Setelah Malaysia, TransTRACK Segera Masuk Singapura Jelang Akhir 2023

Startup fleet tech enabler TransTRACK segera ekspansi ke Singapura. Bila tidak ada aral melintang, peresmiannya akan dilakukan pada bulan Desember ini. Ekspansi dilakukan dalam rangka memperluas solusi digitalisasi operasional armada kendaraan untuk berbagai industri.

“Terdekat adalah Singapura, harapannya akhir tahun ini bisa start karena company-nya [Indo Trans Teknologi Pte. Ltd.] di sana sudah ada, tinggal operation-nya saja,” ucap Founder dan CEO TransTRACK Anggia Meisesari saat media briefing, kemarin (22/11).

Sebelumnya, pada Maret ini, perusahaan telah melebarkan sayapnya ke Malaysia, bermitra dengan Northport, salah satu pelabuhan serba guna terbesar skala nasional yang menangani berbagai macam kargo dan kontainer untuk segala jenis dan ukuran pengiriman. “Kami ditunjuk untuk menangani logistik halal di sana.”

Anggia menuturkan ekspansi ini tidak berhenti di dua negara saja. Negara lainnya yang sedang dibidik pada tahun selanjutnya adalah Thailand, Vietnam, dan Australia. Kendati begitu, ia memastikan fokus utama perusahaan tetap Indonesia karena layanannya belum menjangkau kota lapis dua dan tiga.

“Australia bonus saja, kalau sudah dirasa sudah oke baru kita masuk, karena kita sudah ada partner yang sudah market research untuk kita. Di sana banyak pemain logistik besar dan mining.”

Sejak berdiri di 2019, TransTRACK telah menjangkau lebih dari 90 kota di Indonesia dan 25 kota di Malaysia, serta melayani lebih dari 900 klien dengan mengelola 100 ribu unit kendaraan. Para klien ini mayoritas berasal dari industri logistik dan transportasi umum, sisanya jasa keuangan, F&B, penyewaan kendaraan & alat berat, manufaktur dan jasa, dealer, pertambangan, perkebunan, pertanian, dan pelabuhan.

Seluruh bisnis perusahaan berasal dari klien B2B dengan model monetisasi berlangganan minimal 12 bulan, bahkan ada yang sampai 60 bulan. Churt rate juga terbilang mini, hanya 0,27%. Anggia menjelaskan, kecilnya churn rate ini dilatarbelakangi oleh pelayanan perusahaan yang optimal terhadap klien. Makanya banyak yang terus melanjutkan langganannya hingga kini.

“Biasanya yang tidak lanjut [langganan] karena ada klien sedang efisiensi sehingga ada unit kendaraannya yang dijual.”

Menurutnya, dengan model bisnis sepert ini struktur keuangan TransTRACK terbilang sehat karena capai EBITDA positif sejak tahun lalu. Kendati tidak disebutkan spesifiknya dalam bentuk nominal.

Produk TransTRACK

TransTRACK Experience Center / TransTRACK

TransTRACK memosisikan dirinya berbeda dengan startup teknologi lainnya yang bergerak di bidang logistik, seperti Waresix, Logisly, dan sebagainya. Lantaran solusi yang dihadirkan menyeluruh dan tidak untuk industri logistik saja. Sebanyak dua solusi dihadirkan saat ini, Fleet Operation Optimizer dan Supply Chain Integrator.

“Banyak pemain yang solusinya partial, sementara kami end-to-end. Beberapa malah ada yang jadi klien kami,” tambah Anggia.

Melalui solusi Fleet Operation Optimizer, TransTRACK menyediakan Fleet Telematics sebagai pengendali armada, kargo dan pengemudi; Vehicle Maintenance System untuk mengendalikan proses pemeliharaan kendaraan; dan Truck Appointment System untuk mengurangi antrian truk serta mempercepat proses loading/unloading.

Sedangkan, melalui Supply Chain Integrator, TranTRACK menyediakan platform integrasi dan ekosistem rantai pasok yang dapat membantu pemilik kargo, operator armada, dan perusahaan third-party logistics (3PL) mengoptimalkan bisnisnya. Dalam platform ini, TransTRACK juga membantu penyediaan asuransi barang dan pembiayaan.

Terdapat produk software dan hardware dalam solusi tersebut. Dirinci lebih jauh, untuk produk hardware, meliputi GPS Tracker, Hybrid GPS Tracker, personal tracker, E-Seal, 360 Camera, Advanced Driver Assistance Systems (ADAS), Driver Management System (DMS), Fuel Stabilizer, dan Adaptive Gateway.

