-satunya perbedaan fisik yang dibawa justru tidak kelihatan secara kasat mata; TrueConnect 2 kini tak hanya tahan cipratan air dan keringat seperti sebelumnya, tapi juga tahan debu dengan sertifikasi IP55 (sebelumnya IPX5).

TrueConnect 2 memanfaatkan kontrol sentuh, jadi jangan tertipu oleh bulatan bertuliskan “RHA” yang kelihatan seperti tombol yang dapat ditekan itu. Secara keseluruhan, perangkat ini bisa kita anggap sebagai AirPods dengan penampilan yang lebih sleek, meski harus diakui charging case-nya kelihatan sangat bongsor jika dibandingkan dengan charging case milik AirPods.

RHA TrueConnect 2

Namun tentu ada hal positif yang bisa diambil dari charging case berukuran besar itu. Di atas kertas, daya tahan baterai TrueConnect 2 terbilang jempolan, sekaligus meningkat jauh dibanding pendahulunya. Dalam sekali pengisian, ia bisa tahan sampai 9 jam penggunaan, sedangkan charging case-nya dapat menyuplai 35 jam daya ekstra (total 44 jam). Fitur quick charging (10 menit untuk daya pemakaian selama 1 jam) tentu juga tersedia.

Selain lebih irit baterai, TrueConnect 2 juga didesain untuk menghasilkan profil suara yang berbeda meski diameter driver-nya sama-sama 6 mm. Kalau dibandingkan dengan pendahulunya, RHA bilang TrueConnect 2 punya volume yang lebih keras, dan mikrofonnya (sekarang ada dua unit) juga bisa menangkap suara pengguna secara lebih jernih. Terakhir, RHA juga mengaku sudah menyempurnakan kestabilan konektivitas Bluetooth 5.0 pada TrueConnect 2.

RHA saat ini telah memasarkan TrueConnect 2 seharga $150, banderol yang sama persis seperti sebelumnya, dan yang tergolong cukup terjangkau untuk kategori TWS premium. Meski demikian, perlu diingat bahwa perangkat ini sama sekali tidak dibekali active noise cancelling (ANC) dan hanya mengandalkan isolasi suara secara pasif dari eartip silikonnya – yang selalu tersedia dalam berbagai macam ukuran sesuai tradisi RHA.

Sumber: Engadget.

Teknologi Speaker Driver Baru Bisa Wujudkan TWS yang Berukuran Lebih Kecil Lagi

Untuk bisa menghasilkan suara, sebuah perangkat elektronik perlu dilengkapi dengan speaker driver. Mulai dari smartphone, TWS, sampai speaker besar yang masuk kategori home theater, semuanya pasti memiliki komponen speaker driver, dan mekanismenya dari dulu belum berubah, masih mengandalkan komponen voice coil yang bergetar dan menghasilkan gelombang suara.

Cara kerjanya tentu lebih rumit dari itu, dan saya hanya mencoba menyederhanakan. Satu hal yang pasti, voice coil merupakan elemen penting dalam sebuah speaker driver yang belum tergantikan selama lebih dari satu abad. Namun sebuah startup bernama xMEMS Labs berpendapat berbeda. Mereka memperkenalkan speaker driver berteknologi baru yang sama sekali tidak dilengkapi voice coil.

Speaker tersebut mereka juluki dengan nama Montara, dan wujudnya tidak berbeda jauh dari chipset smartphone maupun jenis-jenis chip lainnya. Semua komponen yang membentuk sebuah speaker tradisional, mulai dari actuator, diaphragm sampai membrannya sudah terintegrasi menjadi satu di dalam chip setebal 1 milimeter.

xMEMS Montara

Membandingkan speaker driver tradisional dengan Montara ibarat membandingkan hard disk drive model lama dengan SSD. Seperti halnya SSD, Montara tidak mempunyai komponen yang bergerak (solid state). Namun lalu muncul pertanyaan: “Kalau tidak ada gerakan atau getaran, bagaimana bisa tercipta bunyi?”

Well, di sinilah teknologi piezoelectric microelectromechanical systems (piezoMEMS) berperan. Ketika Montara dialiri tegangan listrik, material pada salah satu permukaannya bisa membengkok dan menghasilkan tekanan udara yang pada akhirnya dapat menggerakkan membran dan menciptakan suara.

