Toshiba Symbio Adalah Smart Speaker, Kamera Pengawas dan Smart Home Hub Jadi Satu

Toshiba jelas bukan nama yang asing di segmen perangkat elektronik rumahan. Pabrikan asal Jepang itu sudah sejak lama memproduksi mulai dari TV, AC sampai mesin cuci, akan tetapi di tahun 2018 ini mereka mulai menunjukkan keseriusannya menghadapi ranah smart home.

Filosofi yang mereka bawa cukup menarik. Ketimbang menawarkan beberapa perangkat terpisah, Toshiba mencoba mengemas semuanya menjadi satu. Dari situ lahirlah Symbio, sebuah perangkat yang dideskripsikan sebagai solusi rumah pintar nan multi-fungsi.

Berwujud silinder, Symbio merangkap tugas enam perangkat sekaligus: kamera pengawas, speaker pintar, pusat kendali lisan, intercom, detektor suara pintar dan smart home hub. Toshiba sejatinya ingin menyuguhkan pengalaman yang setara dengan sistem perangkat smart home yang membutuhkan instalasi profesional.

Sebagai kamera pengawas, Symbio siap merekam video 1080p dalam sudut pandang yang luas, meneruskan live stream ke ponsel sekaligus mengirimkan peringatan berdasarkan suara atau gerakan yang dideteksi. Fungsi ini turut dimaksimalkan oleh detektor suara pintar yang bertugas memonitor suara-suara keras, seperti misalnya dari detektor asap lawas, lalu mengirimkan notifikasi ke ponsel.

Toshiba Symbio

Sebagai smart speaker, Symbio siap mengakses konten dari beragam layanan streaming musik sekaligus, lalu menyuguhkannya secara apik berkat bantuan driver rancangan Onkyo. Seperti Amazon Echo, pengguna juga dapat memanggil dan berinteraksi dengan asisten virtual Alexa pada Symbio.

Fungsi intercom kedengarannya sepele, tapi pada prakteknya mampu memberikan medium komunikasi yang praktis antara Symbio dan ponsel. Terakhir, sebagai sebuah hub, Symbio mampu disambungkan dan mengendalikan beragam sensor, lampu pintar maupun perangkat-perangkat smart home lainnya.

Ajang CES 2018 tentu saja bakal menjadi panggung debut Symbio, akan tetapi Toshiba sejauh ini belum mengungkap banderol harga maupun jadwal ketersediaannya. Kita bisa menganggap ini sebagai langkah Toshiba dalam mengantisipasi tren smart speaker, hanya saja kebetulan produk rancangannya juga berfungsi sebagai kamera pengawas dan smart home hub.

Sumber: Business Wire.

Hive View Adalah Kamera Pengawas Modern Berdesain Anggun Sekaligus Portable

Kalau melihat deretan perangkat smart home yang ada di pasaran, desainnya memang terkesan begitu-begitu saja. Namun pada kenyataannya, bukan cuma Anda sebagai konsumen yang beranggapan demikian, para produsen pun sebenarnya juga sama.

Lihat saja Centrica, perusahaan asal Inggris yang bertanggung jawab atas brand perangkat smart home Hive. Demi menciptakan sebuah kamera pengawas yang bisa tampil stand out di antara pesaing-pesaingnya, Centrica memutuskan untuk menggandeng Yves Behar, maestro desain yang karya-karyanya sudah tidak asing lagi di dunia teknologi.

Hive View

Kolaborasinya melahirkan Hive View, yang bisa dibilang merupakan kamera pengawas teranggun saat ini. Tak hanya apik secara estetika, desain Hive View juga amat fungsional: modul kameranya bisa Anda lepas dari dudukannya yang berbasis magnet, lalu Anda tempatkan di mana saja di dalam rumah.

Modul kamera Hive View ini tampak seperti versi elegan dari Polaroid Cube atau GoPro Hero5 Session, dengan wujud kubus dan panjang sisi 56 mm. Di dalamnya tersimpan unit baterai yang bisa membantunya beroperasi selama sekitar 1 jam saat dilepas dari dudukannya.

Hive View

Berbekal motion detector, Hive View akan langsung merekam sesaat setelah mendeteksi gerakan atau suara, lalu mengirim notifikasi ke ponsel pemiliknya. Kalau perlu, live stream dalam resolusi 1080p dan sudut pandang seluas 130 derajat pun juga dimungkinkan, dan pengguna bebas melihat riwayat rekaman selama 24 jam ke belakang – bisa diperpanjang dengan membayar biaya berlangganan.

Dari kacamata sederhana, Hive View tidak lebih dari sekadar kamera pengawas modern berdesain premium. Konsumen yang tertarik bisa meminangnya dalam bentuk bundel bersama sejumlah perangkat smart home lain besutan Hive seharga $350.

Sumber: Digital Trends.

Perkembangan Industri Internet of Things di Indonesia Tahun 2017

Internet of Things (IoT) merupakan sebuah teknologi yang mampu mengubah perangkat menjadi sesuatu yang berharga, di antaranya untuk monitoring dan analisis. Di Indonesia, ekosistem IoT masih kalah dengan industri teknologi lainnya semacam e-commerce dan teknologi finansial. Banyak hal yang menghambat pertumbuhan IoT di Indonesia, mulai dari kebijakan mengenai perangkat, datam hingga yang paling penting yakni penggunaan frekuensi. Ekosistem IoT mengharapkan peran aktif banyak pihak yang terlibat di dalamnya, termasuk regulator, untuk mendukung akselerasi industri IoT di Indonesia.

