Kini Dilengkapi Bluetooth, Philips Hue Dapat Dikontrol dari Smartphone Tanpa Perlu Bergantung dengan Unit Hub

Berdasarkan observasi sekaligus pengalaman pribadi, salah satu alasan mengapa konsumen masih enggan menggunakan bohlam pintar di rumahnya adalah karena harganya cukup mahal. Banderol yang tinggi ini sebenarnya juga punya alasan tersendiri: untuk bisa berfungsi secara maksimal, bohlam pintar biasanya perlu bergantung pada sebuah unit hub yang menjadi perantaranya dengan koneksi Wi-Fi di rumah.

Problem itu sudah dipecahkan oleh Philips. Mereka baru saja merilis versi baru Hue, dan keunggulan utamanya adalah bohlam-bohlam ini turut dilengkapi konektivitas Bluetooth. Ini berarti konsumen dapat langsung mengontrolnya dari smartphone (atau via perintah suara menggunakan smart speaker Alexa), tanpa perlu membeli unit hub sebagai perantaranya.

Hilangnya ketergantungan Hue dengan unit hub ini merupakan kabar baik bagi konsumen yang belum pernah merasakan keuntungan memiliki bohlam pintar. Mereka cukup membeli satu atau dua bohlam, mencobanya selama beberapa hari, lalu kalau memang tertarik untuk menambah jumlahnya di kediaman masing-masing, mereka tinggal membeli unit hub-nya saja.

Unit hub ini masih diperlukan sebab kelemahan konektivitas Bluetooth adalah perihal jarak. Hue berkonektivitas Bluetooth ini hanya dapat dioperasikan dari jarak paling jauh 10 meter. Lebih dari itu, atau ketika Anda sudah meninggalkan kediaman dan ternyata lupa mematikan lampu di kamar, Anda pun sudah sepenuhnya kehilangan kendali.

Terlepas dari itu, Hue berbekal Bluetooth ini tetap sangat ideal buat sebagian besar konsumen, terutama mereka yang tinggal di apartemen berukuran tidak terlalu besar. Menurut Philips, unit hub baru dibutuhkan apabila konsumen menggunakan lebih dari 10 bohlam di kediamannya.

Sejauh ini, varian Philips Hue yang sudah kebagian jatah Bluetooth adalah A19 dan BR30. Menariknya, harganya tidak berubah terlalu signifikan: $15 untuk bohlam standar (menyala putih saja), $25 untuk bohlam ambiance (bisa diatur temperatur warnanya dari putih sampai kuning), dan $50 untuk bohlam unggulan yang bisa menyala warna-warni tergantung keinginan.

Sumber: The Verge.

Google Luncurkan Smart Display yang Lebih Besar dan Lebih Canggih: Nest Hub Max

Google mengakuisisi produsen perangkat smart home Nest pada awal tahun 2014. Pasca akuisisi, Nest rupanya masih beroperasi sendiri, hingga akhirnya pada pertengahan tahun lalu, diumumkan bahwa tim Nest resmi dilebur dengan divisi hardware Google yang menangani produk-produk seperti smart speaker Google Home maupun Chromecast.

Namun itu bukan berarti nama Nest sudah tinggal sejarah. Sebaliknya, Google justru baru saja mengumumkan bahwa mereka bakal mulai memasarkan lini produk Google Home di bawah branding Nest. Salah satu contohnya adalah Google Home Hub yang kini telah berganti nama menjadi Nest Hub.

Bersamaan dengan itu, Google turut mengungkap smart display speaker yang lebih gres lagi, yaitu Nest Hub Max. Sesuai namanya, ia merupakan versi lebih bongsor dari Nest Hub. Kalau Nest Hub cuma mengemas layar sentuh 7 inci, Nest Hub Max mengusung layar sentuh 10 inci dengan resolusi 1280 x 800.

Tubuh yang lebih besar juga berarti Hub Max lebih mumpuni perihal performa audio, dan itu diwujudkan lewat sepasang tweeter 18 mm dengan output 10 W, didampingi oleh subwoofer 75 mm dengan output 30 W. Namun ternyata Google tidak menyia-nyiakan ruang ekstra yang dimiliki Hub Max untuk itu saja.

