[Video] Cerita “Hangry” Bangun Brand dan Strateginya di Masa Pandemi

Hangry merupakan startup multi-brand virtual restaurant yang saat ini sudah memiliki empat brand kuliner yang gerainya tersebar di Jabodetabek dan Bandung.

DailySocial bersama Abraham Viktor dari Hangry berbagi cerita mengenai bisnisnya yang fokus membangun brand dan strateginya dalam ekspansi di masa pandemi.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Industri “Cloud Kitchen” di Indonesia, Antara Solusi dan Kompetisi

Konsep cloud kitchen mungkin sama monumentalnya dalam industri makanan seperti penemuan api. Kita menyaksikan sendiri perubahan drastis saat mengonsumsi makanan, yang mengarah ke pesatnya industri jasa makanan. Dari masak di dapur, makan ke restoran, hingga akhirnya memesan makanan tiga kali seminggu lewat sebuah aplikasi. Kenyamanan terus meningkat di setiap tingkat.

Menurut analisis yang disusun Deloitte, kenyamanan menjadi pertimbangan penting bagi kaum milenial karena gaya hidup mereka yang padat. Kurangnya waktu adalah salah satu alasan utama pesatnya pertumbuhan belanja online dan pemesanan online dari restoran.

Milenial lebih sering makan di luar atau memesan makanan dibandingkan generasi sebelumnya. Lebih dari 60% generasi milenial memesan makanan atau makan di luar setidaknya sekali atau lebih dari sebulan sekali. Dengan memanfaatkan daya beli yang meningkat dan permintaan yang tinggi, pasar pengiriman makanan online di Indonesia punya potensi besar untuk tumbuh.

Sebagaimana yang diungkap e-Conomy 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Laporan ini tidak merinci seberapa besar persentase potensi yang diberikan oleh industri pengiriman makanan yang di dalamnya mencakup cloud kitchen. Setidaknya secara umum, angka tersebut mampu menggambarkan betapa gurihnya bisnis pengantaran makanan.

Ambil contoh, di India saja pangsa pasar pengiriman makanan diproyeksikan tumbuh pada CAGR 16% untuk mencapai $17 miliar pada 2023 mendatang, menurut DataLabs by Inc42. Sementara, industri cloud kitchen diproyeksi mencapai $1,05 miliar pada 2023 mendatang. Faktor pendukungnya datang dari meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan dan perubahan pola pikir konsumen.

Rebel Foods salah satu operator cloud kitchen dengan jaringan terbanyak di India, lebih dari 350 lokasi yang tersebar di 35 kota. Mereka mengoperasikan 12 brand F&B, Faasos, Behrouz Biryani, dan Oven Story, adalah top 3 brand yang paling dikenal. Perusahaan juga bekerja sama dengan pemain F&B lainnya untuk ekspansi ke lokasi baru. Wendy’s adalah salah satunya, melalui program Rebel Launcher.

Gojek adalah salah satu pemegang saham Rebel Foods. Mereka berekspansi ke Indonesia dengan membentuk PT. Rebel GoFood Indonesia untuk mengoperasikan cloud kitchen Dapur Bersama GoFood. Terhitung ada 27 outlet Dapur Bersama yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Di sini, mereka mengadopsi konsep rental, bermitra dengan pemain F&B lainnya untuk memanfaatkan dapur, dan meluncurkan brand sendiri, sama seperti di India. Mereka memboyong brand Faasos ke Indonesia. Tak hanya Indonesia, Rebel Foods sudah melebarkan sayap ke UAE dan UK.

Rebel Foods bukanlah pemain tunggal di segmen ini. Perusahaan memiliki persaingan yang kuat dari agregator makanan seperti Zomato dan Swiggy, yang juga memiliki jaringan cloud kitchen sendiri. Pada saat yang sama, pemain sejenis Rebel Foods, di antaranya Ola Foods, FreshMenu, Box8, dan QSR Foods.

Kondisi ini memberikan gambaran serius bahwa dengan pijakan bisnis yang kokoh di bisnis pengiriman makanan, pemain agregator makanan secara agresif bergerak menuju cloud kitchen untuk menggarap bisnis.

Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta.

Mayoritas operator cloud kitchen ini menyasar pada pebisnis F&B yang masih berskala UKM. Sementara, jaringan restoran cenderung memilih gerai tradisional karena banyak dari mereka tidak hanya menjual makanan, tetapi juga suasana dan pengalaman bersantap kepada para pelanggannya.

“Namun, kami melihat mereka yang lebih bereputasi mulai menggunakan cloud kitchen sebagai ‘dapur satelit’ – gerai pelengkap di luar mal untuk menangkap konsumen di daerah yang lebih terpencil. Biasanya, pengiriman dari mal terlihat kurang efektif karena terlalu banyak waktu bagi pengemudi untuk parkir, masuk ke mal, memesan makanan, dan mengantarkan,” tulis laporan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan, “Dapur satelit bertugas hanya untuk menerima pesan-antar demi mengurangi waktu pengiriman dari restoran ke konsumen. Di masa depan, kita dapat melihat lebih banyak kolaborasi antara mal ritel tradisional dan cloud kitchen dalam model bisnis hibrida, sehingga menciptakan peluang besar bagi kedua sektor untuk terus tumbuh.“

DailySocial mencatat setidaknya ada 15 operator cloud kitchen yang beroperasi di Indonesia sejauh ini. Berikut rinciannya:

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

Sumber: Savills Research, data diolah

GrabKitchen

Setahun sebelum Gojek debut dengan Dapur Bersama, kompetitor terdekatnya Grab sudah masuk lebih dahulu pada September 2018. Branding cloud kitchen yang Grab gunakan pada waktu itu adalah Kitchen by GrabFood, yang berlokasi di Kedoya, Jakarta Barat. Kemudian, ubah nama hingga kini menjadi GrabKitchen.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Head of GrabKitchen Grab Indonesia Rio Aristo mengatakan dibalik meningkatnya penggunaan layanan pengantaran makanan di Indonesia, cloud kitchen menjadi alasan kuat bagi merchant yang ingin memperluas usaha mereka tanpa perlu menyediakan meja dan kursi untuk makan di tempat.

