LinkAja Officially Acquires iGrow

LinkAja today (29/4) announced its acquisition of iGrow, a p2p lending startup that focuses on productive financing in agriculture. In the statement, this corporate action aims to expand LinkAja’s business line to online financing, especially for the MSMEs productive sector. This is in line with LinkAja’s goal of encouraging financial inclusion and improving the Indonesian people welfare through economic independence.

This move was made after LinkAja previously managed to book series B funding of more than $ 100 million – including from Grab and Gojek. Meanwhile, iGrow was backed by some investors in its seed funding, including 500 Startups, East Ventures, Rekanext, and through its participation in the Google Launchpad Accelerator program.

In her remarks, LinkAja’s CEO, Haryati Lawidjaja said, “The business line expansion to the financing sector is a real step for LinkAja in providing easy access to finance and economy, especially for the lower-middle class and MSMEs […] Supported by LinkAja’s strong ecosystem network in various areas outside Java and tier-2 and 3 cities, LinkAja aims to provide equal access to financing for MSME players focused on Java and tier-1 cities.”

Also, iGrow’s Chief Business Development, Jim Oklahoma said, “We are very pleased to be collaborating with LinkAja as a national electronic money service provider with the same goals [..] LinkAja is a company with strong business fundamentals also collaboration of shareholders between SOEs and large technology companies. This will accelerate iGrow’s vision and mission to have an impact on MSMEs also put iGrow as one of the leading players in the financing for the productive sector. ”

Apart from Jim, iGrow was also founded by Andreas Senjaya (CEO) in 2014. Their platform was designed to simplify investment in a productive agricultural land, it was more like crowdfunding – even though the company did not claim to be a crowdfunding platform. However, along with its development, iGrow has transformed into a p2p lending, therefore, it can raise funds (from retail and institutional lenders) with more flexible distribution.

This will be LinkAja’s first acquisition. It will be interesting to watch the company’s next steps, considering that the electronic money platform already has a large enough capital, supported by various strategic digital players. In fact, the focus will be on the ecosystem expansion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

LinkAja Umumkan Akuisisinya Terhadap iGrow

LinkAja hari ini (29/4) mengumumkan akuisisinya terhadap iGrow, startup p2p lending yang fokus pada pembiayaan produktif di bidang pertanian. Dalam keterangannya disebutkan, aksi korporasi ini bertujuan untuk memperluas lini bisnis LinkAja ke pembiayaan online, terutama untuk sektor produktif UMKM. Hal ini sejalan dengan tujuan LinkAja untuk mendorong inklusi keuangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kemandirian ekonomi.

Upaya ini dilakukan setelah sebelumnya LinkAja berhasil membukukan pendanaan seri B lebih dari $100 juta — termasuk dari Grab dan Gojek. Sementara iGrow sebelumnya mendapat dukungan dari sejumlah investor dalam putaran pendanaan awalnya, termasuk dari 500 Startups, East Ventures, Rekanext, dan atas partisipasinya di program Google Launchpad Accelerator.

Dalam sambutannya, CEO LinkAja Haryati Lawidjaja mengatakan, “Perluasan lini usaha di bidang pembiayaan merupakan langkah nyata LinkAja dalam memberikan kemudahan akses keuangan dan ekonomi, terutama kepada masyarakat kelas menengah ke bawah serta UMKM […] Didukung jaringan ekosistem LinkAja yang kuat di berbagai daerah di luar pulau Jawa serta kota tier-2 dan 3, LinkAja berharap dapat memberikan pemerataan akses pembiayaan terhadap pelaku UMKM yang selama ini masih terfokus di pulau Jawa dan kota tier-1.”

Sementara itu dalam sambutannya Chief Business Development iGrow Jim Oklahoma menuturkan, “Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan LinkAja sebagai penyedia jasa uang elektronik nasional yang memiliki kesamaan tujuan dengan iGrow [..] LinkAja merupakan perusahaan yang memiliki fundamental bisnis kuat dengan kolaborasi pemegang saham antara BUMN dan perusahaan teknologi besar. Hal ini akan mempercepat visi dan misi iGrow untuk memberikan dampak ke UMKM dan dapat menjadikan iGrow sebagai salah satu pemain utama di bidang pembiayaan sektor produktif.”