Sementara, produk software berbentuk SaaS yang dikembangkan perusahaan di antaranya Transportation Management System (TMS). TMS ini digunakan untuk mendigitalisasi operasi bisnis armada transportasi dalam satu sistem. Klien dapat mengelola kesehatan dan kondisi kendaraan maupun bisnis transportasi dan logistikmu, mulai dari manajemen pemesanan dan perencanaan, hingga pencatatan kasir dan sistem penagihan billing.

TMS juga sediakan, pemantauan manajemen armada transportasi, mengontrol pemeliharaan kendaraan, meningkatkan utilitas dan keamanan armada, manajemen dan perencanaan bisnis, manajemen vendor, dan pengiriman.

TransTRACK Experience Center / TransTRACK

Dalam rangka menjangkau lebih banyak calon klien/mitra bisnis baru, perusahaan menghadirkan TransTRACK Experience Center yang bertempat di kantor pusat TransTRACK di Menari 165 Lantai 6, Jakarta Selatan. Di sana, calon pengguna dapat merasakan langsung teknologi berbasis IoT dan AI yang dibangun perusahaan dan bagaimana teknologi tersebut dapat digunakan di berbagai industri.

Selain melihat produk software dan hardware, disediakan pula Cockpit Simulator yang memungkinkan pengunjung untuk memiliki pengalaman berkendara dengan truk besar dan mencoba fitur-fitur secara real-time melalui simulator interaktif.

Co-Founder dan CTO TransTRACK Aris Pujud Kurniawan menyampaikan simulator ini menyediakan berbagai skenario yang mungkin terjadi dalam pengoperasian armada, sehingga pengunjung dapat mengasah keterampilan dan mengambil keputusan yang tepat.

E-Seal misalnya, salah satu teknologi TransTRACK yang dipasang pada pintu kargo atau kontainer dengan fitur-fitur yang komprehensif, seperti identifikasi elektronik, pelacakan real-time, sistem pemantauan, dan keandalan mekanisme penguncian.

“Semua produk yang dikembangkan oleh TransTRACK dapat dikustomisasi secara khusus dengan menyesuaikan pada kebutuhan spesifik pelanggan, sehingga akan memberikan hasil yang maksimal bagi operasional bisnis dalam berbagai sektor industri,” kata Pujud.

Diklaim solusi-solusinya mampu meningkatkan produktivitas dan utilisasi armada sebesar 40%, juga mengurangi biaya yang terkait dengan penggunaan kendaraan sebesar 30% dengan mendigitalisasi operasi armada mereka.

“Kami berencana untuk mengembangkan teknologi lebih jauh di AI dan masuk ke green tech, seperti kendaraan listrik, mengingat kami sudah banyak bantu klien mengurangi emisi yang dikeluarkan dengan berbagai penghematan,” pungkasnya.

Disebutkan tim TransTRACK saat ini mencapai 184 orang, lima karyawan di antaranya bertempat di Malaysia. Kemudian, sebanyak 50 orang dari total tim merupakan tim teknologi dengan lokasi kantor terpisah dari kantor pusat, yakni di Bandung.

Webtrace Announces Seed Funding, Developing Logistics Management Platform

To date, the truck-based logistics industry is still on-demand and viral in Indonesia. With geographical characteristics varied of land, water and air; land transportation remains the leading way for shipping and distributing goods, including being the backbone of the e-commerce business.

In this country, land logistics estimated to spend about US$290 billion in 2020. Aside from the large market, total commercialized vehicles (9.6 million units in 2019) has created tighter competition.

Webtrace intends to be a useful platform for fleet management to have a technology solution for the more efficient logistics business, also to improve productivity and security. It can work using IoT solutions and sensors to produce data compilation and real-time analytics.

“The tight service and price competition among land transportation providers and high non-transparent costs, has caused low-profit margins. The solution we are trying to offer is IoT which regulates and optimizes vehicle utilities, drivers, and reduces unnecessary non-transparent costs,” Webtrace’s CEO & Co-founder, Erwin Subroto said.

Particularly, Webtrace performs a thorough analysis from two devices. First, through application for drivers using GPS Engine App on smartphones. Also, they offer Fleet Solution, a small unit equipped with each vehicle. Both are to send real-time data to be managed on the platform.

Secures seed funding

webtrace

Currently, Webtrace has owned 3500 units registered (signed a contract) trucks and it’s onboarding. Units connected to the platforms are distributed around Sumatera, Java, Borneo, Madura, and Sulawesi.

