Flip Dapat Pendanaan Seri B+ Senilai 811 Miliar Rupiah

Flip mengumumkan perolehan pendanaan tambahan untuk putaran seri B senilai $55 juta atau setara 811 miliar Rupiah. Kali ini Tencent berperan memimpin pendanaan, diikuti Block (sebelumnya Square) dan Insight Partners. Sejumlah angel investor turut terlibat, di antaranya Guillaume Pousaz (CEO Checkout.com); Gokul Rajaram (eksekutif Doordash sekaligus komisioner Coinbase, Pinterest), dan Michael Vaughan (ex-COO Venmo).

Investasi baru ini melanjutkan perolehan seri B yang diumumkan Flip akhir tahun 2021 lalu, senilai $48 juta dipimpin Sequoia Capital India, Insight Partners, dan Insignia Venture Partners. Menurut sumber kami, Jika ditotal dana ekuitas yang berhasil didapat startup ini telah mencapai $120 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah.

Modal tambahan ini akan difokuskan untuk memperkuat tim, khususnya di divisi teknis dan produk. Saat ini Flip telah memperkerjakan lebih dari 400 karyawan. Ini dilakukan untuk mengakselerasi pengembangan produk dan teknologi baru.

COO Flip Gita Prihanto mengatakan bahwa per Mei 2022 mereka telah melayani lebih dari 10 juta pengguna — meningkat dari sebelumnya di Desember 2021 baru 7 jutaan. Layanan utama mereka membantu pengguna melakukan transfer antarbank, top-up, dan remitansi.

Di sisi lain, layanan B2B mereka juga berkembang pesat. Flip B2B telah digunakan ratusan perusahaan untuk membantu proses penggajian karyawan, pengembalian uang pelanggan, pembayaran faktur, dan remitansi. Total setiap tahun mereka membukukan transaksi sampai $12 miliar.

Layanan transfer antarbank

Flip hadir untuk mengatasi isu terkait biaya transfer antarbank yang cukup mahal — terutama dirasakan kalangan menengah ke bawah dan pelaku UMKM. Teknologi Flip mampu menjadi “forwarder”. Misalnya pengguna dari bank A ingin mentransfer ke bank B, maka ia dapat mentransfer terlebih dulu ke rekening bank A milik Flip untuk kemudian diteruskan ke rekening tujuan bank B calon penerima oleh rekening bank B milik Flip secara otomatis.

Konsep tersebut diterima baik oleh masyarakat Indonesia. Apalagi model bisnis Flip adalah freemium, hingga batas tertentu pengguna dapat menggunakan layanan tersebut secara gratis.

Pemain lain juga mulai menghadirkan layanan ini sebagai salah satu fitur unggulan. Misalnya dilakukan oleh platform e-money DANA, layanan tersebut sempat mengokohkan mereka di peringkat tertinggi untuk platform sejenis. Per Desember 2021, tercatat lebih dari 350 juta transaksi dengan menggunakan fitur “Kirim Uang” di DANA, rata-rata 30 juta transaksi per bulan.

Strategi serupa kini diterapkan banyak fintech, termasuk platform bank digital yang baru-baru ini bermunculan.

Di sisi lain, Bank Indonesia juga telah merilis BI Fast Payment (BI-FAST), mereduksi biaya transfer antarbank menjadi Rp2.500. Menanggapi ini, dalam sebuah wawancara dengan DailySocial.id, Co-founder dan CEO Flip Rafi Putra Arriyan menuturkan pihaknya senantiasa menyambut baik kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia karena selaras dengan visi Flip dalam menghadirkan solusi teknologi keuangan yang adil bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

“Untuk mendukung inisiatif tersebut, kami berkomitmen untuk melanjutkan upaya dan inovasi kami dengan memanfaatkan teknologi guna memberikan kualitas terbaik, baik untuk kepraktisan, kemudahan, maupun kecepatan dalam bertransaksi bagi para pelanggan di seluruh Indonesia.”