Google Nest Hub Max

Berbeda dari Nest Hub, Hub Max mengemas kamera depan 6,5 megapixel dengan sudut pandang seluas 127 derajat. Video call jelas merupakan salah satu kegunaannya, dan Google pun tak lupa menyertakan fitur auto-framing supaya penggunanya selalu diposisikan di tengah bingkai layar selama percakapan video berlangsung – mirip seperti fitur yang ditawarkan Facebook Portal.

Juga menarik adalah bagaimana kehadiran kamera dapat membuat Hub Max jadi bisa difungsikan sebagai kamera pengawas suatu ruangan ketika penggunanya sedang berada di luar rumah. Seperti halnya kamera pengawas keluaran Nest, semuanya bisa dimonitor secara remote via aplikasi pendamping di smartphone.

Akan tetapi yang paling menarik adalah fitur bernama Face Match. Sebelum ini, Nest Hub sudah lebih dulu menawarkan fitur Voice Match, di mana Google Assistant yang terintegrasi mampu mengenali suara individu yang berbeda dan merespon dengan lebih spesifik. Face Match punya fungsi yang serupa, tapi yang dikenali bukanlah suara, melainkan wajah.

Jadi usai melewati proses pengenalan wajah dan datanya disimpan secara aman di perangkat, pengguna dapat langsung menikmati fitur Face Match. Setiap kali pengguna bergerak menghampiri Hub Max, kameranya bakal mengenalinya, lalu perangkat akan menampilkan informasi yang spesifik buat individu tersebut; entah itu agenda harian, panduan navigasi maupun info lainnya.

Google Nest Hub Max

Di Amerika Serikat, Nest Hub Max bakal dipasarkan mulai musim panas mendatang seharga $229. Google juga berencana membawanya ke lebih banyak negara, sayang Indonesia masih belum termasuk salah satunya (yang paling dekat adalah Singapura).

Dalam kesempatan yang sama, Google juga memperbarui banderol harga tiap-tiap produk dari lini Home-nya. Nest Hub (Google Home Hub) kini dijual seharga $129 saja di Amerika Serikat, sedangkan Google Home dan Google Home Max sekarang dihargai masing-masing $99 dan $299.

Sumber: Google.

Ikea Manfaatkan 3D Printer Demi Menjadikan Perabotnya Lebih Mudah Diakses Kaum Difabel

Hingga kini 3D printer masih banyak dianggap sebagai alat bantu untuk membuat prototipe dalam keperluan desain produk. Di luar itu, 3D printer mungkin lebih banyak digunakan untuk memenuhi hobi seseorang. Namun bagi Ikea, 3D printer bisa menjadi solusi atas suatu misi yang mulia.

Hal itu sedang dibuktikan oleh Ikea Israel, yang bekerja sama dengan organisasi nirlaba Milbat, dalam mewujudkan proyek bernama ThisAbles. Mungkin sebagian dari Anda sudah bisa menebak dari namanya kalau proyek ini ditujukan untuk membantu kaum difabel, dan memang seperti itulah tujuan akhir yang hendak dicapai Ikea Israel.

Ikea ThisAbles

Ide yang mereka gagaskan adalah bagaimana cara memudahkan konsumen difabel mengakses perabot-perabot rumahnya dengan memanfaatkan 3D printer. ThisAbles pada dasarnya mengemas koleksi aksesori atau komponen pelengkap suatu perabot yang dibuat menggunakan 3D printer.

Salah satu contohnya adalah sebuah saklar berukuran jauh lebih besar daripada biasanya. Kemudian ada pula gagang untuk tirai kamar mandi, serta kaki sofa ekstra panjang. Ketiganya dirancang untuk membantu mereka yang menderita celebral palsy, yang kemampuan motoriknya begitu terbatas, agar tidak kesusahan menyala-matikan lampu meja, membuka-menutup tirai kamar mandi, serta beranjak dari sofa.

