OUE Limited Akuisisi 17,2% Saham Multipolar, Ingin Dorong Bisnis Digital di Indonesia

Perusahaan pengembang properti berbasis di Singapura, OUE Limited mengakuisisi 17,2% saham milik PT Multipolar Tbk (MLPL) dengan nilai Rp1 triliun (sekitar $70 juta). Aksi korporasi ini dilakukan untuk mendorong bisnis digitalnya di Indonesia.

Transaksi ini disepakati melalui perjanjian jual-beli atau sale and purchase agreement (SPA). Dalam proses pengajuan di bursa Singapura, OUE akan mencaplok sebanyak 2,5 miliar saham Multipolar di harga Rp400 per lembar saham. Harga ini terbilang premium di kisaran 11,1% dibandingkan harga penutupan per 17 Desember 2021.

“Transaksi ini akan memberikan kesempatan bagi OUE untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia, yang mana seluruh portofolio bisnisnya berada di intersection dari sektor teknologi dan consumer,” ungkap OUE Corporate Secretary Kelvin Chua seperti dikutip dari DealStreetAsia.

Untuk mengakuisisi Multipolar, OUE akan membeli saham PT Inti Anugerah Pratama (IAP), perusahaan investasi yang dimiliki Stephen Riady dan James Riady. IAP akan memegang sebesar 8,97 miliar saham Multipolar, mewakili 55,1% dari total saham perusahaan.

Sebagai informasi, Stephen merupakan pengendali saham di OUE Limited, yang merupakan pemilik, pengembang properti dan pengelola real-estate di kawasan Asia. Stephen Riady juga menggenggam 40% saham di IAP, serta menduduki posisi sebagai Executive Chairman dan Group Chief Executive Officer.

Sementara, Multipolar merupakan anak perusahaan konglomerasi raksasa Lippo Group. Sebelumnya, CEO Lippo Karawaci John Riady sempat mengungkap minatnya untuk menempatkan Multipolar di barisan depan untuk mendongkrak bisnis di sektor teknologi dan investasi di grup.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2021, Multipolar berhasil meraup keuntungan sebesar Rp88 miliar, dari kerugian besar Rp675 miliar di periode sama tahun lalu. Namun, perusahaan mencatat penurunan pendapatan dari Rp7,4 triliun dari sebelumnya Rp7,6 triliun.

Rebranding Multipolar

Aksi korporasi di atas mengindikasikan upaya Lippo Group untuk menempa bisnis teknologi dan investasi lebih agresif di tahun depan. Ditambah, kelanjutan dari kemitraan strategis Multipolar usai GoTo mengakuisisi perusahaan jaringan ritel modern PT Matahari Putra Prima (IDX: MPPA) pada Oktober lalu.

Baru-baru ini, Multipolar juga mengumumkan wajah barunya dengan nama “MPC“. Rebranding ini dilakukan sekaligus untuk mempertajam strategi dan fokus perusahaan di sektor ekonomi digital. Group CEO MPC Adrian Suherman mengungkapkan akan menggenjot investasi baru di area futuristik yang berfokus pada empat sektor utama, yaitu ritel, teknologi, kesehatan, dan bank digital di 2022.

Multipolar telah menanamkan investasi strategis di sejumlah startup melalui kendaraan investasi milik Lippo Group, Venturra Capital. Beberapa di antaranya adalah OVO, Sociolla, dan Ruangguru. Hingga saat ini, MPC telah berinvestasi di lebih dari 50 perusahaan teknologi di Indonesia.

Mengacu laporan e-Conomy SEA 2021 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Co, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai $70 miliar di 2021.

Investasi ke Startup Myanmar, UMG Idealab Nilai Ekosistem di Sana Mirip Indonesia Delapan Tahun Lalu

UMG Idealab, Corporate Venture Capital (CVC) milik UMG Group, mengumumkan investasi tahap awal (seed) terhadap Zay Chin, startup online grocery di Myanmar. Adapun nilai investasinya tidak dapat disebutkan.

