Zi.Care Konfirmasi Pendanaan Seri A Senilai Rp46 Miliar

Startup healthcare Zi.Care mengumumkan telah merampungkan putaran seri A dengan total raihan dana sebesar $3 juta (sekitar Rp46,1 miliar). Putaran ini dipimpin oleh Greenwillow Capital Management, dengan dukungan Adaptive Capital Partners dan Iterative Capital.

Adaptive merupakan investor asal Singapura yang berfokus pada pendanaan tahap awal untuk startup yang bergerak di sektor healthtech dan medtech. Sementara itu, Iterative adalah investor asal Singapura yang menjalankan program akselerator seperti Y Combinator.

Putaran seri A sudah berjalan sejak tahun ini dan sedari awal menargetkan dapat meraup dana sebesar $3 juta. Mengutip dari VentureCap, tidak hanya ketiga investor di atas, terdapat nama-nama lain yang turut serta, di antaranya PT Madina Mentari Utama, Medical Informatics co Ltd, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan, dana segar tersebut akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis Zi.Care di berbagai wilayah di Indonesia. Perusahaan akan mendirikan bisnis komersial dengan 1.750 rumah sakit baru, membangun 100 kemitraan yang sudah terwujud di seluruh negeri.

Solusi Zi.Care

Zi.Care menyediakan solusi digitalisasi untuk rumah sakit dengan penekanan utama pada Rekam Medis Elektronik (EMR/Electronic Medical Record), mencakup diagnosis, hasil tes Kesehatan, obat-obatan, dan pengobatan.

Fokus tersebut sejalan dengan mandat dari Kementerian Kesehatan —melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 Tahun 2022— yang ingin mendorong kemajuan digitalisasi dalam domain kesehatan dengan fokus khusus pada implementasi rekam medis elektronik di seluruh Indonesia. Dampak dari PerMen tersebut adalah meningkatnya standarisasi rekam medis elektronik mencapai level 7 sesuai standar yang ketat dari HIMSS.

“Dengan diterbitkannya dan disetujuinya Omnibus Law Kesehatan Indonesia oleh DPR pada tahun ini, menambah keyakinan akan potensi pertumbuhan bisnis teknologi dalam mendukung transformasi sektor Kesehatan Indonesia,” tulis manajemen Zi.Care.

Menurut statistik pemerintah, hampir 2 juta warga Indonesia mencari perawatan medis di luar negeri setiap tahun. Tren ini menyebabkan kerugian devisa yang signifikan, mencapai Rp165 triliun, mengalir ke berbagai negara tujuan.

Dalam konteks ini, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Salah satu inisiatifnya adalah melibatkan peningkatan standarisasi rekam medis elektronik, yang bertujuan tidak hanya untuk menjaga pengeluaran kesehatan di dalam negeri, tetapi juga untuk meningkatkan lanskap kesehatan keseluruhan bagi warga.

Di dalam batas-batas Indonesia, terdapat ekosistem kesehatan, terdiri dari lebih dari 3.300 rumah sakit, 10.000 klinik, dan populasi hingga 270 juta pasien.

Adaptive Capital Partners dan Iterative Capital menilai potensi pertumbuhan sektor kesehatan di Indonesia sangat besar dan sangat menjanjikan. Optimisme ini didukung oleh beberapa indikator kunci, termasuk peningkatan signifikan investasi sektor kesehatan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.

Diperkuat juga oleh komitmen pemerintah, terlihat dari alokasi dana anggaran negara untuk sektor kesehatan, yang telah meningkat secara stabil dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu alokasinya mencapai rekor tertinggi sebesar Rp179 triliun.

Application Information Will Show Up Here

GORO Peroleh Pendanaan Pra-Awal Senilai Rp15,2 Miliar Dipimpin Iterative

Platform marketplace investasi properti GORO memperoleh pendanaan pra-awal sebesar $1 juta (lebih dari Rp15,2 miliar) yang dipimpin oleh Iterative. Putaran ini juga didukung oleh sejumlah investor, termasuk XA Network, StashAway, dan Mike Broomell (CEO Colliers International Indonesia).