Ukuran Montara yang begitu tipis dan absennya speaker cone membuatnya ideal digunakan pada perangkat seperti TWS atau smartphone. Montara sejatinya punya peluang untuk memicu lahirnya generasi baru TWS dengan dimensi yang lebih mungil lagi ketimbang yang sudah ada sekarang. Lebih lanjut, pabrikan tidak perlu pusing membuat desain TWS yang tahan air karena chip Montara ini sendiri sudah diklaim tahan air dan debu dengan sertifikasi IP57.

xMEMS Montara

Secara teknis, Montara mampu meng-cover frekuensi 20 – 20.000 Hz, yang berarti satu unit earpiece tidak memerlukan lebih dari satu unit Montara untuk bisa menghasilkan suara di seluruh frekuensi (yang dapat didengar telinga manusia). Konsumsi dayanya juga diklaim sangat rendah, dan ini tentu merupakan berita baik untuk kategori TWS.

xMEMS saat ini mengaku sudah siap mengirimkan unit sampel Montara ke sejumlah produsen perangkat audio. Produksi massalnya sendiri dijadwalkan berlangsung mulai awal tahun depan.

Ukuran TWS yang ditenagai Montara nantinya boleh lebih kecil, tapi apakah suaranya bisa setidaknya sama baiknya dengan TWS yang mengemas komponen speaker driver tradisional? Sepertinya kita masih harus menunggu sampai tahun depan untuk mengetahui jawabannya.

Sumber: VentureBeat dan xMEMS. Gambar header: Daniel Romero via Unsplash.

[Review] Realme Buds Q: TWS Harga Murah dengan Suara Premium dan Latensi Rendah

Semenjak tahun 2020 ini, realme mulai memperluas penjualannya ke pasar IoT (Internet of Things). Hal tersebut mulai terlihat dengan munculnya perangkat audio dan jam pintar yang mereka luncurkan. Saat ini, realme kembali meluncurkan sebuah perangkat Audio nirkabel yang berbentuk mungil. Perangkat tersebut adalah realme Buds Q.

Dalam mendesain bentuk Cobble dari Buds Q, realme bekerja sama dengan desainer José Lévy, yang terkenal dengan kerjasamanya bersama merek Hermès. Hasilnya adalah sebuah TWS pertama yang memang didesain seperti baru bulat cobbles yang cukup mungil.

Realme Buds Q

Realme Buds Q mengikuti hampir semua feature yang ada pada Buds Air. Dengan TWS (True Wireless Stereo) ini, pengguna bisa mendapatkan latensi yang rendah agar bisa bermain game tanpa adanya lag pada suara. Selain itu, pengguna juga bisa memakai voice command langsung dari TWS dan berbicara pada Google Assistant.

Realme Buds yang datang untuk saya uji memiliki warna hitam. Untuk spesifikasinya adalah sebagai berikut

 

Bobot 3.6 gram per earbuds, 35.4 gram case
Chipset R1Q Headphone Chip
Versi Bluetooth 5.0
Ukuran Driver ⌀10 mm dynamic
Dimensi 59,8 x 45 x 29,9 mm (case)
Kapasitas Baterai 400 mah (case), 40 mAh (buds)

Unboxing

Seperti inilah isi dari paket penjualan realme Buds Q

Realme Buds Q - Unboxing

Desain

Akhirnya, saya menemukan sebuah TWS yang bentuknya tidak seperti Airpods. Kenapa? Karena terus terang saja, model seperti Airpods sepertinya tidak cocok di kuping saya. Hal ini membuat posisi earphone menjadi terbuka sehingga suaranya tidak 100% masuk ke dalam telinga.

Bahan dari realme Buds Q terbuat dari plastik polikarbonat. Tidak seperti realme Buds Air yang memiliki case yang kokoh, Buds Q sepertinya cukup “kopong” saat diketuk. Entah apakah Buds Q tahan jika tertekan di celana belakang seseorang atau tidak. Namun yang pasti, ear buds-nya sendiri sepertinya lebih kokoh dari case-nya.

Realme Buds Q - Buds

Desain dari earbuds yang satu ini adalah in-ear. Hal ini berarti bahwa speaker yang ada akan tertutup dari suara luar. Tentu saja hal ini akan membuat suara menjadi lebih jelas dan penuh diterima oleh gendang telinga. Karetnya sendiri juga tidak licin, sehingga sangat nyaman saat dimasukkan ke dalam lubang telinga.