Zay Chin membidik posisinya sebagai platform terdepan untuk membantu para profesional muda dan ibu rumah tangga (IRT) di Myanmar dalam mencari kebutuhan pokok sehari-hari di pasar tradisional maupun pasar basah.

“Meskipun jumlah minimart dan pusat perbelanjaan terus bertambah di Myanmar, kami melihat kebutuhan para IRT di pasar tradisional tetap tinggi,” ucap CEO Zay Chin Kyaw Kyaw dalam keterangan resminya.

Sementara, Founder dan Executive Chairman UMG Idealab Kiwi Aliwarga menyebutkan investasi ini sejalan dengan strateginya untuk masuk ke pasar digital Myanmar. “Keputusan kami bersinergi dengan Zay Chin memungkinkan kami melanjutkan ekspansi di bisnis digital Myanmar,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Kiwi juga mengungkapkan bahwa pendanaan ini akan memperkuat upaya ekspansi operasional dan jaringan Zay Chin di Myanmar, terutama lewat kolaborasinya dengan BeeXprss sebagai partner last mile di Myanmar.

“Kesepakatan ini, untuk sekarang, akan fokus untuk pasar Myanmar dulu. Namun, dalam beberapa tahun ke depan, mereka [Zay Chin] akan ekspansi ke beberapa negara lain, yaitu Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Indonesia,” ungkap Kiwi kepada DailySocial.

Menurutnya, jika dibandingkan dengan Indonesia, ekosistem digital di Myanmar masih berada di tahap awal. Bisa dibilang ada gap delapan tahun dari sisi pengembangan. Dengan kata lain, ekosistem digital Myanmar sekarang sama seperti kondisi di Indonesia pada 2012 lalu. Namun, ia meyakini ekonomi digital di Myanmar akan berkembang cepat.

Sebagaimana diketahui, Kiwi Aliwarga merupakan konglomerat Myanmar asal Indonesia yang menginisiasi berdirinya UMG Idealab. Sejak 2016, UMG Idealab telah menyuntik pendanaan ke lima portofolio yang terdiri dari 2 startup teknologi, 1 UKM, dan 2 venture builder.

UMG Idealab menargetkan 5 sampai 15 portofolio dalam satu tahun. Ada tiga target utama yang dibidik melalui investasi ini, yaitu melawan perubahan iklim, mengurangi ketidaksetaraan pendapatan, dan mendorong bisnis UKM dengan teknologi. Kiwi mencontohkan layanan di sektor pendidikan dan kesehatan di Myanmar menggunakan teknologi berbasis IoT dan AI.

“Ada beberapa [portofolio] di pipeline kami, tapi closing di bulan ini bukan dari Indonesia dan Myanmar. Kami sudah mencapai kesepakatan tahap final dan kami akan umumkan pada akhir September ini.” Tutupnya.

idEA Under a New Successor, to Strengthen the Digital Economy Ecosystem

The Indonesian E-commerce Association (idEA) appointed Bima Laga as the new Chairman for the 2020-2022 management period, replacing the last one, Ignatius Untung. Bima currently serves as AVP of Public Policy and Government Relations at Bukalapak.

While at the association, he has joined the two previous management. First, as the Head of Tax, Cybersecurity, Infrastructure. Second, as Chair of Indonesia’s Digital Economy. Armed with his previous experiences, he wants to strengthen the digital economy and keep it as the focus of idEA’s work during his realm.

In a virtual interview with a limited number of media last week (4/9), Bima said that he wanted to achieve the mission to maintain the existence of idEA as an association in the digital economy, as a partner of the government and regions in the planning of regulations in the creation of Indonesian business climate.

Next, expand the opportunities for micro, small, and medium businesses to take advantage of the digital platform by facilitating onboarding activities and digital sales training. Another mission is to make idEA an independent and open association as a space for all lines of digital economy business.

“In the short term, we want to help make it easier for MSMEs onboarding to digital platforms, that’s one of them. For the long term, we want the marketplace to compete at the international level, therefore, exports will be much easier,” he explained.