Although with the recent rise of similar players, Webtrace stated the marketshare is still wide open, as the massive land transportations with passengers reaching 12 million units.

“We aware of similar solution providers, but the total fleet connected to our platform and competitors is around 250 thousand units now. The real challenge is how to educate those land transportation players,” Subroto added.

In order to accelerate business growth, Webtrace has secured seed funding led by Prasetia Dwidharma. Also participated in this funding was Astra Ventura.

With the fresh funding, the company plans to toughen marketing activities and acquire more customers while increasing sales.

“Technology implementation is currently a must to increase productivity, competitiveness, and accelerate the right decision making. The solutions we provide are expected to give clients an edge in industry competition, and in turn, enable Webtrace to help the transportation industry become more secure and cost-effective,” Subroto said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Webtrace Dapatkan Pendanaan Awal, Garap Platform Manajemen Armada Logistik

Hingga saat ini kebutuhan industri logistik berbasis truk masih sangat besar dan vital di Indonesia. Meskipun karakteristik geografisnya terdiri dari kombinasi darat, laut dan udara; transportasi darat tetap menjadi cara utama untuk pengiriman dan distribusi barang, termasuk menjadi backbone bisnis e-commerce.

Di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Ketatnya persaingan layanan dan harga di antara penyedia transportasi darat dan tingginya biaya yang tidak transparan, menyebabkan profit margin mereka menjadi rendah. Solusi yang kami coba tawarkan adalah IoT yang mengatur dan mengoptimasi utilitas kendaraan, sopir, dan mengurangi biaya tidak transparan yang tidak dibutuhkan,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Secara khusus Webtrace melakukan analisis dari dua perangkat. Pertama melalui aplikasi di pengemudi yang memanfaatkan GPS Engine App di smartphone. Tersedia juga Fleet Solution, unit perangkat yang disematkan di masing-masing armada. Keduanya nanti bisa mengirimkan secara real time data yang bisa diolah di platform.

Revenue stream kami adalah SaaS monthly subscription dengan kontrak, dan sampai sekarang ini kami memiliki retention rate 100%,” kata Erwin.

Kantongi pendanaan tahapan awal

Saat ini Webtrace telah memiliki 3500 unit armada truk yang sudah berkomitmen (menandatangani kontrak), proses onboarding sedang berjalan. Unit yang terhubung di platform tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Madura, hingga Sulawesi.

Meskipun saat ini sudah ada pemain serupa, Webtrace mengaku pangsa pasar masih terbuka lebar, melihat masifnya jumlah populasi transportasi darat barang maupun penumpang sebesar 12 juta unit.

“Kami menyadari ada beberapa provider solusi sejenis, tetapi total fleet yang sudah terhubung di antara kami dengan kompetitor sebesar kurang lebih 250 ribu unit saat ini. Tantangan sebenarnya adalah bagaimana bisa mengedukasi praktisi transportasi darat tersebut,” kata Erwin.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Webtrace telah mengantongi pendanaan tahapan awal (seed funding) yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Melalui dana segar yang baru diterima, perusahaan memiliki rencana untuk memperkuat kegiatan pemasaran dan mengakuisisi lebih banyak pelanggan sekaligus meningkatkan jumlah penjualan.

“Penerapan teknologi saat ini merupakan keharusan untuk menambah produktivitas, daya saing, serta mempercepat pengambilan keputusan yang tepat. Solusi yang kami berikan diharapkan bisa memberikan klien keunggulan dalam kompetisi industri, dan pada gilirannya memungkinkan Webtrace untuk membantu industri transportasi menjadi lebih aman dan hemat biaya,” kata Erwin.

Telkomsel dan Pertamina Berkolaborasi, Implementasi Solusi IoT pada Truk Pengangkut BBM

Telkomsel resmi melakukan penandatanganan kerja sama dengan PT Pertamina Patra Niaga untuk menerapkan solusi FleetSight pada kendaraan operasional truk pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM).

Direktur Utama Telkomsel Emma Sri Hartini mengungkapkan, kolaborasi ini adalah salah satu langkah perusahaan untuk menggenjot bisnis di segmen B2B melalui solusi berbasis teknologi, seperti IoT, big data, dan digital advertising.

“Ke depannya, kami akan menggaungkan bisnis B2B lewat mobile solution dengan mengintegrasikan ke nomor [SIM]. Cakupan jaringan 4G kami kan luas. [Solusi] ini tentu akan memudahkan akses,” ujar Emma di acara MoU dengan Pertamina Patra Niaga, Senin (2/9).

