Izy Mungkinkan Pemilik Hotel Hadirkan Layanan “On-Demand” untuk Pengunjung

Digitalisasi layanan di sektor akomodasi sudah hampir meliputi hulu hingga hilirnya. Pemesanan kamar sampai penyampaian kepuasan tamu sudah bisa dilakukan melalui sebuah gawai. Justru saat ini layanan di dalam hotel itu sendiri yang acapkali masih konvensional.

Izy adalah startup yang melihat celah tersebut sebagai peluang bisnis. Startup ini didirikan pada 2018 oleh tiga orang yakni Gerry Mangentang, Mahesa Al Rasyid, dan Gustaf Loho. Gerry yang berlaku sebagai CEO menjelaskan bahwa Izy merupakan platform mobile concierge yang membantu hotel dalam mendigitalkan layanan dan meningkatkan pendapatannya.

Misal ada sebuah hotel tak memiliki restoran sendiri, Izy akan menghubungkan hotel itu ke restoran-restoran di dekatnya. Alhasil tamu hotel tetap bisa mencari makan tanpa meninggalkan kamar. Platform ini tak hanya membantu hotel dalam pemesanan makanan, bisa juga layanan binatu, room service, dan lainnya sesuai kebutuhan hotel.

“Oleh klien kami, Izy ini dilihat jadi semacam Gojek-nya. Tamu masuk, tinggal check in ke sistem hotel lalu mereka tinggal pesan apa saja dari sana,” jelas Gerry kepada DailySocial.

Model bisnis

Gambaran aplikasi Izy
Gambaran aplikasi Izy

Sebanyak 82 hotel kini sudah menggunakan platform Izy. Mayoritas di antara hotel tersebut bermukim di Bali, sisanya tersebar di Jabodetabek, Medan, Balikpapan, dan Samarinda. Kebanyakan hotel yang memakai jasa Izy adalah hotel luxury & leisure. Gerry menyebut angka itu segera bertambah seiring kesepakatan baru yang mereka raih dengan sejumlah hotel.

Meski begitu Gerry mengatakan, pihaknya tak eksklusif menyasar segmen tersebut. Pasalnya platform Izy dapat disesuaikan dengan kebutuhan hotel di segala kelas.

Adapun model bisnis yang Izy pakai adalah sistem berlangganan bulanan. Namun sistem itu juga fleksibel karena ada juga yang memakai sistem kombinasi dengan tarif datar atau bagi hasil. Startup lulusan Gojek Xcelerate ini meyakini dapat meraup pelanggan yang besar. Selain karena adopsi teknologi pihak hotel yang relatif lambat, juga karena banyaknya jumlah hotel dan penginapan di seluruh Indonesia. Dari sisi kompetisi pun masih minim pesaing dari lokal.

“Di market Indonesia kompetitor kita dari luar negeri semua. Tapi itu jadi kelebihan kita juga karena hotel-hotel yang ikut dengan kami prefer yang sama-sama dari Indonesia,” terang Gerry.

Efek pandemi

Industri perhotelan dan akomodasi sejak awal jadi salah satu industri paling parah terkena dampak Covid-19, tak terkecuali Izy. Gerry mengaku pendapatan Izy turun cukup seret akibat pandemi ini.

Namun di saat bersamaan tingkat respons hotel dalam menerima ajakan bergabung Izy jadi jauh lebih cepat. Dorongan untuk efisiensi dan mencari pos pendapatan baru memaksa hotel lebih cepat melirik solusi Izy. Padahal menurut Gerry pihaknya sudah menghentikan kegiatan marketing guna menekan pengeluaran perusahaan.

Menghadapi situasi paceklik ini, pendanaan jadi salah satu solusi untuk memperpanjang nafas. Izy juga mengambil langkah itu. Gerry mengungkapkan mereka baru saja meraih pendanaan awal dari sejumlah investor untuk nominal yang tak bisa disebutkan.