Dari segi pemanfaatannya, IoT memiliki banyak peluang, baik untuk pengguna umum atau bisnis. Dari rilis yang dikeluarkan Hitachi, adopsi teknologi IoT akan menjadi tren adopsi global di tahun 2018 mendatang. Hitachi memaparkan solusi IoT akan mampu memberikan wawasan yang berharga untuk mendukung transformasi digital dan dengan cepat menjadi keharusan di hampir semua sektor industri.

CTO Hictachi Hubert Yoshida menyampaikan, membangun solusi IoT akan menjadi tantangan besar tanpa mempersiapkan arsitektur dasar yang tepat dan pemahaman yang mendalam tentang bisnis. CTO Hictachi untuk Asia Pasifik Russel Skingsley menambahkan, perusahaan harus mencari platform IoT yang menawarkan fleksibilitas untuk membantu adopsi sistem yang beragam.

Tren dan Permasalahan yang menghambat IoT di Indonesia

Di Indonesia, setidaknya dalam tiga tahun terakhir mulai banyak orang yang mencoba mengembangkan solusi-solusi IoT. Belakangan juga akhirnya dibentuk IoT Forum yang terdiri dari para penggiat IoT, perusahaan, hingga regulator. Forum yang didirikan Teguh Prasetya, Direktur PT Alita Praya Mitra, ini dibangun untuk menjadi wadah mereka yang terlibat dan terkait dengan teknologi maupun ekosistem IoT di Indonesia.

Dari kacamata Teguh, IoT di tahun 2017 ini masih terus bertumbuh dengan dominasi oleh industrial IoT yang disebutnya bertumbuh di luar ekspektasi, sedangkan untuk consumer IoT masih dalam tahap pengenalan dan sosialisasi.

Hal yang tidak jauh berbeda disampaikan Founder Cubecon Tiyo Avianto. Sebagai salah satu pendiri dari startup yang menawarkan solusi IoT, Tiyo mengungkapkan tren IoT saat ini masih didominasi kebutuhan perusahaan atau enterprise. Semua atas nama efisiensi atau meningkatkan kinerja bisnis.

Dipaparkan Tiyo, ada lima fokus fungsi penerapan IoT, yakni tagging (indentifikasi), monitoring, tracking, kontrol, dan analisis. Kelima fungsi tersebut akan tetap ada untuk ke depannya.

“Tren fokus fungsi ini akan tetap ada untuk ke depannya. Semua piranti IoT pasti akan memiliki kemampuan tersebut, ke depan akan ada segmentasi produk dari bisnis IoT, seperti hardware, dan platform. Semua memiliki potensi market yang menarik, dan memiliki tantangan masing-masing,” terang Tiyo.

Tiyo juga sedikit menyinggung mengenai Fin-IoT (Fintech-internet of things). Sesuatu yang menurutnya bisa ramai dalam beberapa tahun mendatang.

Berbicara mengenai tantangan, menurut Teguh, ia menemukan pengembang dan penggunanya masih menjadi tantangan serius. Kemampuan menembus pasar yang lebih luas masih sedikit terhambat. Di sisi lain, Tiyo menyoroti bahwa ekosistem industri di Indonesia masih cukup berat terutama dari segi perangkat keras.

Kurangnya produsen lokal yang memproduksi perangkat keras atau komponen IoT menjadi permasalahan bagi pengembang. Jika mendatangkan perangkat dari luar negeri urusannya adalah dengan pajak sehingga sangat mempengaruhi harga. Dengan sendirinya pengembang solusi IoT tidak bisa mengembangkan solusi yang kompetitif, terutama di sisi harga, melawan perusahaan asing.

“Ekosistem industri di Indonesia masih cukup berat, utamanya di bidang manufacturing hardware. Indonesia tidak punya kemandirian terhadap komponen elektronika, tentunya semua material harus import. Beban pajak masuk membuat harga pokok produksi cenderung tak mampu sekompetitif produk luar. Menghindari perang harga dengan pabrikan luar negeri adalah keputusan penting, mengingat secara cost produksi, kita tak mampu untuk membuat yang lebih murah,” ujarnya.

Regulasi dan fasilitas yang dibutuhkan industri IoT tanah air

Ekosistem dan industri IoT sangat membutuhkan peran aktif dari pemerintah. Frekuensi, sertifikasi, dan penyediaan sarana pengembangan solusi IoT menjadi bagian yang penting. Disebutkan Teguh, peranan pemerintah dalam menunjang pengembangan industri dan ekosistem IoT sangat dibutuhkan, tidak hanya soal regulasi tetapi juga soal penyediaan laboratorium IoT yang dirasa bisa sangat berperan membantu industri IoT Indonesia untuk tumbuh.

“Peranan pemerintah sangat kondusif dengan memperhatikan masukan dari stakeholder IoT, termasuk di dalamnya IoT Forum yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan dengan mulai membuat draft tentang Roadmap Dan Framework IoT kemudian kajian perlunya Sandbox IoT, hingga Lab IoT di Indonesia,” terang Teguh.