Ikea ThisAbles

Total ada 13 aksesori yang dirancang Milbat menggunakan 3D printer untuk dipasangkan ke perabot-perabot Ikea. Kendati demikian, konsumen juga bisa melakukan pemesanan khusus apabila perabot non-Ikea yang mereka miliki tidak kompatibel dengan rancangan aksesori yang tersedia.

Di samping membelinya langsung lewat toko fisik Ikea, konsumen juga dapat memesannya secara online di situs Milbat. Namun yang lebih menarik lagi, konsumen yang mempunyai 3D printer dapat mengunduh blueprint-nya secara cuma-cuma dan mencetak barangnya sendiri.

Semoga saja cabang Ikea di negara-negara lainnya juga tertarik mewujudkan proyek mulai seperti ThisAbles ini.

Sumber: Washington Post.

Sukses dengan Robot Penghisap Debu, iRobot Kini Garap Robot Pemotong Rumput

Robot penghisap debu bukanlah penemuan baru, akan tetapi belakangan ini kecanggihannya semakin tidak terbayangkan. Lihat saja Roomba i7+ bikinan iRobot, yang mampu mengosongkan dirinya sendiri sekaligus memetakan ruangan secara akurat agar kinerjanya semakin efisien.

Robot pemotong rumput pun juga demikian; bukan barang baru, akan tetapi rupanya masih banyak aspek yang dapat disempurnakan, dan itulah yang coba diwujudkan oleh kreasi terbaru iRobot yang dinamai Terra. Ya, ini adalah pertama kalinya sang dedengkot robot vacuum cleaner membuat suatu robot pemotong rumput.

Tidak seperti kebanyakan robot pemotong rumput yang mengharuskan pemilik rumah untuk menetapkan perimeter menggunakan kabel, Terra hanya memerlukan kita untuk menempatkan wireless beacon di sekitar area yang hendak digarap. Tentunya sebagai sebuah pemotong rumput, Terra dirancang agar benar-benar tahan terhadap cuaca yang tak bersahabat.

Sebelum bisa beroperasi sendiri, Terra harus lebih dulu dinavigasikan secara manual melalui aplikasi pendampingnya di smartphone. Tujuannya adalah supaya Terra dapat mempelajari rute-rute yang harus diambil, sekaligus bagian mana yang harus ia hindari.

iRobot Terra

Lewat aplikasi ini pula pengguna dapat menentukan seberapa tinggi rumput yang hendak disisakan, serta memantau rutenya maupun membuatkan jadwal tersendiri. Satu hal yang berpotensi menjadi kekurangan adalah, Terra memanfaatkan konektivitas Wi-Fi, dan kita tahu lahan depan atau belakang rumah sering kali menjadi zona dengan sinyal Wi-Fi terlemah.

Dalam satu kali charge, Terra mampu beroperasi selama sekitar satu jam. Charging-nya sendiri membutuhkan waktu sekitar dua jam, dan apabila baterainya kritis di saat ia sedang bertugas, Terra bakal bergerak sendiri menuju charging base-nya, lalu setelahnya kembali bekerja melanjutkan dari titik terakhir yang ia tinggalkan.

Hal lain yang menarik adalah detail-detail kecil yang diperhatikan oleh iRobot. Sepasang pemotong milik Terra tak hanya bersifat modular, tapi juga disertai pegas untuk mencegah bilah pemotongnya patah ketika tidak sengaja berjumpa dengan batu maupun objek lain yang keras.

iRobot Terra rencananya akan dipasarkan lebih dulu di Jerman. Produk ini pada dasarnya merupakan bagian dari visi iRobot untuk membangun ekosistem robot yang memungkinkan suatu kediaman untuk ‘merawat’ dirinya sendiri, baik dari luar maupun dari dalam.

Sumber: The Verge.

Berkat Smartians, Gadget Rumahan Biasa Dapat Diberi Kemampuan Automasi

Automasi merupakan kata yang paling tepat untuk menggambarkan prinsip kerja perangkat smart home secara umum. Anggap Anda punya sebuah coffee maker pintar; menggunakan aplikasi pendampingnya di ponsel, Anda bisa menetapkan timer supaya mesin menyeduh kopi secara otomatis setiap pukul 6.30 pagi.