“Grab tetap yakin dengan ekosistem yang kuat–didukung oleh angka konsumen yang berkembang, fitur aplikasi, serta infrastruktur pengantaran yang sudah matang–menjadikan GrabKitchen lebih unggul karena didukung oleh kepemimpinan GrabFood di kategori pesan-antar makanan. Hal tersebut telah menjadi alasan mengapa berbagai brand, besar atau kecil, memilih untuk bergabung dengan jaringan cloud kitchen kami,” ujarnya.

Sumber: Grab

GrabKitchen kini telah berada di lebih dari 45 outlet, tersebar di Jakarta, Bandung, Bali, Medan, Surabaya, Makassar, dan Malang. Berkat kemitraan dengan pemain cloud kitchen lainnya, Yummykitchen, mitra dapat menempatkan dapur di lokasi dengan permintaan konsumen terbanyak.

Bila digabung dengan wilayah operasional Yummykitchen, cakupan GrabKitchen kini mencapai lebih dari 80 outlet. Kehadiran Yummykitchen, menjadi daya tawar yang kompetitif karena merchant berkesempatan mendapat keahlian dalam pengembangan brand, pemasaran digital, dan strategi bisnis.

“Setiap calon mitra merchant dapat memanfaatkan keahlian ini untuk memutuskan: produk apa yang paling diminati konsumen, di mana lokasi dapur mereka, bagaimana memasarkan merek mereka kepada konsumen, hingga mengevaluasi strategi bisnis mereka bersama GrabKitchen dan Yummy Corp.”

Fasilitas yang disediakan GrabKitchen terdiri dari peralatan dapur dasar. Untuk mitra yang tidak butuh tempat masak disediakan opsi untuk menyimpan produknya di chiller dan siap dikirim setelah dipesan oleh konsumen. Layanan konsinyasi seperti ini cocok untuk kudapan seperti dessert box yang sedang tren, yang biasanya siap dijual langsung ke konsumen.

Jaringan cloud kitchen yang luas otomatis membawa nilai lebih bagi brand lokal dan nasional. Rio menjelaskan, bagi brand lokal dapat beroperasi di lebih banyak lokasi, sementara brand nasional dapat meluncurkan bisnisnya di kota-kota baru. Bagi konsumen, dapat memesan hidangan dari beberapa merchant yang berlokasi di satu GrabKitchen. Ini adalah proposisi pemilihan menu yang menarik untuk kebutuhan keluarga dan kelompok, serta memberikan visibilitas tambahan dan potensi promosi silang kepada setiap merchant.

Akses data dan teknologi juga diberikan untuk merchant yang memanfaatkan GrabKitchen. Grab memberikan data yang telah diolah untuk diberikan ke merchant untuk mengidentifikasi permintaan di wilayah tertentu.

Sumber: Grab

“Inovasi ini adalah solusi yang lebih efisien dan efektif. Pendekatan berbasis data kami memungkinkan kami untuk memberi rekomendasi kepada merchant tentang pemilihan menu, presentasi, promosi, dan branding untuk membantu mereka meningkatkan penjualan dan visibilitas mereka secara online.”

Keuntungan merchant lainnya, tak hanya mendapat akses pengantaran makanan, juga akses untuk belanja bahan masakan dengan harga yang lebih kompetitif. Penggunaan GrabMerchant juga memungkinkan merchant untuk mengelola menu, operasional toko, membuat iklan digital, serta mendapatkan akses ke laporan bisnis komprehensif yang dapat diakses melalui web.

“Kami yakin bahwa nilai tambah yang ditawarkan oleh fitur ini menyederhanakan operasi untuk pedagang kami. GrabKitchen akan terus mengembangkan fitur-fitur yang bermanfaat baik bagi mitra merchant maupun konsumen kami.”

Hangry

Sumber: Hangry

Berbeda dengan Grab dan Gojek, Hangry kurang lebih mengambil pendekatan seperti Rebel Foods pada awal perusahaan tersebut berdiri. Hangry mengoperasikan cloud kitchen untuk brand F&B yang dibentuk sendiri (brand builder).

CEO Hangry Abraham Viktor menjelaskan, alasan Hangry mengambil konsep cloud kitchen karena nilai lebih yang ditawarkan, yakni fleksibilitas dan efisiensi infrastruktur dapur, dan selalu hadir di manapun konsumen berada. “Beranjak dari konsep ini, kami berusaha untuk menyediakan suatu pengalaman virtual dining.”

Karena cloud kitchen dioperasikan sendiri, jadi suatu kelebihan buat Hangry karena perusahaan dapat memprioritaskan kualitas produk yang menjadi inti bisnisnya, baik dari kelezatan maupun kebersihan. Ada SOP dan QC yang diterapkan untuk menjaga kualitas dan higienitas produknya.

“Sekarang kami telah mencapai ribuan order per harinya dalam jangka waktu kurang lebih tujuh bulan. Selain itu, salah satu metrics lainnya yang amat penting adalah rating restoran kami di channel delivery yang berada di rata-rata 4,7/5. Inilah salah satu bukti komitmen kami untuk menjaga kualitas produk.”