Sementara Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Nina Sulistyowati menyebutkan, penerapan FleetSight adalah bagian dari inovasi digital yang dilakukan untuk mencapai efisiensi dan produktivitas perusahaan.

“Banyak sekali kecelakaan kerja atau hal lain yang terjadi pada pendistribusian BBM. Makanya, lewat solusi ini dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan berkendara, termasuk menekan penipuan,” ujar Nina di sela-sela MoU ini.

Mewujudkan Smart Mobil Tangki (MT)

Dalam penjelasannya, GM Fleet Management Telkomsel Arief Teguh Hermawan mengatakan, solusi berbasis Internet of Things (IoT) ini akan diimplementasikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, pemasangan FleetSight telah dilakukan di 1.800 armada dan siap beroperasi mulai September ini.

Sedangkan tahap kedua dan ketiga adalah peningkatan fitur FleetSight dengan mengintegrasikan sejumlah sensor tambahan dengan fungsi berbeda-beda, seperti mengidentifikasi parameter rem kendaraan dan kekentalan oli mesin.

Ia menyebut ada total 17 fitur FleetSight yang akan ditanamkan Telkomsel ke dalam moda transportasi distribusi BBM. Saat ini, sudah ada tiga yang telah beroperasi dan lima fitur yang masih dalam tahap pengembangan.

Sebetulnya, kata Arief, Fleetsight bukanlah solusi baru, melainkan solusi existing untuk segmen ritel yang diluncurkan sejak 2017. FleetSight dievolusi sejak tahun lalu sejalan dengan fokus baru Telkomsel di segmen B2B.

Big picture dari Fleetsight ini adalah [solusi] kendaraan karena kami sekarang fokus di B2B bukan di B2C. Setidaknya sekarang ada 4-6 juta kendaraan komersial, di mana adopsi [fleet management] masih di bawah 20 persen,” tuturnya.

Secara fungsi, solusi FleetSight dikembangkan untuk memonitor dan mengontrol armada kendaraan melalui perangkat berbasis satelit yang disematkan pada berbagai jenis sensor atau peralatan tambahan kendaraan.

FleetSight mampu merekam mobilitas kendaraan dan mengumpulkan informasi dalam bentuk insight dan data. Informasi ini akan diolah agar dapat memberikan peringatan secara real-time saat kendaraan melebihi kecepatan beroperasi atau melintasi rute yang bukan seharusnya.

“Kami sedang jajaki dengan beberapa sektor lain untuk implementasi solusi fleet management. Beberapa use case juga sudah disiapkan. Misalnya, monitoring genset untuk transportasi publik atau melacak pengiriman di sektor logistik,” tutup Arief.

Lacak.io Dukung Armada Logistik Skala UKM Tersistem secara Digital

Industri logistik masih memiliki banyak tantangan dalam menyambut percepatan industri 4.0. Lacak.io berusaha menjawab tantangan tersebut dengan produk yang mereka sediakan.

Co-Founder dan CCO Lacak.io Danny Chiang menjelaskan, bisnisnya menyediakan solusi bagi perusahaan logistik kecil menengah di Indonesia untuk bisa scale-up, mengubah armada tradisional tanpa sistem menjadi armada yang terkoneksi secara digital.

Lacak.io memungkinkan pihak manajemen mendapatkan visibilitas terbaik dari actionable data armada seperti data sensor suhu muatan, suhu mesin, level bahan bakar, dan gaya berkendara; data kinerja armada apakah sudah terutilisasi maksimal atau belum; data jumlah pengiriman apakah tepat waktu atau tidak.

Dikelola juga data perawatan armada yang dilakukan tepat waktu atau tidak. Data ini dianggap penting untuk menjaga armada dalam kondisi selalu prima mengingat armada kendaraan adalah mesin utama penghasil uang bagi perusahaan logistik.

“Selain mendapat visibility data terbaik dengan terkoneksinya armada mereka secara digital, maka kesempatan bisnis mereka untuk bekerja sama dengan korporasi besar juga akan terbuka lebih lebar,” terang Danny kepada DailySocial.

Model bisnis Lacak.io

Dalam menyajikan layanannya, Lacak.io menggunakan teknologi web interface untuk pemantauan dengan fitur seperti visibilitas data lokasi, laporan, notifikasi, utilitas armada, jumlah pengiriman, jadwal perawatan, dan evaluasi gaya berkendara.