“Yang berpartisipasi itu ada Indigo Telkom, Arkblu Capital, dan Accelerating Asia Ventures,” imbuhnya.

Antisipasi lebih jauh

Jumlah kasus Covid-19 yang bertambah eksponensial sampai hari ini jelas membebani Izy. Namun Gerry mengatakan sudah merancang strategi anyar untuk mengantisipasi keadaan terburuk, salah satunya dengan pivot yang sifatnya sementara.

Gerry mengakui situasi sekarang mengharuskan mereka tidak mengandalkan hotel sebagai satu-satunya sumber pemasukan. Oleh sebabnya mereka berencana menyasar gerai ritel modern dan permukiman residensial sebagai pasar baru.

“Kita ini platform on demand, kalau dengan ritel ini kita bisa dianggap light e-commerce-lah, tapi untuk mall dan ritel. Fokusnya akan ada di Jakarta, Bandung dan Bali,” pungkas Gerry.

Application Information Will Show Up Here

Bukit Vista to Help with Management of Accommodation and Property Players

Exploring the potential of the accommodation business around tourist attractions in Indonesia, Bukit Vista is to help lodging business owners to promote and improve their business. Founded by Jing Cho Yang, Bukit Vista first launched in Bali in 2012, which is a favorite tourist spot for domestic and foreign tourists.

In particular, Bukit Vista platform provides technology-based management tools to accommodation business owners. Starting from homes, villas, and resorts which are then managed professionally on behalf of the property owner by the Bukit Vista team. With the objective of strengthening their exposure on major travel booking sites, especially Airbnb.

The founder with experience working at Airbnb sees considerable potential in Indonesia to later take advantage of the platform and technology presented by Bukit Vista.

“Bukit Vista was founded on the opportunities we saw in the market. Very few hosts received a number of bookings. Most of the properties have good locations, good hardware but management is not available,” Bukit Vista’s CEO Jing Cho Yang said.

Bukit Vista applies a subscription-based business model. The company does not take any income unless the property is booked. The business-driven is profit sharing that has been stated in a certain percentage and agreed by both parties.

With many other platforms offering hospitality-related services, Bukit Vista claims to be the only platform in Indonesia that improves management to be technology-based and always innovates in its processes and systems. In accordance with the company’s dream of becoming the most innovative hospitality company.

The pandemic effect

Currently, partners who have joined Bukit Vista can access web-based services directly. Bukit Vista provides guest arrival lists, automatic income reports, staff management, and more. Bukit vista has more than 180 properties that are managed exclusively in the regions of Bali, Yogyakarta, and Nusa Penida. The company also plans to expand markets outside Indonesia and throughout the world.

Regarding Bukit Vista business growth during the Covid-19 pandemic, as it presents services for accommodation, Bukit Vista experiencing the direct impact of the pandemic. However, the business manages to keep running, with some strategies launched by the company.

“Bukit Vista was directly affected by this pandemic due to the closure of access in and out of Bali and the drastic reduction in the number of tourists during this pandemic. However, there are still opportunities for us to overcome this problem, namely by utilizing trapped tourists and offering discounts for long stays,” Jing said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukit Vista Bantu Kelola Manajemen Pemilik Usaha Akomodasi dan Properti

Memanfaatkan potensi bisnis akomodasi yang tersebar di tempat wisata di Indonesia, Bukit Vista hadir untuk membantu pemilik usaha penginapan untuk mempromosikan dan meningkatkan bisnis mereka. Didirikan oleh Jing Cho Yang, Bukit Vista meluncur pertama kali di Bali tahun 2012 lalu, yang merupakan lokasi wisata favorit bagi wisatawan domestik hingga mancanegara.

Secara khusus platform Bukit Vista menyediakan alat manajemen berbasis teknologi kepada pemilik usaha akomodasi. Mulai dari rumah, villa, dan resor yang kemudian dikelola secara profesional atas nama pemilik properti oleh tim Bukit Vista. Dengan tujuan memperkuat eksposur mereka di situs pemesanan perjalanan utama, terutama Airbnb.