Laboratorium IoT tersebut nantinya tidak hanya akan berperan sebagai pusat pengembangan dan inovasi teknologi, tetapi juga tempat bertemunya para pengembang, pemangku kebijakan, dan investor untuk sama-sama membantu solusi IoT yang dikembangkan bisa bermanfaat bagi masyarakat. Sinergi positif itu yang dirasa masih kurang.

Menurut Presiden Direktur ZTE Indonesia, Mei Zhonghua, industri IoT di Indonesia berkembang pesat dalam dua atau tiga tahun belakangan. Kondisi ini membuat industri IoT membutuhkan tempat yang sama untuk berbagi inovasi baru dan kemajuan. Untuk itu Laboratorium IoT menjadi hal penting untuk mendukung akselerasi ekosistem dan industri IoT di Indonesia.

GM Smart System PT Alita Praya Mitra Reza Akbar menambahkan, untuk membuat sesuatu yang belum begitu populer butuh bukti dan hasil. Keduanya bisa dibantu pemerintah melalui pembentukan regulasi dan membantu infrastruktur, termasuk perlunya roadmap dan tujuan yang jelas.

Sementara Tiyo menyoroti bagaimana kewajiban pemerintah melindungi industri dalam negeri. Ia mencontohkan pemerintah bisa berperan dengan membantu memudahkan startup (dalam hal ini IoT) untuk mendapatkan subsidi sertifikasi, kemudahan akses ke balai uji, hingga diterbitkannya sertifikasi produk, sertifikasi penggunaan frekuensi dan lainnya. Disebutkan biaya sertifikasi masih dianggap mahal.

“Belum lagi perubahan teknologi, pergantian chipset, update hardware, mengharuskan produk disertifikasi [dan] diuji ulang. Circle produk IoT tidak bisa terbilang lama, hanya hitungan 2 tahun teknologi baru berganti dan teknologi lama ditinggalkan. Jeda regulasi di setiap produk harusnya tidak memberatkan startup yang fokus di bidang hardware, karena industri di bidang perangkat keras [investasinya] tidak bisa dibilang murah dan memiliki resiko kegagalan yang cukup tinggi,” papar Tiyo.

Bagi Tiyo, IoT adalah ekosistem, sehingga dibutuhkan banyak tantangan yang saling terkait, termasuk juga campur tangan pemerintah. Tren teknologi baru harusnya tidak menjadi penghalang inovasi industri lokal, seperti LPWAN (Low-Power Wide Area Network) dan NB-IoT (NarrowBand IoT) yang di negara-negara lain didukung pemerintah setempat. Hal ini menjadi kendala di tahun-tahun sebelumnya. Harapannya di tahun 2018 IoT bisa menjadi salah satu industri yang diperhatikan lebih baik oleh pemerintah.

Survei IoT Forum: Ada Ekspektasi dan Minat Cukup Tinggi terhadap Laboratorium IoT

Industri Internet of Things (IoT) di Indonesia belum begitu sepopuler industri e-commerce maupun fintech. Namun dalam beberapa tahun belakangan mulai banyak pengembang yang melakukan riset, bergabung dengan komunitas atau pun workshop dan seminar bertajuk IoT. Cukup banyak kebutuhan bagi para pengembang maupun pebisnis IoT di Indonesia, salah satunya adalah adanya laboratorium IoT.

Dari survei yang diadakan IoT Forum, kebanyakan narasumber menginginkan keberadaan adanya laboratorium IoT untuk membantu mengembangkan produk IoT dan mempercepat komersialisasi solusi IoT di Indonesia.

Survei disampaikan Founder IoT Forum Teguh Prasetya dalam rangka mewujudkan upaya menggapai pasar IoT yang diperkirakan akan tumbuh mencapai Rp 444 Triliun di tahun 2022 dan dengan kebutuhan perangkat perangkat atau sensor sebesar 400 juta di tahun 2022. Hasil riset yang melibatkan 112 responden dari berbagai latar belakang seperti pegawai perusahaan, pengusaha, mahasiswa, dosen, peneliti, dan regulator yang bergerak di industri TIK menunjukkan ada ekspektasi dan minat yang cukup tinggi akan peran laboratorium IoT untuk membantu membuka akses ke pasar potensial.

“Mayoritas mereka ingin bergabung dengan Lab IoT untuk belajar dan merasakan pengalaman mengembangkan produk IoT sembari membangun jejaring dengan stakeholders dalam industri ini. Sebanyak 72,3% responden bahkan sudah memiliki ide dan berniat mengembangkan produk mereka sendiri,” terang Teguh.

Laboratorium IoT juga disebut mampu menawarkan ekosistem yang mampu mengumpulkan pengembang, pengguna akhir, dan inovator untuk menjalin kolaborasi atau kerja sama demi menghadapi tantangan nyata menuju pasar komersial.

Teguh menjelaskan regulator bisa membantu dengan memberikan proteksi atau pun insentif, salah satunya dengan menerapkan kebijakan sandbox, khususnya untuk perkembangan IoT yang fleksibel sehingga memberikan ruang bagi para pengembang, mulai dari ide, perencanaan, pengembangan, sampai dengan komersialisasi.

Laboratorium IoT idaman

Hasil survei yang telah dilakukan mencatat mayoritas responden mengharapkan laboratorium IoT yang dimiliki murni oleh swasta atau pemerintah, kemudian prioritas selanjutnya adalah independen dan yang terakhir adalah laboratorium milik institusi pendidikan.