Namun apakah kopi hasil seduhannya pasti lebih enak daripada coffee maker biasa yang harus dioperasikan secara manual? Belum tentu. Kecuali automasi dan kepraktisan begitu penting buat Anda, mengganti coffee maker lama yang masih dapat berfungsi dengan baik dengan smart coffee maker mungkin hanya terkesan buang-buang uang.

Frolic Studio Smartians

Alternatif yang lebih menarik adalah membuat coffee maker lama itu jadi sedikit lebih pintar. Kira-kira demikian premis yang ditawarkan konsep perangkat bernama Smartians berikut ini. Dikembangkan oleh Frolic Studio, Smartians terdiri dari dua komponen: hub dan unit pendamping (add-on) untuk berbagai perangkat yang ingin ‘dicerdaskan’.

Seperti biasa, hub-nya yang terhubung ke jaringan Wi-Fi berfungsi mengirim instruksi ke unit add-on. Add-on ini bermacam-macam wujudnya: ada yang berfungsi untuk menekan tombol, saklar, tuas, maupun memutar kenop, semuanya tinggal disesuaikan dengan metode pengoperasian tiap-tiap perangkat.

Frolic Studio Smartians

Menggunakan layanan seperti IFTTT, add-on tersebut bisa diinstrusikan untuk menekan tombol atau memutar kenop lewat aplikasi di smartphone. Fitur timer juga bisa dimanfaatkan, sehingga dalam skenario smart coffee maker tadi, coffee maker biasa pun bisa beroperasi secara otomatis dengan bantuan Smartians.

Untuk sekarang, Smartians baru sebatas proof-of-concept, akan tetapi pengembangnya berniat merealisasikannya tahun depan apabila respon yang diterimanya terbukti positif dan ada investor yang tertarik.

Sumber: New Atlas.

Terbuat dari Kayu Asli, Mui Dapat Menampilkan Beragam Informasi Sekaligus Menjadi Pusat Kendali Perangkat Smart Home

Peluncuran Google Home Hub belum lama ini semakin membuktikan bahwa tren smart display speaker sedang naik daun. Berbekal layar sentuh, perangkat yang masuk dalam kategori ini sangat ideal untuk menampilkan konten secara interaktif, sekaligus menjadi pusat kendali ekosistem smart home.

Maka dari itu, tidak heran apabila pabrikan berusaha semaksimal mungkin agar desain perangkat semacam ini bisa kelihatan melebur dengan interior rumah. Untuk urusan itu, sepertinya belum ada yang bisa menandingi karya pabrikan asal Jepang bernama Mui berikut ini.

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, wujud Mui tidak lebih dari sebilah balok kayu utuh – dalam bahasa Jepang, “mui” berarti “keheningan”. Namun ketika permukaannya Anda sentuh, seketika itu juga backlight berwarna putih akan menyala dan menampilkan beragam informasi.

Mui

Sihir apa yang diterapkan pengembangnya? Well, mereka ini sebelumnya pernah bekerja di Nissha, perusahaan spesialis sensor sentuh kapasitif asal Jepang yang produknya bisa kita jumpai di Nintendo Switch. Keahlian tersebut pada akhirnya mereka kawinkan dengan jiwa seni dan kecintaan terhadap bahan baku alami.

Ya, Mui terbuat dari kayu asli dan ditawarkan dalam sejumlah varian kayu yang berbeda. Namun estetika belum menceritakan kisahnya secara lengkap, sebab Mui juga merupakan display interaktif yang sangat fungsional.

Selain menampilkan informasi cuaca dan sebagainya, Mui juga dapat mengontrol perangkat smart home via platform IFTTT. Kalau perlu, ia juga dapat difungsikan sebagai saklar pintar untuk mengatur tingkat kecerahan lampu Philips Hue yang tersambung.

