Google Ciptakan AI yang Dapat Menciptakan AI Lain dengan Sendirinya

Artificial intelligence alias AI mendapat porsi pembicaraan yang cukup besar dalam event Google I/O tahun ini, dan Google pada dasarnya ingin mengimplementasikan AI di mana saja – bahkan di luar platform-nya sendiri. Namun mengembangkan AI dengan kemampuan deep learning tentunya tidak mudah dan memakan waktu. Untuk itu, perlu dilakukan otomasi.

Atas alasan itulah Google menggarap proyek bernama AutoML. Dari kacamata sederhana, AutoML adalah AI yang dapat menciptakan AI lain dengan sendirinya. “AI inception“, demikian gurauan tim internal Google, merujuk pada film Inception karya Christopher Nolan.

Google sejatinya merancang AutoML untuk mengotomasi proses pembuatan neural network. Komponen ini merupakan bagian penting dalam penerapan teknologi deep learning, dimana prosesnya melibatkan data yang diteruskan melalui lapisan demi lapisan neural network.

Semakin banyak neural network, semakin bagus pula kinerja AI, kira-kira demikian pemahaman kasarnya. Kehadiran AutoML pun akan sangat meringankan beban para engineer Google dalam mengembangkan neural network yang bisa dianggap sebagai tulang punggung AI.

Sejauh ini Google sudah memanfaatkan AutoML untuk meracik neural network yang dibutuhkan dalam penerapan teknologi pengenal gambar maupun suara. Menurut pengakuan Google sendiri, AutoML bisa mengimbangi kinerja tim internal Google untuk bidang pengenalan gambar, sedangkan untuk bidang pengenalan suara kinerja AutoML bahkan melampaui para engineer tersebut.

Lalu apa manfaat yang bisa kita ambil dari AutoML sebagai konsumen? Banyak. Yang paling utama tentu saja adalah penyempurnaan teknologi pengenal gambar dan suara. Software macam Google Photos misalnya, dapat mengenali wajah maupun objek dalam foto secara lebih akurat, sedangkan perangkat seperti Google Home juga bisa mendeteksi perintah suara pengguna dengan lebih baik lagi.

Sumber: Futurism.

Google Photos Hadirkan Tiga Fitur Sharing Baru

Tidak terasa sudah dua tahun sejak layanan Google Photos diperkenalkan pada ajang Google I/O 2015. Dalam kurun waktu tersebut, Google Photos sudah menggaet lebih dari 500 juta pengguna yang aktif menggunakannya setiap bulan, dan menyimpan lebih dari 1,2 miliar foto serta video setiap harinya.

Merayakan ulang tahun keduanya, Google sudah menyiapkan sejumlah fitur baru untuk Photos. Yang pertama adalah Suggested Sharing, ditujukan supaya Anda tidak lupa membagikan kenangan berharga bersama teman atau keluarga, tapi tanpa perlu merepotkan dan mengharuskan Anda memilihi foto satu demi satu.

Berbekal kecanggihan machine learning, Photos akan memilih foto-foto yang tepat dengan sendirinya, lalu merekomendasikan kepada siapa Anda harus membagikannya berdasarkan orang-orang yang ada pada foto tersebut. Yang perlu Anda lakukan tidak lebih dari sekadar menekan tombol Send.

Dalam beberapa minggu ke depan, fitur ini beserta semua aktivitas sharing sudah bisa diakses melalui tab baru berlabel Sharing pada Google Photos versi Android, iOS maupun web.

Shared Libraries akan sangat bermanfaat buat pasangan suami-istri atau teman baik / Google
Shared Libraries akan sangat bermanfaat buat pasangan suami-istri atau teman baik / Google

Masih seputar pengalaman berbagi, update terbaru Photos nantinya juga akan menghadirkan fitur Shared Libraries. Fitur ini sejatinya memungkinkan Anda untuk mengirim dan menerima foto dari pengguna lain secara otomatis.