Untuk menunjang tim lapangan yang lebih mengandalkan smartphone, pihaknya menyediakan pemantauan praktis dengan aplikasi Lacak Live. Pada dasarnya, aplikasi ini mengubah smartphone pengemudi menjadi GPS pelacak. Tim lapangan lainnya seperti kurir, sales, driver, atau engineer yang tidak memungkinkan untuk menggunakan perangkat GPS pelacak, Lacak.io menyediakan aplikasi Lacak Mobile.

Aplikasi tersebut memungkinkan lokasi tim lapangan dan status kerjanya terpantau oleh perusahaan. Tidak hanya itu, tim lapangan bisa berkirim pesan dengan tim perusahaan dari aplikasi tersebut.

“Contohnya, mereka bisa melihat tugas hari ini ke mana saja dan melaporkan hasil pekerjaan menggunakan formulir elektronik, tanda tangan digital dan upload gambar yang sudah tersedia semua di Lacak Mobile.”

Menurutnya, produk yang ditawarkan ini adalah jawaban dari solusi yang sebenarnya di butuhkan perusahaan logistik. Kebanyakan produk manajemen armada hanya menawarkan pemantauan lokasi tanpa ada data yang bisa diterjemahkan untuk mengambil suatu keputusan bisnis.

Dalam menjalankan bisnisnya, Lacak.io menetapkan sistem monetisasi berdasarkan keanggotaan per perangkat. Ada tiga jenis keanggotaan dari enterprise, professional, dan basic dengan biaya bervariasi mulai dari Rp6,1 juta untuk enterprise pada tahun pertama saja dan jadi Rp2 juta pada tahun berikutnya.

Rencana bisnis

Danny menerangkan pada tahun lalu perusahaan yang aktif menggunakan layanan ini mencapai 80 perusahaan. Di antaranya DHL Supply Chain Indonesia, Jasa Marga, KMDI, Malaba, dan lainnya. Dilihat dari jumlah armada yang terkoneksi aktif dengan sistem Lacak.io ada sekitar 1.700 unit dengan pertumbuhan 376%.

Perusahaan ingin meningkatkan pencapaian tersebut hingga berkali-kali lipat pada tahun ini. Armada yang terkoneksi bisa mencapai 4 ribu dan menghubungkan 25 ribu kendaraan barang atau setara dengan 0,32% dari total keseluruhan kendaraan barang terdaftar di Indonesia.

Untuk mencapai itu, Lacak.io sedang mengembangkan layanan yang lebih menyasar ke visualisasi gambar dan video sehingga tidak hanya data kendaraan yang dapat terlihat, melainkan situasi lingkungan sekitar dapat terlihat. Bakal ada juga Driver Status Monitoring System untuk mengirimkan notifikasi saat supir terdeteksi ter-distract oleh smartphone, merokok, menelepon, atau kelelahan.

Berikutnya tim sedang menyiapkan Advance Driver Assistance System yang memungkinkan pendeteksian dua detik lebih dini untuk driver sehingga meminimalisir tingkat kecelakaan dari tabrakan belakang.

Perusahaan tengah mencari pendanaan eksternal untuk mengembangkan bisnis Lacak.io sebesar Rp6 miliar di tahun ini. Danny mengaku saat ini masih dalam proses pitching ke investor.

“Putaran paling pertama sebenarnya sudah sejak 2016 waktu itu bentuknya convertible note dari teman. Kalau benar-benar dari eksternal ini baru pertama kalinya.”

Sebanyak 60% dari dana tersebut nantinya akan digunakan untuk mendorong pemasaran dan membuka kantor perwakilan di beberapa provinsi seperti Jawa, Bali, Makassar, dan Medan. Sisanya untuk pengembangan teknologi, layanan, serta pengembangan tim operasional.

Startup Manajemen Logistik Ritase Digitalkan Proses Kerja Supir Truk Lewat Aplikasi

Masalah di industri logistik menjadi salah satu primadona makin berjamurnya startup yang mencoba menyelesaikannya. Salah satunya adalah Ritase. Startup ini merupakan platform digital layanan manajemen truk, menghubungkan pengirim barang dengan penerima barang secara real time.

CEO dan Founder Ritase Iman Kusnadi menuturkan potensi logistik di Indonesia memang besar, tetapi performanya menurun. Dari hasil riset yang ia lakukan, indeks performa logistik mengalami penurunan menjadi urutan ke 63 di 2016. Padahal, di 2014 Indonesia berada di urutan ke 54.

“Ini concern besar, dari potensi yang besar ternyata performanya turun dibandingkan negara lainnya. Lewat solusi yang kami hadirkan, saat dipresentasikan di hadapan Kementerian Perhubungan, mereka puas bahwa saat ini ada startup yang beri real time data saat truk lewat jalur Pantura,” kata Iman, Kamis (3/5).