Dari hasil survei terlihat bahwa responden menginginkan laboratorium yang komplit, baik dari segi teknologi maupun dari segi industri. Ada 87,5% yang berpendapat IoT bisa memberikan manfaat khususnya untuk akses terhadap pasar komersial dan kesempatan bekerja sama dengan multi stakeholder. Harapan lainnya juga soal kesempatan mendapat pendanaan hingga kemudahan mengenai legal atau regulasi.

Untuk teknologi, responden terlihat menginginkan laboratorium yang canggih yang mendukung penerapan teknologi mutakhir. Mulai dari lingkup tersedianya platform, jaringan, perangkat dan aplikasi menjadi keinginan para responden. Untuk lokasi laboratorium, mayoritas (77% responden) menginginkan berlokasi di tengah kota dan mudah dijangkau oleh sarana transportasi publik.

spesifikasi IoT forum

Penerapan teknologi mutakhir seperti perangkat pengukuran dan uji coba, NB-IoT (Narrow Band) atau LoRa, AI, Big Data, Cloud, Wearable device dan lainnya juga menjadi harapan bagi 90% responden. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden menginginkan “kemewahan” dari segi teknologi.

Disampaikan Founder DyCodeX Andri Yadi, sebagai maker atau pengembang IoT, laboratorium IoT sebaiknya tidak hanya fokus pada riset dan pengembangan, namun juga bisa membantu produksi dalam volume terbatas.

“Perlu ada fasilitas untuk melakukan produksi dalam jumlah terbatas untuk memproduksi perangkat IoT seperti sensor atau actuators, guna memenuhi kebutuhan piloting atau trial atau Proof of Concept. Hal ini sangat mahal kalau dilakukan di luar negeri,” ujarnya.

Strengthen IoT Line, Telkomsel Launches FleetSight

Telkomsel launches fleet management solution for corporate called FleetSight, part of company’s agenda in providing internet of things (IoT)-based service in Indonesia.

FleetSight is a fleet management solution that synergizes satellite-based telematics devices (including censor) set in vehicles / moving assets. The device is supported by Telkomsel connectivity within over 95% coverage area of 2G and 3G in Indonesia

It is a result of collaboration with Sascar, a tire and mobility company. It becomes the global-scale fleet management solution provider with more than 265 thousands connected to its platform. The extras claimed to be a distinction between FleetSight with any similar solution of other companies.

The solution is expected to help the enterprise in facing any issues related to fleet operations, by minimizing risks regarding vehicle investment through improving fleet’s safety, security and productivity.

“FleetSight is a packet. It is flexible, with tools and connectivity. A managed service default, not to confuse customers. If there is something wrong, we’ll replace it. In case you want to buyback, it’s OK,” Ririek Adriannsyah, Telkomsel’s President Director, said, on Monday (11/27)

Adriansyah believed the fleet management market share is very broad. The number of vehicles (except motorcycle) reached 24 million items last year, 40% are commercial with 6% growth rate per year. Logistics and Transportation cost has reached 24% of total GDP and the highest one in Southeast Asia. It’s the story about fleet management high-demand.

Vertical solution integrated with Telkomsel’s IoT Control Center is an answer to every needs in optimizing productivity and improving safety of existing operation fleet.

FleetSight users targeted by Telkomsel are those businessman engaging in logistics and transportation. There are three clients, namely Astra Daihatsu Motor, Pamapersada Nusantara (PAMA), and Koperasi Telekomunikasi Selular (Kisel).

PAMA will use FleetSight in monitoring truck and operational vehicles to improve safety standard. Given all this, many moving assets engaging and spreading across isolated area. It makes transportation important in running business.

Daihatsu on the other hand, want efficiency for sales and operational vehicles. They already tested FleetSight for operational cars used by expat workers.

“We emphasize on after sales service, where we can monitor the impact of FleetSight usage on client’s business. On how far they get their efficiency,” Marina Kacaribu, Telkomsel IoT’s Vice President, said.

The launch of FleetSight, Kacaribu continued, is a further commitment from Telkomsel to focus on developing IoT-based solution. Previously, Telkomsel has launched IoT solution to target B2C segment, T-Drive, and T-Bike.

Perkuat Lini Produk IoT, Telkomsel Hadirkan FleetSight

Operator telekomunikasi Telkomsel meluncurkan solusi fleet management untuk korporasi bernama FleetSight, sekaligus bagian dari agenda perusahaan dalam menghadirkan layanan berbasis internet of things (IoT) di Indonesia.

FleetSight adalah solusi pengelolaan armada yang mensinergikan perangkat telematika berbasis satelit (termasuk sensor) yang dipasangkan dalam aset bergerak/kendaraan. Perangkat tersebut didukung oleh konektivitas Telkomsel yang menjangkau lebih dari 95% wilayah populasi di Indonesia dengan layanan 2G dan 3G.

Produk ini dihadirkan bekerja sama dengan perusahaan ban dan mobilitas yakni Sascar. Perusahaan ini menjadi penyedia solusi fleet management berskala global dengan lebih dari 265 ribu kendaraan yang telah terkoneksi dalam platformnya. Kelebihan tersebut diklaim sebagai pembeda FleetSight dibandingkan solusi sejenis yang dihadirkan perusahaan lainnya.