Melalui pendanaan ini, GORO berencana menambah jumlah timnya untuk memperkuat strategi akuisisi pengguna. Klaimnya, sejak resmi diluncurkan di awal 2023, GORO telah mengalami pertumbuhan sebesar 15% per minggu.

“Siapapun dapat berinvestasi di properti, tetapi terhalang oleh faktor keuangan dan prosedur yang kompleks. GORO berupaya untuk mengatasi tantangan tersebut, dan memampukan siapapun dan di manapun mereka untuk memiliki yield tinggi dari portofolio propertinya,” ungkap Co-Founder dan CEO GORO Robert Hoving dalam keterangan resmi.

GORO adalah platform marketplace yang memungkinkan pengguna berinvestasi di properti dalam bentuk pecahan mulai dari Rp10.000. Nilai dari properti tersebut akan dipecah dan dikonversi dalam bentuk token. Token properti yang dimiliki dapat dijual langsung tanpa proses yang kompleks kapan saja.

Adapun, pengguna dapat meraih imbal hasil dari pendapatan sewa bulanan dan capital appretiation atas penjualan properti. Model ini disebut memungkinkan pengguna untuk membangun portofolio properti yang beragam dan menguntungkan.

Sebagai contoh, dikutip dari situs resminya, apabila pengguna membeli 1% dari jumlah token sebuah properti, pengguna berhak atas 1% manfaat atau keuntungan yang dihasilkan dari properti tersebut, termasuk pendapatan sewa atau kenaikan nilai properti (capital gain).

General Partner Iterative Brian Ma, sekaligus Co-Founder proptech unicorn AS Divvy Homes mengaku bersemangat menjadi bagian dari perjalanan GORO. “Robert dan Andryan memiliki pemahaman yang menonjol terhadap pasar properti Indonesia. Kami menanti bekerja sama dengan mereka untuk mendemokratisasi kepemilikan properti dan berinvestasi ke investor di Asia Tenggara,” tambahnya.

Masuk ke pasar sekunder

Hoving melanjutkan, GORO akan masuk ke pasar properti sekunder agar memungkinkan likuiditas lebih lanjut bagi pengguna. Saat ini, GORO melayani pengguna di lebih dari 20 negara. “Kami nantinya akan memperluas ke kota-kota lain di Jakarta dan Bali, serta asset class lain.”

GORO adalah singkatan dari Gotong Royong, merefleksi komitmen perusahaan untuk membantu jutaan orang berinvestasi di properti. GORO menyebut portofolionya saat ini telah menghasilkan 11% dari imbal hasil pendapatan sewa kepada investor.

Pihaknya menilai saat ini sektor properti masih diminati investor karena risikonya lebih rendah dibandingkan investasi di pasar modal yang lebih volatil. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), total investor pasar modal tercatat sebanyak 10,3 juta di mana 58,7% berasal dari kalangan usia di bawah 30 tahun. Angka tersebut mengindikasikan generasi milenial dan Z yang mendominasi pasar modal, tengah aktif melihat peluang investasi lain.

Di sisi lain, sektor properti dinilai tidak likuid karena proses jual-beli sangat kompleks dan memakan waktu panjang. Harga properti juga bernilai tinggi. Di tengah situasi ekonomi makro dan inflasi, properti juga disebut sebagai salah satu aset yang dapat menawarkan imbal hasil stabil kepada pengguna.

Di Indonesia, ramai digitalisasi layanan di sektor properti. Tak lagi fokus pada di ranah property listingseperti Lamudi, tetapi juga masuk ke area lain yang masih relevan terhadap transaksi properti maupun pembangunannya. Misalnya, IDEAL mendigitalisasi proses pengajuan KPR dan Kabina yang menawarkan solusi untuk mensimplifikasi proses konstruksi bangunan.