Secara sederhana, Ritase ingin mendigitalkan proses kerja pemilik armada truk ke dalam bentuk aplikasi. Mulai dari proses pengambilan barang, pengiriman, sampai barang diterima ke tempat tujuan. Di dalam aplikasi pemilik armada, terdapat dompet digital untuk menerima pembayaran pesanan yang dapat dicairkan kapan saja.

Ada pula poin reward untuk setiap tugas yang berhasil mereka selesaikan dengan tepat waktu. Poin tersebut dapat di tukar dengan berbagai penawaran, seperti pulsa, voucher makan, dan lainnya.

Pemilik armada juga dapat menerima backhaul (menemukan muatan untuk dibawa kembali) ketika pesanan sudah dikirim. Di dalam aplikasi mereka dapat melihat laporan detil mengenai ID order, FTL, dimensi, berat hingga estimasi waktu dalam fitur Trip Management.

“Kalau dulu banyak yang menyangsikan supir ojek bisa kirim makanan, buktinya sekarang bisa. Nah sekarang kami ingin melakukan hal yang sama, namun untuk supir truk.”

Bagi pengirim barang, Ritase menyediakan informasi seputar status keberadaan barang, estimasi kedatangan barang, hingga informasi detil seluruh proses pengiriman. Melalui fitur Load Planning, mereka dapat mengatur jadwal pengiriman sesuai dengan dimensi dan berat barang.

Ada pula fitur Live Tracking dan Order Status untuk mendapatkan kepastian mengenai status terakhir dari barang yang dikirim. Dari berbagai fitur tersebut pengirim barang dapat menghindari berbagai potensi masalah transportasi dan logistik yang dapat terjadi.

Perusahaan menerapkan strategi monetisasi lewat komisi yang dibayarkan setiap transaksi yang terjadi. Besarannya tergantung volume kargo yang dikirimkan.

Kinerja dan target bisnis

Sebelumnya Ritase bernama Trucktobee, hingga akhirnya rebranding dimulai pada akhir 2016. Pada awal 2017 hingga kini perusahaan telah mengakuisisi 5.500 truk dan 6 ribu supir truk terdaftar.

Total perjalanannya mencapai 4 juta km, dengan 85% di antaranya adalah jalur Pantura, menampung 200 juta kg kargo ke 65 ribu titik pengiriman dan nilai barang sebesar US$8 miliar.

Dari segi klien, kebanyakan berasal dari industri FMCG, seperti Lotte Grosir, Philips Lightning, Gunung Sewu, Kraft Heinz, dan lain sebagainya.

Iman mengaku perusahaan akan terus menggenjot kinerjanya dengan mendirikan berbagai lokasi hub di kawasan industri. Wilayah yang disasar seperti Medan, Surabaya, Cikarang, dan Jabodetabek.

“Tantangan kami adalah edukasi supir truk, untuk itu butuh bangun hub di berbagai lokasi agar semakin mudah mereka menjangkau kami.”

Dalam rangka mendukung rencananya tersebut perusahaan telah mendapatkan pendanaan Pra Seri A pada awal tahun ini dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi tersebut datang dari Insignia Venture Partners, Skystar Capital, dan seorang angel investor Tarun Gandhi.

Pemanfaatan Teknologi untuk Sektor Logistik

Proses pengelolaan logistik berperan sentral bagi keberlangsungan bisnis sebuah usaha—atau bahkan bagi kehidupan manusia umumnya. Kegiatan ini secara strategis mengatur pengadaan bahan melalui jaringan pemasarannya dengan cara tertentu, sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan. Belum lagi dengan tren gaya hidup yang instan di zaman sekarang, kecenderungan konsumen dalam mendapatkan sesuatu secara cepat memberi efek nyata bagi bisnis.

Sayangnya, di atas kertas, kebutuhan akan pengelolaan logistik tadi belum seimbang dengan kualitasnya. Logistic Performance Index (LPI) dari World Bank menyebutkan bahwa Indonesia justru mengalami penurunan

dari yang sebelumnya berperingkat 53 (2014) menjadi peringkat 63 (2016), yang umumnya disebabkan oleh persoalan efektivitas dan efisiensi pengiriman barang.

Hal ini yang kemudian ditangkap oleh startup dan pengembang teknologi sebagai satu kesempatan untuk memutar balik keadaan kualitas logistik. Fakta ini dapat terlihat dari kemunculan produk-produk teknologi yang berupaya memudahkan pengelolaan logistik, seperti nama-nama berikut ini.

