LinkAja Terima Pendanaan Strategis dari Mitsui

LinkAja mengumumkan perolehan investasi strategis dari Mitsui & Co., Ltd. (Mitsui) dengan nominal yang dirahasiakan. Ini merupakan investasi pertama yang diraih LinkAja dari perusahaan berskala global. Mitsui merupakan investor non-BUMN ketiga, setelah Grab dan Gojek di LinkAja.

Lewat aksi korporasi ini, Mitsui dapat mengembangkan bisnis keuangan digital, mempercepat kolaborasi strategis antara ekosistem BUMN dan Mitsui dalam bidang IT, ritel, dan bisnis lainnya. Kedua perusahaan juga dapat menggabungkan berbagai potensi dan unique competitive advantage untuk dapat berkontribusi pada ekonomi digital di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyambut baik komitmen investasi strategis dari Mitsui selaku investor global kepada LinkAja. Disampaikan juga, model bisnis LinkAja merupakan model bisnis yang dapat di buy in oleh pihak internasional.

Direktur Utama PT Mitsui Indonesia Shinichi Kikuchihara menambahkan, Mitsui sudah hadir di Indonesia sejak 1901 dengan membuka kantor di Surabaya. Seiring dengan terus berjalannya proses digitalisasi, pihaknya mulai perdalam fokusnya pada nilai ekonomi digital, termasuk keuangan digital.

“Sebagai perusahaan dengan fondasi bisnis yang kuat dengan ekosistem pemegang saham yang solid, kami yakin Mitsui dan LinkAja dapat saling berkontribusi dalam perkembangan industri keuangan digital di Indonesia,” ujarnya, Rabu (27/3).

Di Indonesia, Mitsui beroperasi di sektor-sektor strategis, seperti Infrastruktur & Energi, Mobilitas, Baja, Kimia Pangan & Ritel, dan Information & Communication Technology (ICT). Beberapa perusahaan yang diinvestasikan oleh Mitsui adalah Bussan Auto Finance (pembiayaan ritel sepeda motor) dan convertible bond subscription di CT Corp.

Direktur Utama LinkAja Yogi Rizkian Bahar menyampaikan, pihaknya memercayai kolaborasi strategis adalah kunci dalam bisnis digital. Mitsui telah berinvestasi di berbagai industri di Indonesia, sehingga mereka memiliki ekosistem yang besar dan beragam.

“Kami yakin bahwa investasi strategis Mitsui akan saling menguntungkan tidak hanya bagi kedua belah pihak, tetapi juga bagi para pengguna, pemangku kepentingan, serta berkontribusi terhadap perkembangan industri keuangan digital di Indonesia. Kepercayaan dari investor global ini, juga akan semakin menambah kepercayaan investor, termasuk kemungkinan masuknya investor lain,” ungkap Yogi.

Sebelumnya disampaikan, setelah pivoting model bisnis dan strategi efisiensi biaya, LinkAja berhasil mencapai perbaikan kinerja bisnis secara signifikan dengan EBITDA positif selama dua kuartal berturut-turut di akhir 2023. Pada tahun ini, perusahaan masih berfokus pada sinergi BUMN.

Pada Februari 2023, sebagai bagian dari penguatan peran strategisnya sebagai platform pembayaran, LinkAja meluncurkan Program Pertukaran Poin Loyalti dalam ekosistem BUMN, melalui AKHLAK Point.

Sejumlah perusahaan BUMN yang bergabung dalam pengembangan bersama kerja sama pertukaran loyalitas tersebut di antaranya PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Pertamina Patra Niaga, PT Garuda Indonesia (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero), PT Bank Mandiri (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero).

Langkah ini merupakan kelanjutan dari aplikasi LinkAja skin khusus BUMN, yang digunakan sebagai saluran media komunikasi terpadu bagi karyawan BUMN serta penyaluran dana insentif ke lebih dari 200 ribu karyawan. Hal itu dilakukan untuk memperkuat fokus Business to Business to Consumer (B2B2C).