Anda tinggal memilih dengan siapa Anda hendak memiliki Shared Libraries – pasangan Anda misalnya – lalu tentukan apakah orang itu bisa mengakses koleksi foto dan video Anda secara keseluruhan, atau yang diambil mulai tanggal tertentu saja, atau foto-foto orang tertentu saja.

Photo Books untuk sementara baru tersedia buat pengguna di Amerika Serikat / Google
Photo Books untuk sementara baru tersedia buat pengguna di Amerika Serikat / Google

Terakhir, Google juga memperkenalkan fitur Photo Books, dimana pengguna dapat mencetak koleksi fotonya dengan mudah. Di sini sekali lagi teknologi machine learning Google akan mengambil peran, memilih foto-foto terbaik dan menghapus duplikat, lalu menyajikan template desain yang bersih sekaligus modern.

Khusus fitur Photo Books, sejauh ini baru pengguna di AS saja yang bisa menikmatinya, akan tetapi Google sudah punya niatan untuk menghadirkannya di negara-negara lain. Satu album soft cover berisi 20 lembar dihargai $10, sedangkan album hard cover dibanderol $20.

Sumber: Google.

Google Umumkan Android Go, Versi Ringan Android untuk Smartphone Kelas Budget

Semua orang tahu kalau Android merupakan sistem operasi mobile paling populer. Mulai dari smartphone yang harganya paling murah sampai yang setara dengan DP mobil sama-sama menjalankan Android. Kendati demikian, pengalaman yang tersaji jelas berbeda, dimana pengguna smartphone kelas budget umumnya harus tabah dengan versi Android yang sudah bisa dibilang antik.

Google tampaknya ingin mengubah anggapan tersebut mulai Android O nanti. Di ajang Google I/O 2017, mereka mengumumkan sebuah inisiatif baru yang secara internal mereka sebut dengan istilah Android Go.

Android Go bisa dianggap sebagai Android O yang telah dimodifikasi supaya bisa berjalan optimal di smartphone berspesifikasi rendah, khususnya yang memiliki kapasitas RAM kurang dari 1 GB. Dari penjelasan ini saya langsung teringat dengan inisiatif Project Svelte yang Google luncurkan bersama Android KitKat empat tahun silam.

Di Android Go, Google Play Store memiliki seksi khusus yang menampilkan aplikasi-aplikasi versi ringan / Google
Di Android Go, Google Play Store memiliki seksi khusus yang menampilkan aplikasi-aplikasi versi ringan / Google

Dalam menu pengaturan Android Go, akan ada opsi khusus untuk memonitor konsumsi data. Fitur Data Saver pada browser Chrome juga akan diaktifkan secara default, dan dalam Google Play Store akan ada seksi khusus yang berisikan aplikasi-aplikasi versi ringan macam YouTube Go, Facebook Lite dan lain sebagainya.

Lewat Android Go, Google juga berkomitmen untuk mengoptimalkan aplikasi-aplikasi buatannya supaya tidak terlalu rakus resource dan kuota data. Kendati demikian, pengguna tetap memiliki akses penuh ke koleksi aplikasi standar Android pada Google Play Store.

Ke depannya, semua smartphone dengan RAM kurang dari 1 GB otomatis akan menjalankan Android Go. Jadwal rilisnya sendiri mengikuti Android O yang rencananya bakal diluncurkan mulai musim semi mendatang – kemungkinan besar bersama versi baru smartphone Google Pixel.

Sumber: Ars Technica dan Google.

HTC dan Lenovo Sedang Kembangkan VR Headset Standalone untuk Platform Google Daydream

Platform Daydream dan headset Daydream View merupakan bukti keseriusan Google dalam memajukan ranah virtual reality. Daydream View sendiri barulah awal dari visi besar Google untuk VR, seperti yang mereka tunjukkan pada ajang Google I/O tahun ini.