GO-SEND dan GO-BOX

Sebagai raksasa on-demand di Indonesia, GO-JEK terus membuka ruang untuk memenuhi kebutuhan antar-jemput di Indonesia. Di samping transportasi, GO-JEK juga menjadi startup logistik dengan menawarkan solusi melalui GO-SEND dan GO-BOX, khususnya untuk pengiriman di dalam kota.

startup jasa

GO-SEND merupakan layanan kurir sepeda motor yang memungkinkan pengguna untuk meminta pengemudi GO-JEK mengantarkan barang ke lokasi tertentu. Sejumlah e-commerce seperti Tokopedia dan Bukalapak sudah memanfaatkannya untuk distribusi barang yang dijual. Sedangkan untuk barang-barang yang tidak dapat diantarkan oleh sepeda motor, GO-JEK menghadirkan GO-BOX yang dapat dipesan dengan beberapa jenis mobil seperti mobil pickup dan truk engkel boks.

Shipper

Shipper menawarkan layanan yang lebih sederhana namun dapat membantu pengguna mengambil keputusan lebih cepat. Shipper hadir sebagai layanan agregator yang menghubungkan pengguna dengan perusahaan logistik yang tersedia.

Porter logistik

Platform yang telah bekerja sama dengan sekitar empat belas perusahaan logistik ini memiliki fitur untuk membandingkan harga dari beberapa perusahaan logistik tadi, dan meminta kurir Shipper untuk menjemput barang.

NEXTfleet

NEXTfleet adalah layanan Internet of Things (IoT) yang dihadirkan untuk proses rantai distribusi dari mulai perencanaan, penjadwalan, penugasan tim, hingga pemantauan armada secara real-time. Layanan rilisan Indosat Ooredoo Business ini menggunakan perangkat digital mulai dari aplikasi berbasis desktop hingga mobile yang dapat diintegrasikan dengan perangkat IoT, dengan visi untuk memangkas biaya operasi dan mendorong produktivitas pengelolaan logistik.

NEXTfleet secara umum menawarkan fitur dashboard untuk manager armada, driver, dan pelanggan. Fitur ini dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan pengguna dan dapat memantau distribusi secara aktual. Driver juga dapat melakukan aktivitas distribusi multi lokasi, atau dengan kata lain dapat mengantar-jemput barang ke beberapa tujuan.

Layanan semacam ini disinyalir dapat memangkas biaya operasional (seperti biaya bahan bakar dan pemeliharaan kendaraan), karena aktivitas distribusi lebih terencana dan produktivitas armada pun lebih optimal.

Disclosure: Artikel ini adalah artikel bersponsor yang didukung oleh Indosat.

Strengthen IoT Line, Telkomsel Launches FleetSight

Telkomsel launches fleet management solution for corporate called FleetSight, part of company’s agenda in providing internet of things (IoT)-based service in Indonesia.

FleetSight is a fleet management solution that synergizes satellite-based telematics devices (including censor) set in vehicles / moving assets. The device is supported by Telkomsel connectivity within over 95% coverage area of 2G and 3G in Indonesia

It is a result of collaboration with Sascar, a tire and mobility company. It becomes the global-scale fleet management solution provider with more than 265 thousands connected to its platform. The extras claimed to be a distinction between FleetSight with any similar solution of other companies.

The solution is expected to help the enterprise in facing any issues related to fleet operations, by minimizing risks regarding vehicle investment through improving fleet’s safety, security and productivity.

“FleetSight is a packet. It is flexible, with tools and connectivity. A managed service default, not to confuse customers. If there is something wrong, we’ll replace it. In case you want to buyback, it’s OK,” Ririek Adriannsyah, Telkomsel’s President Director, said, on Monday (11/27)

Adriansyah believed the fleet management market share is very broad. The number of vehicles (except motorcycle) reached 24 million items last year, 40% are commercial with 6% growth rate per year. Logistics and Transportation cost has reached 24% of total GDP and the highest one in Southeast Asia. It’s the story about fleet management high-demand.

Vertical solution integrated with Telkomsel’s IoT Control Center is an answer to every needs in optimizing productivity and improving safety of existing operation fleet.

FleetSight users targeted by Telkomsel are those businessman engaging in logistics and transportation. There are three clients, namely Astra Daihatsu Motor, Pamapersada Nusantara (PAMA), and Koperasi Telekomunikasi Selular (Kisel).