In order to harmonize these missions, Bima arranged the management of idEA under 10 working groups (pokja). Each will represent issues and solutions to problems in the digital economy. The 10 working groups are a.l. trade and export sector, data and cybersecurity sector, consumer protection sector, MSME empowerment sector and creative economy, research, and development sector.

Next, the field of taxation and financial technology, the field of logistics and transportation, the field of manpower and human resources, the field of local government relations, and the field of public communication.

Basically the working group was much more detailed and specific than the previous management under Untung. At that time, Untung divided it into four, government relations, external relations, internal relations, and business development & supporting services.

Moreover, the preparation of this work program on these two management offices is a form of the widening focus of idEA’s work which is no longer just an association for e-commerce players, but for the digital economy. The membership contains not only by e-commerce players but also by verticals in other technology industries.

Bima will continue several programs that have been implemented during his previous management to support the plans he has made. One of them is the idEA Works job fair program to attract more digital talents in vocational schools who are ready to work and in accordance with industry needs.

In this regard, he continued, the association is in discussion with the edtech players to collaborate in order to support the mission of preparing new talents. Especially during this pandemic, the entire process of absorbing new workers has shifted to a digital platform. Therefore, talents must be prepared from the start.

“During the pandemic, according to BPS, the still-growing industries are pharmaceuticals and technology. The rest is minus, it means that the technology industry is promising and there is momentum for a rebound. ”

In terms of strengthening regulations such as PP Number 80 of 2019 concerning Trade Through Electronic Systems (PP PMSE), Bima said that his team would continue to oversee its implementation and participate in delivering more effective input. Cyber ​​issues and consumer data protection have recently become sensitive issues and need to be addressed immediately.

During this pandemic, associations played a role in encouraging MSMEs to go digital. You do this by actively holding online workshops that provide beneficial education and mobilizing the National Proud Movement of Indonesia (Gernas BBI). On this occasion, during the May-August 2020 period, it was said that there were 1.6 million new entrepreneurs who joined.

“This is a program of economic recovery by shopping. If people buy local products, then we can move the economy, regardless of what products they buy. The hope is that this will become a sustainable activity and become a roadmap for the country’s economic recovery in the future,” Bima concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

idEA di Bawah Pimpinan Baru, Kembali Lanjutkan Penguatan Ekosistem Ekonomi Digital

Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menunjuk Bima Laga sebagai Ketua Umum baru untuk kepengurusan periode 2020-2022, menggantikan Ignatius Untung yang telah berakhir. Bima saat ini menjabat sebagai AVP of Public Policy and Government Relation di Bukalapak.

Sementara di asosiasi, dia sudah bergabung dalam dua kepengurusan sebelumnya. Pertama, sebagai Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur. Kedua, sebagai Ketua Bidang Ekonomi Digital Indonesia. Berbekal dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, ia ingin menuangkan penguatan ekonomi digital sebagai fokus kerja idEA selama masa kepemimpinannya.

Dalam wawancara terbatas secara virtual bersama sejumlah media pada pekan lalu (4/9), Bima mengatakan misi yang ingin dicapai adalah mempertahankan eksistensi idEA sebagai asosiasi di bidang ekonomi digital sebagai mitra pemerintah dan daerah dalam perumusan regulasi dan pembentukan iklim usaha di Indonesia.

Lalu, memperluas peluang usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memanfaatkan platform digital dengan memfasilitasi kegiatan onboarding dan pelatihan penjualan secara digital. Misi lainnya adalah menjadikan idEA sebagai asosiasi yang independen dan terbuka sebagai bernaungnya semua lini bisnis ekonomi digital.

“Untuk jangka pendeknya, kami ingin bantu permudah UMKM onboarding ke platform digital, itu salah satunya. Kalau untuk jangka panjang, kami ingin marketplace bisa bersaing di tingkat internasional, sehingga ekspor jauh lebih mudah,” terangnya.

Untuk menyelaraskan misi-misinya tersebut, Bima menyusun kepengurusan idEA di bawah 10 kelompok kerja (pokja). Masing-masingnya akan mewakili isu-isu dan pemecahan masalahnya di dalam ekonomi digital. 10 pokja tersebut a.l. bidang perdagangan dan ekspor, bidang data dan keamanan siber, bidang perlindungan konsumen, bidang pemberdayaan UMKM dan ekonomi kreatif, bidang riset dan pengembangan.