Sang pendiri yang pernah memiliki pengalaman bekerja di Airbnb, melihat potensi yang cukup besar di Indonesia untuk kemudian memanfaatkan platform dan teknologi yang dihadirkan oleh Bukit Vista.

“Bukit Vista didirikan berdasarkan peluang yang kami lihat di pasar. Sangat sedikit tuan rumah (host) yang mendapatkan jumlah pemesanan. Sebagian besar properti memiliki lokasi yang baik, hardware yang baik tetapi manajemennya tidak ada,” kata CEO Bukit Vista Jing Cho Yang.

Model bisnis Bukit Vista adalah berbasis berlangganan (subscription). Perusahaan tidak mengambil pendapatan apa pun kecuali properti dipesan. Motor bisnis perusahaan adalah bagi hasil yang telah dinyatakan dalam jumlah persentase tertentu dan disetujui oleh kedua belah pihak.

Meskipun saat ini sudah banyak platform lain yang menawarkan layanan terkait hospitality, namun Bukit Vista mengklaim sebagai satu-satunya platform di Indonesia yang meningkatkan manajemen untuk menjadi berbasis teknologi dan selalu berinovasi dalam proses dan sistem yang dimiliki. Sesuai dengan impian perusahaan yaitu menjadi perusahaan perhotelan paling inovatif.

Dampak pandemi

Saat ini mitra yang telah bergabung dengan Bukit Vista bisa mengakses langsung layanan yang berbasis web. Bukit Vista menyediakan daftar kedatangan tamu, laporan pendapatan otomatis, manajemen staf, dan lainnya. Bukit vista telah memiliki 180 lebih properti yang dikelola secara eksklusif di kawasan Bali, Yogyakarta, dan Nusa Penida. Perusahaan juga memiliki rencana untuk memperluas pasar tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.

Disinggung seperti apa pertumbuhan bisnis Bukit Vista saat pandemi virus Covid-19 berlangsung saat ini, disebutkan karena menghadirkan layanan untuk akomodasi, secara langsung Bukit Vista mengalami impact dari pandemi. Namun demikian agar bisnis bisa terus berjalan, terdapat strategi yang kemudian dilancarkan oleh perusahaan.

“Bukit Vista terkena dampak langsung dari pandemi ini dikarenakan tutupnya akses keluar masuk Bali dan berkurangnya jumlah wisatawan secara drastis selama pandemi ini. Namun, masih ada peluang untuk kami mengatasi masalah ini, yaitu dengan memanfaatkan wisatawan yang terjebak dan menawarkan potongan harga untuk long stay,” kata Jing.

Tahun Depan Oyo Targetkan Miliki Jaringan di Seratus Kota

Setelah meresmikan kehadirannya dua bulan yang lalu, Oyo sebagai jaringan hotel yang telah beroperasi di lebih dari 500 kota di 6 negara mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis yang signifikan di Indonesia. Saat ini di jaringan Oyo sudah ada lebih dari 150 hotel di 16 kota di Indonesia.

Tahun 2019 mendatang Oyo memiliki target ekspansi di lebih dari 100 kota. Selama ini Oyo juga telah memperkuat jaringan hotel di Indonesia dengan menambahkan lebih dari 70 hotel per bulan ke jaringannya. Sebelumnya perusahaan mengumumkan komitmen investasi lebih dari US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) untuk menjadi pemain terdepan di Indonesia.

“Dengan total investasi sebesar $100 juta, kami telah menyiapkan strategi pertumbuhan bisnis yang agresif untuk tahun 2019. Kami berencana akan memperluas jaringan di lebih dari 100 kota di Indonesia. Kami juga terus mengeksplorasi berbagai peluang pertumbuhan organik selagi membangun sinergi lewat berbagai kerja sama dengan entitas lokal,” kata Country Lead Oyo Hotels Indonesia Rishabh Gupta.