Application Information Will Show Up Here

Xendit Rampungkan Pendanaan Seri D Senilai 4,3 Triliun Rupiah

Startup pengembang infrastruktur pembayaran Xendit mengumumkan telah menutup putaran pendanaan seri D senilai $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Coatue dan Insight Partners, dengan partisipasi Accel, Tiger Global, Kleiner Perkins, EV Growth, Amasia, Intudo, dan Goat Capital.

Dana segar ini menambah total pendanaan ekuitas yang berhasil dikumpulkan Xendit sejauh ini senilai $538 juta. Capaian ini diperkirakan melambungkan valuasi perusahaan hingga lebih dari $2 miliar Rupiah. Sebelumnya Xendit menutup pendanaan seri C senilai $150 juta pada September 2021 lalu, berhasil membawa mereka menjadi unicorn selanjutnya dari Indonesia.

“Melalui pendanaan terbaru ini, kami berkomitmen untuk terus berinvestasi di pasar-pasar baru, mengembangkan platform, dan memperluas lini bisnis agar bisa memaksimalkan peluang yang ada. Nilai ekonomi digital Asia Tenggara akan mencapai $360 miliar pada tahun 2025 dan kami percaya Xendit telah berada di posisi yang tepat untuk bisa berkontribusi dan meraih manfaat dari pertumbuhan tersebut,” sambut Co-founder & CEO Xendit Moses Lo.

Hadir menyajikan layanan utama berupa payment gateway, Xendit memudahkan startup dan UMKM untuk bisa memproses pembayaran digital dan meningkatkan skala bisnis mereka. Xendit konsisten melanjutkan performa positifnya, dengan peningkatan penjualan lebih dari 10% month-on-month semenjak diluncurkan tahun 2016.

Selama satu tahun terakhir, jumlah transaksi yang tahunan difasilitasi Xendit melonjak 3x lipat, dari 65 juta menjadi 200 juta dan meningkatkan total nilai pembayaran dari $6,5 miliar (setara dengan Rp95 triliun) menjadi $15 miliar (setara dengan Rp219 triliun). Saat ini sudah ada sekitar 3 ribu bisnis yang menjadi klien Xendit.

Penguatan strategi bisnis

Sejumlah pengembangan strategi dilakukan Xendit beberapa waktu terakhir. Yang terbaru, mereka mengumumkan investasinya di Bank Sahabat Sampoerna serta menawarkan layanan banking-as-a-service (BaaS).

Pada bulan Maret lalu juga meluncurkan XENSClub, komunitas resmi penjual online Xendit yang memiliki banyak program edukatif untuk membantu anggotanya mengembangkan diri. Xendit juga melakukan investasi strategis di DragonPay, sebagai bagian dari ekspansinya ke Filipina.

“Xendit akan terus berekspansi ke wilayah baru  seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam, di mana kami bisa mengidentifikasi kebutuhan pelaku usaha di sana dan memberikan solusi infrastruktur pembayaran yang tepat. Kami pun berencana untuk menghadirkan layanan yang lebih luas dan bervariasi, misalnya seperti program pinjaman yang telah kami jalankan di Indonesia,” imbuh Co-Founder & COO Xendit Tessa Wijaya.

Untuk mendekatkan diri ke segmen UMKM, sejak tahun 2021 Xendit meluncurkan sejumlah inovasi produk. Di antaranya ada layanan SaaS untuk membantu pelaku usaha mengatur inventori produk; ada juga aplikasi bisnis “Online Store” untuk memfasilitasi kegiatan social commerce.