Berikutnya, bidang perpajakan dan teknologi finansial, bidang logistik dan perhubungan, bidang ketenagakerjaan dan SDM, bidang hubungan pemerintah daerah, dan bidang komunikasi publik.

Pada dasarnya pokja tersebut jauh lebih rinci dan spesifik dari kepengurusan sebelumnya di bawah Untung. Pada waktu itu, Untung membaginya jadi empat, yakni government relation, external relation, internal relation, dan business development & supporting service.

Terlebih itu, penyusunan program kerja ini pada dua kepengurusan ini adalah bentuk dari meluasnya fokus kerja idEA yang tak lagi sekadar asosiasi untuk pemain e-commerce saja, melainkan untuk ekonomi digital. Pasalnya dalam keanggotaannya juga tidak hanya diisi oleh pemain e-commerce tapi juga vertikal di industri teknologi lainnya.

Bima akan melanjutkan beberapa program yang sudah dijalankan semasa kepengurusan sebelumnya untuk mendukung rencana-rencana yang sudah ia buat. Salah satunya adalah program job fair idEA Works untuk menjaring lebih banyak talenta digital di SMK yang siap kerja dan sesuai dengan kebutuhan industri.

Berkaitan dengan itu, sambungnya, asosiasi sedang berdiskusi dengan pemain edtech untuk berkolaborasi dalam rangka mendukung misi persiapan talenta baru. Terlebih dalam masa pandemi ini, seluruh proses penyerapan tenaga kerja baru mengalami pergeseran ke platform digital. Oleh karenanya, talenta harus dipersiapkan sedari awal.

“Selama masa pandemi, menurut BPS, industri yang masih tumbuh adalah farmasi dan teknologi. Selebihnya minus, artinya industri teknologi ini menjanjikan dan ada momentum untuk rebound.”

Dari segi penguatan regulasi seperti PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE), Bima menyebutkan pihaknya akan terus mengawal implementasinya dan turut berpartisipasi dalam menyampaikan masukan yang lebih efektif. Isu siber dan perlindungan data konsumen belakangan ini menjadi isu yang sensitif dan perlu penanganan segera.

Selama pandemi ini, asosiasi turut berperan dalam mendorong UMKM untuk go digital. Caranya dengan aktif menggelar workshop online yang memberi edukasi manfaat dan menggerakkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Dalam kesempatan tersebut, selama periode Mei-Agustus 2020 dikatakan ada 1,6 juta pengusaha baru yang bergabung.

“Ini adalah program pemulihan ekonomi dengan berbelanja. Bila masyarakat beli produk lokal, maka kita bisa menggerakkan ekonomi, terlepas dari apapun produk yang dibeli. Harapannya ini akan jadi kegiatan berkelanjutan dan jadi roadmap untuk pemulihan ekonomi negara ke depannya,” tutup Bima.

Industri E-Commerce Keluar dari DNI di Paket Kebijakan Ekonomi Edisi XVI

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi tahap XVI pada minggu ketiga November 2018. Di dalamnya ada beberapa kebijakan yang berkaitan dengan industri digital dan teknologi, di antaranya adalah pemberian tax holiday untuk bidang usaha ekonomi digital dan penghapusan bidang usaha Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos dan Internet dari DNI (Daftar Negatif Investasi).

Di dalam paket kebijakan tersebut pemerintah mengeluarkan 54 bidang usaha dari DNI. Meskipun demikian, dari 54 bidang tersebut baru 28 bidang usaha yang sudah pasti, sisanya Kemenko masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Komunikasi dan informasi.

Konfirmasi yang dimaksud adalah terkait dengan KBLI (Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia) dan persyaratan.

Keluarnya bidang usaha Perdagangan Eceran Melalui Pos dan Internet dari DNI memungkinkan bidang tersebut menerima PMA (Penanaman Modal Asing) hingga 100%.