Selain Jim, iGrow turut didirikan oleh Andreas Senjaya (CEO) sejak tahun 2014. Pada awalnya platform mereka didesain untuk memudahkan masyarakat berinvestasi pada sebuah lahan produktif pertanian, kala itu skemanya lebih mirip crowdfunding – kendati perusahaan tidak mengklaim sebagai platform urun dana. Namun seiring perkembangannya, iGrow menjelma menjadi p2p lending sehingga dapat menghimpun dana (dari pendana ritel maupun institusi) dan penyaluran yang lebih fleksibel.

Ini menjadi aksi akuisisi pertama bagi LinkAja. Menjadi menarik untuk menyimak langkah perusahaan selanjutnya, mengingat saat ini platform uang elektronik tersebut sudah memiliki modal kapital yang cukup besar, didukung berbagai pemain digital strategis. Tentu perluasan ekosistem akan menjadi fokus.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Platform Pembangun Pertanian Organik iGrow Bukukan Pendanaan Awal dari East Ventures dan 500 Startups

Platform pembangun pertanian organik iGrow mengumumkan perolehan pendanaan awal, dengan nilai yang tak disebutkan, dari East Ventures dan 500 Startups. Pendanaan ini akan digunakan untuk mendukung misi iGrow mengembangkan pertanian organik secara global. Saat ini iGrow sudah mengelola 1000 hektar lahan pertanian di Indonesia dan membidik lahan pertanian di Turki dan Jepang untuk beberapa jenis produk pertanian yang cocok dengan lahan di negara tersebut.

iGrow didirikan oleh Muhaimin Iqbal, Andreas Sanjaya, dan Jim Oklahoma untuk menghubungkan sponsor/investor, petani, pemilik lahan, dan pembeli hasil pertanian secara bersamaan. iGrow adalah jebolan program akselerasi 500 Startups Batch 16.

CEO iGrow Andreas Senjaya dalam rilisnya mengatakan, “Kami mengkoneksikan 3 stakeholder paling penting di dunia pertanian: pasar, skill, dan modal. Model ini secara komprehensif mengutilisasi lahan tidur untuk ditanami tanaman organik, dan di waktu bersamaan memberdayakan petani untuk meningkatkan pendapatan mereka.”

Andreas kepada DailySocial menambahkan, “Kita mau gunakan untuk perluasan penanaman. Saat ini sudah di 6 daerah di Indonesia. Sedang akan ekspansi juga untuk masuk penanaman dan pasar di Turki dan Jepang, product development, dan operasional.”

Sponsor atau investor dapat berpartisipasi dalam setidaknya 9 jenis produk pertanian yang diminatinya dengan skema investasi yang berbeda-beda.

Chief Business Development Jim Oklahoma menyebutkan Turki dibidik karena dianggap paling cocok untuk menanam zaitun, sementara mereka juga sedang menjalin komunikasi dengan pihak lokal Jepang. Di Indonesia sendiri disebutkan terdapat 16 juta lahan tidur yang membuat peluang di sektor ini terbuka luas.

Menurut data Organic Monitor, kebutuhan produk makanan dan minuman organik mencapai $80 miliar secara global di tahun 2014. Angka ini bertumbuh lima kali lipat dari tahun 1999 ke tahun 2014 dan menunjukkan tren yang terus bertumbuh.

Kondisi terkini

Andreas kepada DailySocial mengatakan pihaknya bekerja sama dengan pemilik lahan yang minimal memiliki 10 hektar lahan. Terkait skema keuntungan dan bagi hasil, Andreas menyatakan pihaknya telah membagi keuntungan hasil panen sebanyak tiga kali, dengan rata-rata keuntungan diperoleh selama 6 bulan mencapai 9-12% atau 18-24% per tahun.

Sebagai platform yang merangkul banyak pihak, Andreas menyebutkan pihaknya mengedukasi pasar dengan memberikan bukti nyata keuntungan yang bisa dibuat dengan menanam. iGrow juga membentuk komunitas yang memperoleh asupan info-info terbaru soal program yang dilakukan.

Khusus soal risiko, karena investasi ini melibatkan dana publik, Andreas menegaskan bahwa sebagai resource integrator, mereka memitigasi risiko dengan menyebarkan risiko ke banyak pihak, termasuk sponsor dan pemilik lahan, ketimbang seorang diri memiliki lahan dan mengusahakannya.