Eten Technologies Fokus Hadirkan Platform Manajemen Bisnis F&B Skala Kecil-Menengah

Industri F&B di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa, didorong oleh kombinasi berbagai faktor seperti kelas menengah yang berkembang pesat, perubahan preferensi konsumen, dan budaya kuliner yang makin hidup.

Salah satu platform yang ingin memberikan solusi kepada bisnis F&B di Indonesia adalah Eten Technologies. Startup ini didirikan dengan tujuan mengatasi permasalahan yang dialami oleh para pengusaha F&B, terutama UMKM. Platform digital ini mencoba merevolusi cara bisnis F&B beroperasi, menghubungkan konsumen, pemasok, dan pengusaha dalam ekosistem yang seamless.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & CEO Eten Technologies Debbie Winardi mengungkapkan alasan diluncurkannya startup tersebut bersama Co-founder Fakhri Guniar.

Perluas kesadaran tentang pengelolaan inventori

Tercatat saat ini sekitar 80% usaha F&B gagal dalam jangka waktu kurang dari 5 tahun karena masalah profitabilitas. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya efisiensi dan pengetahuan tentang pengelolaan inventori. Banyak orang melihat keuntungan usaha F&B sangat besar, karena mereka berasumsi jika mereka menjual nasi goreng, maka mereka hanya perlu membeli nasi, daging ayam, dan bumbu dapur.

Menurut pantauan Eten Technologies, masih banyak komponen lainnya yang harus dipertimbangkan. Misalkan modal mereka Rp10.000 dan mereka jual dengan harga Rp20.000, maka mereka akan untung Rp10.000 atau 50%. Yang seringkali dilupakan adalah biaya lain-lain seperti gas, listrik, tenaga kerja, pemasaran, biaya jasa pengantaran online dan lainnya.

“Keuntungan bersih rata-rata usaha F&B sebenarnya hanya 5%-15%. Dengan kurangnya efisiensi, keuntungan bersih ini bisa berkurang sehingga usaha F&B mengalami kerugian. Ada beberapa usaha F&B yang bahkan mengalami lebih banyak kerugian walaupun penjualannya bertambah,” kata Debbie.

Melihat fakta tersebut, Eten Technologies meyakini bahwa efisiensi pengaturan inventori adalah kunci untuk profitabilitas dan bertujuan untuk menyediakan solusi supply chain management untuk bisnis F&B skala kecil dan menengah. Perusahaan mengklaim mampu menangani 60% dari Profit and Loss (P&L) bisnis F&B dan bertujuan untuk meningkatkan keuntungan hingga 2-3x lipat.

“Kami membantu bisnis F&B untuk memonitor status, perpindahan, dan penggunaan ratusan inventori bahan baku yang dimiliki oleh bisnis F&B sehingga mereka dapat mengetahui area-area yang kurang efisien,” kata Debbie.

Ditambahkan olehnya, saat ini kebanyakan bisnis F&B hanya menggunakan spreadsheet, kertas catatan, dan aplikasi chat untuk mengatur inventori mereka. Akibatnya, sulit bagi mereka untuk mengetahui status inventori secara real time dan juga kebutuhan inventori mereka.

Persoalan lain yang juga kerap terjadi adalah, seringkali terjadi staf kelupaan untuk memesan bahan baku sehingga terjadi out of stock. Akibatnya mereka tidak dapat menjual menu yang menggunakan bahan tersebut.

Dengan memanfaatkan teknologi Eten, mereka akan mengetahui bahan-bahan yang sudah hampir habis dan mendapatkan rekomendasi jumlah yang harus mereka pesan secara otomatis tanpa perlu menghitung secara manual lagi. Eten juga dapat membantu untuk memonitor perpindahan dan penggunaan bahan baku.

