iPrice’s CEO Reveals Strategic Plans, Including Series C Fundraising

The e-commerce aggregator platform iPrice Group received another funding worth $1.5 million or equivalent to 21.5 billion Rupiah, led by South Korean food-tech company Woowa Brothers. iPrice Group’s CEO Paul Brown-Kenyon said to DailySocial that this fresh fund strengthens the company’s position as a support role of e-commerce services in Southeast Asia. This funding is also projected to smooth the company’s plan to continue raising series C funds.

“Our long-term vision is to become an e-commerce companion for the Southeast Asia region. Our target for this funding is that iPrice is moving towards a series C funding round; also to refine products and accelerate partnerships. Under current plans, we want to achieve profitability within 2-3 years ahead.”

iPrice is on a mission to bring a higher level of transparency, convenience and trust to consumers in Southeast Asia to help them save money when shopping online. Utilizing the web platform, users can immediately access 6 billion offers on more than 2 million sellers on one channel.

Previously, in March 2020 the iPrice Group secured funding worth $10 million, equivalent to Rp141 billion. Meanwhile, in September of the same year, iPrice received another fresh funds with an undisclosed amount. This funding is a continuation/addition to the series B funding received last March. The investor involved in this funding is JG Digital Equity Ventures, Inc.

Business plan in Indonesia

Regarding the iPrice Group plans in Indonesia, Paul emphasized that this has become the most important market for them. The company already made a product discovery, price comparison and coupon business that helps millions of consumers find the best deals online every month.

In the future, the company has bigger aspirations and a clear roadmap to improve its products in Indonesia. Starting from the quality of the product catalog, the information presented to users, and developing additional services to help users.

“The funds will help us carry out our roadmap execution faster, as well as launch new partnerships to expand our product range,” Paul said.

The disruption due to pandemic happened to iPrice. However, in many ways, iPrice claims to be in a lucky position during the pandemic. It is including the PSBB and WFH regulations which have encouraged more online shopping activities.

“We’ve seen strong growth since the series B fundraising at the end of last year. In addition to a 60% increase in website traffic on the platform, we are also seeing higher interest from media partners, e-wallets, telecommunications companies, super apps, and other companies. who want to bring the convenience of online shopping for their users,” Paul concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CEO iPrice Beberkan Sejumlah Rencana Strategis, Termasuk Penggalangan Dana Seri C

Platform agregator e-commerce iPrice Group kembali mengantongi pendanaan senilai $1,5 juta atau setara 21,5 miliar Rupiah yang dipimpin oleh perusahaan food-tech asal Korea Selatan, Woowa Brothers. Kepada DailySocial, CEO iPrice Group Paul Brown-Kenyon mengungkapkan, dana segar ini memperkuat posisi perusahaan sebagai pendukung layanan e-commerce di Asia Tenggara. Pendanaan ini juga dinilai bisa melancarkan rencana perusahaan untuk melanjutkan penggalangan dana seri C.

“Visi jangka panjang kami, menjadi pendamping e-commerce untuk kawasan Asia Tenggara. Target kami untuk pendanaan ini, iPrice sedang menuju putaran pendanaan seri C; juga untuk menyempurnakan produk dan mengakselerasi kemitraan. Berdasarkan rencana saat ini, kami ingin mencapai profitabilitas dalam waktu 2-3 tahun ke depan.”

iPrice memiliki misi untuk menghadirkan tingkat transparansi, kenyamanan, dan kepercayaan yang lebih tinggi kepada konsumen di Asia Tenggara untuk membantu mereka menghemat uang ketika berbelanja online. Memanfaatkan platform web, pengguna dapat langsung mengakses 6 miliar penawaran di lebih dari 2 juta penjual di satu kanal.

Sebelumnya, pada Maret 2020 lalu iPrice Group mengantongi pendanaan senilai $10 juta atau setara dengan Rp141 miliar. Sementara bulan September di tahun yang sama, iPrice kembali mendapatkan dana segar dengan nilai yang tidak disebutkan. Pendanaan ini merupakan lanjutan/tambahan dari pendanaan seri B yang diterima Maret lalu. Investor yang terlibat dalam pendanaan ini adalah JG Digital Equity Ventures, Inc.

Rencana bisnis di Indonesia

Disinggung seperti apa rencana dari iPrice Group di Indonesia, Paul menegaskan kawasan ini adalah pasar terpenting bagi mereka. Perusahaan telah memiliki bisnis penemuan produk, perbandingan harga, dan kupon yang telah membantu jutaan konsumen menemukan penawaran terbaik secara online setiap bulan.

Ke depannya perusahaan masih memiliki aspirasi yang lebih besar dan roadmap yang jelas untuk meningkatkan produk di Indonesia. Mulai dari meningkatkan kualitas katalog produk, meningkatkan informasi yang disajikan kepada pengguna, hingga mengembangkan layanan tambahan untuk membantu pengguna.