Mui

Integrasi mikrofon berarti Anda juga dapat mengoperasikannya via perintah suara, termasuk untuk mengirimkan pesan teks. Jangan bayangkan informasinya sepadat di Google Home Hub, akan tetapi melihat tampilan interaktif yang keluar dari balik sebuah kayu tetap saja memberikan sensasi yang sangat unik.

Seperti halnya gadget lain yang berbahan kayu, Mui tidak murah. Di situs crowdfunding Kickstarter, ia bisa dipesan dengan harga paling murah $499 saat ini. Harga ritelnya diperkirakan berkisar $999. Anggap saja Anda membeli sebuah furniture yang kebetulan cukup pintar untuk dijadikan pengontrol perangkat smart home.

Sumber: The Verge.

Nuimo Click Adalah Saklar Pintar untuk Mengontrol Speaker Sonos dan Philips Hue

Tombol atau saklar pintar untuk mengontrol berbagai perangkat smart home bukanlah suatu ide baru di tahun 2018 ini. Akan tetapi ada dua hal unik dari saklar pintar bernama Nuimo Click berikut ini.

Yang pertama, ia bersifat wireless, sehingga dapat Anda tempatkan di mana saja ada permukaan datar (terdapat bahan perekat di sisi belakangnya). Kedua, ia sama sekali tidak perlu diisi ulang baterainya, sebab ia memang tidak memiliki baterai.

Sebagai gantinya, Nuimo Click memanfaatkan mekanisme energi kinetik sebagai suplai dayanya. Setiap kali Anda mengklik salah satu tombolnya, gerakan tersebut akan dikonversi menjadi energi yang cukup untuk mengirimkan sinyal ke Nuimo Hub, yang kemudian akan berkomunikasi secara wireless dengan perangkat smart home.

Untuk sekarang, perangkat yang kompatibel hanya lini speaker Sonos dan lampu pintar Philips Hue (sejauh ini tidak ada informasi apakah Senic selaku pengembangnya berniat menambahkan dukungan terhadap perangkat lain ke depannya). Pun begitu, Nuimo Click mampu merangkap peran sebagai pusat kendali yang lebih alami ketimbang kombo smartphone + aplikasi pendamping.

Nuimo Click

Untuk Sonos, keempat tombol Click bisa dipakai untuk play/pause, lompat ke lagu selanjutnya, memutar playlist tertentu, maupun tentu saja membesar-kecilkan volume. Untuk Hue, Click dapat digunakan untuk mengubah warna, mengatur tingkat kecerahan, maupun menyala-matikan lampu seperti saklar biasa.

Secara fisik, dimensi Nuimo Click terbilang ringkas, dengan material yang terbuat dari bahan polikarbonat. Satu-satunya kelemahan Click mungkin hanyalah ketergantungannya akan unit Nuimo Hub, yang pada akhirnya berdampak pada harganya yang cukup mahal.

Terlepas dari itu, Nuimo Click sangat ideal bagi konsumen yang tertarik menyederhanakan ekosistem smart home-nya. Starter kit-nya yang mencakup satu Nuimo Hub dan dua unit Nuimo Click akan dipasarkan seharga $229 mulai bulan Desember nanti.

Sumber: Digital Trends dan CNET.

Philips Hue Kini Mendukung Fitur Siri Shortcuts di iOS 12

Dibandingkan Google Assistant, Siri memang tertinggal jauh hampir di segala aspek. Namun sejak iOS 12, Siri setidaknya sudah bisa berkomunikasi dengan aplikasi pihak ketiga, yang berarti pengguna dapat meminta bantuannya untuk mengakses fitur dari bermacam aplikasi.

iOS 12 juga menghadirkan Siri Shortcuts, yang memungkinkan pengguna untuk menginstruksikan Siri memakai frasa bikinannya sendiri. Kabar baiknya, Philips Hue kini sudah mendukung fitur Siri Shortcuts.

Menggunakan frasa “dinner time” misalnya, Siri dapat memerintahkan Hue untuk berganti warna menjadi “Savannah Sunset”, lalu sekaligus mengaktifkan Do Not Disturb, memutar musik, dan lain sebagainya. Semua ini dapat dikustomisasi melalui aplikasi bawaan bernama Shortcuts di iOS 12.