Misalnya saja untuk bisnis F&B yang memiliki beberapa outlet, Eten akan membantu mereka untuk memonitor apakah bahan baku sudah dikirim dari pusat ke outlet dan status inventori akan diperbarui secara otomatis.

“Pelaku bisnis F&B juga dapat mengetahui nilai inventori yang mereka miliki dengan mudah sehingga mereka dapat melakukan analisa untuk mengoptimalkan High Pressure Processing,” kata Debbie.

Fokus mendapatkan product-market fit

Secara khusus Eten Technologies memiliki filosofi produk yaitu sederhana dan spesifik. Sederhana karena Eten dibuat dengan mempertimbangkan pekerja lapangan sehingga siapa saja harus dapat menggunakan platform tersebut dengan mudah. Spesifik karena industri F&B memiliki kebutuhan berbeda dengan industri barang jadi lainnya, sehingga solusinya juga harus spesifik.

“Misalnya, jika kita menjual sampo 1 botol, stok di gudang akan berkurang 1 botol. Namun di F&B, menjual 1 porsi ayam geprek tidak selalu berarti hanya 1 porsi daging ayam mentah yang berkurang di dapur. Jika ayamnya hangus, maka menjual 1 porsi ayam geprek sama dengan mengurangi 2 porsi daging ayam mentah di dapur. Oleh sebab itu, platform general tidak selalu dapat menjawab permasalahan di F&B,” kata Debbie.

Dalam jangka waktu singkat, Eten Technologies sudah berhasil mendapatkan Letters of Intent dari 40 lebih brand dengan lebih dari 500 lokasi. Saat ini Eten Technologies juga telah didukung oleh dua program akselerator yaitu Antler dan Iterative, serta mendapatkan dukungan pendanaan pre-seed di akhir 2022 dan awal 2023.

“Kami sudah menyelesaikan Minimum Usable Product dan saat ini kami sedang fokus untuk mendapatkan Product-Market Fit sembari mendapatkan lebih banyak early adopters,” kata Debbie.

Pemain yang menawarkan solusi untuk industri F&B saat ini, kebanyakan masih fokus di front-end atau order management, namun Eten Technologies akan fokus ke back-end atau supply chain untuk saat ini. Platfom Eten Technologies sudah bisa diakses oleh pengguna yang sudah terdaftar melalui situs. Eten dapat digunakan di seluruh Indonesia dan akan segera tersedia di Google Play Store.

Industri F&B menyumbang lebih dari sepertiga GDP non-migas Indonesia dan diprediksi untuk terus berkembang di tahun-tahun mendatang. Untuk lanskap F&B tech sendiri, Indonesia masih berada di tahap awal karena kebanyakan bisnis F&B masih melakukan operasional secara manual.

Platform yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah startup SaaS Malaysia Food Market Hub (FMH) penyedia platform yang menyederhanakan dan mengautomatisasi operasi back-end untuk bisnis makanan dan minuman (F&B). Platform lainnya yaitu Esensi Solusi Buana (ESB) yaitu penyedia operasional bisnis end-to-end di industri F&B yang terdepan.

Fokus Investasi “Iterative” di Indonesia Lewat Dana Kelolaan Kedua

Di balik isu tech winter dan resesi global yang membayangi, industri teknologi di wilayah Asia Tenggara masih bertumbuh dengan pesat. Hal ini terlihat dari kehadiran banyak program akselerator seperti Y Combinator, Google Accelerator, dan Surge milik Sequoia yang menunjukkan peluang besar perusahaan rintisan di kawasan ini

Terinspirasi dari perusahaan global Y Combinator, Brian Ma dan Hsu Ken Ooi mendirikan Iterative untuk mendukung para founder mencapai mimpi mereka. Brian sebelumnya adalah Co-Founder dan CEO Divvy Homes, dan Hsu Ken Ooi pernah mendirikan platform Decide.com yang diakuisisi eBay di 2013. Keduanya pernah menjalani inkubasi di Y Combinator.