Besarnya permintaan dari masyarakat terkait dengan hotel di Indonesia menurut Oyo tidak diimbangi dengan penyediaan akomodasi berkualitas. Dalam hal ini Oyo dengan kapasitas yang dimiliki ingin mengakomodasi kebutuhan tersebut lewat model bisnis berbasis teknologi.

“Kota besar seperti Jakarta dan Surabaya menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan Oyo di Indonesia, namun kami melihat bahwa peluang bisnis yang tidak kalah besar justru datang dari kota-kota lain yang menjadi pusat bisnis regional maupun destinasi wisata baru. Berbagai program pengembangan destinasi wisata dari Kementerian Pariwisata Indonesia juga turut memiliki andil besar dalam mendukung pengembangan bisnis hospitality di Indonesia ke depannya,” tambah Rishabh.

Untuk pendanaan sendiri, Oyo sebelumnya telah mengantongi funding dari Softbank, Lightspeed, Sequoia, dan Greenoaks Capital senilai US$1 miliar. Ada pula tambahan $200 juta yang diambil dari neraca keuangan perusahaan.

Baru-baru ini Oyo juga dikabarkan telah mendapatkan dana segar dari Grab senilai $103,4 juta (Rp1,5 triliun) dalam seri E. Rencananya investasi Grab ini akan digunakan untuk membantu mengembangkan layanan Oyo di Asia Tenggara, terutama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Oyo Resmi Hadir di Indonesia, Siapkan Investasi 1,5 Triliun Rupiah

Oyo, startup yang bergerak bisnis jaringan hotel, meresmikan kehadirannya di Indonesia setelah kontinu mempersiapkan operasionalnya sejak setahun lalu. Di saat yang bersamaan, perusahaan mengumumkan komitmen investasi lebih dari US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) untuk menjadi pemain terdepan di Indonesia.

Founder dan CEO Oyo Ritesh Agarwal menuturkan, komitmen investasi yang disiapkan ini diambil dari perolehan dana segar yang didapat perusahaan sebulan lalu sebesar US$1 miliar dari Softbank, Lightspeed, Sequoia, dan Greenoaks Capital. Ada pula tambahan US$200 juta yang diambil dari neraca keuangan perusahaan.

Oyo akan menggunakan mayoritas dana tersebut untuk membangun infrastruktur jaringan hotel dan merenovasi bangunan agar sesuai dengan kriteria Oyo. Kemudian mereka melatih talenta agar dapat bekerja di industri hospitality, mengembangkan teknologi, dan melancarkan strategi pemasaran agar dapat menarik pengguna baru.

“Oyo membantu para pemilik unbranded hotel dengan teknologi yang kami miliki untuk meningkatkan standar pelayanannya setara dengan jaringan hotel sehingga pada akhirnya okupansi dapat meningkat. Komitmen kami sangat kuat untuk mengembangkan Indonesia dan ingin bertahan lama di sini,” ucapnya, Kamis (18/10).

Sebelum meresmikan kehadiran, pihaknya sudah melakukan berbagai riset kondisi pasar, sosial, hingga regulasinya. Secara perlahan-lahan, Oyo mulai merintis kiprahnya dengan badan hukum PT Oyo Rooms Indonesia. Operasional sendiri dimulai sejak pada Februari 2018.

Kini Oyo telah menggandeng lebih dari 30 pemilik properti yang telah terinventarisasi dan 1000 kamar tersebar di tiga kota, yakni Jakarta, Surabaya, dan Palembang. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp149 ribu. Salah satu mitra properti yang dikelola Oyo adalah Adhi Persada, anak usaha perusahaan pelat merah Adhi Karya.