“Dana tersebut akan membantu kami melakukan eksekusi roadmap lebih cepat, serta meluncurkan kemitraan baru untuk memperluas jangkauan produk kami,” kata Paul.

Gangguan akibat pandemi dirasakan pula oleh iPrice. Namun demikian dalam banyak hal, iPrice mengklaim masih berada pada posisi yang beruntung saat pandemi. Salah satunya adalah aturan PSBB dan WFH yang telah mendorong kegiatan belanja secara online lebih banyak lagi.

“Kami telah melihat pertumbuhan yang kuat sejak penggalangan dana seri B pada akhir tahun lalu. Selain peningkatan traffic website sebesar 60% di platform, kami juga melihat minat yang lebih tinggi dari mitra media, dompet elektronik, perusahaan telekomunikasi, super apps, dan perusahaan lain yang ingin menghadirkan kenyamanan belanja online bagi pengguna mereka,” tutup Paul.

Surplus dan Misinya Tumbuhkan Gerakan “Zero Food Waste”

Salah satu persoalan yang masih kerap dialami oleh industri F&B adalah  besarnya food waste atau terbuangnya makanan berasal dari hotel, restoran, katering, supermarket, dan masyarakat pada umumnya. Dari statistik yang kami dapat, sekitar 13 juta ton makanan di Indonesia terbuang tiap tahunnya.

Berangkat dari isu tersebut, platform Surplus resmi meluncur. Layanan tersebut memungkinkan para pelaku usaha F&B untuk dapat menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce yang masih aman dan layak untuk dikonsumsi di jam-jam tertentu sebelum tutup toko, dengan diskon setengah harga (closing-hour discounts/clearance sale).

“Berbeda dengan platform lainnya, secara khusus Surplus bukan hanya sebagai food marketplace yang menjual produk makanan seperti beberapa pemain lainnya, namun konsepnya hanya menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce kepada pelanggan, untuk mengatasi permasalahan food waste,” kata Managing Director PT Ekonomi Sirkular Indonesia Muhammad Agung Saputra.

Ditambahkan olehnya, di sisi lain mitra bisa mendapatkan pelanggan baru serta pendapatan tambahan dari produk berlebihnya. Diperkirakan margin 50% dari setiap produk yang terjual akan lebih menguntungkan untuk meng-cover HPP (Harga Pokok Penjualan) daripada terbuang sia-sia. Untuk strategi monetisasi yang diterapkan adalah revenue-sharing dengan mitra sekitar 10% dari setiap transaksi melalui aplikasi.

“Jumlah mitra Surplus saat ini berkisar 400 lebih yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Sementara itu untuk kategori mitra yang bisa bergabung dengan Surplus adalah yang umumnya berpotensi menghasilkan banyak produk makanan berlebih seperti bakery & pastry, kafe, restoran, hotel, supermarket, katering & pertanian,” kata Agung.

Bagi mitra yang ingin memanfaatkan aplikasi Surplus, bisa mengunggah foto makanan berlebih atau imperfect produce yang akan dijual cepat melalui aplikasi Surplus Partner di jam tertentu sebelum jam tutup toko makanan/restoran tersebut.

Kemudian bagi pelanggan bisa menentukan pilihan makanan yang diinginkan melalui menu khusus. Selanjutnya makanan yang dipilih bisa diambil sendiri di restoran atau toko terkait, atau dapat memilih menggunakan pengiriman GoSend yang sudah terintegrasi eksklusif di aplikasi Surplus. Untuk pilihan pembayaran Surplus menyediakan opsi seperti Ovo, Gopay, dan Dana.

“Setiap transaksi di aplikasi Surplus, maka pihak pelanggan dan mitra telah berkontribusi untuk mendukung gerakan zero food waste karena telah menyelamatkan lingkungan dari ancaman food waste,” kata Agung.

Pandemi dan dan target Surplus

Meluncur saat pandemi bulan Maret 2020 lalu, ternyata cukup menyulitkan bagi Surpus untuk menjalankan bisnis. Pandemi membuat mitra yang sudah bergabung di awal menjadi tidak aktif dan kesulitan untuk mengakuisisi mitra untuk bergabung selama masa pandemi. Dampak lainnya adalah target pelanggan Surplus yaitu mahasiswa, pekerja kantoran hingga anak indekos menjadi sangat susah untuk diakuisisi, karena adanya kebijakan PSBB dan WFH serta belajar dari rumah.

“Namun setelah satu tahun Surplus bertahan di tengah pandemi, kami bisa membuat tren pertumbuhan positif dari segi transaksi dengan YoY sekitar 1500% (periode April 2020-April 2021). Diharapkan tren pertumbuhan positif ini tetap terjaga hingga berakhirnya pandemi,” kata Agung.

Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Surplus, di antaranya adalah dapat menjangkau 10.000 pengguna aktif dan menjangkau 1000 lebih mitra dan bergabung kepada zero food waste movement. Sehingga dapat mengurangi laju food waste sekitar 10-15% di area Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta di akhir tahun 2021.

“Kami juga sedang mempersiapkan penggalangan dana dalam bentuk crowdfunding melalui platform Kickstarter yang rencananya akan di-launching pada 1-2 bulan ke depan. Kami juga sangat terbuka kepada investor yang mempunyai visi-misi yang sama atau sedang mencari investasi kepada green startup atau perusahaan yang menghasilkan dampak sosial dan lingkungan,” kata Agung.

Menurut laporan ANGIN bertajuk “Investing in Impact in Indonesia”, pada tahun 2013 konsep investasi berdampak atau startup dengan pendekatan “hijau” atau ramah lingkungan, masih sangat jarang di Indonesia. Namun sekarang makin familiar karena mulai ada VC yang membuat fund khusus untuk investasi di sektor berdampak.

Ada sejumlah investor berdampak yang telah berinvestasi di Indonesia, baik itu pemain lokal dan asing. Beberapa telah memiliki tim representatif di Indonesia. Totalnya mencapai 66 investor, dengan rincian 61 dari fund luar negeri dan lima sisanya dari Indonesia.

Sementara itu, investor mainstream yang telah mengucurkan sejumlah dananya untuk sektor berdampak jumlahnya jauh lebih banyak, hampir dua kali lipatnya sebanyak 107 investor. Dengan rincian 32 investor lokal dan 75 investor dari luar negeri.

Application Information Will Show Up Here

Mantan COO RedDoorz Dirikan DishServe, Fasilitasi Dapur Rumahan Kembangkan Bisnis

Pandemi telah menciptakan perubahan dalam cara pelanggan berperilaku dalam pemesanan online — termasuk dari sisi peningkatan intensitasnya, yang diharapkan akan tetap ada bahkan setelah pandemi berakhir. Dengan demikian, menciptakan peluang besar bagi para pemain yang bersinggungan dengan pengiriman makanan atau ruang F&B untuk berkembang dan tumbuh lebih cepat. Peluang ini yang coba digarap oleh DishServe.

Kepada DailySocial, Founder & CEO DishServe Rishabh Singhi mengungkapkan DishServe merupakan jaringan aset ghost kitchen yang hadir saat pandemi. Dengan harga terjangkau dan pilihan menu yang beragam, mereka menawarkan pilihan makanan kepada pelanggan secara online.

“Awalnya ide tersebut muncul setelah melihat banyak teman yang mem-posting di media sosial tentang kegiatan memasak di rumah dan menjual makanannya. Namun dalam banyak kasus, mereka tidak dapat menjual di luar dari teman dan keluarga karena masalah operasional, biaya pemasaran dan lainnya. Dengan menjadi enabler untuk menjembatani dapur rumahan agar menjadi bisnis yang bertahan, kami membantu mereka dalam hal standardisasi operasi, peralatan, dan lainnya untuk menjadi bagian dari jaringan ghost kitchen DishServe” kata Rishabh.

Setelah sebelumnya menjabat sebagai COO di RedDoorz selama hampir 5 tahun, Rishhabh kemudian memutuskan untuk membangun bisnis baru yang menyasar industri kuliner. Disinggung soal alasannya, dirinya menegaskan saat itu merupakan waktu yang tepat untuk meninggalkan RedDoorz. Rishabh juga menyebutkan dirinya menyukai untuk membangun sesuatu yang baru.

Bantu brand buat titik distribusi

DishServe menggunakan fasilitas dapur rumah atau aset dapur yang kurang dimanfaatkan sebagai bagian dari jaringan untuk bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B. Sebagai marketplace, DishServe memudahkan pemilik brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki DishServe.

Selain itu dapur rumahan juga bisa memperoleh penghasilan tambahan dengan bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh. Dengan demikian membantu para pelanggan yang menyukai brand yang tergabung dalam DishServe, dengan mudah bisa mendapatkan makanan mereka dikirim kurang dari 10 menit dari 100 lebih lokasi tingkat dapur DishServe. Secara khusus dapur-dapur tersebut juga bisa diakses melalui aplikasi pesan makanan yang ada di aplikasi Gojek, Grab, Shopee, dan Traveloka.

Saat ini DishServe memiliki brand white label (juga disebut DishServe), yang memungkinkan mereka untuk menjaga infrastruktur tetap berjalan dan memonetisasinya lebih awal dari penjualan makanan. Namun, value proposition inti DishServe adalah membantu brand F&B berkembang dengan mengakses lebih dari 100 lokasi ghost kitchen di seluruh Jakarta tanpa set-up cost atau fixed cost.