Pada setiap earbuds nya terdapat dua buah sensor dan sebuah speaker. Pada ujung bagian atas dari batangnya, terdapat sensor sentuh yang bisa diubah fungsinya melalui aplikasi Realme Link. Feature yang cukup menarik adalah gaming mode yang bisa diaktifkan dengan menekan kedua tombol sentuh selama 3 detik sampai berbunyi suara mobil. Dengan mengaktifkan gaming mode, latensi akan menurun menjadi 119 ms yang membuat suara nyaris tidak ada delay.

Pada case-nya, sudah terdapat baterai dengan kapasitas 400 mAh. Baterai yang ada pada case tersebut berguna untuk mengisi baterai yang ada pada earbuds-nya. Tidak ditemukan adanya tombol pada case-nya, sehingga mode pairing pun otomatis akan dinyalakan pada saat tidak terkoneksi ke bluetooth. Yang ditemukan hanyalah sebuah port microUSB pada bagian belakangnya untuk mengisi baterai.

Realme Buds Q - Port microUSB

Satu hal yang disayangkan adalah tidak ada indikator yang memberitahukan tingkat baterai pada case-nya. Lampu indikator yang ada hanya menyala pada saat dicolok untuk mengisi baterai. Namun untuk earbuds-nya sendiri, dapat dilihat tingkat baterainya dengan menggunakan aplikasi Realme Link.

Pengalaman Menggunakan

Seperti yang sudah beritahukan di atas bahwa kuping saya tidak cocok untuk TWS dengan model seperti Airpods. Dengan model In-ear seperti yang ada pada Buds Q, tentu membuat saya cukup senang karena tidak perlu repot untuk mengatur posisinya. Cukup masukkan karetnya ke dalam kuping, musik pun langsung terdengar tanpa gangguan suara dari luar.

Untuk menguji perangkat yang satu ini, saya menggunakan aplikasi Spotify Premium yang memakai kompresi Ogg Vorbis dengan bitrate 320 Kbps. Suaranya sendiri sudah cukup sulit dibedakan dengan FLAC yang menggunakan metode lossless compression.

Realme Buds Q - In Ear

Pertama kali saya mencoba realme Buds Q adalah dengan menggunakan lagu Dive dari Ed Sheeran. Hal pertama yang saya rasakan adalah suaranya yang terdengar datar. Bass yang terdengar cukup dominan, namun tidak terlalu “nendang”. Oleh karena itu, saya pun melakukan metode burn-in selama tiga hari.

Setelah tiga hari, saya mendengar perbedaan yang cukup besar. Suara bassnya menjadi lebih enak didengar serta tidak terdengar seperti tercampur. Bassnya sendiri menjadi “bulat” dan tidak pecah. Namun, suaranya masih belum bisa menandingi bass yang dikeluarkan oleh realme Buds Air.

Saat tulisan ini dibuat, saya memiliki dua pasang realme Buds Q, di mana yang satu masih baru dan satu pasang lagi yang sudah di burn-in selama tiga hari. Suaranya memang cukup berbeda antara keduanya. Walaupun metode ini dianggap mitos, saya merupakan orang yang percaya dengan mitos tersebut. Lha wong kedua pasang Buds Q-nya ada di depan saya, hehehe

Driver 10 mm yang dimiliki oleh realme Buds Q ternyata mampu menghasilkan suara vokal yang cukup jelas dan crisp. Suara high yang dihasilkan juga tidak berlebihan sehingga tidak “menusuk” telinga. Hal ini membuat saya suka menggunakannya untuk mendengarkan lagu rock dan metal karena nyaman.

Setelah mendengarkan selama beberapa hari, suara yang dihasilkan memang cukup bagus. Namun sekali lagi, suaranya masih kalah dari realme Buds Air saat posisinya benar. Apalagi pada saat digunakan untuk berolah raga, saya tidak merasa takut kedua earbuds akan terjatuh saat berlari. Realme Buds Q juga sudah memiliki sertifikasi IPX4 yang cukup aman terhadap cipratan air.

Realme Buds Q juga saya uji dengan melakukan panggilan melalui telepon dan FB Messenger Call. Kedua pengujian menghasilkan suara yang cempreng yang didengar oleh lawan bicara. Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan microphone yang ada pada Buds Q.