Di tahun 2016 silam pemerintah mengeluarkan Perpres 44/2016 yang juga relaksasi dan keterbukaan bidang usaha yang diatur dalam DNI. Kebijakan tersebut akhirnya menghasilkan peningkatan minat investasi PMA sebesar 108% dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) meningkat 82,5% dalam 2 tahun.

Dalam dokumen paket kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian disebutkan bahwa kebijakan DNI 2018 dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing yang dapat menjadi selling point dalam memperluas sumber investasi baru dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat.

Di dalamnya termasuk mendorong penyebaran investasi melalui kawasan-kawasan ekonomi, menyederhanakan dan memperjelas ketentuan pelaksanaan DNI dan melakukan pengawalan pelaksanaan investasi. Perubahan DNI 2018 ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan perluasan investasi langsung secara signifikan, meningkatkan kemampuan UMK, UMKM dan Koperasi, juga diharapkan bisa memproduksi produk baru yang memiliki jaringan pasar internasional.

Tax holiday untuk industri ekonomi digital

Paket Kebijakan Ekonomi tahap XVI juga berisi tentang pemberian tax holiday di dua sektor usaha, yakni sektor pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan, dan sektor ekonomi digital.

Keduanya bergabung dengan belasan sektor lain yang sudah lebih dulu mendapat tax holiday di paket kebijakan ekonomi edisi sebelumnya. Berikut kutipan salah satu pokok kebijakan mengenai tax holiday di Paket Kebijakan Ekonomi tahap XVI.

Perluasan sektor usaha yang dapat diberikan fasilitas tax holiday meliputi:

  1. penambahan dua sektor usaha (yaitu sektor industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan; serta sektor ekonomi digital); dan
  2. penggabungan dua sektor usaha dalam PMK Nomor 35/PMK.010/2018 (yaitu sektor komponen utama komputer dan sektor komponen utama smartphone menjadi sektor komponen utama peralatan elektronika/telematika). sehingga jumlah sektor usaha yang dapat diberikan tax holiday berubah dari 17 sektor usaha menjadi 18 sektor usaha.

Resmikan Kepengurusan Baru, idEA Fokus ke Pengembangan Ekonomi Digital

Pasca terpilihnya Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung sebagai  Ketua Umum idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) untuk masa bakti 2018-2020, idEA secara resmi memperkenalkan kepengurusan yang baru dan menyampaikan sejumlah rencana yang akan dijalankan.

Salah satu fokus utama idEA saat ini adalah mengubah konsep asosiasi yang dulunya hanya fokus ke layanan e-commerce. Kini mereka memfasilitasi semua bisnis ekonomi digital, bahkan di luar layanan e-commerce. Termasuk yang dicakup adalah sharing economy, on demand service, health technology, agriculture, internet of things, game, content. Istilah yang nantinya akan diterapkan adalah Digital Economy Association.

Perubahan tersebut dianggap relevan dilakukan idEA untuk kebutuhan yang akan datang. Di kepengurusan kali ini, Asosiasi e-commerce Indonesia memiliki visi mengakselerasi keberpihakan terhadap industri ekonomi digital.

“Secara khusus idEA ingin mengajak stakeholder untuk berpihak kepada teknologi digital. Bukan cuma fokus kepada layanan e-commerce, tapi juga semua pihak terkait yang masuk dalam ekonomi digital,” kata Untung.

Kepengurusan periode ini akan lebih comprehensive mendorong kedaulatan ekonomi yang bertumpu pada ekonomi digital, meliputi pendampingan pemerintah dalam penciptaan aturan dan iklim bisnis yang mendukung tumbuh kembang industri ekonomi digital.

Membuat portal komunitas

Fokus lain yang akan dilancarkan idEA adalah membentuk sebuah wadah berbentuk komunitas, agar perusahaan teknologi, termasuk di dalamnya pekerja, bisa bertemu dan melakukan diskusi. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kompetisi sengit antar perusahaan. Di sisi lain, startup juga bisa dengan mudah menemukan talenta yang dibutuhkan berdasarkan rekomendasi sesama pekerja.