Co-Founder dan Managing Partner Iterative Hsu Ken Ooi mengungkapkan ada banyak program akselerator yang ingin mengikuti jejak Y Combinator. Namun, ada dua hal penting untuk diperhatikan. Pertama, para investor di Y Combinator adalah pendiri startup, jadi mereka punya pengalaman langsung dalam mengembangkan perusahaan rintisan. Kedua, Y Combinator tidak memiliki kurikulum mengingat setiap perusahaan rintisan punya model bisnis dan vertikal berbeda. Kedua hal ini yang mendorong lahirnya Iterative.

Iterative memiliki jargon “Founders support founders” yang berarti pendiri mendukung pendiri. Nilai ini yang ingin diangkat oleh perusahaan, bahwa melalui iterative, para pendiri akan didukung penuh oleh investor yang juga memiliki pengalaman dan latar belakang kuat dalam mengembangkan perusahaan rintisan.

Fund II

Iterative mengumumkan dana kelolaan kedua (Fund II) pada 29 November 2022 senilai $55 miliar atau 856 triliun Rupiah, dipimpin oleh Cendana, K5 Global, Village Global, dan Goodwater Capital. Turut berpartisipasi jaringan besar pendiri dan eksekutif Silicon Valley, termasuk Arash Ferdowsi (Dropbox), Achmad Zaky (Bukalapak), Andrew Chen (Mitra umum a16z, Uber), Qasar Younis (Mantan COO YC, Intuisi Terapan), David Shim (Foursquare), Kum Hong Siew (Kepala Airbnb Asia), dan Moses Lo (Pendiri Xendit).

Rencananya, setengah dari pendanaan baru ini akan ditujukan untuk pendanaan lanjutan. Selain itu, dana segar ini juga mendorong Iterative untuk meningkatkan ukuran ceknya menjadi $500.000 dan menambahkan lebih banyak program untuk para pendiri di berbagai tahap, termasuk program untuk pendiri tahap awal yang belum matang dan pendiri tahap lanjut yang sudah mendapatkan traksi yang cukup besar.

Melalui Fund II ini, Iterative berambisi untuk mengembangkan wadah perkumpulan startup yang lebih besar, masing-masing sekitar 30. Tujuannya adalah untuk berinvestasi di lebih dari 100 perusahaan di berbagai tahap, termasuk startup pra-seed, seed, dan seri A.

Sejak mulai beroperasi pada Maret 2020, modal ventura asal Singapura ini telah mengumpulkan $65 juta dalam dua dana kelolaan, berinvestasi di lebih dari 65 perusahaan, serta 120 pendiri, dan nilai total perusahaan sekarang mencapai $1,2 miliar.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial, Hsu juga mengungkapkan bahwa, “perusahaan telah berinvestasi ke lebih dari 65 perusahaan dalam waktu dua tahun, dan akan segera menambah 25 portfolio dalam dua bulan ke depan.”

Fokus investasi di Indonesia

Terkait sektor yang disasar, Hsu mengungkapkan terative tidak memiliki kecenderungan untuk berinvestasi di sektor spesifik. Hanya saja, ia percaya untuk menjangkau pasar yang besar, sebuah perusahaan juga harus mengembangkan solusi untuk masalah yang besar. Di Indonesia, Iterative telah berinvestasi di beberapa perusahaan, yakni Yippy, Kipin, Qalbu, dan Zi.Care.

Hsu memaparkan tesis investasi yang harus dipenuhi untuk berinvestasi. Iterative mengincar startup yang menciptakan solusi untuk masalah besar sehingga menciptakan pasar yang besar juga. Lalu, startup harus bisa mengubah mindset. Contohnya, Uber. Dulu kita diberitahu untuk tidak naik mobil dengan orang asing. Kini, orang merasa aman menggunakan jasa transportasi online yang dikendarai orang asing.