Kendati layanan fintech ini memiliki peluang besar di tengah digitalisasi bisnis yang kian masif, namun untuk memenangkan pasar sebuah platform harus memiliki proposisi nilai yang kuat. Di layanan payment gateway, Xendit berhadapan langsung dengan sejumlah pemain. Di antaranya ada Midtrans yang saat ini berada di bawah naungan grup GoTo Financial. Ada juga DOKU, Xfers (bagian dari Fazz Financial Group), Faspay, Duitku, dan beberapa lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Flip Secures 688 Billion Rupiah Series B Funding, Entering the Centaur List

A payment platform and cross-bank transfer startup, Flip, closed a $48 million (688 Billion Rupiah) Series B funding led by Sequoia Capital India, Insight Partners and Insignia Venture Partners. The investment marks Insight Partners’  debut in Indonesia for the New York-based global private equity and venture capital firm.

There is no further information on Flip’s latest valuation, yet the total $65 million since its seed has taken the company into the centaur list valued at over $100 million, following OY!, the closest competitor.

Previously, Flip’s series A in 2020 was led by Sequoia Capital India and the seed funding round in 2019 was co-chaired by Sequoia Capital India and Insignia Ventures Partners.

Flip is to use the fresh money to accelerate business expansion, strengthen operations in Indonesia, invest in technology to deliver better quality, and develop talent focusing on engineering and product teams.

“We are honored to receive the trust and continuous support of our partners. We are also pleased to welcome a leading global private equity and venture capital firm, Insight Partners, which has proven successful in the global financial technology industry landscape. We believe that this partnership will help us in pursuing growth and realizing our vision to present the fairest financial product in Indonesia,” Flip’s Founder and President Director, Rafi Putra Arriyan in an official statement, Wednesday (8/12).

Sequoia India’s VP, Aakash Kapoor said bank transfers are the most dominant payment method in Indonesia’s rapidly growing digital economy. Flip has a large and fast-growing user base with remarkably good retention metrics.

“Partnering with more than 50 fintech companies and some of the distribution-first payment unicorns, Sequoia Capital India believes that Flip is the most attractive consumer fintech company in Indonesia. We are very pleased to co-lead the third consecutive round as a testimony to our high confidence in Flip,” Kapoor said.

Flip has grown significantly amidst the increasing adoption of the technology. The company has served more than seven million users to process various types of financial transactions from various regions in Indonesia as well as abroad remittances.

In addition, Flip provides business solutions for hundreds of companies with various industry scales, including MSMEs (Small and Medium Enterprises), through cash disbursement and remittance services such as employee payroll, customer refunds, invoice/supplier payments, and international transfers.

This solution was created due to several obstacles faced by bank account owners in Indonesia when transferring money. Starting from the convenience of using the product, admin fees for different bank transfers, seamless transaction and faster process.

Rafi also mentioned, there is still room to renew and simplify various financial transactions. “Flip seeks to help individuals and businesses minimize the complexity of these transactions and reduce money transfer cost.”

Flip’s ambition is to become the world’s most customer-centric financial technology company and enable users to make fair financial transactions from anywhere to anyone.

Some of Flip’s main products include online P2P payments with bank transfers to more than 100 domestic banks, international remittances, top-up e wallet and other business solutions. It is claimed that Flip’s  transaction value has reached more than IDR 2 trillion per month.

BI Fast

The central bank is aware of the high transfer fees that consumers often complain as they make digital transaction. In response to this, Bank Indonesia recently launched a new system called BI Fast to reduce interbank transfer fees.

Through BI Fast, registered cross-bank transfer fees have been reduced from IDR 6,500 to IDR 2,500 per transaction. This system will be valid on December 2021 in 22 banks at an early stage. BI Fast is a real-time retail payment system that operates 24/7 replacing the Bank Indonesia’s National Clearing System (SKNBI).

Next, there will be more banks register as participants. Also, it is stated in the regulation that banks that can become BI Fast participants are conventional commercial banks, Islamic commercial banks, sharia business units, and branch offices of foreign banks in Indonesia.

BI Fast will certainly become a threat to both Flip and OY!. Flip alone does not charge an administration fee for individual customers with a nominal transfer of under IDR 5 million a day. If the transaction is at the maximum threshold, the user will be charged at IDR 2,500 per transaction. It is the exact nominal charged by BI Fast.