“Dengan menempatkan brand kepada demand dan pemasaran yang baik, DishServe dapat memastikan bahwa infrastruktur yang digunakan dapat dimanfaatkan. DishServe mendapatkan komisi dari F&B yang disiapkan melalui jaringan ghost kitchen kami,” kata Rishabh.

Rencana penggalangan dana

DishServe saat ini telah menjalin kolaborasi dengan beberapa cloud kitchen. Meskipun tidak menempatkan DishServe sebagai pesaing dari para cloud kitchen, namun lebih kepada segmen yang berbeda dibandingkan dengan pilihan yang kemudian diterapkan oleh kebanyakan cloud kithen.

“Dan kami sebenarnya bisa menjadi layanan nilai tambah yang baik untuk brand yang sudah menjadi pelanggan cloud kitchen dengan memperluas jangkauan mereka untuk pilihan item menu mereka, seolah-olah kami adalah ‘konter ekspres/lite’ untuk brand tersebut,” kata Rishabh.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, DishServe terus membuka kesempatan bagi para investor yang tertarik dan memiliki visi yang sama dengan untuk memberikan masukan dan berbagai dukungan. Saat ini DishServe mengklaim sadang berada dalam proses penggalangan dana yang diharapkan bisa mengakselerasi pertumbuhan bisnis dan menambah lebih banyak brand untuk bergabung. Tidak disebutkan lebih lanjut siapa saja investor yang terlibat dalam kegiatan penggalangan dana tersebut.

Aplikasi Edukasi “Ternak Uang” Meluncur, Targetkan Calon Investor Milenial

Bertujuan untuk memberikan informasi lebih luas mengenai pendidikan di bidang keuangan khususnya terkait investasi, aplikasi “Ternak Uang” diluncurkan. Startup yang mengembangkan platform tersebut didirikan oleh tiga orang founder, meliputi: oleh Timothy Ronald (CMO), Raymond Chin (CEO), dan Felicia Tjiasaka (CPO).

Berbeda dengan platform serupa lainnya, Ternak Uang fokus kepada para generasi muda terutama kalangan milenial, dengan misi untuk mencetak 10 juta investor di Indonesia. Dengan alasan itulah, platform kemudian melakukan pendekatan melalui fitur-fitur yang didesain dan dikembangkan secara relevan dan modern untuk generasi muda dalam menghadapi isu finansial.

Materi pembelajaran yang disuguhkan cukup beragam, mulai dari perencanaan keuangan, investasi, hingga instrumen-insturumen spesifik seperti kripto. Selain itu mereka juga menyuguhkan layanan komunitas dan analisis saham, guna memudahkan pengguna dalam memutuskan investasinya.

“Ternak Uang sendiri diprakarsai oleh anak-anak muda di bawah 30 tahun. Hal ini menjadi sebuah keunggulan untuk jeli menangkap isu keuangan yang relevan dan menarik bagi anak muda lainnya. Kami juga menyadari adanya kebutuhan untuk menyajikan materi secara ringkas dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami agar dapat menjangkau generasi muda secara luas,” kata Raymond.

Terdapat beberapa fitur yang bisa digunakan oleh pengguna di antaranya adalah Ternak Uang Academy, Kelas Interaktif, Watchlist Saham Pilihan, Ternak Uang Hotline, dan Insight. Sebagai platform edukasi, Ternak Uang ingin menjembatani antara calon investor ke manajemen investor. Misi mereka adalah mengedukasi para calon investor untuk memilih investasi yang benar sesuai dengan pemasukan yang mereka miliki saat ini.

Telah tersedia di Play Store dan App Store, layanan Ternak Uang dapat diakses secara premium dengan biaya berlangganan mulai dari Rp125.000/bulan. Seluruh materi yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia, agar mudah dipahami dan menjangkau generasi muda secara luas. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan awareness lebih luas kepada target pengguna, Ternak Uang juga membuka kolaborasi lebih luas dengan startup hingga institusi finansial terkait.

“Tentunya, kami mendukung startup atau institusi finansial lainnya untuk pertumbuhan bisnis di Indonesia dengan memberi masukan kepada para calon investor terhadap platform terbaik tentunya disesuaikan dengan performance institusi tersebut.” kata Raymond.

Sebelumnya sudah ada beberapa aplikasi digital lain yang juga fokus pada edukasi investasi, salah satunya Emtrade. Hanya saja mereka lebih fokus pada edukasi seputar instrumen saham, termasuk membantu penggunanya melakukan analisis dari pasar saham yang ada di Indonesia.