Satu yang tidak kalah penting, perusahaan melihat pendiri yang berkualitas dan bisa mengarahkan jalannya sebuah bisnis. Menurut Hsu, kualitas seorang founder dapat dilihat dari tiga kualitas. Pertama, apakah mereka benar-benar melakukan apa yang mereka katakan? Seseorang yang konsisten dengan pencapaiannya adalah pribadi yang ‘mengerikan’. Kedua, seorang founder harus bisa meyakinkan dan memiliki kemampuan eksekusi yang baik.

Ketiga, perusahaan mencari orang-orang dengan motivasi yang datang dari dalam, bukan dari luar. Artinya, mereka melakukan sesuatu yang benar-benar mereka peduli, bukan hanya ingin ketenaran atau keuntungan. Kombinasi dari ketiga hal ini akan menciptakan seorang founder yang memiliki ketahanan dan dedikasi tinggi.

Menyinggung fokus Iterative di Indonesia, Hsu mengatakan, “saya melihat Indonesia sebagai peluang. Tidak hanya pencetak unicorn terbanyak,  Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara dimana seorang founder bisa membangun perusahaan rintisan dan menjadi unicorn tanpa harus ekspansi ke pasar lainnya. Contohnya, Bukalapak dan Tokopedia.”

Ia juga menggambarkan ekosistem di Indonesia terbilang ‘quite expensive‘. Hal ini dapat dinilai dari jumlah founder yang ada, termasuk dari startup unicorn. Selain itu, beberapa modal ventura hanya fokus di pasar Indonesia. “Tidak semua negara di Asia Tenggara memiliki hal ini,” tambahnya.

Resesi memiliki dampak yang berbeda bagi masing-masing kalangan. Hsu menilai bahwa perusahaan rintisan yang masih dalam tahap early stage tidak akan merasakan dampak yang sangat signifikan. Sementara, investor di tahap later stage merasakan dampak yang lebih besar. Secara pribadi, Hsu melihat proyeksi adanya peningkatan angka investasi di tahun depan dari tahun ini.

“Saya percaya bahwa investasi akan semakin meningkat karena banyak modal ventura yang meluncurkan fund baru seperti Sequoia dan Jungle Ventures. Ketika investor menaruh dana, mereka berharap dana itu diinvestasikan sehingga menghasilkan return. Maka dari itu, kami harus tetap berinvestasi, begitu pula dana kelolaan lain.” Tutupnya.

Platform Yippy Perkenalkan “Gifting as a Service” Targetkan Segmen B2B

Pandemi telah memicu lahirnya tren remote working, yang tidak mengharuskan karyawan hadir di kantor untuk bekerja. Perubahan ini secara tidak langsung turut memengaruhi sistem kerja dalam sebuah perusahaan. Salah satu usaha perusahaan untuk tetap memelihara produktivitas dan loyalitas para karyawan adalah pemberian hadiah atau corporate gifting.

Di Indonesia sendiri, budaya memberi hadiah ini sudah berjalan sejak lama. Namun, prosesnya masih sangat manual. Mulai dari merencanakan hadiah, mengumpulkan data, hingga pengirimannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Gifting as a service merupakan sebuah solusi yang bertujuan untuk mengelola distribusi hadiah di sebuah perusahaan baik secara internal maupun eksternal.

Yippy.id merupakan salah satu layanan yang menawarkan layanan corporate gifting untuk memudahkan perusahaan dalam mendistribusikan hadiah ke karyawan internal maupun klien di luar perusahaan. Yippy menyediakan platform end-to-end dengan fitur lengkap yang mengawal mulai dari pemilihan produk, packaging, logistik, hingga proses tracking.

Berawal dari pengalaman menjadi penerima hadiah di perusahaan terdahulu, Founder & CEO Yippy Ananda Amelita melihat bahwa proses gifting di perusahaannya masih sangat manual. Selain itu, ia juga menemukan survei yang menunjukkan lebih dari 50% karyawan tidak mengapresiasi hadiah yang diberikan perusahaan.