Recently, the company has provided 24-hour operational hours to provide users with more flexible access to transfer funds at several banks. Previously, Flip has limited its operating hours from 7am to 8pm.

Application Information Will Show Up Here

Flip Kantongi Dana Segar Seri B 688 Miliar Rupiah, Masuk ke Jajaran Centaur

Flip, startup penyedia platform pembayaran dan transfer dana antarbank, mengumumkan penutupan pendanaan Seri B senilai $48 juta (688 Miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia Capital India, Insight Partners, dan Insignia Venture Partners. Investasi di Flip menandakan debut Insight Partners di Indonesia bagi perusahaan ekuitas swasta dan modal ventura global yang berbasi di New York ini.

Meskipun belum ada informasi soal valuasi terbaru Flip, total dana $65 juta yang telah diperoleh Flip sejak pendanaan awal membawa Flip masuk ke jajaran centaur bervaluasi lebih dari $100 juta, menyusul OY!, kompetitor terdekatnya.

Sebelumnya, putaran Seri A Flip pada 2020 dipimpin Sequoia Capital India dan putaran pendanaan awal pada 2019 dipimpin bersama oleh Sequoia Capital India dan Insignia Ventures Partners.

Flip akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat ekspansi bisnis, memperkuat operasional di Indonesia, berinvestasi pada teknologi untuk memberikan kualitas yang lebih baik, serta mengembangkan talenta dengan fokus pada tim teknik dan produk.

“Kami merasa terhormat untuk tetap menerima kepercayaan dan dukungan terus menerus dari mitra kami. Kami juga senang menyambut perusahaan modal ventura dan ekuitas swasta global terkemuka, Insight Partners, yang telah terbukti sukses dalam lanskap industri teknologi keuangan global. Kami percaya bahwa kemitraan ini akan membantu kami dalam mengejar pertumbuhan dan mewujudkan visi kami untuk menghadirkan produk keuangan yang paling adil di Indonesia,” ucap Founder dan Direktur Utama Flip Rafi Putra Arriyan dalam keterangan resmi, Rabu (8/12).

VP Sequoia India Aakash Kapoor mengatakan, transfer beda bank merupakan metode pembayaran paling dominan dalam ekonomi digital Indonesia yang berkembang pesat. Flip memiliki basis pengguna yang besar dan tumbuh cepat dengan metrik retensi yang luar biasa baik.

“Bermitra dengan lebih dari 50 perusahaan fintech dan beberapa unicorn pembayaran pertama distribusi, Sequoia Capital India percaya bahwa Flip adalah perusahaan fintech konsumen paling menarik di Indonesia. Kami sangat senang untuk memimpin bersama putaran ketiga berturut-turut sebagai bukti keyakinan yang tinggi terhadap Flip,” kata Kapoor.

Flip telah tumbuh secara signifikan di tengah meningkatnya adopsi teknologi. Perusahaan telah melayani lebih dari tujuh juta pengguna untuk memroses berbagai jenis transaksi keuangan dari dan ke berbagai daerah di Indonesia serta untuk pengiriman uang ke luar negeri.

Selain itu, Flip menghadirkan solusi bisnis bagi ratusan perusahaan dengan berbagai skala industri, termasuk UKM (Usaha Kecil Menengah), melalui layanan pencairan uang dan pengiriman uang seperti penggajian karyawan, pengembalian uang pelanggan, pembayaran faktur/pemasok, dan transfer internasional.

Solusi ini hadir karena di Indonesia terjadi beberapa kendala yang dihadapi pemilik rekening bank saat melakukan transfer uang. Mulai dari, kenyamanan penggunaan produk, biaya admin transfer beda bank, alur transaksi hingga kelancaran dan kecepatan proses transaksi.