Solusi ini diharapkan dapat membantu enterprise dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan operasional armada, dengan meminimalkan risiko terkait dengan investasi kendaraan melalui peningkatan keselamatan, keamanan, efisiensi, dan produktivitas armada.

“FleetSight ini sudah satu paket. Sifatnya fleksibel, sudah ada alat dan konektivitasnya. Standarnya managed service, jadi pelanggan tahu beres. Kalau ada yang rusak kita ganti. Tapi kalau mau beli putus tidak masalah,” kata Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Senin (27/11).

Pangsa pasar fleet management itu sendiri menurut Ririek sangat luas. Bila dilihat dari total jumlah kendaraan bermotor (selain sepeda motor) mencapai 24 juta unit pada tahun lalu, dengan 40% di antaranya merupakan kendaraan komersial dan pertumbuhan rerata sebesar 6% per tahunnya. Belum lagi, biaya logistik dan transportasi yang besar mencapai 24% dari total GDP dan menjadi tertinggi di Asia Tenggara, melatar belakangi tingginya permintaan fleet management.

Solusi vertikal yang terintegrasi dengan layanan Telkomsel IoT Control Center menjadi jawaban atas kebutuhan perusahaan dalam mengoptimalkan produktivitas dan meningkatkan keselamatan fleet/armada operasional yang dimiliki.

Sasaran pengguna FleetSight yang dibidik Telkomsel adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang logistik dan transportasi. Sudah ada tiga klien yang bergabung, yaitu Astra Daihatsu Motor, Pamapersada Nusantara (PAMA), dan Koperasi Telekomunikasi Selular (Kisel).

PAMA akan memanfaatkan FleetSight untuk monitor truk dan kendaraan operasional untuk meningkatkan standar keamanan. Mengingat, banyak aset bergerak yang beredar di daerah terpencil. Hal demikian membuat transportasi menjadi penting untuk kelancaran bisnis mereka.

Sementara Daihatsu karena mereka ingin efisiensi untuk tenaga sales dan kendaraan operasionalnya. Daihatsu telah melakukan uji coba FleetSight untuk mobil operasional yang dipakai pekerja ekspatnya.

“Kami juga menekankan pada layanan after sales, di mana setelah klien menggunakan FleetSight akan kami pantau bagaimana dampaknya dalam bisnis mereka. Seberapa jauh efisiensi yang bisa mereka dapatkan,” terang Vice President Internet of Things (IoT) Telkomsel Marina Kacaribu.

Peluncuran FleetSight ini, sambung Marina, adalah komitmen lanjutan dari Telkomsel untuk fokus mengembangkan solusi berbasis IoT. Sebelumnya, Telkomsel meluncurkan solusi IoT untuk menyasar segmen B2C yaitu T-Drive dan T-Bike.

Mengenal Synchro, Startup Pengembang Layanan Transmisi dan Distribusi Data

Dalam transformasi digital yang ada saat ini, optimasi pengelolaan data menjadi salah satu yang banyak dikonsentrasikan bisnis. Melihat peluang tersebut, Synchro hadir menawarkan salah satu solusi untuk sinkronisasi data. Dengan semboyan “Any Data to Any Target”, sistem Synchro akan membantu bisnis menarik data dan mentransmisikan untuk selanjutnya diproses sesuai kebutuhan. Synchro baru saja mendapatkan dana investasi dari PT Multidata Rancana Prima senilai 2,7 miliar rupiah.

Paket aplikasi Synchro terdiri dari dua bagian, Agents dan Master. Aplikasi Agents dipasangkan dan ditanamkan pada titik-titik data yang akan dikompresi, biasanya disesuaikan dengan kemampuan bandwidth yang ada. Kemudian data tersebut ditarik dan dikirimkan secara aman melalui konektivitas terenkripsi ke aplikasi Master. Aplikasi Master akan melakukan dekripsi dan melakukan ekstraksi data yang telah dikompresi untuk dimasukkan ke basis data tujuan.

Semua proses yang berjalan di paket aplikasi Synchro dapat dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan. Layanan ini juga mendukung untuk otomasi proses di Machine-to-Machine (M2M), sehingga dapat meminimalkan proses operasi manual dari administrator.

Didesain untuk jaringan yang kurang stabil

Latar belakang Synchro adalah banyak area di Indonesia yang belum terjangkau konektivitas jaringan (internet) stabil, sehingga proses sinkronisasi dalam pengiriman data menjadi salah satu keunggulan yang ingin ditawarkan. Setelah data dikompresi dan dikirimkan (umumnya berukuran besar), bisa saja koneksi terputus, namun algoritma yang ditanamkan dapat menghadirkan model auto-resume. Saat koneksi terputus proses pengiriman data akan terhenti, ketika terhubung akan menyambung kembali tanpa harus mengulang dari awal.

“Synchro ini bisa bekerja di berbagai jenis sistem operasi, platform, aplikasi, dan basis data. Istilahnya gula untuk semua jenis kopi. Synchro berusaha membantu menyederhanakan pengiriman data, seiring sistem dalam proses bisnis yang makin kompleks. Kami menyediakan ojek data,” ujar Co-Founder Synchro Sindarta Gemilang.

Dari proses bisnis yang ada saat ini, Synchro cocok diterapkan untuk B2B dan B2G dengan skala sistem yang besar dan lingkungan kompleks yang membutuhkan konsolidasi dan distribusi data. Pangsa pasar yang dituju untuk implementasi aplikasi ini saat ini memfokuskan pada sistem IoT dan smart city, perbankan, pemerintah, korporasi, supply chain, logistik, dan ritel.