Philips Hue App

Di samping itu, Siri rupanya juga bisa mempelajari pola penggunaan Hue, lalu menyajikan rekomendasi shortcut secara proaktif berdasarkan waktu yang tepat. Jadi semisal Anda sering mengganti tema warna Hue menjadi “Yoga” di sore hari, ke depannya Siri bakal menampilkan shortcut-nya secara otomatis di waktu yang sama.

Sebelum ini, pengguna sebenarnya sudah bisa menikmati fungsi yang sama melalui aplikasi pendamping Philips Hue sendiri. Namun Siri Shortcuts semestinya dapat semakin memudahkan prosesnya. Satu hal yang perlu dicatat, fitur ini memerlukan Philips Hue Bridge 2.0 untuk bisa berfungsi.

Kehadiran Siri Shortcuts semestinya bisa mendorong pengguna perangkat iOS untuk lebih sering meminta bantuan Siri, yang pada akhirnya bisa membuatnya jadi semakin pintar (karena sifat dasarnya yang selalu mempelajari pola penggunaan).

Sumber: 9to5Mac.

Amazon Umumkan Seabrek Perangkat Baru Berintegrasi Alexa

Asisten virtual Alexa pertama hadir bersama smart speaker Amazon Echo di bulan November 2014. Dalam kurun waktu hampir tiga tahun, keluarga Echo sudah bertambah besar hingga mencakup enam perangkat yang berbeda (per September 2017): Echo, Echo Dot, Echo Plus, Echo Look, Echo Show, dan Echo Spot. Apakah Amazon sudah puas? Rupanya belum.

Perusahaan ritel senilai satu triliun dolar itu baru saja memperkenalkan sejumlah anggota baru dari keluarga Echo, di samping generasi baru dari perangkat yang sudah ada. Tanpa berlama-lama, mari kita bahas satu per satu rumah baru Alexa ini.

Amazon Echo Dot (3rd Gen)

Amazon Echo Dot (3rd Gen) / Amazon
Amazon Echo Dot (3rd Gen) / Amazon

Echo Dot generasi ketiga punya penampilan yang jauh lebih manis. Sisi luarnya sekarang dilapis fabric bermotif jaring-jaring ala Google Home Mini, dan dimensinya ternyata agak membesar dibandingkan generasi sebelumnya. Kabar baiknya, unit driver-nya juga ikut membesar (dari 1,1 inci menjadi 1,6 inci), volumenya diklaim 70% lebih keras, dan harganya tidak berubah: $50.

Amazon Echo Plus (2nd Gen)

Amazon Echo Plus (2nd Gen) / Amazon
Amazon Echo Plus (2nd Gen) / Amazon

Sama seperti Echo Dot, Echo Plus generasi baru turut menganut bahasa desain yang melibatkan fabric bermotif jaring-jaring, membuatnya sepintas tampak mirip seperti Apple HomePod. Amazon mengklaim kualitas bass-nya lebih mantap berkat woofer yang lebih besar (3 inci), demikian pula untuk kualitas suaranya secara menyeluruh.

Kelebihan Plus masih sama, yaitu peran keduanya sebagai smart home hub. Yang unik dari generasi keduanya ini adalah, beberapa instruksi untuk perangkat smart home dapat berjalan secara lokal, alias tanpa bergantung koneksi internet, misalnya saja “Alexa, turn on the lights.” Harganya? Masih sama seperti generasi pertamanya: $150.

Amazon Echo Show (2nd Gen)

Amazon Echo Show (2nd Gen) / Amazon
Amazon Echo Show (2nd Gen) / Amazon

Perubahan yang langsung kelihatan dari Amazon Echo Show generasi kedua adalah layar sentuhnya, yang kini membesar ukurannya menjadi 10 inci (sebelumnya cuma 7 inci), dengan resolusi HD. Seperti Echo Plus, Echo Show juga dapat difungsikan sebagai smart home hub.