Inisiatif di atas merupakan komitmen kuat terhadap sinergi kolaboratif antara LinkAja dan BUMN, sekaligus meningkatkan ekosistem digital demi efisiensi dan efektif, serta memberikan nilai tambah bagi perjalanan konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Evolusi Fintech: Skalabilitas dan Pemahaman Regulasi Kini Jadi Fokus Inti

Beberapa panelis mewakili sektor fintech dan pemodal ventura bicara banyak terkait perkembangan industri teknologi finansial dulu dan sekarang dalam konferensi Indonesia PE-VC Summit 2024 oleh DealStreetAsia, Kamis (25/1). Konferensi tahunan ini mempertemukan para investor dengan pelaku industri teknologi digital.

DailySocial.id merangkum sesi “Fintech in Indonesia: The models in the spotlight” dari  C-level LinkAja dan DANA, serta pemodal ventura ATM Capital yang berkaitan dengan:

  • Evolusi dompet digital dulu dan sekarang
  • Pivot B2C ke B2B untuk skalabilitas dan profitabilitas bisnis
  • Pelaku fintech perlu memahami betul soal regulasi

Evolusi dompet digital

Membuka sesi ini, Chief Operating Officer DANA Dean Krstevski membagikan pandangannya terkait evolusi fintech, terutama platform dompet digital (e-wallet) dulu hingga saat ini. DANA merupakan salah satu e-wallet yang lahir di generasi awal industri digital Indonesia.

Ada tiga perubahan signifikan yang ia temukan. Pertama, peningkatan signifikan pada penetrasi layanan digital, didorong oleh penggunaan e-wallet. Menurutnya, sebelum 2018, transfer bank atau rekening virtual menjadi metode pembayaran yang paling banyak menggunakan untuk berbelanja online, atau tunai (COD) untuk pengguna yang tidak memiliki rekening.

Kedua, peningkatan pembayaran digital semakin besar sejalan dengan peluncuran QR hingga distandardisasi menjadi QRIS. Ketiga, pemain e-wallet seiring berjalannya waktu mulai fokus terhadap bisnisnya dan mengurangi insentif (promo atau cashback) untuk meningkatkan unit ekonomi bisnis.

“Dan kami telah melihat perubahan tersebut secara signifikan selama bertahun-tahun. Bahkan semakin banyak pedagang yang memiliki dompet digital sebagai metode pembayaran utama untuk transaksi online. Meski cashback berkurang, tetap ada growth. Kita menuju ke arah yang tepat,” ujar Dean.

Pivot demi skalabilitas

Dalam kasus LinkAja, perusahaan memutuskan untuk menggeser model bisnisnya ke B2B untuk meningkatkan skala bisnisnya demi mencapai profitabilitas, sebagaimana juga tengah dikejar oleh pelaku startup lainnya. Pivot ini juga bukan semata soal efisiensi operasional.

LinkAja pivot sejak 2022, sebuah langkah signifikan mengingat model bisnis dompet digital di Indonesia didominasi oleh model B2C. Menurut Chief Finance & Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo, pivot ini mampu mengurangi opex hingga 50%, didorong oleh pemangkasan biaya pemasaran dan biaya infrastruktur sekitar 40%-50%, selama dua tahun berturut-turut.

Dalam menjalankan model B2B, LinkAja memanfaatkan ekosistem dan aset yang dimiliki induk usaha, Telkomsel, serta masuk ke ekosistem BUMN. Misalnya, LinkAja memfasilitasi transaksi produk pulsa atau paket data pada ratusan ribu reseller Telkomsel.

“Kami yakin strategi ini akan membantu kami meraih pelanggan dalam jumlah besar dan meningkatkan profitabilitas kami. Rata-rata pendapatan bersih per pengguna LinkAja kini naik 8x lipat. Tingkat retensi kami melesat dari 55% menjadi 275%. Profitabilitas kami juga naik menjadi EBITDA positif triwulanan.”