Dukungan teknologi juga disematkan di dalam aplikasi Hangry. Selain kemudahan pemesanan makanan, selayaknya saat berseluncur di aplikasi delivery pada umumnya, terdapat gamifikasi berupa poin-poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah-hadiah menarik. Poin tersebut dikumpulkan melalui channel pembelian apapun dengan memindai kode QR yang ada di bukti pembelian.

Tak lupa, kemudahan pembayaran digital dengan berbagai opsi juga diberikan. Transaksi dengan e-wallet menurut Hangry masih digemari oleh konsumen yang bertransaksi secara online.

Abraham menuturkan saat ini Hangry tersebar di 40 lokasi di Jabodetabek dan Bandung. Adapun ambisi perusahaan pada tahun ini dapat hadir di lebih dari 120 outlet, masuk ke Bandung, Surabaya, dan Medan.

Terkait rencana membuka cloud kitchen-nya untuk brand di luar Hangry, Abraham masih menampik kemungkinan tersebut. “Untuk fasilitas kitchen, sekarang ini hanya brand Hangry yang bisa menggunakannya, tidak bisa ada brand lain yang menyewa atau menggunakannya.”

Sumber: Hangry

Ambil segmen berbeda

Di balik pesatnya perkembangan cloud kitchen, masih ada ruang besar untuk diseriusi pemain lainnya. DishServe memosisikan dirinya sebagai enabler ghost kitchen dengan memanfaatkan aset fasilitas dapur rumah yang kurang dimanfaatkan. Dapur tersebut nantinya masuk ke dalam jaringan cloud kitchen sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B.

Sebagai enabler, DishServe memudahkan bisnis brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki perusahaan. Perusahaan akan mendistribusikan stok makanan milik brand ke outlet pilihan, melihat dari insight yang berhasil terekam. Pun bagi pemilik dapur rumah, mereka bisa mendapat penghasilan tambahan. Alhasil dengan strategi ini brand tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk ekspansi outlet.

Terhitung saat ini DishServe memiliki 100 jaringan dapur di Jakarta.

Berikutnya ada Lookalkitchen yang menawarkan konsep revitalisasi dapur/restoran untuk para pemilik restoran agar tidak tertinggal tren pengiriman makanan online. Dapur-dapur yang belum dimanfaatkan secara optimal, diubah oleh perusahaan menjadi pusat pengiriman makanan dan minuman.

Pemilik restoran tetap memanfaatkan dapur untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi staf yang ada, dan menjadi bagian dari cloud kitchen tanpa harus terbebani oleh biaya-biaya tambahan. Mitra dapat menyajikan hingga 10 merek sekaligus di dapurnya.

Perusahaan bermitra dengan merek-merek makanan dan minuman (mamin) online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan memiliki kehadiran kuat di medai sosial. Pengusaha ini tidak perlu repot lagi mencari lokasi baru untuk lebih dekat dengan para konsumennya. Lookalkitchen memanfaatkan model bisnis bagi hasil antara pengusaha mamin dan restoran mitra.

“Kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur, aktiviasi, sampai akhirnya masuk ke semua platform food delivery,” ucap Co-Founder dan CFO Lookalkitchen Daniel Song.

Adapun beberapa nama mereknya adalah Dapoer Bang Jali by Denny Cagur, Enakdibungkus, dan Mandu Mami, yang memiliki basis pengikut Instagram gabungan hingga 100 ribu follower. Total outlet Lookalkitchen saat ini tersebar di 50 titik di Jakarta. Rencananya akan ekspansi ke kota lainnya pada akhir tahun ini.

Dari sisi bisnis, tentunya kehadiran pemain cloud kitchen adalah strategi diversifikasi pemilik bisnis untuk semakin mendekatkan diri ke konsumen tanpa harus keluar rumah. Lantaran lebih fleksibel dari sisi rental dan investasinya lebih ramah dikantong. Mayoritas para operator cloud kitchen ini menyasar bisnis UKM yang relatif baru beroperasi, maka skema bisnisnya sangat cocok.

Belum lagi dengan penyajian insight data untuk UKM sangat bermanfaat untuk menentukan strategi berikutnya, terlebih statusnya yang masih menjadi startup sehingga perlu minimalisir risiko. Terlepas dari sisi positifnya, ada tantangan yang dihadapi oleh operator cloud kitchen, seperti kurangnya pengalaman bersantap selayaknya di restoran, masalah kontrol kualitas makanan karena tidak semua menu “delivery friendly”. Ditambah, banyaknya pengiriman makanan berarti semakin banyak sampah kemasan yang dihasilkan.

Hangry sadar dengan kelemahan tersebut, makanya mereka membuat outlet khusus dine-in yang dijadikan sebagai flagship store untuk memperkenalkan brand agar lebih dekat kepada konsumen.

Seorang pengusaha kuliner dari India, Rachael Goenka, menuturkan, dalam menjalankan bisnis cloud kitchen yang menguntungkan, operator harus mengumpulkan kapital dalam jumlah yang cukup besar atau memiliki kehadiran merek yang kuat dan penawaran pengiriman yang dapat dimanfaatkan di beberapa lokasi.

“Kami harus mengandalkan yang terakhir dengan mengoperasikan banyak merek dari infrastruktur yang ada. Tidak pernah ada pertanyaan tentang satu opsi menggantikan yang lain. Makan di luar itu untuk perayaan dan pengalaman. Makan di tempat itu nyaman.”