Berikutnya Oyo siap memperluas kehadirannya di 35 kota di seluruh Indonesia, termasuk Yogyakarta, Bandung, dan Bali dalam 15 bulan ke depan. Pada tahun 2020 mendatang, Oyo berambisi dapat merekrut lebih dari 60 ribu karyawan di berbagai daerah untuk memperkuat sektor perhotelan, seperti pekerjaan untuk front office, jasa katering, dan house keeping.

“Prinsip kami tiga kamar hotel bisa mempekerjakan satu orang tenaga kerja. Semakin banyak kamar tentunya akan membuka semakin banyak lapangan pekerjaan untuk orang Indonesia,” tambah Country Lead Oyo Indonesia Rishabh Gupta.

Model bisnis Oyo

Ritesh menegaskan kehadirannya di Indonesia bukan menjadi kompetitor untuk para pemain OTA yang sudah lebih dahulu hadir, melainkan sebagai mitra distribusi. Justru yang dianggap sebagai kompetitor adalah jaringan hotel budget yang sudah memiliki reputasi besar, seperti Accor, Pop Hotels, Tauzia Hotel, Harris, dan masih banyak lagi.

“Justru OTA itu adalah mitra kami untuk distribusi kamar. Kami bermitra dengan mereka semua. Salah satu pemilik properti kami menyebut okupansi naik dari 28% jadi 92% setiap harinya setelah masuk ke jaringan Oyo. Hotelnya mendapat rating bintang empat, dari hanya satu, di Booking.com.”

Dalam model bisnisnya, dia menjelaskan pemilik properti yang bermitra dengan Oyo akan beroperasi mengadopsi model manchise (manajemen dan franchise). Kontrol dan manajemen hotel akan dipegang penuh Oyo. Model ini juga diterapkan di India dan Tiongkok.

Semua properti akan dioperasikan dalam perjanjian sewa atau mengizinkan pemilik properti menjalankan properti mereka dalam kesepakatan franchise. Oyo biasanya mengutip 20% dari total pendapatan hotel untuk skema perjanjian sewa.

Dalam pemilihan properti, Ritesh mengatakan pihaknya melihat segala jenis properti yang ada, lalu mengukurnya dari segi luas kamar tidur, kamar mandi, luas lobi, dan sebagainya. Yang terpenting adalah lokasinya yang harus strategis.

Semuanya dibutuhkan untuk melihat seberapa besar renovasi yang dibutuhkan agar dapat beroperasi sesuai kriteria manajemen Oyo dan mengatur kesepakatan harga kamarnya. Setelah semuanya terukur, pemilik properti akan merenovasi dengan biaya sendiri. Nanti Oyo akan bekerja sama dengan institusi keuangan lokal untuk membantu pemilik properti meringankan ongkos tersebut dengan cicilan yang terjangkau.

Seluruh manajemen hotel akan dipantau dari aplikasi. Oyo menyediakan lima jenis aplikasi untuk kebutuhan yang berbeda-beda. Ada Krypton, Oyo Owner, Co Oyo, Oyo OS, dan Oyo : Branded Hotels untuk konsumen.

Sejak pertama kali berdiri di bulan Mei 2013, Oyo telah hadir di lebih dari 350 kota dengan menggandeng lebih dari 10 ribu mitra tersebar di enam negara, India, Tiongkok, Malaysia, Nepal, Inggris, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.

Oyo mengklaim sebagai pemimpin teknologi perhotelan dengan memiliki 211 ribu franchised kamar yang dapat disewa. Lebih dari 125 ribu kamar hotel terisi setiap harinya.

Di Indonesia, Oyo telah memiliki 155 karyawan. Kantor sementara masih berlokasi di coworking space WeWork Revenue Tower, Jakarta.