Dari situ, ia mulai berfikir bagaimana cara untuk mendigitalisasi proses pemberian hadiah ini agar lebih efisien, serta memungkinkan hasil yang lebih efektif untuk kedua belah pihak, baik pengirim dan penerima. Proposisi nilai yang ditawarkan Yippy melalui corporate gifting ini terletak pada personalisasi. Bahwasanya, para penerima hadiah layak untuk mendapat pilihan

Dengan menggunakan platform Yippy.id, pihak pengirim akan disediakan ragam rekomendasi pilihan hadiah yang bisa dipersonalisasi sesuai dengan preferensi pengirim dan penerima. Selain itu, pengumpulan data penerima juga dilakukan secara otomatis guna mempercepat proses gifting. Platform ini juga memungkinkan integrasi untuk proses yang lebih efisien dalam ekosistem perusahaan.

Dari sisi penerima, mereka akan mendapat link untuk memilih sendiri hadiah apa yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. Melalui link tersebut, mereka bisa mengisi data terkini untuk melanjutkan proses. Setelah itu, penerima tinggal menunggu paketnya sampai ke alamat yang dituju.

Dalam menyediakan pilihan hadiah di dalam platformnya, Yippy bekerja sama dengan UMKM lokal untuk menawarkan lebih dari 700 item yang dapat dipilih oleh penerima hadiah. Dari sisi logistik, perusahaan juga telah bermitra dengan perusahaan logistik terdepan di tanah air untuk memastikan pengantaran paket yang tepat dan cepat.

Yippy mulai beroperasi dari Januari 2022. Saat ini, perusahaan telah mendapatkan pendanaan eksternal pre-seed dari program akselerator asal Singapura, Iterative. Sebelumnya, perusahaan juga pernah mengikuti program akselerator dari Antler. Di sini, Ananda bertemu dengan co-founder-nya, Welly Huang.

Peluang dan target ke depan

Pada tahun 2021, Coresight Research melakukan survei dengan GiftNow pada 300 pembeli hadiah perusahaan di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir 50% bisnis berniat meningkatkan frekuensi pemberian hadiah pasca Covid-19. Secara global, industri corporate gifting diproyeksikan tumbuh sebesar $64 miliar selama beberapa tahun ke depan, mencapai $306 miliar pada tahun 2024.

Secara umum, corporate gift disebut sebagai cara untuk mempererat hubungan perusahaan dengan karyawan atau pelanggan. Namun, tantangannya masih ada dari sisi edukasi pasar. Sebagai salah satu pionir, Yippy mengaku bahwa belum ada kompetitor langsung yang menawarkan layanan serupa dengan mereka. Meskipun begitu, banyak perusahaan yang masih mempercayakan urusan gifting pada vendor yang lebih spesifik.

Terkait target pasar, wanita yang kerap disapa Nanda ini mengungkapkan bahwa saat ini pasarnya adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki anggaran untuk pemberian hadiah. Namun, timnya percaya bahwa pada akhirnya, semua perusahaan akan semakin peduli dengan kesejahteraan karyawannya dan membutuhkan layanan corporate gifting ini.

Hingga saat ini, Yippy telah membantu sejumlah perusahaan untuk mengelola pemberian hadiah melalui berbagai kegiatan. Beberapa nama yang telah memanfaatkan solusi Yippy.id termasuk Pinhome, Zen Rooms, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), Bukuwarung, Ula, dan lain-lain.

Ke depannya, Yippy mengungkapkan tengah merencanakan penggalangan dana namun pihaknya belum bisa mengungkapkan target pendaanaan tersebut. Saat ini, pihaknya masih fokus untuk memperluas demand dan memperbanyak use case. Selain itu, timnya juga berencana untuk menambah daftar produk pilihan yang ada di dalam platform mereka.