*Foto header: Depositphotos.com

Hangry Announces 188 Billion Rupiah Series A Funding Led by Alpha JWC Ventures

The multi-brand culinary startup Hangry today (03/5) announced the Series A funding worth of $13 million equivalent to 188 billion Rupiah. This round was led by Alpha JWC Ventures with the participation of Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, and Heyokha Brothers. Hangry will use the fresh fund for national expansion in 2021-2022.

Previously, Hangry secured $3 million seed funding from Alpha JWC Ventures and Sequoia Capital for its involvement in the Surge accelerator program last year.

This year, the company aims to build more than 120 outlets and 20+ dine-in restaurants in various cities throughout Indonesia. In a media gathering earlier, Hangry’s team said that they will immediately execute the omnichannel strategy, integrate online-offline distribution channels this year.

Was founded in early September 2019 by Abraham Viktor, Andreas Resha, and Robin Tan, Hangry currently operates 40 branches in the Greater Jakarta and Bandung. They manage in-house brands, from Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo and Dari Pada.

The cloud kitchen concept applied in every outlet, to produce quality products at affordable prices. Food/beverages from Hangry can be ordered via GoFood, GrabFood, ShopeeFood, and the Hangry application.

“There are not many global food and beverage brands with really high-quality offerings, even those from Indonesia. This is our goal. We started from a small shophouse and will continue to expand to big cities in Indonesia and then to Southeast Asian countries. In the long term, Hangry wants to be a brand that grows with consumers, be there for their every moment and makes it count,” Hangry’s Co-Founder & CEO, Abraham Viktor said.

Abraham added, “The Hangry business is multi-brand and multi-channel concept to offer options with various channels for consumers. Therefore, opening a restaurant to dine-in has been in our roadmap, we just postponed it due to the pandemic. Last year, we decided to focus on the cloud kitchen concept and this has been the key to Hangry’s success. Now, people are ready to return to their normal activities, including eating out, and this is the right time to introduce Hangry restaurant.”

Meanwhile, for Alpha JWC Ventures, the new retail sector does have its own place in its investment hypothesis. Apart from Hangry, there are several other culinary startups have received support from them, including Goola, Kopi Kenangan, and Mangkoku.

“As its seed investor, Hangry’s curent achievement has proved our trustin the beginning. With a customer focus and effective execution, Hangry always prioritizes excellence in terms of product taste and service experience. Within 1.5 years, Hangry has successfully launched various brands with various flavors and categories, and almost all of them are the best products with top rankings on various platforms – this is a clear example of innovation based on product market fit,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Eko Kurniadi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Hangry Umumkan Pendanaan Seri A 188 Miliar Rupiah, Dipimpin Alpha JWC Ventures

Startup kuliner multi-brand Hangry hari ini (03/5) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $13 juta atau setara 188 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures diikuti Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, dan Heyokha Brothers. Dengan dana segar yang didapatkan, Hangry memasang target untuk melakukan ekspansi nasional pada tahun 2021-2022.

Sebelumnya, tahun lalu Hangry mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta dari Alpha JWC Ventures dan Sequoia Capital atas keterlibatannya di program akselerator Surge.

Tahun ini perusahaan menargetkan bisa membangun lebih dari 120 outlet dan 20+ restoran dine-in di berbagai kota di Indonesia. Sebelumnya dalam sebuah acara temu media, tim Hangry juga mengatakan bahwa tahun ini mereka akan segera mengeksekusi strategi omnichannel, integrasikan saluran distribusi online-offline.

Sejak didirikan awal September 2019 oleh Abraham Viktor, Andreas Resha, dan Robin Tan, Hangry saat ini sudah mengoperasikan 40 cabang di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Mereka mengelola brand in-house, mulai dari Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo dan Dari Pada.

Konsep cloud kitchen turut diterapkan di setiap gerai yang dimiliki, untuk menghasilkan produk berkualitas namun dengan harga terjangkau. Makanan/minuman dari Hangry bisa dipesan lewat GoFood, GrabFood, ShopeeFood, dan aplikasi Hangry.

“Tidak banyak brand makanan dan minuman global yang memiliki sajian yang benar-benar berkualitas, pun yang berasal dari Indonesia. Ini yang menjadi cita-cita kami. Kami mulai dari sebuah ruko kecil dan akan terus berkembang ke kota-kota besar di Indonesia lalu ke negara-negara Asia Tenggara. Dalam jangka panjang, Hangry ingin menjadi brand yang tumbuh bersama konsumen, hadir pada tiap momen mereka dan membuat momen tersebut menyenangkan,” ujar Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor.

Abraham menambahkan, “Konsep bisnis Hangry adalah multi-brand dan multi-channel untuk membawa banyak pilihan dengan berbagai jalan bagi konsumen. Karena itu, membuka restoran untuk makan di tempat memang sudah ada di dalam perencanaan kami selama ini, hanya saja kami tunda karena pandemi. Tahun lalu kami memutuskan untuk fokus dengan konsep cloud kitchen dan hal ini telah menjadi kunci kesuksesan Hangry. Kini, masyarakat sudah mulai siap untuk kembali beraktivitas normal, termasuk untuk makan ke luar, dan ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan restoran Hangry.”

Sementara itu bagi Alpha JWC Ventures, sektor new retail memang memiliki tempat tersendiri dalam hipotesis investasinya. Terbukti selain Hangry saat ini sudah ada beberapa startup kuliner lain yang mendapatkan dukungan dari mereka, di antaranya Goola, Kopi Kenangan, dan Mangkoku.