Perlu pahami regulasi

Founding Partner ATM Capital Minjung Liang mengaku telah menyaksikan perkembangan industri fintech dalam enam tahun terakhir. Ia berujar, saat pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, fintech masih sebatas konsep. Investor tidak yakin konsep ini dapat berhasil dan berkembang di Indonesia atau negara-negara lain di Asia Tenggara.

Namun, setelah 6 tahun, ia telah melihat banyak pelaku fintech berkembang signifikan dan memberikan dampak besar terhadap kehidupan masyarakat; membuktikan bahwa fintech tak hanya sekadar konsep di atas kertas.

Terlepas dengan hal itu, faktanya masih banyak populasi unbanked dan underbanked yang persentasenya masing-masing mencapai 40% dan 20%. Ini akan menjadi peluang dan PR bagi startup keuangan untuk memecahkan masalah tersebut.

“[Startup] manapun di industri ini, harus memiliki pemahaman kuat terhadap regulasi. Mereka harus tahu bahwa industri keuangan punya dampak sosial yang sangat besar terhadap perekonomian dunia secara keseluruhan. Mereka harus memahami perkembangan sosial negara ini selanjutnya. Bagi sektor keuangan, masalah terbesarnya adalah bagaimana mereka dapat bertahan di siklus tersebut. Di awal, mereka bisa menghasilkan pendapatan, tetapi bisakah melalui situasi tech winter?”

ATM Capital adalah VC asal Tiongkok yang telah berinvestasi di sejumlah startup Indonesia, seperti J&T Express, Tomoro Coffee, Kargo, dan Jumpstart.

Strategi LinkAja Menuju Profitabilitas, Fokus ke Pasar BUMN (UPDATED)

Berdarah-darahnya persaingan di area fintech digital payment B2C membuat LinkAja memutuskan untuk mengalihkan bisnisnya ke B2B dan B2B2C sejak 2021. Diklaim dari berbagai strategi efisiensi untuk pivot, telah membuahkan hasil. Sejak Juni 2023 hingga kini, LinkAja telah mencapai posisi EBITDA positif, artinya tinggal sedikit langkah menuju laba.

“LinkAja dalam dua tahun terakhir berturut-turut berhasil menurunkan cost opex 50%, tapi berturut-turut menaikkan revenue hingga 30%. Per Juni, Juli, dan Agustus [2023] selama tiga bulan berturut-turut sudah capai EBITDA positif,” terang Chief Finance and Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo kepada media di Jakarta, Selasa (19/9).

Walau tidak disebutkan secara rinci, ia menyampaikan kenaikan pendapatan ini disokong oleh berbagai inisiatif perusahaan sejak pivot dari B2C, sebagai berikut:

  • Kontribusi bisnis dari lima layanan utama, secara berturut-turut berdasarkan kontributor terbesar adalah produk transfer uang ke rekening bank, beli pulsa, pembayaran PPOB, top up/withdraw saldo, dan manajemen supply chain bersama Telkomsel (agen pulsa DigiPos) dan Pertamina.
  • Efisiensi aktivitas pemasaran turun hingga 98%, sekarang cashback sudah hampir tidak ada.
  • Optimalisasi teknologi dan infrastruktur pendukung, termasuk e-KYC turun sekitar 30%.
  • Merumahkan ratusan karyawan pada Mei 2022.

Menurut Reza, peningkatan ini sangat luar biasa karena perusahaan sekarang sudah tidak lagi bicara mengenai pengguna aktif bulanan (MAU) dan nilai transaksi bruto (GMV) sebagai indikator kinerja, melainkan unit economics yang sudah terpampang nyata.

“Ke depannya kita mau menaikkan revenue yang seperti ini. Ekspektasi kita revenue di 2023 bisa naik 30% dari 2022. Di 2021 itu kita naik 30% setelah menurunkan cost hingga 60%. Loss [EBITDA] tinggal 99%, masih sedikit lagi untuk positif bila secara full year 2023.”