Pandemi dan perkembangan bisnis

Disinggung seperti apa pengaruh pandemi terhadap bisnis Ternak Uang, Raymond menegaskan, pandemi ini merupakan salah satu momentum penting bagi perusahaan. Banyak calon investor yang mulai paham dan melek literasi keuangan karena pandemi Covid-19 ini. Mereka juga sudah paham pentingnya memiliki manajemen keuangan khusus mulai dari dana darurat hingga investasi.

“Ternak Uang hadir sebagai platform aplikasi yang paling dekat dengan mereka karena dasar kami adalah digital. Pelatihan yang kami lakukan secara online dan tanpa melalui tatap muka. Terbukti, sejak kami luncurkan aplikasi Ternak Uang di PlayStore dan App Store pada bulan Februari 2021 ini kami menduduki peringkat tiga sebagai platform edukasi teknologi terbaik,” kata Raymond.

Untuk mengembangkan bisnis, perusahaan juga tengah mempertimbangkan untuk melancarkan kegiatan penggalangan dana tahun ini, setelah sebelumnya telah melakukan kegiatan penggalangan dana dalam skala yang kecil. Meskipun saat ini fokus Ternak Uang adalah sebagai platform edutech yang fokus kepada informasi finansial, tidak dapat menutup kemungkinan ke depannya bisa bertransformasi menjadi platform fintech.

“Namun untuk saat ini, fokus perusahaan adalah menjadi startup edutech yang ingin mendemokratisasi akses terhadap literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,” tutup Raymond.

Application Information Will Show Up Here

Binar Academy with Its Mission to Advance Indonesian Digital Talents

One of the sectors that was rapidly growing during the pandemic was edtech. More Indonesian from various backgrounds are adapting to online learning.

As a platform that focuses on developing digital abilities and talents, Binar Academy claims to have successfully educated more than 8 thousand students in 2020 and generated an 80% increase in income.

Was founded in 2017, this startup was developed by Alamanda Shantika who was Gojek’s former VP of Technology and Products along with two other Gojek alumni, Dita Aisyah and Seto Lareno.

“The Covid-19 pandemic has encouraged educational institutions, teachers, students, and also parents in Indonesia to adapt to online learning. It is time for us to innovate in presenting education and create learning experiences that are both interesting and enjoyable. I believe that a combination of experiences contemporary learning, technology, and community will produce it all, “said Founder & CEO of Binar Academy Alamanda Shantika.

Binar Academy offers two main educational programs. Among these are Binar Bootcamp and Binar Insight. The Binar Bootcamp Program, an intensive course for beginners, has four classes of 4 to 6 months, including Product Management, UI / UX Design and Research, Android Engineering, and Fullstack Web Development.

Aslo, Binar Insight, a series of interactive webinars of 1.5 to 2 hours, with more diverse classes such as Product Management, Digital Marketing, and Data Science. The most popular classes are Product Management for Bootcamp Binars and Binar Insights.

In terms of demography, most Binar Academy users are high school graduates, students, and career shifter. This year, the company plans to increase collaboration with educational institutions including the government, universities and vocational schools. In addition, Binar Academy will also collaborate with companies affected by digitalization to upskilling employees to remain relevant.

In Indonesia, the bootcamp program becomes an alternative to non-formal education, especially for those who want to pursue a career in technology and programming. Apart from Binar, there are several other startups that offer similar services, including Hacktiv8, Impact Byte, and Skilvul. One of the unique options they offer is the “Income Share Agreement”, which allows students to gain knowledge first and pay accommodation fees later as they started to earn income.

Seed funding

Binar Academy’s Bootcamp class

In mid-April 2020, Binar Academy received seed funding led by Teja Ventures with the participation of several investors such as the Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF – a fund that aims to create social impact, managed by Moonshot Ventures and YCAB Ventures), Eduspaze, The Savearth Fund, as well as several angel investors from ANGIN.

The fresh funds will be used to increase tech-education growth, as well as recruit experts in the fields of education and technology to provide digitalization of content and curricula to continuously train digital talents.

Binar Academy also targetimg to increase the growth of technology education products, as well as to recruit more experts in the fields of education and technology so that they can digitize content and curriculum for 45 thousand students in Indonesia.

“In the last three years, we have continued to develop our main product, namely Binar Bootcamp to meet the learning experience of our students and the market demand for digital talents. Inspiring Indonesian youth and helping them to discover their true potential will always be my mission,” said Alamanda.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Carro Resmikan Automall Point, Suguhkan Pengalaman “Online-Offline” dalam Jual-Beli Mobil

Pada kuartal I 2021, platform car marketplace Carro mengklaim berhasil membukukan total penjualan unit mobil bekas hingga di atas 100% dibandingkan kuartal IV 2020. Dan rata-rata penjualan mobil bekas didominasi jenis MPV dan SUV bertransmisi otomatis dengan harga jual kisaran Rp100 juta hingga Rp600 juta.