“Dari pengalaman saya pribadi bekerja di portal properti, banyak sekali benturan dan persaingan bisnis. Melalui komunitas ini harapannya semua bisa didiskusikan, agar persaingan bisa berjalan lebih positif,” kata Untung.

idEA juga secara khusus akan melakukan consumer research, market education, public relation dan market research. Harapannya kegiatan ini bisa membantu regulator mengumpulkan data dan melakukan sosialisasi ke pelaku usaha.

“Tentunya tantangan kami dari idEA adalah mengumpulkan data transaksi yang akurat dan lengkap dari layanan e-commerce. Bersama BPS diharapkan hal tersebut bisa memberikan hasil lebih cepat,” kata Untung.

Mengeluarkan standarisasi layanan e-commerce

Ketua Umum idEA Ignatius Untung
Ketua Umum idEA Ignatius Untung

Meneruskan program yang diusung sejak kepemimpinan Daniel Tumiwa, yaitu standarisasi layanan e-commerce, layanan e-commerce bisa mendapatkan peringkat atau grade berdasarkan rekomendasi dan standarisasi yang dikeluarkan idEA, termasuk soal pembelian dan pengantaran.

Masih dalam tahapan sosialisasi dan diskusi, peringkat atau grade tersebut akan terbagi menjadi grade A, B, C.

“Misalnya ketika pembeli melakukan pembelian hingga pengiriman, seberapa cepat respon dari penjual hingga barang tiba di rumah. Semua proses tersebut bisa masuk dalam standarisasi idEA,” kata Untung.

Layanan e-commerce bisa mengajukan standarisasi tersebut kepada idEA, namun mereka tidak memaksa semua layanan e-commerce untuk comply dengan standarisasi yang nantinya akan serupa konsep ISO (International Organization for Standardization). Targetnya hingga tahun 2020, sosialisasi dan pembagian kategori standarisasi tersebut bisa final.

Hal lain yang menjadi fokus idEA adalah penerapan tarif bawah. idEA akan memonitor adanya pemberian subsidi dari layanan e-commerce terkait penjualan produk impor dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya di pasaran.

Jika terbukti memberikan subsidi, layanan tersebut akan diperiksa, apakah masih memberikan keuntungan atau merugi. Di sisi lain, kegiatan ini bisa meminimalisir kegiatan pemberian subsidi yang makin masif di kalangan layanan e-commerce di Indonesia.

“Pada dasarnya tidak ada layanan e-commerce hingga transportasi online yang ingin memberikan subsidi. Namun semakin ketatnya persaingan menjadikan kegiatan ini tidak bisa dihindari. Untuk itu idEA akan melakukan monitoring dan memastikan semua bisnis tetap mendapatkan keuntungan dan tentunya tidak merugi dengan memberikan subsidi tersebut,” kata Untung.

Riset FEB UI: Go-Jek Sumbang Rp9,9 Triliun untuk Ekonomi Indonesia

Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) menunjukkan Go-Jek telah berkontribusi sebesar Rp9,9 triliun per tahun untuk perekenomian Indonesia. Angka ini bila dijabarkan berasal dari kontribusi penghasilan mitra pengemudi Go-Jek sebesar Rp8,2 triliun dan mitra UMKM untuk Go-Food sebesar Rp1,7 triliun.

Secara bulanan diperkirakan mitra pengemudi memberikan tambahan Rp682,6 miliar sejak mereka bergabung dengan Go-Jek. Bagi mitra pengemudi, penambahan tersebut selaras dengan peningkatan pendapatan sebesar 44% yang dirasakan mitra.

Dipaparkan lebih jauh, pendapatan rata-rata mitra pengemudi mencapai Rp3,31 juta dalam sebulannya. Sedangkan untuk mitra pengemudi penuh waktu sebesar Rp3,48 juta atau 1,25 kali lebih besar dari rata-rata upah minimum kota di 9 wilayah survei sebesar Rp2,8 juta.

“Mitra pengemudi merasa bahwa kualitas hidupnya lebih baik (80%) dan jauh lebih baik (10%) setelah bergabung dengan Go-Jek,” terang Peneliti LD FEB UI Paksi C.K Walandaow, Kamis (22/3).