Menurut Rafi, masih terdapat ruang untuk memperbaharui dan mempermudah berbagai transaksi keuangan. “Flip berupaya membantu para individu dan bisnis untuk meminimalkan kerumitan transaksi tersebut dan melakukan transfer uang dengan biaya rendah.”

Flip berambisi menjadi perusahaan teknologi keuangan yang paling mengutamakan pelanggan (customer-centric) di dunia dan memungkinkan para pengguna untuk melakukan transaksi keuangan yang adil dari mana saja kepada siapa saja.

Beberapa produk Flip yang paling dominan di antaranya, pembayaran P2P online dengan transfer beda bank ke lebih dari 100 bank domestik, pengiriman uang ke luar negeri (international remittance), isi ulang dompet digital (top-up e-wallet), dan produk-produk solusi bisnis. Tercatat, nilai transaksi yang diproses Flip telah tembus lebih dari Rp2 triliun per bulannya.

BI Fast

Bank sentral menyadari biaya transfer yang tinggi sering dikeluhkan konsumen saat betransaksi digital. Menjawab hal tersebut, Bank Indonesia baru-baru ini meluncurkan sistem baru bernama BI Fast untuk meringankan biaya transfer antarbank sebagai salah satu tujuannya.

Lewat BI Fast, biaya transfer antarbank yang sudah terdaftar diturunkan dari Rp6.500 menjadi Rp2.500 per transaksi. Sistem ini awalnya direncanakan mulai berlaku per Desember 2021 di 22 bank pada tahap awal. BI Fast merupakan sistem pembayaran retail secara real-time yang beroperasi 24/7 menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Berikutnya, akan semakin bertambah bank yang mendaftar diri sebagai peserta. Pasalya, dalam beleid disebutkan, bank yang dapat menjadi peserta BI Fast adalah bank umum konvensional, bank umum syariah, unit usaha syariah, dan kantor cabang bank asing di Indonesia.

Kehadiran BI Fast tentunya menjadi ancaman tersendiri baik bagi Flip maupun OY!. Flip sendiri tidak membebankan biaya administrasi untuk nasabah individu dengan nominal transfer di bawah Rp5 juta dalam sehari. Apabila transaksi di ambang batas maksimal, maka pengguna dibebankan biaya Rp2.500 per transaksi. Nominal tersebut persis sama dengan yang dibebankan oleh BI Fast.

Baru-baru ini perusahaan telah menyediakan jam operasional 24 jam untuk memberikan akses transfer dana yang lebih leluasa kepada penggunanya di sejumlah bank. Sebelumnya, Flip membatasi jam operasionalnya dari jam 7 pagi sampai jam 8 malam.

Application Information Will Show Up Here

Payable Software Startup Spenmo Obtains 484 Billion Rupiah Series A Funding

Spenmo fintech startup, a payment-for-business (payable software) SaaS solution provider, announced series A funding round of $34 million (over 484 billion Rupiah) led by Insight Partners, a VC from the United States. Other investors participating in this round include Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners and Commerce Ventures.

Apart from institutional investors, several angel investors also participated. They are William Hockey (Plaid’s founder), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (Snapdeal’s founder), Matt Doka (Fivestars’ founder), and John Kim (Sendbird’s founder).

It is said that this funding is one of the largest series A rounds that the Y Combinator-backed company has successfully closed in Southeast Asia.

The fresh funds will be used to build market penetration and access to more than 20 million SMEs and mid-sized markets in Southeast Asia. Most of the segment doesn’t use any software to manage their debts, previously using spreadsheets or human labor.

Spenmo is a fintech company that provides SaaS solutions for managing business payments through corporate credit card products aimed at SMEs and medium-sized enterprises as the target users. This credit card is intended to help businesses manage finances when paying bills, tracking, categorizing purchases, and bookkeeping on autopilot in 90% less time.

In Indonesia, Spenmo already has a local team and is actively recruiting new talents. The Spenmo website is available in Indonesian to target new users.