Menurut Co-founder Carro Aditya Lesmana, salah satu alasan mengapa penjualan mobil bekas lebih diminati saat pandemi, di tengah tekanan ekonomi  masyarakat membutuhkan opsi kendaraan yang lebih ekonomis, namun tetap aman dan berkualitas. Oleh karena itu bisa dikatakan secara nilai ekonomi, mobil bekas menjadi pilihan terbaik.

“Walaupun demikian banyak masyarakat masih ragu untuk pergi dari satu dealer ke dealer lain karena faktor keamanan dan kualitas. Faktor inilah yang menjadi salah satu kekuatan Carro, karena konsumen dapat memilih, melihat informasi, bahkan melakukan pembayaran maupun tukar tambah secara online, dan mobil pilihan konsumen akan langsung kami kirimkan ke alamat yang dituju,” kata Aditya.

Carro juga telah bekerja sama dengan e-commerce Tokopedia dan Blibli, yang semakin memudahkan konsumen untuk membeli mobil bekas berkualitas, serta melakukan tukar tambah secara cepat, dengan berbagai jenis pilihan pembayaran.

Sepanjang tahun 2020 merupakan periode yang penuh tantangan bagi banyak sektor, termasuk industri otomotif. Hal ini tercermin dari data yang dikeluarkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil wholesales turun 48,35 persen pada 2020 dibandingkan 2019, sedangkan penjualan mobil ritel turun 44,55 persen.

Sementara itu menurut Lembaga Pembiayaan yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan mobil bekas pada Januari 2020 sempat menyentuh Rp58,35 triliun, namun angkanya terus turun hingga level terendahnya pada Agustus 2020, yaitu Rp51,32 triliun.

Hadirkan Carro Automall Point

Sepanjang 2020 lalu, melakukan beberapa inovasi dan ekspansi. Salah satunya dengan menghadirkan Carro Automall. Melalui Carro Automall, konsumen bisa mendapatkan pengalaman hybrid online-offline saat membeli mobil.

Sebelumnya, salah satu kompetitor mereka Carsome juga telah meluncurkan Carsome Experience Center, untuk hadirkan pengalaman serupa.

“Kami melihat pertumbuhan transaksi digital begitu pesat di Indonesia, di sisi lain konsumen juga tetap ingin mendapatkan pengalaman langsung dari sebuah gerai offline. Melalui kehadiran Carro Automall Point, kami meningkatkan sinergi online-offline dalam proses jual-beli mobil bekas. Sehingga di samping kecepatan, dan kepraktisan yang didapat dari penerapan teknologi digital secara online, konsumen juga dapat menikmati pengalaman langsung dari gerai offline kami,” kata Aditya.

Dengan diluncurkannya Carro Automall Point ini juga diharapkan perusahaan bisa menjangkau lebih luas lagi konsumen yang tinggal di luar pulau Jawa. Pasar mobil bekas yang masih tradisional turut menambah tantangan untuk mendapatkan mobil bekas berkualitas. Hal inilah yang menjadi perhatian Carro. Dalam waktu dekat ini Carro juga akan membuka Carro Automall Point di beberapa kota di Indonesia, antara lain Tangerang dan Semarang.

“Melalui Carro Automall, konsumen dari luar pulau Jawa dapat memilih, dan membeli mobil bekas berkualitas dengan mudah. Dan kami bahkan sudah berhasil mengirimkan mobil hingga ke Papua. Ditambah lagi dengan hadirnya Carro Automall Point di berbagai kota di Indonesia, akan membuat Carro dapat semakin dekat dan mudah dijangkau,” kata Aditya.

Disinggung apakah Carro memiliki rencana untuk penggalangan dana tahun ini, Aditya menegaskan sebagai platform jual-beli mobil bekas, Carro memiliki komitmen untuk terus meningkatkan layanan dan ekspansi bisnis agar bisa menjangkau seluruh masyarakat dan fundraising menjadi salah satu pilar perusahaan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Tahun 2019 lalu Carro mendapatkan pendanaan lanjutan senilai $30 juta atau setara dengan 428,2 miliar Rupiah. Investasi ini merupakan kelanjutan dari penggalangan seri B yang sebelumnya diumumkan pada Mei 2018 ($30 juta) dan Maret 2019 ($30 juta). Jika ditotal dari pendanaan pertama, kurang lebih Carro telah mengumpulkan total lebih dari $100 juta dari para investor.

“Kami sebagai startup selalu berada dalam fundraising-mode dan memastikan performa dan profitabilitas perusahaan di setiap lini selalu siap untuk mendapatkan pendanaan pada saat kapan pun.”

Application Information Will Show Up Here

Binar Academy dan Misinya Tingkatkan Kemampuan Talenta Digital Indonesia

Salah satu sektor yang terdongkrak pertumbuhannya saat pandemi adalah edtech. Semakin banyak masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan untuk kemudian beradaptasi untuk belajar secara online.