Paksi melanjutkan dari penghasilan yang diperoleh mitra, mereka merasa puas (70%) dan sangat puas (16%). Mereka juga merasa puas (74%) dan sangat puas (23%) dengan fleksibilitas yang didapat. Berkat hubungan kemitraan dengan Go-Jek, mitra juga merasa diuntungkan (47%) dan sangat diuntungkan (5%).

Bila dilihat dari dampak sosial lainnya seperti penekanan jumlah pengangguran, disebutkan bahwa sebanyak 15% mitra pengemudi yang bergabung sebelumnya tidak memiliki pekerjaan.

Dari demografi lainnya, mitra pengemudi yang berasal dari lulusan SMA (75%), perguruan tinggi (15%), usia produktif 20-39 tahun (77%). Lalu, berstatus kerja penuh waktu (65%) dan memiliki tanggungan dua orang atau lebih (78%).

“Dengan fleksibilitas waktu yang ditawarkan Go-Jek, mereka bisa berkumpul dengan keluarga dan memanfaatkan waktu lainnya untuk melakukan hal lainnya.”

Penjabaran untuk mitra UMKM dan konsumen

Go-Jek ingin merajai sektor on-demand di Asia Tenggara / Go-Jek
Go-Jek ingin merajai sektor on-demand di Asia Tenggara / Go-Jek

Bagi mitra UMKM, diperkirakan ada penambahan ekonomi nasional sebesar Rp138,6 miliar per bulannya. Sebanyak 76% mitra UMKM mengaku tidak melayani pengiriman pesan antar, dan 70% mitra UMKM terjun go online karena Go-Jek.

Dijabarkan produk Go-Jek yakni Go-Food membantu meningkatkan kesempatan usaha bagi mitra UMKM yang baru berdiri (57% baru memulai usaha di tahun 2016/2017). Dari segi peningkatan bisnis, 82% mitra UMKM mengaku dapat beroperasi lebih efisien dan mendapatkan pangsa pasar lebih besar dan 30% pengurangan biaya mitra UMKM. Sebanyak 43% mitra UMKM mengaku mengalami kenaikan omzet pasca bergabung dengan Go-Jek.

Mereka juga merasa setelah bergabung, 30% merasa diuntungkan dengan menjadi mitra dan 64% merasa diposisikan setara.

“Go-Jek membuka akses pasar, ini paling penting untuk UMKM. Sebab salah satu masalah UMKM adalah akses pasar.”

Di sisi lain bagi konsumen, sebanyak 89% konsumen menyatakan bahwa Go-Jek telah memberikan dampak yang agak baik s.d sangat baik bagi masyarakat secara umum. 78% konsumen merasa jika Go-Jek berhenti beroperasi akan membawa dampak agak buruk s.d sangat buruk bagi masyarakat.

Berdasarkan skala usia konsumen Go-Jek didominasi oleh masyarakat di usia produktif (77% usia 20-39 tahun), berpendidikan tingkat SMA ke atas (96%), dan berasal dari kelas menengah dan menengah ke bawah (rata-rata pengeluaran per bulan Rp2,55 juta), dan 68% konsumen adalah perempuan.

Metode riset

Kepala LD FEB UI Turro S. Wongkaren menuturkan Go-Jek menjadi pihak sponsor yang turut berpartisipasi dalam riset ini. Perusahaan tersebut bertindak sebagai sumber data responden yang bisa ditelusuri lebih dalam oleh tim LD FEB UI. Hanya saja, diklaim Go-Jek tetap netral terhadap hasil akhirnya, meski jika hasilnya negatif.

“Dalam menyelenggarakan riset apapun, kami butuh sumber data makanya harus bekerja sama. Kami sumbang tenaga, pikiran, dan sumber daya, sedangkan Go-Jek bertindak sebagai sumber data. Independensi tetap kami jaga, di awal kesepakatan sudah diterangkan apapun hasil akhirnya harus tetap diterima,” ujar Turro.