In an official statement, Spenmo’s Co-founder & CEO, Mohandass Kalaichelvan explained, Spenmo’s services were previously considered a back-office function, but finance and debt are an important part of running a business.

“The finance team that implemented our service got their hours back. On average, they save over 50 hours and $10K each month. Our goal is to return 10 billion man-hours every year to finance teams across the region,” he said.

Insight Partners’ Principal, Rebecca Liu-Doyle has joined the board of directors at Spenmo after this round. She said that the payment industry would be disrupted, especially in Southeast Asia, which Spenmo’s solution had not yet explored. “We are delighted to be able to play a part in Spenmo’s journey to continue to innovate and develop,” Rebecca said.

Since its launching in Singapore last year, Spenmo has expanded across Southeast Asia, bringing in several thousand customers representing a wide range of sectors, from high-growth startups to SMEs, mid-market companies and accounting firms.

Corporate credit card

Corporate credit card is an expensive item for SMEs in Indonesia as banks have a number of strict requirements for the application process. Almost all banks issue corporate credit card products as their target users, in addition to credit cards for retail.

Due to the gap, it finally opens up opportunities for fintech lending players exposed to finance business capital or KTA. At Spenmo, the physical and virtual credit cards they present allows companies to easily manage team expenses and lot of bills by providing invoice payment features and automatic bank transfers.

Spenmo provides virtual and physical credit cards to pay rent, invoices, and employee salaries on a scheduled basis in the dashboard. Also, you can easily integrate the API with accounting software (such as Xero, SAP, and myob) already used by the company.

It is claimed that SMEs can apply for a Spenmo account with a 30 minute process, control (freeze and cash out) spending with just one click, and prioritize security by setting pre-approved funds to avoid overspending.

B2B paylater trend

In addition to corporate credit cards or productive capital loans, B2B paylater services has been intensively implemented. According to a research publication released by DSInnovate entitled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021”, currently there are several startup collaborations that offer these services.

Indonesia’s B2B paylater service provider / DSInnovate

The concept is that the fintech lending service acts as a partner in providing financing, synergizing with the owner of the procurement service — both goods and services. In contrast to lending services that provide cash capital loans, B2B paylater focuses on financing or purchasing business equipment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup “Payable Software” Spenmo Terima Pendanaan Seri A 484 Miliar Rupiah (UPDATED)

Startup fintech penyedia solusi SaaS pembayaran untuk bisnis (payable software) Spenmo mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $34 juta (lebih dari 484 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Insight Partners, VC asal Amerika Serikat. Investor lainnya yang turut serta dalam putaran tersebut adalah Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners, dan Commerce Ventures.

Selain investor institusi, beberapa angel investor ikut berpartisipasi. Mereka adalah William Hockey (founder Plaid), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (founder Snapdeal), Matt Doka (founder Fivestars), dan John Kim (founder Sendbird).

Diklaim pendanaan ini merupakan salah satu putaran seri A terbesar yang berhasil ditutup oleh perusahaan yang didukung Y Combinator di Asia Tenggara.

Dana segar yang diperoleh akan digunakan untuk membangun penetrasi pasar dan mengakses ke lebih dari 20 juta UKM dan pasar menengah di Asia Tenggara. Segmen tersebut sebagian besar tidak menggunakan perangkat lunak apa pun untuk mengelola hutang mereka, yang sebelumnya menggunakan spreadsheet atau tenaga kerja manusia.

Spenmo adalah perusahaan fintech yang menyediakan solusi SaaS untuk mengelola pembayaran bisnis melalui produk kartu kredit perusahaan yang ditujukan buat UKM dan perusahaan menengah sebagai target penggunanya. Kartu kredit ini diperuntukkan untuk membantu bisnis dalam mengelola keuangan saat pembayaran tagihan, melacak, mengkategorikan pembelanjaan, dan pembukuan secara autopilot dalam waktu 90% lebih singkat.