Sebagai platform yang fokus pada pengembangan kemampuan dan talenta digital, Binar Academy mengklaim telah berhasil mengedukasi lebih dari 8 ribu siswa di tahun 2020 dan menghasilkan peningkatan pendapatan sebesar 80%.

Didirikan pada tahun 2017, startup ini dirintis oleh Alamanda Shantika yang merupakan mantan VP Technology and Product pertama Gojek bersama dengan dua alumni Gojek lainnya, yaitu Dita Aisyah dan Seto Lareno.

“Pandemi Covid-19 telah mendorong institusi pendidikan, guru, murid, dan juga para orang tua di Indonesia untuk beradaptasi belajar online. Sudah saatnya bagi kita untuk berinovasi dalam menyajikan pendidikan dan menciptakan pengalaman belajar yang menarik sekaligus menyenangkan. Saya yakin bahwa kombinasi dari pengalaman belajar kontemporer, teknologi, dan komunitas akan menghasilkan hal itu semua,” kata Founder & CEO Binar Academy Alamanda Shantika.

Binar Academy menawarkan dua program pendidikan utama. Di antaranya adalah Binar Bootcamp dan Binar Insight. Program Binar Bootcamp, kursus intensif bagi pemula, mempunyai empat kelas berdurasi 4 sampai 6 bulan yaitu: Product Management, UI/UX Design and Research, Android Engineering, dan Fullstack Web Development.

Kemudian Binar Insight, berbagai seri webinar interaktif berdurasi 1,5 sampai 2 jam, mempunyai kelas yang lebih beragam seperti Product Management, Digital Marketing, dan Data Science. Kelas yang paling banyak dipilih pengguna adalah Product Management untuk Binar Bootcamp dan Binar Insight.

Secara demografi kebanyakan pengguna Binar Academy adalah lulusan SMA, mahasiswa, dan orang-orang yang ingin berganti karier (career shifter). Tahun ini perusahaan berencana untuk meningkatkan kolaborasi dengan institusi pendidikan termasuk dengan pemerintah, universitas, dan sekolah vokasi. Selain itu, Binar Academy juga akan berkolaborasi dengan perusahaan yang terdampak oleh digitalisasi untuk upskilling employee agar kemampuannya kembali relevan.

Di Indonesia sendiri program bootcamp memang menjadi alternatif pendidikan nonformal, khususnya bagi mereka yang ingin menekuni bidang teknologi dan pemrograman. Selain Binar, ada beberapa startup lain yang tawarkan layanan serupa, di antaranya Hacktiv8, Impact Byte, dan Skilvul. Salah satu opsi menarik yang mereka tawarkan adalah skema “Income Share Agreement”, memungkinkan pelajar untuk terlebih dulu menimba ilmu dan baru membayar biaya akomodasi setelah mendapatkan penghasilan dari keahliannya.

Kantongi pendanaan tahap awal

Kelas Academy Bootcamp Binar Academy

Pertengahan April 2020 lalu Binar Academy telah menerima pendanaan tahap awal dipimpin oleh Teja Ventures dengan partisipasi dari beberapa investor seperti Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF— dana yang bertujuan untuk menciptakan dampak sosial dan dikelola bersama oleh Moonshot Ventures dan YCAB Ventures), Eduspaze, The Savearth Fund, serta beberapa angel investor dari ANGIN.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan pendidikan teknologi, serta merekrut pakar di bidang pendidikan dan teknologi agar dapat menyediakan digitalisasi konten dan kurikulum untuk melatih kemampuan talenta digital secara terus-menerus.

Binar Academy tahun ini juga memiliki target untuk meningkatkan pertumbuhan produk pendidikan teknologi, serta merekrut lebih banyak pakar di bidang pendidikan dan teknologi agar dapat menyediakan digitalisasi konten dan kurikulum untuk 45 ribu siswa di Indonesia.

“Dalam tiga tahun terakhir, kami terus mengembangkan produk utama kami yaitu Binar Bootcamp untuk memenuhi pengalaman belajar siswa kami dan permintaan pasar akan talenta digital. Menginspirasi pemuda Indonesia dan membantu mereka untuk menemukan potensi mereka yang sesungguhnya akan selalu menjadi misi saya,” kata Alamanda.

Teja Ventures Invests in Binar Academy; to Secure a Second Managed Fund

Binar Academy, the edutech platform developed by Alamanda Shantika, has completed its seed funding from Singapore-based venture capital, Teja Ventures. The investment value was undisclosed.

Teja Ventures Partner, David Soukhasing revealed to DailySocial that selecting Binar Academy to join its portfolio was based on a strong belief in the company founder with fairly positive track record.