“Sebagai investor awal mereka, apa yang telah dicapai Hangry sejauh ini membuktikan kepercayaan kami pada mereka sejak awal. Dengan fokus pada pelanggan dan eksekusi yang efektif, Hangry selalu mengutamakan kesempurnaan dari segi rasa produk dan pengalaman layanan. Dalam kurun waktu 1,5 tahun, Hangry berhasil meluncurkan berbagai brand dengan ragam rasa dan kategori, dan hampir semuanya menjadi produk terbaik dengan peringkat teratas di berbagai platform – ini adalah contoh nyata dari inovasi berbasis product market fit,” kata Partner di Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Application Information Will Show Up Here

Gencarkan Strategi Omnichannel, Hangry Targetkan Miliki 150 Gerai Tahun Ini

Hangry, startup multi-brand virtual restaurant, mengambil langkah agresif untuk dapat membuka 150 gerai offline hingga akhir 2021 (posisi saat ini 41 gerai). Diharapkan ekspansi ini dapat mendongkrak brand awarenss dari lima brand restoran milik Hangry, sekaligus kinerja perusahaan.

Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor menjelaskan, meski bisnisnya baru berumur setahun, namun pandemi berhasil memberikan banyak pelajaran. Pada awal pandemi, perusahaan sebenarnya ikut terdampak hingga penurunan penjualan hingga 30%. Akan tetapi, angka tersebut belum seberapa dibandingkan pemain F&B lainnya yang bermain di layanan dine-in.

Seiring berjalannya waktu, salah satunya didorong percepatan konsumsi aplikasi digital yang masif, berdampak pada kinerja perusahaan yang dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan sebelumnya dari sebelum PSBB tahap pertama.

Momentum tersebut dimanfaatkan dengan terus ekspansi meluncurkan brand-brand F&B baru di bawahnya, hingga akhirnya memutuskan untuk buka gerai khusus dine-in, dari sebelumnya hanya berkonsep cloud kitchen untuk pesan antar memanfaatkan jasa GoFood dan GrabFood.

“Tahun ini kita mau lebih banyak effort ke branding supaya lebih banyak orang kenal Hangry. Makanya kita pakai strategi omnichannel buka gerai dine-in dan delivery, tapi rencananya kita mau lebih banyak dine-in biar semakin engage dengan konsumen,” terang Viktor dalam konferensi pers virtual, Kamis (25/2).

Saat ini Hangry memiliki 40 gerai yang tersebar di Jabodetabek dan 1 gerai di Bandung. Adapun pada awal tahun ini, perusahaan meresmikan satu gerai dine-in dinamai Hangry the Alley berlokasi di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat. Gerai ini akan menjadi flagship dari seluruh brand Hangry agar semakin dikenal masyarakat luas.

Viktor sendiri merencanakan, dalam target 150 gerai pada akhir tahun ini. Setidaknya di tiap kota besar akan hadir satu gerai flagship tersebut untuk memperkenalkan brand Hangry. Lalu sisanya akan difokuskan untuk perbanyak gerai stand alone buat Moon Chicken dan San Gyu. Keduanya merupakan brand dengan penjualan tertinggi dan memiliki banyak konsumen.

Adapun Hangry kini memiliki tiga brand F&B lainnya, yakni Dari Pada, Nasi Ayam Bude Sari, dan Ayam Koplo. Masing-masing brand jadi cari perusahaan untuk menangkap semua masyarakat yang memiliki favorit makanan yang berbeda-beda.

Mengenai kinerja perusahaan terjadi tren kenaikan hingga 2000% yang ditunjukkan lewat penjualan produk di bawah naungan Hangry mencapai 22 kali lipat dari Januari 2020 ke Desember 2020.

Pada tiap kuartal sepanjang 2020, perusahaan mampu menjual mulai dari 135 ribu porsi dalam sebulan, tembus ke angka 525 ribu porsi sebulan di kuartal terakhir. Bahkan disebutkan pula pada Desember 2020, dalam sehari pernah tembus 17 ribu porsi.

“Oleh karena itu, kami melihat bahwa minat masyarakat terhadap produk Hangry cukup tinggi dan menjadi salah satu alasan kami untuk berinovasi melakukan ekspansi dengan membuat restoran dine-in,” tutupnya.

Ekspansi perusahaan yang agresif ini juga didukung oleh perolehan pendanaan tahap awal senilai $3 juta dari Sequoia dan Alpha JWC Ventures yang diumumkan pada Juni tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

Explore the Further Concept of “Cloud Kitchen” in Indonesia

In the past three years, food delivery services have become one of the fastest-growing sectors. Many SME’s success stories based on the food business pioneer, supported by a delivery service, one indicator. Grab and Gojek became the two companies that dominated the industry. Now the competition continues. Both are in a competition to bring the concept of cloud kitchen or kitchen together to accelerate the food delivery business.

Cloud Kitchen, also known as a ghost kitchen or virtual kitchen, is basically a shared kitchen concept that can combine several brands in one place or kitchen. This concept, if viewed from the point of view of the delivery order service, will be effective to improve user experience because users can order the desired food from the nearest shared kitchen.

As in the food business, the concept of a shared kitchen can make it easier for them to be present in more places than opening a new branch that is costly.

Research says that the global cloud kitchen market is to reach $ 2.63 billion by 2026. The greatest potential for growth occurs in countries that have a growing food delivery service market.

In India, the cloud kitchen concept works quite well and is accepted by the public. The potential for growth is predicted to reach five times in the next five years. This is also driven by pandemic situations that force restaurants to serve only takeaway orders. Cloud kitchen allows many aspects that can ultimately be suppressed, one of which is infrastructure costs.