Di balik pencapaian tersebut, ada satu hal yang menarik bahwa jumlah pengguna LinkAja menunjukkan tren penurunan. Namun di saat yang bersamaan, tingkat retensinya meningkat di angka 90%. Reza menjelaskan, hal ini terjadi karena pengguna LinkAja yang ada saat ini tergolong berkualitas. Salah satu kemungkinan terbesar yang mereka lakukan adalah lebih sering bertransaksi.

Ambil contoh, perusahaan melakukan renegosiasi untuk revenue sharing dengan perbankan untuk layanan transfer uang. Dari awalnya gratis tanpa biaya admin, kini dikenakan biaya Rp1.000. Perolehan uang tersebut sepenuhnya masuk ke kantong LinkAja.

“Dibandingkan tiga tahun lalu, ARPU (average revenue per user) sekarang 5-7 kali lipat kenaikannya, dibandingkan kita spend marketing gede-gedean.”

Walau terjadi tren penurunan, pihaknya memastikan bahwa sebenarnya yang diincar adalah pengguna yang berkualitas dan loyal. Jadi masalah kuantitas tidak begitu berpengaruh bagi LinkAja. Kendati demikian, Reza mengaku sudah menyiapkan sejumlah inisiatif untuk kembali mendongkrak jumlah pengguna ke depannya. Ia ingin setiap uang yang diinvestasikan harus balik menjadi pendapatan perusahaan.

Berdasarkan data internal perusahaan, total pengguna LinkAja yang teregistrasi mencapai 91 juta orang. Tidak disampaikan pengguna aktifnya saat ini.

“Kita mau biarkan turun sementara [jumlah pengguna] untuk jaga profitabilitas. Yang penting proft dulu, jadi benar-benar enggak ada ruang untuk lemak, tinggal daging yang jadi otot.”

Model bisnis LinkAja

Dengan model bisnis B2B dan B2B2C, LinkAja memanfaatkan posisinya yang strategis dengan jajaran investor dari perusahaan pelat merah. Disebutkan sebagian besar perusahaan pelat merah —beberapa adalah pemegang saham di LinkAja— ini adalah pemilik pangsa pasar terbesar di industrinya masing-masing di Indonesia, seperti Telkomsel dan Pertamina.

Menggarap pasar captive jadi lebih masuk akal karena masih banyak potensi yang belum tergarap. Strategi ini selaras dengan ambisi awal dibangunnya LinkAja, yakni berupaya meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia di kota lapis dua dan tiga.

Saat ini, pemegang saham pengendali di LinkAja adalah Telkomsel. Lalu disusul BRI, Bank Mandiri, BNI. Berikutnya, Pertamina, Jasa Marga, Taspen, dan lainnya punya persentase yang kurang lebih sama.

“Daripada kami compete di area yang sama [pemain e-wallet lainnya], lebih baik compete di SOE (state-owned enterprise) karena rata-rata leader di tiap industri itu dari SOE. Kalau startup lain harus ketok pintu satu-satu, tapi LinkAja sudah ada akses.”

Dicontohkan inisiatif B2B yang sudah berjalan, yakni manajemen rantai pasok bersama Telkomsel dan Pertamina. Bersama Telkomsel, melalui aplikasi agen pulsa Digipos, LinkAja menjadi penghubung alat pembayaran, antara agen pulsa dengan diler. Aplikasi tersebut juga telah ditenagai dengan PPOB, sehingga mereka tidak jualan pulsa saja. Diklaim transaksi pembelian pulsa di Digipos mencapai miliaran Rupiah.

“LinkAja adalah satu-satunya alat pembayaran di Digipos, jadi 100% uang berputar di sana. Ini sudah ngomong tentang supply chain di belakangnya. Jadi sekarang kita enggak cuma B2C e-wallet tapi jadi infrastruktur pembayaran.”