“Binar Academy has had a fairly good number of clients, ranging from middle to upper class. It also has the potential to scale-up and provide good solutions quickly and have a fairly solid foundation,” David said.

Was founded in 2017, Binar Academy is now available in around 33 cities in Indonesia. Earlier this month, they released an application that is available on the App Store and Play Store. Since the beginning, Binar Academy focus to be able to deliver new digital talents who are capable to master programming languages ​​through the platform.

Aside from education, Binar Academy also channels several talents relevant to the needs of companies and startups to join as employees.

Apart from Binar, there are several other startups that provide “bootcamp” concept education services. One of those is Hacktiv8, they provide a lot of education about programming, including channeling their graduates to partner companies. There is also Skilvul, which is also correlated with the Impact Byte program.

Teja Ventures plans

Previously, David was known as Managing Director of ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Then, together with his partner Virginia Tan, who is also ANGIN’s client, he founded Teja Ventures in 2019. They also focus on supporting women founders.

“Teja Ventures is one of ANGIN’s clients (as we have 120 other clients including ADB, TINC, Moonshot Ventures) and also connected with me because I am one of the four partners, including one from Indonesia,” David said.

After Binar Academy, Teja Ventures’ next plan is to continue investing in startups with good potential. Starting from beauty tech, SME supply chain, wellness, and others. Teja Ventures strives to support its portfolio companies in Indonesia, including Duithape, Burgreens, Green Butcher, Shox / Rumah, and Siklus.

“In the future, Teja Ventures is currently preparing for the second managed fund and to continue maintaining good momentum from the LP and deal-flow,” David said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Teja Ventures Berikan Pendanaan ke Binar Academy; Segera Bukukan Dana Kelolaan Kedua

Binar Academy, platform edutech yang dikembangkan oleh Alamanda Shantika telah merampungkan pendanaan tahap awal dari venture capital berbasis di Singapura, Teja Ventures. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diberikan kepada Binar Academy.

Kepada DailySocial, Partner Teja Ventures David Soukhasing mengungkapkan, dipilihnya Binar Academy untuk masuk dalam portofolio mereka adalah kepercayaan dan keyakinan kuat kepada pendiri perusahaan yang selama ini memiliki track record yang cukup positif.

“Binar Academy selama ini juga telah memiliki jumlah klien yang cukup baik, mulai dari kalangan menengah hingga ke atas. Selain itu juga memiliki potensi untuk scale-up dan memberikan solusi yang baik dengan cepat dan memiliki fondasi yang cukup solid,” ungkap David.

Didirikan tahun 2017 lalu, Binar Academy saat ini telah hadir di sekitar 33 kota di Indonesia. Awal bulan ini mereka juga telah merilis aplikasi yang saat ini sudah bisa diunduh di App Store dan Play Store. Fokus Binar Academy sejak awal adalah untuk bisa melahirkan talenta digital baru yang mampu menguasai bahasa pemrograman melalui platform.

Selain edukasi, Binar Academy juga menyalurkan beberapa talenta yang relevan dengan kebutuhan perusahaan hingga startup untuk bergabung bersama mereka menjadi pegawai.

Selain Binar, ada beberapa startup lain yang menyajikan layanan pendidikan berkonsep “bootcamp”. Satu di antaranya adalah Hacktiv8, mereka juga banyak memberikan edukasi soal pemrograman, termasuk menyalurkan lulusannya kepada perusahaan mitra. Pemain lainnya adalah Skilvul, yang juga terkorelasi dengan program Impact Byte.

Rencana Teja Ventures

Sebelumnya David dikenal sebagai Managing Director ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Kemudian bersama relasinya Virginia Tan, yang juga merupakan klien dari ANGIN, mendirikan Teja Ventures sejak tahun 2019. Mereka juga memiliki konsentrasi lebih untuk mendukung pendiri bisnis dari kalangan perempuan.

“Teja Ventures adalah klien dari ANGIN (karena kami memiliki 120 klien lain termasuk ADB, TINC, Moonshot Ventures) dan juga  terhubung dengan saya karena saya adalah salah satu dari empat partner, yang mencakup Indonesia,” kata David.

Setelah memberikan pendanaan kepada Binar Academy, rencana Teja Ventures selanjutnya adalah terus memberikan investasi kepada startup yang memiliki potensi yang baik. Mulai dari beautytech, supply chain UKM, wellness, dan lainnya. Teja Ventures juga terus berupaya untuk mendukung perusahaan portofolio mereka di Indonesia seperti Duithape, Burgreens, Green Butcher, Shox/Rumahan, dan Siklus.

“Ke depannya Teja Ventures juga tengah mempersiapkan penggalangan dana untuk kelolaan dana kedua dan terus menjaga momentum baik dari LP dan deal-flow,” kata David.