Amazon mengklaim Echo Show baru yang mengemas sepasang driver 2 inci dan sebuah passive bass radiator ini lebih superior kualitas suaranya, apalagi dengan bantuan algoritma processing dari Dolby. Namun yang lebih penting, Echo Show kini dilengkapi browser, sehingga jenis konten yang ditampilkan tentu bisa lebih banyak.

Harganya? Lagi-lagi masih sama seperti generasi pertamanya: $230.

Amazon Echo Auto

Amazon Echo Auto / Amazon
Amazon Echo Auto / Amazon

Satu-satunya yang belum dipasarkan secara luas, melainkan baru dalam jumlah terbatas, Echo Auto siap menyulap dashboard mobil menjadi rumah baru buat Alexa. Namun perlu dicatat, Echo Auto memerlukan smartphone sebagai perantaranya dengan Alexa.

Maksudnya begini: usai disambungkan ke port USB atau colokan 12V pada dashboard, Echo Auto perlu dihubungkan ke ponsel via Bluetooth agar pengguna bisa berinteraksi dengan Alexa. Bluetooth juga dipakai untuk menyambungkan Echo Auto ke sistem audio mobil, atau bisa juga via jack 3,5 mm standar.

Lalu kenapa tidak pakai smartphone saja kalau begitu caranya? Well, Echo Auto mengemas 8 mikrofon, sehingga ia tentu lebih jago dalam menangkap perintah suara secara akurat. Saat sudah dilepas ke publik secara luas nanti, harganya dipatok $50.

Amazon Echo Input, Echo Link dan Echo Link Amp

Amazon Echo Input / Amazon
Amazon Echo Input / Amazon

Anda ingat Chromecast Audio? Echo Input bisa dianggapi sebagai versi lebih canggih dari perangkat tersebut. Tugasnya mengubah speaker biasa menjadi smart speaker, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi langsung dengan Alexa berkat empat buah mikrofon yang tertanam pada badan tipisnya. Harganya $35 saja.

Amazon Echo Link / Amazon
Amazon Echo Link / Amazon

Echo Link punya fungsi yang sama seperti Input, tapi ditujukan buat sistem hi-fi stereo. Sisi depannya cuma dihuni satu kenop volume berukuran besar, sedangkan di belakangnya ada sederet input seperti yang umum kita jumpai pada sistem audio rumahan, plus port Ethernet.

Amazon Echo Link Amp / Amazon
Amazon Echo Link Amp / Amazon

Echo Link Amp, sesuai namanya, adalah perangkat yang sama tapi dengan amplifier 2-channel berdaya 60 watt, ideal untuk disambungkan ke speaker pasif. Echo Link dan Link Amp dipasarkan masing-masing seharga $200 dan $300.

Amazon Echo Sub dan Echo Wall Clock

Amazon Echo Sub / Amazon
Amazon Echo Sub / Amazon

Dua perangkat ini saya pisahkan karena tidak memiliki peran langsung sebagai rumah bagi Alexa. Echo Sub merupakan subwoofer wireless yang dapat disambungkan ke speaker dari lini Echo guna menambah intensitas bass-nya. Pengaturannya pun dapat dilakukan menggunakan perintah suara. Harganya? $130.

Amazon Echo Wall Clock / Amazon
Amazon Echo Wall Clock / Amazon

Echo Wall Clock, terlepas dari namanya, jelas bukan jam dinding biasa. Ia dapat dihubungkan ke speaker Echo via Bluetooth untuk menjadi representasi visual dari fungsi timer Alexa. Sepele, tapi ada beberapa kesempatan ia bisa sangat berguna. Harganya $30 saja.

AmazonBasics Microwave dan Amazon Smart Plug

AmazonBasics Microwave / Amazon
AmazonBasics Microwave / Amazon

Meski bukan bagian langsung dari keluarga Echo, kedua perangkat ini masih diciptakan untuk ekosistem smart home. AmazonBasics Microwave misalnya, meskipun jauh dari kata istimewa, masih tergolong unik karena dapat dioperasikan dengan perintah suara (menyambung ke speaker Echo untuk berkomunikasi dengan Alexa).