Application Information Will Show Up Here

Zuzu Hotels Hentikan Layanan Reservasi Hotel Budget di Indonesia, Fokus ke Segmen B2B

Setelah sempat meluncurkan layanan online hospitality di Indonesia bulan November 2016 lalu, ZuzuHOTELS memutuskan menghentikan layanan hotel budget mereka di Indonesia dan kemudian hanya fokus kepada hotel budget di Taiwan. Keputusan ini diambil Co-founder Vikram Malhi dan rekannya yang sama-sama memiliki pengalaman bekerja di Expedia, Dan Lynn, setelah menjalankan bisnis dan mendapatkan pendanaan awal dari angel investor beberapa waktu yang lalu.

“Setelah mendapatkan funding di awal bisnis kami mulai menjalankan bisnis Zuzu Hotels, belajar dari pengalaman tersebut akhirnya kami memutuskan untuk fokus kepada B2B dan mulai mengurangi B2C di beberapa negara di Asia termasuk Indonesia,” kata Dan Lynn kepada DailySocial.

Dari pantauan DailySocial, saat ini budget hotel di Indonesia sudah tidak bisa diakses dan hanya terdaftar beberapa budget hotel di Taiwan, India dan Thailand. Disinggung tentang adanya persaingan yang cukup sengit di industri budget hotel, terutama di Indonesia, menurut Lynn bukan menjadi kendala.

Meskipun tidak memberikan penyebab pivot secara detail, Zuzu Hospitality Solutions didirikan. Hal ini mengingatkan kita akan pivot Tinggal.com yang menempuh arahan yang sama.

“Kami ingin memberikan platform teknologi dan service terbaik kepada hotel independen, visi tersebut yang kemudian menjadi fokus utama Zuzu Hospitality Solutions saat ini,” kata Lynn.

Pendanaan baru untuk mengembangkan teknologi

Hari Senin lalu (23/10) Zuzu Hospitality Solutions mengumumkan telah mendapatkan seed funding sebesar $2 juta (26 miliar Rupiah) yang dipimpinventure capital asal Silicon Valley yaitu Wavemaker Partners. Venture capital lainnya yang termasuk dalam putaran pendanaan seed ini adalah Golden Gate Ventures (Singapura), Alpha JWC dan Convergence Ventures (Indonesia).

“Mereka adalah tim yang terbaik dengan pengalaman dan traksi yang positif untuk wilayah regional terutama di Indonesia,” kata Founder dan Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li kepada DailySocial tentang pendanaan ini.

Dengan pendanaan baru tersebut, Zuzu Hospitality Solutions ingin mengembangkan platform teknologi terutama teknologi manajemen pendapatan hotel. Termasuk di dalamnya fungsi yang memungkinkan Zuzu untuk menerapkan software dan model “layanan” kepada mitranya.

“Demi memastikan layanan yang dihadirkan Zuzu bisa menambah penghasilan hotel, kami ingin membatasi jumlah klien dulu hingga akhirnya bertambah secara organik dengan hasil yang memuaskan,” kata Lynn.

Fokus ke hotel independen

Untuk memastikan hotel independen di Asia saat ini memiliki teknologi dan sistem terpadu dalam manajemennya, Zuzu Hospitality Solutions tidak hanya menawarkan platform teknologi, namun juga layanan yang lebih personal langsung dengan tim sales untuk masing-masing hotel.

“Kita bisa memastikan pihak hotel akan mendapatkan [peningkatan] revenue 20-40% jika memanfaatkan layanan Zuzu Hospitality Solutions. Dengan demikian pihak hotel bisa memberikan pengalaman pelanggan lebih baik lagi,” kata Lynn.

Bisnis model yang baru ini memudahkan Zuzu Hospitality Solutions membina kemitraan dengan layanan OTA, seperti Traveloka dan Expedia, demi mendongkrak penjualan hotel independen yang memanfaatkan platform Zuzu.

“Saat ini sedikitnya sudah 150 hotel di Asia yang sudah menggunakan platform ZUZU Hospitality Solutions. Jumlah tersebut cukup beragam dari beberapa negara di Asia, termasuk di Indonesia,” kata Lynn.