Realme Buds Q - Realme Link

Pengujian berikutnya adalah bermain game. Saya mencoba tiga buah game untuk menguji Buds Q. LifeAfter, CoDM, dan PUBG Mobile adalah game yang membutuhkan suara tanpa jeda agar bisa membantu memenangkan pertandingan.

Dengan mode game, saya hampir tidak menemukan adanya jeda suara. Suaranya pun juga terdengar dengan jelas, seperti langkah kaki dan suara desingan peluru. TWS ini memang cocok digunakan untuk bermain game. Namun, Game Mode akan menguras penggunaan baterai.

Dalam sekali charge, saya dapat menggunakan earbuds ini sampai sekitar empat jam. Namun dengan game mode, saya hanya bisa menggunakannya sampai sekitar 3 jam saja. Pengisian baterai buds-nya sendiri memakan waktu sekitar satu jam untuk penuh dari 0%.

Sayangnya karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat menguji apakah realme Buds Q dapat digunakan selama 20 jam atau tidak. Untuk case-nya sendiri dapat diisi ulang baterainya dari 0% hingga penuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. Tentunya, hal ini bisa dilakukan pada saat kita sedang mendengarkan lagu atau saat tidur malam.

Verdict

Harga TWS yang cukup mahal memang membuat beberapa kalangan berpikir ulang untuk memilikinya. Selain itu, TWS tidak resmi yang ada dipasaran memang memiliki harga yang murah, namun belum terbukti kualitas suaranya. Masalah ini ternyata dipecahkan oleh realme dengan mengeluarkan Buds Q.

Suara yang dihasilkan oleh realme Buds Q memang cukup baik. Apalagi dengan harga yang tidak mahal membuatnya menjadi salah satu TWS terbaik di kelasnya. Suara yang dikeluarkan cukup jelas, jernih, serta bass-nya cukup bersih.

Realme Buds Q - Open Box

Realme Buds Q juga cocok digunakan saat bermain game. Dengan fungsi game mode membuat suara yang keluar tidak lag seperti kebanyakan bluetooth earphone yang ada di pasaran. Suara yang jelas juga bisa menjadi andalan dalam bermain game first person shooter.

TWS yang satu ini dijual dengan harga yang memang cukup terjangkau, yaitu Rp. 399.000. Harga ini tentu saja setengah dari realme Buds Air yang sudah terlebih dahulu dijual di pasaran. Dengan fitur game mode, tentu saja membuat realme Buds Q menjadi memiliki harga yang murah.

Sparks

  • Harganya cukup terjangkau, hanya Rp. 399.000
  • Fitur latensi rendah Game Mode di harga yang murah
  • Suara yang cukup bagus
  • Hadirnya touch button pada setiap ear piece
  • Ringan
  • Dukungan aplikasi Realme Link

Slacks

  • Build dari case terasa ringkih
  • Tidak adanya indikator baterai dari case
  • Microphone saat menelpon menghasilkan suara cempreng

Panasonic Luncurkan Dua True Wireless Earphone Pertamanya

Panasonic resmi terjun ke ranah true wireless earphone lewat dua produk bernama RZ-S500W dan RZ-S300W. Diperkenalkan pertama kali di ajang CES pada bulan Januari lalu, kedua perangkat ini sebenarnya mengemas teknologi sekaligus desain yang serupa dengan produk dari sub-brand Panasonic, Technics EAH-AZ70W.

Di antara keduanya, S500W merupakan model unggulan berkat fitur active noise cancelling (ANC). Bukan sembarang ANC, melainkan yang bersifat hybrid, yang dipercaya mampu mengeliminasi suara pengganggu dari luar sekaligus dari dalam, sehingga isolasi suaranya benar-benar maksimal.

Intensitas noise cancelling-nya pun dapat disesuaikan hingga 50 tingkatan, dan Panasonic tidak lupa membekalinya dengan mode ambient yang berguna di saat pengguna hendak mengecek keadaan di sekitar tanpa perlu melepas earphone dari telinga.

S500W mengemas driver berdiameter 8 mm, dan baterainya diyakini mampu bertahan hingga 6 jam pemakaian (total 20 jam kalau dipadukan dengan daya sumbangan dari charging case-nya).

Panasonic RZ-S300W / Panasonic
Panasonic RZ-S300W / Panasonic

S300W di sisi lain tidak dilengkapi ANC, akan tetapi dimensinya luar biasa ringkas, dengan diameter tak lebih dari 17 mm. Meski mungil, S300W masih sanggup mengusung driver 6 mm beserta baterai yang mampu bertahan sampai 5 jam pemakaian (total 20 jam jika dipadukan case-nya).