“People are currently ordering online, it benefits us for our entire cost structure is built on that. There is no shop in front of the restaurant. Therefore, from the perspective of capital and operating expenses, we are in a position to maintain and grow,” the CEO of the Indian Rebel Food Business Unit Raghav Joshi explained.

While in China, food delivery services also reached $62 billion in 2018. This is predicted to double by the year 2021. One that adds up to the message service between eating in China is the presence of Panda Selected. The Beijing-based startup is a cloud kitchen service provider with 120 locations in various major cities, such as Beijing and Shenzhen.

Cloud kitchen in Indonesia

Gojek brought Rebel Food expertise from India to Indonesia to develop this cloud kitchen concept. Gojek calls it the GoFood Joint Kitchen. There is also Grab (GrabKitchen) and Hangry which carry the concept of one kitchen for many brands.

“To date, GoFood Dapur Bersama, which was launched in October 2019, has 27 locations and expanding across Greater Jakarta, Bandung, and Medan. 80 percent of business partners who benefit from Dapur Bersama are GoFood SME partners that also part of the GoFood ecosystem, for example Duck Dower, Martabak Pizza Orins Express, Bakso Jawir, etc. Next, referring to GoFood data in May 2020, 70% of transactions were recorded by MSMEs after joining the GoFood Joint Kitchen, “said VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina.

Grab also presents GrabKitchen in many cities. As of last February they already had 40 cloud kitchen kitchens spread across several cities in Indonesia. GrabFood also has a GrabKitchen “All in One” feature that can make it easier for customers to order many dishes from several restaurants at once.

A similar concept is also applied by Hangry, a multi-brand restaurant developed with a digital approach. Although Hangry does not claim that they carry the concept of a cloud kitchen, the concept of one place with many brands is very close to the concept of a shared kitchen. The startup, which is headed by Abraham Viktor, utilizes a delivery service from Gojek and Grab and other technologies that support the company’s performance.

Last June Hangry successfully pocketed Rp42.7 billion in initial funding from Sequoia India and Alpha JWC Ventures. Currently, Hangry has dozens of outlets throughout Jabodetabek.

“During this pandemic, we still grow. Maybe because many people have not started eating out. From January to March the growth is 100%, while from March to June 30% per month,” Viktor explained then.

Gojek, Grab, and Hangry launched an expansion this year to encourage the presence of a more massive shared kitchen. Gojek decided to stop the GoFood Festival category and switch to the concept of a shared kitchen to continue with the delivery model.

“Gradually, through data and market demand, we are proceeding to develop GoFood Joint Kitchens in other cities in Indonesia as one of the comprehensive solutions to support the needs of culinary MSME businesses,” Rosel said.

The concern

As any other business model, the cloud kitchen concept raises several questions, both in terms of customers and business owners. For example the issue of cleanliness and quality.

There is also concern that expansion only benefits well-known brands, which makes it difficult for new businesses to grow and compete. At least those two are the concerns of the joint kitchen business that runs in several countries.

To date, the concept of shared kitchens is still an attractive option in Indonesia to encourage the expansion of restaurant chains that have proven to have a lot of interest. Time will prove whether there will be a new local restaurant network that is able to be national along with the growth of the cloud kitchen business in this country.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengenal Lebih Dekat Konsep “Cloud Kitchen”

Tiga tahun belakangan layanan pesan antar makanan menjadi salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Banyak kisah sukses UMKM yang merintis bisnis makanan, didukung layanan pesan antar, yang jadi salah satu indikatornya. Grab dan Gojek menjadi dua perusahaan yang merajai industri ini. Kini persaingan berlanjut. Keduanya berlomba-lomba membawa konsep cloud kitchen atau dapur bersama untuk mengakselerasi bisnis pengantaran makanan.

Cloud Kitchen, atau juga dikenal dengan ghost kitchen atau virtual kitchen, pada dasarnya merupakan konsep dapur bersama yang bisa menggabungkan beberapa brand di satu tempat atau dapur. Konsep ini, jika ditengok dari segi pengelola layanan pesan antar, akan efektif untuk meningkatkan pengalaman pengguna karena pengguna bisa memesan makanan yang diinginkan dari dapur bersama terdekat.

Sementara bagi bisnis makanan, konsep dapur bersama bisa memudahkan mereka untuk hadir di lebih banyak tempat ketimbang membuka cabang baru yang memakan banyak biaya.

Sebuah riset menyebutkan bahwa pasar cloud kitchen secara global akan mencapai $2,63 miliar pada 2026. Potensi pertumbuhan paling besar terjadi di negara-negara yang memiliki pasar layanan pengantaran makanan yang sedang tumbuh.

Di India, konsep cloud kitchen bekerja cukup baik dan diterima masyarakat. Potensi pertumbuhan yang diprediksikan mencapai 5 kali lipat dalam lima tahun terdepan. Ini juga didorong kondisi pandemi yang memaksa restoran lebih aman melayani pembelian secara take away. Dengan cloud kitchen, ada banyak aspek yang akhirnya bisa ditekan, salah satunya biaya infrastruktur.

“Karena orang hanya memesan secara online, itu menguntungkan kami karena seluruh struktur biaya kami dibangun berdasarkan hal itu. Tidak ada toko di depan restoran. Jadi dari perspektif modal dan pengeluaran operasional, kami berada dalam posisi untuk mempertahankan dan tumbuh,” terang CEO India Business Unit Rebel Food Raghav Joshi.

Sementara di Tiongkok, layanan pesan antar makanan juga menyentuh angka $62 miliar pada tahun 2018 silam. Angka ini diprediksi terus tumbuh hingga dua kali lipat pada tahun 2021 mendatang. Salah satu yang mewarnai layanan pesan antara makan di Tiongkok adalah kehadiran Panda Selected. Startup yang bermarkas di Beijing ini merupakan penyedia layanan cloud kitchen dengan 120 lokasi di berbagai kota besar, seperti Beijing dan Shenzhen.