PAMA will use FleetSight in monitoring truck and operational vehicles to improve safety standard. Given all this, many moving assets engaging and spreading across isolated area. It makes transportation important in running business.

Daihatsu on the other hand, want efficiency for sales and operational vehicles. They already tested FleetSight for operational cars used by expat workers.

“We emphasize on after sales service, where we can monitor the impact of FleetSight usage on client’s business. On how far they get their efficiency,” Marina Kacaribu, Telkomsel IoT’s Vice President, said.

The launch of FleetSight, Kacaribu continued, is a further commitment from Telkomsel to focus on developing IoT-based solution. Previously, Telkomsel has launched IoT solution to target B2C segment, T-Drive, and T-Bike.

Perkuat Lini Produk IoT, Telkomsel Hadirkan FleetSight

Operator telekomunikasi Telkomsel meluncurkan solusi fleet management untuk korporasi bernama FleetSight, sekaligus bagian dari agenda perusahaan dalam menghadirkan layanan berbasis internet of things (IoT) di Indonesia.

FleetSight adalah solusi pengelolaan armada yang mensinergikan perangkat telematika berbasis satelit (termasuk sensor) yang dipasangkan dalam aset bergerak/kendaraan. Perangkat tersebut didukung oleh konektivitas Telkomsel yang menjangkau lebih dari 95% wilayah populasi di Indonesia dengan layanan 2G dan 3G.

Produk ini dihadirkan bekerja sama dengan perusahaan ban dan mobilitas yakni Sascar. Perusahaan ini menjadi penyedia solusi fleet management berskala global dengan lebih dari 265 ribu kendaraan yang telah terkoneksi dalam platformnya. Kelebihan tersebut diklaim sebagai pembeda FleetSight dibandingkan solusi sejenis yang dihadirkan perusahaan lainnya.

Solusi ini diharapkan dapat membantu enterprise dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan operasional armada, dengan meminimalkan risiko terkait dengan investasi kendaraan melalui peningkatan keselamatan, keamanan, efisiensi, dan produktivitas armada.

“FleetSight ini sudah satu paket. Sifatnya fleksibel, sudah ada alat dan konektivitasnya. Standarnya managed service, jadi pelanggan tahu beres. Kalau ada yang rusak kita ganti. Tapi kalau mau beli putus tidak masalah,” kata Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Senin (27/11).

Pangsa pasar fleet management itu sendiri menurut Ririek sangat luas. Bila dilihat dari total jumlah kendaraan bermotor (selain sepeda motor) mencapai 24 juta unit pada tahun lalu, dengan 40% di antaranya merupakan kendaraan komersial dan pertumbuhan rerata sebesar 6% per tahunnya. Belum lagi, biaya logistik dan transportasi yang besar mencapai 24% dari total GDP dan menjadi tertinggi di Asia Tenggara, melatar belakangi tingginya permintaan fleet management.

Solusi vertikal yang terintegrasi dengan layanan Telkomsel IoT Control Center menjadi jawaban atas kebutuhan perusahaan dalam mengoptimalkan produktivitas dan meningkatkan keselamatan fleet/armada operasional yang dimiliki.

Sasaran pengguna FleetSight yang dibidik Telkomsel adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang logistik dan transportasi. Sudah ada tiga klien yang bergabung, yaitu Astra Daihatsu Motor, Pamapersada Nusantara (PAMA), dan Koperasi Telekomunikasi Selular (Kisel).

PAMA akan memanfaatkan FleetSight untuk monitor truk dan kendaraan operasional untuk meningkatkan standar keamanan. Mengingat, banyak aset bergerak yang beredar di daerah terpencil. Hal demikian membuat transportasi menjadi penting untuk kelancaran bisnis mereka.

Sementara Daihatsu karena mereka ingin efisiensi untuk tenaga sales dan kendaraan operasionalnya. Daihatsu telah melakukan uji coba FleetSight untuk mobil operasional yang dipakai pekerja ekspatnya.

“Kami juga menekankan pada layanan after sales, di mana setelah klien menggunakan FleetSight akan kami pantau bagaimana dampaknya dalam bisnis mereka. Seberapa jauh efisiensi yang bisa mereka dapatkan,” terang Vice President Internet of Things (IoT) Telkomsel Marina Kacaribu.

Peluncuran FleetSight ini, sambung Marina, adalah komitmen lanjutan dari Telkomsel untuk fokus mengembangkan solusi berbasis IoT. Sebelumnya, Telkomsel meluncurkan solusi IoT untuk menyasar segmen B2C yaitu T-Drive dan T-Bike.