“Desain awal Synchro ada karena makin kompleksnya environment untuk technology dan berbagai macam arsitektur serta berkembangnya ide-ide baru membuat data adalah komoditas penting, sama seperti mencari jawaban bagaimana mengirimkan barang dengan cepat. Bahkan pada era sekarang bukan cuma data terkirim, tapi terkirim dalam waktu secepatnya untuk keluar dan masuk sistem yang berbeda-beda,” lanjut Sindarta.

Synchro didirikan sejak tahun 2014 oleh Sindarta Gemilang, Argon Usman dan Eko Sukaryanto. Terakhir Synchro sempat mengikuti ajang inkubasi Indigo Creative Nation.

Sempat terpikir untuk mengikat di perangkat keras

Pada awalnya para tim Synchro sempat berpikir untuk mengaplikasikan layanannya dalam bentuk kotak perangkat keras, jadi semacam router. Tapi faktor kompleksitas hardware manufacturing (harga, ukuran, jaminan, dukungan dll) membuat Synchro memutuskan untuk hanya menjadi aplikasi saja. Sebagai aplikasi Synchro harus menjadi efisien dan bisa masuk dari berbagai sistem perangkat keras, mulai dari server, ponsel, tablet, desktop, router, sensor, dan banyak lagi.

“Banyak orang merasa bahwa pengiriman data selesai dengan bandwidth internet besar, bagaimana mengirimkan dan metodologinya perlu diperhatikan. Misalnya mengirimkan data atau menyalin data film blueray yang besarnya fantastis, banyak yang gagal. Synchro membantu mengoptimalkan cara dan hasil pengiriman data, bandwidth hanyalah sarana. Bayangkan bila pengiriman data via sensor dilakukan terus menerus via mobile network yang menghabiskan daya dan biaya karena broadcast terus menerus,” lanjut Sindarta.

Era IoT adalah kesempatan berkembang bagi Synchro

Tahun ini, Synchro memiliki target untuk mensosialisasikan solusi yang ia miliki ke kalangan yang lebih luas. Salah satunya untuk sinkronisasi data di dalam Pemerintahan, Kementerian dan Lembaga Negara, karena saat ini kondisinya data tersebar dan tidak saling terintegrasi antar badan.  Di samping itu, target lainnya adalah melakukan banyak vertical testing dengan mitra startup yang menggunakan platform data Synchro untuk membantu memecahkan masalah-masalah spesifik di industri. Karena menurut tim Synchro dalam IoT tidak ada single vendor dan solution provider yang bisa semua bidang, perlu kolaborasi.

“IoT adalah kebutuhan dan faktor utama untuk pembangunan infrastruktur yang mengarah ke pendekatan digital, jadi opportunity costs harus diperhitungkan untuk membuat enhancements dalam teknologi kami. Perjalanan kami masih jauh,” tutup Sindarta.

Startup Distribusi Data Synchro Umumkan Perolehan Dana Awal 2,7 Miliar Rupiah

Layanan distribusi data Synchro mengumumkan perolehan dana awal $200 ribu (hampir 2,7 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh PT Multidata Rancana Prima. Dana tersebut akan digunakan untuk proses perekrutan, aktivitas operasional, dan membantu target ekspansi global. Synchro adalah jebolan program Indigo Creative Nation.

Didirikan tahun 2014 oleh Sindarta Gemilang, Argon Usman, dan Eko Sukaryanto, Synchro memiliki teknologi data channeling yang diklaim dapat mengkoneksikan berbagai data endpoint di perusahaan untuk membantu workflow data yang lebih cepat dan efisien. Synchro disebutkan telah memiliki beberapa klien korporasi dan pemerintahan, seperti Telkom Group, Bank Permata, dan Kemenpar.

Co-Founder dan Komisaris Synchro Sindarta Gemilang mengatakan, “Synchro telah mengkoneksikan lebih dari setengah juta data endpoint dan terus berkembang dengan cepat. Kami telah menyiapkan batasan baru [yang lebih baik] untuk perangkat Internet of Things [IoT]. Kami senang memiliki PT Multidata sebagai mitra strategis untuk membantu kami menjangkau visi kami: membuat dasar untuk berbagai hal yang membutuhkan konektivitas data.”

Sementara Direktur PT Multidata Rancana Prima Wifiksana Suhendra tentang pendanaan ini menyebutkan, “Synchro memberikan kami kepercayaan diri dan peluang untuk bekerja sama dengan berbagai entitas di berbagai bidang untuk menyelesaikan permasalahan ekosistem mereka yang kompleks dengan berbagai sumber data, basisdata, sistem operasi, data besar, dan proses online-to-offline.”

Produk-produk yang dicakup layanan Synchro misalnya solusi IoT untuk perkebunan, smart parking, logistik, traffic management, dan lainnya. Secara umum, Synchro membangun fondasi konektivitas data untuk membantu perangkat IoT berkomunikasi satu dengan yang lain secara seamless.

“Karena kami dapat menyinergikan teknologi kami di perusahaan apapun, kemungkinan [hasil produknya] tidak terbatas. Siapapun bisa menggunakan Synchro,” tutup Sindarta.