Cloud kitchen di Indonesia

Gojek membawa keahlian Rebel Food dari India ke Indonesia untuk mengembangkan konsep cloud kitchen ini. Gojek menyebutnya sebagai Dapur Bersama GoFood. Ada juga Grab (GrabKitchen) dan Hangry yang membawa konsep satu dapur untuk banyak brand.

“Hingga saat ini, Dapur Bersama GoFood, yang diluncurkan sejak Oktober 2019, memiliki 27 lokasi dan tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Medan. 80 persen mitra usaha yang mendapatkan keuntungan dari Dapur Bersama adalah mitra UMKM GoFood yang telah menjadi bagian dari ekosistem GoFood sejak dahulu, seperti misalnya Bebek Dower, Martabak Pizza Orins Express, Bakso Jawir, dan lain-lain. Selanjutnya, merujuk kepada data GoFood di bulan Mei 2020, tercatat transaksi sebesar 70% oleh UMKM setelah bergabung dengan Dapur Bersama GoFood,” ujar VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina.

Grab juga menghadirkan GrabKitchen di banyak kota. Per Februari silam mereka sudah memiliki 40 dapur cloud kitchen yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. GrabFood juga memiliki fitur GrabKitchen “All in One” yang bisa memudahkan pelanggan memesan banyak menu hidangan dari beberapa restoran sekaligus.

Konsep serupa juga diusung Hangry, sebuah restoran multi-brand yang dikembangkan dengan pendekatan digital. Kendati Hangry tidak mengklaim bahwa mereka mengusung konsep cloud kitchen, konsep satu tempat dengan banyak brand sangat mendekati dengan konsep dapur bersama. Startup yang digawangi Abraham Viktor ini memanfaatkan layanan pesan antar dari Gojek dan Grab dan teknologi-teknologi lainnya yang menunjang kinerja perusahaan.

Juni kemarin Hangry berhasil mengantongi pendanaan tahap awal Rp42,7 miliar dari Sequoia India dan Alpha JWC Ventures. Saat ini Hangry tercatat memiliki belasan outlet di seluruh Jabodetabek.

“Selama pandemi ini, growth kami masih aman. Mungkin karena banyak orang yang belum mulai makan di luar. Dari Januari sampai Maret pertumbuhannya 100%, sementara dari Maret ke Juni 30% tiap bulannya,” terang Viktor kala itu.

Gojek, Grab, dan Hangry mencanangkan ekspansi sepanjang tahun ini untuk mendorong kehadiran dapur bersama yang lebih masif. Gojek memutuskan untuk menghentikan layanan pujasera GoFood Festival dan beralih ke konsep dapur bersama untuk tetap bisa melayani konsumen dengan model pesan antar.

“Secara bertahap, melalui data dan permintaan pasar, kami berproses untuk mengembangkan Dapur Bersama GoFood di kota-kota lain di Indonesia sebagai salahs atu solusi komprehensif untuk mendukung kebutuhan usaha UMKM kuliner,” terang Rosel.

Kekhawatiran

Layaknya model bisnis lainnya, model cloud kitchen atau dapur bersama menimbulkan beberapa pertanyaan, baik dari sisi pelanggan maupun pemilik bisnis. Misalnya isu kebersihan dan kualitas.

Ada juga kekhawatiran bahwa ekspansi hanya menguntungkan brand ternama, yang justru membuat bisnis baru sulit berkembang dan bersaing. Setidaknya dua itu yang menjadi kekhawatiran bisnis dapur bersama yang berjalan di beberapa negara.

Sejauh ini, di Indonesia, konsep dapur bersama masih menjadi opsi menarik untuk mendorong perluasan jaringan restoran yang terbukti memiliki banyak peminat. Waktu yang akan membuktikan apakah bakal muncul jejaring restoran lokal baru yang mampu menasional seiring dengan pertumbuhan bisnis cloud kitchen di negeri ini.

Alpha JWC Ventures Terlibat dalam Pendanaan Awal Hangry Senilai 42,7 Miliar Rupiah

Hangry, startup yang mengembangkan konsep restoran “multi-brand” telah mendapatkan pendanaan tahap awal senilai US$3 juta atau setara dengan 42,7 miliar Rupiah. Investasi tersebut didapatkan dari Sequoia dan Alpha JWC Ventures. Putaran pendanaan tersebut sudah ditutup sejak awal tahun 2020 ini.

Sebelumnya bisnis yang digawangi Abraham Viktor, Andreas Resha, dan Robin Tan tersebut juga mengikuti program akselerator Surge milik Sequoia India pada debut awalnya.

“Benar kami sudah menutup pendanaan tahap awal sejak Januari 2020. Sangat bersyukur bisa dipercaya oleh investor,” ujar Viktor kepada DailySocial.

Konsep multi-brand Hangry memiliki dan mengelola beberapa brand produk makanan. Mereka mengoptimalkan layanan pesan antar makanan untuk mendistribusikan produk-produknya – mengandalkan berbagai platform seperti Gofood, Grabfood, dan Traveloka Eats. Saat ini juga sudah merilis aplikasi untuk sistem loyalty.

“Selama pandemi ini, growth kami masih aman. Mungkin karena banyak orang yang belum mulai makan di luar. Dari Januari sampai Maret pertumbuhannya 100%, sementara dari Maret ke Juni 30% tiap bulannya,” imbuhnya.