Dalam konferensi developer tahunan itu, Google mengumumkan bahwa produk selanjutnya untuk platform Daydream adalah VR headset bersifat standalone. Sekadar mengingatkan, standalone berarti headset tersebut sama sekali tidak perlu disambungkan ke PC ataupun dijejali smartphone; cukup pasangkan di kepala, maka Anda sudah langsung masuk ke realita maya.

Istimewanya, headset ini bakal mengusung sistem tracking luar-dalam, mirip seperti headset Windows Mixed Reality besutan Acer dan HP. Sederhananya, sistem ini memungkinkan perangkat untuk membaca pergerakan pengguna tanpa perlu mengandalkan perangkat terpisah seperti HTC Vive atau Oculus Rift.

Untuk mewujudkannya, Google mengadaptasikan teknologi augmented reality besutannya sendiri, Tango, menjadi sebuah sistem tracking VR yang mereka sebut dengan istilah WorldSense. WorldSense menjanjikan pengalaman bergerak yang sangat alami dalam VR, seperti yang bisa Anda lihat pada video di bawah ini.

Saat ini Google sudah punya prototipe VR headset standalone ini, dan mereka pun juga telah bekerja sama dengan Qualcomm untuk menciptakan desain blueprint yang bisa dijadikan referensi oleh pabrikan yang tertarik. Sejauh ini sudah ada dua yang berminat, yakni HTC dan Lenovo.

Baik HTC dan Lenovo dikabarkan siap merilis VR headset standalone-nya masing-masing dalam beberapa bulan mendatang. Harganya diperkirakan berada di kisaran $600 – $700, sekelas dengan HTC Vive maupun Oculus Rift.

Sumber: The Verge dan Google.

Audi dan Volvo Bakal Kembangkan Mobil dengan Android Auto Terintegrasi

Update terakhir yang dirilis Google untuk Android Auto menuntaskan masalah seputar kompatibilitas. Artinya, Anda tidak perlu mobil yang kompatibel untuk bisa menikmati Android Auto. Kendati demikian, masih ada sejumlah manfaat ekstra seandainya Android Auto bisa terintegrasi ke sistem bawaan mobil.

Yang pertama menyangkut aspek kenyamanan. Satu sistem untuk mengontrol sistem pendingin, membuka-tutup sunroof, menampilkan rute GPS pada Google Maps dan memutar playlist favorit di Spotify sudah pasti lebih memudahkan ketimbang harus mengaksesnya dari dua sistem terpisah (mobil dan ponsel).

Yang kedua, tampilan Android Auto pastinya bisa lebih optimal di layar dashboard yang berukuran lebih besar, plus informasi yang disajikan juga bisa lebih banyak atau lebih lengkap. Itulah mengapa Audi dan Volvo memutuskan untuk mengintegrasikan Android Auto pada sejumlah mobil besutan mereka ke depannya.

Dashboard mobil konsep Audi Q8 Sport dengan integrasi Android Auto / Google
Dashboard mobil konsep Audi Q8 Sport dengan integrasi Android Auto / Google

Selain manfaat yang sudah saya sebutkan tadi, integrasi Android Auto pada sistem infotainment bawaan mobil ini juga berarti Anda tetap bisa berinteraksi dengan Google Assistant meskipun ponsel Anda tertinggal di rumah. Lebih lanjut, karena hampir semua panel instrumen pada mobil-mobil generasi terkini sudah digital, pengemudi bisa langsung menyimak informasi yang ditampilkan Android Auto di balik lingkar kemudi.

Integrasi Android Auto ini rencananya bakal didemonstrasikan pada ajang Google I/O mulai 17 Mei besok. Volvo sendiri berniat untuk merilis mobil baru dengan integrasi Android Auto setidaknya dalam waktu dua tahun, sedangkan Audi bakal memamerkannya bersama mobil konsep baru Q8 Sport.

Sumber: Google dan The Verge.