Mengungkap Mitos dan Fakta Kondisi IoT di Indonesia

Persebaran produk internet of things (IoT) di Indonesia memang kian berkembang. Produk yang paling familiar dari IoT adalah perangkat wearable smartwatch. Untuk skala rumah tangga, ada remote yang dapat mengatur televisi, air conditioner (AC), jendela, garasi, dan lainnya.

Berkembangnya teknologi ini rupanya tidak sejalan dengan kondisi nyata yang terjadi di lapangan. Dalam salah satu sesi di Social Media Week Jakarta 2017, menghadirkan Dyan R. Helmi dari DycodeX, salah satu perusahaan pengembang teknologi IoT dari Bandung, banyak berbicara mengenai mitos dan fakta kondisi IoT di Indonesia. Berikut rangkumannya:

Mitos

Banyak hasil riset yang mengemukakan bahwa potensi bisnis IoT baik di Indonesia maupun secara regional pada 2020 dapat bernilai miliaran dolar Amerika Serikat.

Coba tengok hasil riset yang dipaparkan Cisco. Di sana menyebutkan secara global, obyek penggunaan perangkat IoT pada 2020 tembus 50 miliar obyek pintar. Angka ini diprediksi tumbuh lima kali lebih cepat dibandingkan perkembangan listrik dan telepon.

Bila dikerucutkan hingga skala APJC (Asia Pasifik, Jepang, dan China), potensi bisnis yang bisa ditangkap dari IoT sekitar US$1,5 miliar di 2020.

Dari hasil tersebut, Helmi, panggilan akrab Dyan, mengatakan angka tersebut masih menjadi mitos dan dapat ditangkap sebagai peluang yang bisa ditangkap oleh seluruh pihak di Indonesia.

Sementara ini, bentuk nyata dari pemanfaatan IoT belum begitu terasa bila dilihat dari kacamata industri. Masih sedikit perusahaan yang menerapkan IoT dalam proses bisnis mereka.

Perlu diketahui, untuk menyebut apakah sebuah perangkat dapat disebut dengan IoT harus memenuhi tiga unsur, yakni things (sensor, actuator, MCU/MPU, network, energy, firmware), connectivity (PAN, LPWAN, cellular), dan people and process (IoT Cloud, machine learning, AI).

“Belum banyak industri yang sudah pakai IoT, sehingga lebih tepat disebutnya dengan sample case. Tantangannya terletak di edukasinya ke masyarakat yang PR sekali. Padahal, tujuannya IoT adalah bantu produktivitas mereka. [Edukasi] memang tidak mudah,” terangnya, Kamis (14/9).

Dukungan dari pemerintah untuk pemain IoT pun belum terasa banyak, meski sudah ada kehadiran Bekraf dan Kominfo. Helmi menilai masih banyak instansi pemerintah serta kementerian yang belum paham dengan arti dari IoT sendiri. Malah ada yang salah kaprah, mengira IoT apakah itu Android maupun iOS.

Fakta

Di balik mitos, ada beberapa fakta yang masih membutuhkan banyak perhatian dari seluruh pihak. Helmi mengungkapkan pengembang hardware (makers) IoT masih sangat minim, tidak sampai ribuan. Ambil contoh, untuk komunitas IoT di Bandung bisa dibilang terbesar di Indonesia, namun anggotanya hanya sekitar 50-an orang.

Daerah lainnya, semisal Semarang, juga cukup besar bisa mencapai 100-an. Namun level anggota di sana belum ingin menyeriusi IoT dan menjadikannya sebagai bisnis. Pasalnya, rata-rata dari mereka masih pelajar sehingga belum permanen.

Untuk perusahaan yang menekuni IoT juga tidak banyak, beberapa nama di antaranya Geeknesia, Cubeacon, Bluino, DycodeX, Callysta, Gravicode, Rantonic, eFishery, dan lainnya.

Di samping itu, kesadaran dunia pendidikan untuk memulai kurikulum mengenai IoT juga mulai ada, meski baru sedikit, dengan diprakarsai oleh Sekolah Kristen Kalam Kudus di Medan.

Pihak sekolah meminta bantuan dari Helmi untuk dibuatkan kurikulum untuk diajarkan ke siswa SMP dan SMA. Kampus Binus juga mulai menaruh perhatian untuk dunia IoT dengan mengadakan seminar singkat untuk mahasiswanya.

Di luar itu, terdapat platform edukasi Makestro. Di dalamnya, tidak hanya edukasi saja tapi terdapat kebutuhan untuk pengadaan perangkat dan kebutuhan lain untuk pengembangan hardware. Ada tiga fitur yang dihadirkan, yakni shop, cloud dan learn.

“Intinya adalah bagaimana kita [Indonesia] bisa mencetak lebih banyak makers. Sebab akar masalahnya ada di situ. Dari potensi yang disebut hasil riset sebelumnya, cuma akan jadi mitos bila akar masalah tidak diselesaikan. Sekarang pertanyaannya, apakah Indonesia hanya akan jadi konsumen saja?,” pungkas Helmi.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Social Media Week Jakarta 2017. Dapatkan diskon 30% untuk pembelian tiket melalui laman Deals DailySocial.