Produk makanan yang mereka jajakan meliputi San Gyu (japanese beef bowl), Ayam Koplo (ayam geprek), Bude Sari (nasi ayam, kulit dan paru tradisional) dan Kopi Dari Pada (aneka ragam minuman). Dan baru-baru ini meluncurkan brand baru bernama “Moon Chicken”.

“Sejauh ini kami masih melayani pelanggan  di sekitar Jakarta, Bintaro, Bekasi, dan Karawaci. Tapi sedang proses juga untuk membuka di Serpong, Alam Sutra, Cengkareng, dan beberapa wilayah lainnya. Tentu ekspansi ke kota-kota lain akan menjadi agenda kami selanjutnya,” terang Viktor.

Hangry adalah salah satu representasi perkembangan bisnis kuliner. Melalui sentuhan teknologi, bisnis kuliner mulai bertransformasi. Misalnya, akhir-akhir ini banyak bisnis menghadirkan konsep “cloud-kitchen”, yakni konsep restoran yang hanya melayani pemesanan makanan melalui aplikasi delivery.

Penyaji makanan di cloud kitchen umumnya tidak memiliki kedai atau tempat makan layaknya restoran biasa. Hanya saja, secara brand dan produk mereka memiliki daya tawar tersendiri. Startup pengembang platform cloud kitchen menjembatani proses bisnis antara dapur dengan pelanggan, sembari memberikan jasa pengiriman hingga transaksi.

Application Information Will Show Up Here

Hangry Kembangkan Restoran “Multi-Brand” dengan Pendekatan Digital

Di tengah bisnis kuliner yang menggeliat kencang, ditambah dengan tren layanan on-demand seperti aplikasi pesan antar yang makin diminati, melahirkan ragam inovasi baru di bisnis terkait. Salah satunya ditawarkan oleh Hangry, sebuah bisnis multi-brand restaurant yang fokus melayani konsumen melalui kanal pesan antar (delivery).

Brand kami saat ini adalah San Gyu (japanese beef bowl), Ayam Koplo (ayam geprek), Bude Sari (nasi ayam, kulit dan paru tradisional) dan Kopi Dari Pada (aneka ragam minuman). Semua brand ini kami mulai dari nol dan semuanya tersedia di food delivery seperti Gofood, Grabfood dan Traveloka Eats,” terang Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor, yang sebelumnya juga dikenal sebagai Co-Founder Taralite.

Disampaikan juga, saat ini tim Hangry tengah merampungkan pengembangan aplikasi mobile guna menunjang bisnis – termasuk nantinya untuk sistem pemesanan dan program loyalitas. Rencananya akhir bulan Maret 2020 aplikasi tersebut akan diluncurkan ke publik.

Selain Viktor, ada dua co-founder lainnya yakni Andreas Resha dan Robin Tan. Kendati tidak menyebutkan detailnya, ia juga mengatakan bisnis yang dimulai sejak September 2019 ini telah mendapatkan pendanaan awal. Hangry juga mengikuti program akselerasi Surge yang diinisiasi Sequoia India.

Hangry sudah tersedia di seluruh Jakarta, Bintaro, Bekasi, Karawaci dan BSD. Perluasan kawasan pun terus dilakukan demi memaksimalkan bisnis.

Perekrutan talenta di bidang teknologi juga sedang jadi fokus perusahaan. Selain mengembangkan aplikasi, mereka akan berfokus mengembangkan sistem yang terintegrasi dengan aplikasi point-of-sales dan membangun supply chain internal perusahaan.

Ayam Koplo juga merupakan produk makanan yang dikelola Hangry / Hangry
Ayam Koplo juga merupakan produk makanan yang dikelola Hangry / Hangry

Unsur teknologi dalam bisnis kuliner

Hadirnya super app memberikan babak baru bagi banyak industri. Jika sebelumnya transportasi jadi yang paling merasakan dampaknya, kini bisnis ritel dan kuliner menyusul di belakangnya. Dengan puluhan juta pengguna aplikasi super app banyak model bisnis baru yang dapat diaplikasikan. Misalnya dalam kuliner ada konsep “cloud kitchen”, memungkinkan pebisnis kuliner meminimalkan investasi di awal untuk infrastruktur berlebih untuk pembuatan gerai, pembelian furnitur dll; karena hanya melayani pemesanan secara online.

Di sisi platform, beberapa startup mengembangkan aplikasi khusus untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut. Sebut saja nama-nama seperti Yummy Corp, Kulina, bahkan decacorn ala Grab juga tengah menyiapkan platform cloud kitchen. Sebagian menjembatani pebisnis makanan dengan pelanggan; sebagian lagi seperti Hangry, memproduksi dan mengantarkan makanan untuk para konsumennya.

Laporan ING Economics Department tentang “Technology in the Food Industry” mengemukakan data-data penting terkait bagaimana demokratisasi teknologi dalam menunjang bisnis kuliner. Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal digitalisasi. Pemanfaatan data hingga kecerdasan buatan dinilai akan memberikan banyak manfaat untuk bisnis. Terlebih di tahun 2030 diproyeksikan peran serta sistem berbasis robotika akan mulai kentara di industri kuliner.

Salah satu manfaat penggunaan aplikasi memungkinkan pebisnis mendapatkan data yang lebih komprehensif yang dapat membantu meningkatkan proses analisis bisnis. Contohnya, pebisnis bisa mengetahui tren peningkatan produk sehingga dapat melakukan proyeksi pembelian bahan baku. Atau bisa juga mempelajari kebiasaan konsumen untuk meningkatkan keterikatan brand secara lebih personal.