Amazon Smart Plug / Amazon
Amazon Smart Plug / Amazon

Amazon Smart Plug di sisi lain diciptakan supaya pengguna dapat mengontrol lampu, kipas angin, coffee maker dan lain sebagainya menggunakan perintah suara (lagi-lagi dengan bantuan speaker Echo yang dilengkapi integrasi Alexa). Kedua perangkat ini sudah dipasarkan masing-masing seharga $60 dan $25.

Sumber: 1, 2, 3, 4.

Robot Penghisap Debu Roomba i7+ Mampu Mengosongkan Dirinya Sendiri

Meski sampai sekarang belum dipasarkan secara global, reputasi Roomba sebagai robot penghisap debu sudah cukup mendunia. Salah satu rahasia kesuksesannya datang dari pengembangnya sendiri, iRobot, yang rajin menyematkan fitur baru pada setiap iterasi Roomba.

Yang terbaru adalah Roomba i7+. Generasi paling anyar ini menyempurnakan Roomba 980 dengan dua teknologi menarik. Yang pertama, i7+ sanggup mengosongkan kantong penampungannya sendiri. Jadi setiap kali ia ‘pulang’ ke charging station-nya, semua kotoran yang dikumpulkannya akan disedot dan disatukan ke sebuah kantong tertutup berukuran cukup besar.

Konsumen memang masih harus membuang kantong besar itu sendiri, tapi setidaknya ini tidak perlu dilakukan setiap kali Roomba selesai bertugas. iRobot bilang bahwa rata-rata konsumen cuma perlu mengganti kantong tersebut dengan yang baru setiap beberapa minggu sekali. Kabar buruknya, kita tidak bisa menggunakan sembarang kantong, melainkan kantong khusus yang dijual oleh iRobot seharga $15 isi tiga.

iRobot sebenarnya bukan produsen robot vacuum cleaner pertama yang menerapkan teknologi semacam ini. Kendati demikian, setidaknya mereka sekarang sudah mengatasi salah satu hal yang paling menyebalkan dari kebanyakan vacuum cleaner, yakni mengosongkan kantong penampungannya.

iRobot Roomba i7+

Teknologi baru yang kedua adalah penyempurnaan dari sistem pemetaan yang diperkenalkan Roomba 980. Berbekal odometer dan kamera beresolusi rendah, sistem dapat menggambarkan denah rumah supaya Roomba dapat membersihkan dengan lebih efisien.

Yang berbeda, i7+ bisa menyimpan hasil pemetaan ini, dan pengguna dapat membagi denahnya per ruangan sekaligus menamainya satu per satu (ruang tamu, ruang makan, dll). Dari situ mereka bisa lebih mudah menginstruksikan sekaligus menjadwalkan Roomba untuk membersihkan ruang tertentu, dan ini juga dapat dilakukan dengan bantuan smart speaker bertenaga Alexa atau Google Assistant.

Kemampuan membersihkannya pun diyakini juga lebih baik, sebab i7+ tak lagi menggunakan sikat dengan bulu-bulu kecil yang gampang terlilit, melainkan sikat baru berbahan karet yang ideal baik untuk karpet maupun permukaan lantai yang keras.

iRobot Roomba i7+

Berbekal penyempurnaan tersebut dan banderol harga $950, Roomba i7+ akan resmi menggantikan posisi Romba 980 sebagai Roomba yang paling canggih sekaligus paling mahal saat dipasarkan di kuartal pertama tahun depan. Kelewat mahal? iRobot rupanya juga memperkenalkan robot penghisap debu lain yang jauh lebih ekonomis, yakni Roomba e5.

Seberapa terjangkau? $450 ‘saja’, tapi tentu kemampuan untuk mengosongkan kantong penampungan secara otomatis maupun sistem pemetaan yang lebih matang tadi absen di sini. Kendati demikian, komponen pembersih yang digunakan sama, dan e5 yang akan segera dipasarkan ini masih bisa dikendalikan via Wi-Fi atau dengan voice assistant sebagai perantaranya.

Sumber: The Verge dan iRobot.