Di Indonesia, Spenmo sudah memiliki tim lokal dan mulai aktif merekrut talenta baru. Situs Spenmo telah tersedia dalam bahasa Indonesia untuk menyasar pengguna baru.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Spenmo Mohandass Kalaichelvan menerangkan, layanan Spenmo sebelumnya dianggap sebagai fungsi back-office, tetapi keuangan dan hutang adalah bagian penting dalam menjalankan bisnis.

“Tim keuangan yang mengimplementasikan layanan kami mendapatkan kembali jam kerja mereka. Rata-rata, mereka menghemat lebih dari 50 jam dan $10 ribu setiap bulannya. Tujuan kami adalah mengembalikan 10 miliar jam kerja setiap tahun untuk membiayai tim di seluruh wilayah,” kata dia.

Principal Insight Partners Rebecca Liu-Doyle kini bergabung sebagai dewan direksi di Spenmo pasca putaran ini. Dia menuturkan, industri pembayaran akan terdisrupsi, terutama di Asia Tenggara yang belum tergarap oleh solusi Spenmo. “Kami senang dapat berperan dalam bagian perjalanan Spenmo yang ingin terus berinovasi dan berkembang,” ujar Rebecca.

Sejak diluncurkan di Singapura tahun lalu, Spenmo telah berkembang di seluruh Asia Tenggara, membawa beberapa ribu pelanggan yang mewakili berbagai sektor, mulai dari perusahaan rintisan dengan pertumbuhan tinggi, hingga UKM, perusahaan pasar menengah, dan firma akuntansi.

Kartu kredit korporat

Memiliki kartu kredit korporat di Indonesia adalah barang mahal bagi UKM di Indonesia karena bank memiliki sejumlah persyaratan yang ketat untuk proses pengajuannya. Hampir semua bank mengeluarkan produk kartu kredit korporat sebagai target penggunanya, selain kartu kredit untuk ritel.

Karena ada gap tersebut, akhirnya membuka kesempatan bagi pemain fintech lending yang selama ini ditawarkan untuk membiayai modal usaha atau KTA. Di Spenmo sendiri, dengan kartu kredit fisik dan virtual yang mereka hadirkan, memungkinkan perusahaan yang ingin mengelola pengeluaran tim dengan mudah dan memiliki banyak tagihan dengan menyediakan fitur pembayaran invoice dan transfer bank otomatis.

Spenmo menyediakan kartu kredit virtual dan fisik yang dapat digunakan untuk membayar sewa, invoice, dan gaji karyawan secara terjadwal dalam dasbor. Serta, dapat dengan mudah integrasi API dengan software akuntansi (seperti Xero, SAP, dan myob) yang sudah digunakan perusahaan.

Diklaim, UKM dapat mengajukan akun Spenmo dengan proses 30 menit selesai, mengontrol (membekukan dan mencairkan) pengeluaran hanya dengan satu klik, dan mengutamakan keamanan dengan menetapkan dana yang telah disetujui sebelumnya untuk menghindari pengeluaran berlebih.

Mulai ada tren paylater B2B

Selain kartu kredit korporat atau pinjaman modal produktif, opsi lain yang mulai gencar diadakan adalah layanan paylater B2B. Menurut publikasi riset yang dirilis DSInnovate bertajuk “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, saat ini sudah ada beberapa kolaborasi startup yang menawarkan layanan tersebut.

Penyedia layanan B2B paylater di Indonesia / DSInnovate

Konsepnya, layanan fintech lending bertindak sebagai mitra penyedia pembiayaan, bersinergi dengan pemilik layanan pengadaan — baik barang ataupun jasa. Berbeda dengan layanan lending yang memberikan pinjama modal tunai, paylater B2B fokusnya pada pembiayaan atau pembelian perlengkapan bisnis.

*Kami mengubah judul berita dengan menambahkan terminologi bisnis Spenmo yang lebih tepat