Dia menerangkan riset ini dilakukan sepanjang Oktober-Desember 2017 terhadap 3.315 mitra pengemudi yang bekerja selama 10 jam per harinya, 806 mitra UMKM, dan 3.465 konsumen. Lokasinya terbagi jadi 9 wilayah, yaitu Bandung, Bali, Balikpapan, Jabodetabek, Yogyakarta, Makassar, Medan, Palembang, dan Surabaya.

Di setiap wilayah hanya diambil sampel 330 mitra pengemudi, 80 mitra UMKM, 340 konsumen yang aktif dalam satu bulan terakhir. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan wawancara tatap muka yang menggunakan metode sampling pencuplikan acak murni dengan margin of error +/-5%.

“Kami sangat konservatif dalam mengambil sampel, makanya kami pakai rentang tengah tidak mengambil rentang atas ataupun bawah. Masih banyak sebenarnya yang bisa kita gali selain dampak ekonomi dan sosialnya, misalnya dampak negatif dari kehadiran Go-Jek bagi bisnis konvensional. Tapi terbentur karena tidak ada data yang valid untuk sumbernya,” pungkasnya.

Indonesia Ajak India Bentuk Ekosistem Ekonomi Digital

Untuk mengakselerasi target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 mendatang, kini pemerintah berencana untuk mengajak kerja sama dengan India di bidang pengembangan ekonomi digital dan layanan e-commerce.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas T Lembong mengatakan peluang Indonesia untuk bisa bekerja sama dengan India cukup besar dan sangat prospektif, mengingat kedua negara sedang mengalami perkembangan pesat di bidang tersebut.

Dia juga menilai beberapa perusahaan digital seperti Tokopedia, Traveloka, dan Go-Jek jadi contoh yang cukup sukses di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di India, banyak perusahaan digital yang cukup sukses lahir di sana.

Tak hanya itu, Lembong melihat sejumlah perusahaan e-commerce lokal telah menggunakan jasa programmer dan coder yang didatangkan langsung dari Negeri Bollywood tersebut. Tujuannya untuk memecahkan permasalahan utama kekurangan talenta yang sesuai kebutuhan industri.

“Indonesia sedang mengalami kekurangan programmer tatkala pertumbuhan ekonomi digital di negara ini sedang booming. Hal yang sama juga terjadi di India, tapi permasalahan ini bisa mereka atasi,” ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Menurut Lembong, kerja sama dengan India bisa dijalankan sepenuhnya karena India sudah memiliki pengalaman lebih banyak mengenai pengembangan teknologi informasi (TI). Ia menilai kerja sama seperti ini akan sangat prospektif bagi Indonesia.

Go-Jek menjadi contoh

Go-Jek jadi salah satu startup digital yang belakangan ini rajin mengakuisisi sekaligus mempekerjakan (acquihire) talenta asal India. Malah, niatan pihak Go-Jek makin besar setelah meresmikan kantornya perwakilannya di sana dengan nama GoProducts Engineering India LLC.

CEO Go-Jek Nadiem Makariem bilang pembukaan kantor ini erat kaitannya dengan pengembangan layanannya. Pasalnya, sebagian programmer Go-Jek berasal dari India. CTO Go-Jek juga kerap menjalin komunikasi dengan developer di sana, sehingga kantor barunya tersebut diharapkan pengembangan layanan ride sharing bisa lebih cepat dilakukan.

Pembukaan kantor di India juga diharapkan jadi langkah mencari bibit-bibit baru developer dan menjadi pusat pelatihan untuk seluruh engineer Go-Jek, baik dari India maupun Indonesia.

“Kami telah melihat bagaimana kolaborasi dan berbagi pengetahuan antara engineer kami di Indonesia dan India. Hal tersebut telah bantu mempercepat inovasi produk, data mining, dan meningkatkan pengalaman konsumen di Go-Jek,” katanya dikutip dari Detik.

Setidaknya tahun ini Go-Jek sudah mengakuisisi empat perusahaan dari India. Pianta, perusahaan yang bergerak di bidang home healthcare. Dua startup konsultan teknologi C42 dan CodeIgnition. Terakhir, startup pengembangan produk LeftShift.