Daftar Produk Keren yang Menjuarai R-IoT Hackathon 2017

Belum lama ini ajang Republic Internet of Things (R-IoT) Hackathon 2017 digelar di Bandung. Ajang ini diselenggarakan untuk menantang para penggiat IoT di Indonesia untuk berinovasi, diselenggarakan Makestro bekerja sama dengan MyIoTC dari Malaysia. Hackathon yang dilakukan selama 22 jam tersebut, berhasil melahirkan 3 juara utama dan 1 juara favorit pilihan juri.

Juara pertama berhasil digaet tim Ex, disusul juara kedua tim Deadliner, dan juara ketiga tim AIM. Sedangkan untuk juara favorit jatuh pada tim CIKUR.

Alat pendeteksi slot tempat parkir kendaraan

Juara Pertama

Tim Ex berasal dari Jurusan Teknik Komputer, Universitas Brawijaya Malang, terdiri dari empat anggota yakni Fungki Pandu, Rafi Fajar, Mukmin dan Tiara. Produk yang dikembangkan berupa perangkat pendeteksi slot parkir dengan teknologi IoT. Dengan perangkat tersebut, masyarakat akan dibantu untuk mengetahui apakah slot parkir tersedia di tempat tujuan mereka atau tidak. Informasi akan ditransmisikan melalui aplikasi berbasis Android. Selain informasi, aplikasi juga dibubuhi fungsionalitas lebih, yakni untuk pemesanan slot parkir, pembayaran dengan e-money, dan fitur untuk menemukan letak mobilnya.

“Untuk produknya harapan kami bisa cepat dikembangkan dan masuk ke pasar di Indonesia, dan kami sangat mengharapkan adanya perusahaan yang ingin bekerja sama,” ujar Rafi selaku perwakilan dari tim Ex.

Alat pengatur penggunaan daya listrik

Juara Kedua

Juara kedua mengembangkan Smart P-Man (Smart Power Management), yaitu sebuah sistem manajemen daya listrik pintar. Produk ini ditujukan untuk monitoring dan mengatur penggunaan listrik dalam suatu rumah atau bangunan, dengan kemampuan kendali nyala-mati listrik untuk tiap stop kontak baik secara manual maupun otomatis mengikuti batasan daya yang diatur. Produk ini ke depannya mampu menggantikan kWh meter yang digunakan PLN saat ini.

Tim Deadliner terdiri dari tiga mahasiswa tingkat akhir, yakni Mochamad Faisal, Irham Fauzan dan Musa Abdul Aziz. Kepada DailySocial, Faisal mengungkapkan bahwa harapannya ke depan akan ada lebih banyak lagi acara sejenis ini dan disertai follow up baik dari pemerintah ataupun industri agar karya yang dihasilkan dapat berkembang menjadi produk yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas.

Alat fitnes yang lebih efisien dan terukur

Juara Ketiga

Untuk juara ketiga, tim AIM mengembangkan produk bernama AIMuscle, yakni sebuah smart personal muscle trainer. Tingginya biaya personal trainer dan akses ke fitness center, membuat banyak milennials kesulitan untuk mendapatkan akses untuk menjaga tubuh tetap fit. Solusi yang ada sekarang yaitu aplikasi personal trainer, tidak memiliki fitur untuk mengoreksi apakah yang dilakukan pengguna sudah benar atau belum. Tim AIM mengembangkan sebuah perangkat IoT berupa tracker yang dapat mendeteksi berbagai macam gerakan Dumbbell sehingga latihan dapat berjalan efektif dan lebih murah.

Tim AIM terdiri dari beberapa anggota yang terdiri dari mahasiswa Telkom School, ITS Surabaya dan Universitas Trisakti. Salah satu anggotanya, Dhuha Abdul, mengungkapkan, bahwa kegunaan produk AIMuscle sebenarnya bisa lebih luas, tidak hanya untuk Dumbbell saja tapi bisa didesain untuk kebutuhan kesehatan dan industri. Rencananya produk tersebut akan disempurnakan dengan machine learning sehingga dapat menghasilkan analisis prediktif yang bermanfaat.

Alat pengusir hama dan perangsang pertumbuhan tanaman

Juara Favorit

Untuk juara favorit, yang ditentukan juri, terpilih tim CIKUR yang terdiri dari Danny Ismarianto Ruhiyat, Aries Syamsuddin, dan Mirwan Miftahul Arif. Dalam acara Hackathon R-IoT 2017 tim CIKUR mengembangkan produk dengan nama Karinding IoT. Yaitu alat berbasis Karinding (alat musik getar khas Sunda dari bambu) yang digerakkan secara elektronis dan dikontrol melalui internet sebagai perangkat IoT.

Kegunaan Karinding IoT yang utama adalah mengusir hama tanaman (khususnya padi dan jagung) dengan menggunakan suara berfrekuensi rendah yang dihasilkan dari Karinding bambu dan suara Karinding dapat meningkatkan hasil panen dengan merangsang pembukaan mulut daun/stomata secara lebih baik (sehingga nutrisi dan gas karbondioksida dapat terserap secara jauh lebih baik).

“Kominfo sangat tertarik untuk mengembangkan Karinding IoT versi portabel (yang ukurannya lebih ringkas) untuk digunakan petani-petani di Indonesia. Sebuah perusahaan swasta juga menawarkan lokasi penelitian pertanian dan perkebunan di daerah Lembang untuk digunakan sebagai tempat riset bersama tim CIKUR dalam mengembangkan Karinding IoT,” ujar Danny.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner dari R-IoT Hackathon 2017.