Di luar absennya ANC, S300W mempunyai banyak kemiripan dengan kakaknya yang lebih mahal itu. Mulai dari bodi tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4, mikrofon berkualitas premium, kompatibilitas dengan Siri maupun Google Assistant (Alexa menyusul), sampai koneksi yang stabil berkat kemampuannya tersambung ke perangkat secara terpisah antara unit sebelah kiri dan kanan.

Di Amerika Serikat, Panasonic kabarnya bakal memasarkan RZ-S500W seharga $199 dan RZ-S300W seharga $129. Jadwal pemasarannya belum dipastikan, akan tetapi Panasonic sudah mulai menjualnya di dataran Eropa.

Sumber: Engadget.

Skullcandy Luncurkan 4 True Wireless Earphone dengan Integrasi Bluetooth Tracker Tile

Bluetooth tracker macam Tile sangatlah berguna untuk mencegah barang-barang seperti dompet atau kunci mobil hilang tak terlacak. Namun sekecil apapun suatu Bluetooth tracker, true wireless earphone hampir pasti selalu lebih kecil. Jadi daripada menggandengkan keduanya, kenapa tidak langsung mengintegrasikan teknologi tracker-nya ke earphone?

Itulah yang dilakukan Skullcandy. Mereka meluncurkan empat true wireless earphone baru, dan semuanya telah dibekali integrasi teknologi besutan Tile. Sebelum ini, sudah banyak brand teknologi yang mengintegrasikan Tile pada produk buatannya, namun ini merupakan pertama kalinya Tile ditanamkan ke produk sekecil true wireless earphone.

Skullcandy Push Ultra / Skullcandy
Skullcandy Push Ultra / Skullcandy

Memangnya seistimewa apa integrasi Tile di true wireless earphone? Well, yang pasti jauh lebih kapabel daripada fitur find device yang mulai banyak ditawarkan true wireless earphone. Yang paling utama, keempat earphone Skullcandy ini tetap bisa dilacak lokasinya walaupun sedang dalam posisi tidak menyala.

Fitur find device bawaan perangkat lain masih belum secanggih itu. Pada umumnya, perangkat hanya bisa dilacak lokasinya apabila dalam posisi menyala, di luar charging case-nya, dan tidak terlalu jauh dari lokasi pengguna. Integrasi Tile di sisi lain memungkinkan perangkat agar dapat dilacak meski tertinggal jauh sekalipun dengan memanfaatkan jaringan pengguna Tile yang tersebar luas.

Skullcandy Indy Evo / Skullcandy
Skullcandy Indy Evo / Skullcandy

Juga tidak kalah penting adalah fakta bahwa teknologi tracking Tile ini ditanamkan ke setiap unit, yang artinya kita dapat melacak lokasi masing-masing earphone secara terpisah – di aplikasi Tile, pengguna akan melihat dua unit yang berbeda.

Earphone-nya sendiri ditujukan untuk skenario penggunaan yang berbeda. Yang paling mahal, Skullcandy Push Ultra ($100), diprioritaskan untuk konsumen yang selalu aktif berkat ear hook yang fleksibel dan sertifikasi ketahanan air IP67. Baterainya bisa tahan sampai 6 jam penggunaan, sedangkan charging case-nya bisa menyuplai 34 jam daya ekstra (total 40 jam).

Skullcandy Sesh Evo / Skullcandy
Skullcandy Sesh Evo / Skullcandy

Alternatifnya, ada Skullcandy Indy Fuel ($100) dan Indy Evo ($80) yang mengadopsi desain ala AirPods. Keduanya sama-sama mengusung sertifikasi IP55 dan daya tahan baterai 6 jam (total 30 jam bersama charging case-nya), tapi cuma Indy Fuel yang mendukung wireless charging seperti Push Ultra.

Terakhir, Skullcandy Sesh Evo ($60) menawarkan desain yang paling minimalis sekaligus ringkas, tapi tetap dengan sertifikasi IP55. Baterainya juga tahan sampai 6 jam, tapi ditotal cuma 24 jam bersama charging case-nya. Juga seperti Indy Evo, case-nya tidak mendukung wireless charging.



Sumber: Engadget dan The Verge.