Contoh sukses ini akan direplikasi ke manajemen rantai pasok lainnya di ekosistem BUMN. Pertamina misalnya, untuk aplikasi MyPertamina, kini metode pembayarannya bertambah, ada OVO dan GoPay. Induk GoPay adalah pemegang saham di LinkAja, sedangkan OVO adalah afiliasi dari Grab, salah satu investor LinkAja.

Untuk memperkuat infrastruktur pembayaran, LinkAja berencana untuk menambah izin sebagai gerbang pembayaran. Langkah ini akan ditempuh dengan cara organik, memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Terlebih saat ini LinkAja sudah memperoleh kategori izin tertinggi dan hanya dibutuhkan beberapa persyaratan lagi untuk mendapat lisensi gerbang pembayaran.

Ambisi yang akan dicapai setelah memperoleh izin tersebut adalah memungkinkan mitra B2B LinkAja untuk tarik dana di kanal mana pun. Saat ini pengguna LinkAja dapat tarik tunai via ATM Himbara. “Jadi kami tidak compete dengan Xendit atau payment gateway yang lain.”

Reza juga mengungkap bahwa sebelum tutup tahun, perusahaan akan melakukan penggalangan dana untuk mengejar pertumbuhan. Terdapat investor existing dan baru dari luar negeri yang akan bergabung.

Aplikasi khusus BUMN

LinkAja

Dalam rangka menggarap pasar captive di ranah B2B2C, baru-baru ini LinkAja merilis aplikasi LinkAja dengan tampilan khusus (skin) BUMN. Tampilan ini diperuntukkan buat para pegawai BUMN dengan fungsi sebagai aplikasi pembayaran dan komunikasi terpadu seputar kementerian maupun perusahaan BUMN yang tergabung di dalamnya.

Tak hanya itu, aplikasi tersebut juga dapat diutilisasi sebagai media promosi terkait produk dan layanan masing-masing perusahaan BUMN.

Disebutkan ada lebih dari 200 ribu karyawan BUMN sudah terdaftar dapat menikmati produk, program, informasi, layanan, dan bertransaksi aktif dalam aplikasi. Bila ditotal ada lebih dari 1 juta karyawan yang berpotensi menjadi pengguna.

“Game besarnya di aplikasi ini ada banyak. Ada yang mau kita replikasi, salah satunya loyalty exchange nanti bisa terintegrasi oleh antar aplikasi BUMN. Lalu kita juga bisa tawarkan produk kasbon ke karyawan BUMN. Strategi seperti ini yang nantinya akan jadi nilai tambah dari kita.”

Nasib terkini iGrow

Terkait nasib iGrow, Reza menuturkan saat ini pihaknya masih menjalani proses hukum untuk bertanggung jawab terhadap gugatan yang dilayangkan oleh sejumlah eks lender karena masalah gagal bayar. Ia pun siap menjalani proses tersebut.

“Kami tetap berusaha menyelesaikan langkah penyelesaian, termasuk apabila aset borrower harus ditarik untuk dikembalikan lagi ke lender. Komitmen kami terhadap iGrow cukup kuat.”

Saat ini proses mediasi antar kedua belah pihak masih buntu karena penggugat mencabut gugatannya untuk sementara dan sedang mempersiapkan gugatan baru.

Sembari proses tersebut kelar, nama badan hukum dan brand telah diubah per Agustus kemarin. Dari PT iGrow Resources Indonesia menjadi PT LinkAja Modalin Nusantara, dengan nama brand LinkAja Modalin Powered by iGrow.

Persiapan ini dalam rangka pivot bisnis dari pembiayaan di industri agrikultur menjadi UMKM close loop di dalam ekosistem BUMN. Produk-produknya adalah Retailer Financing, Invoice Financing, Invoice Financing Mitra Telkomsel, dan Distributor Financing.

“Kami masih terus carikan solusi untuk penyelesaian [pembiayaan agri] sampai clear dan bisnis baru juga sudah clear, baru kita sampaikan ke OJK. Setiap bisnis baru itu kan harus dapat persetujuan dari OJK. Modalin sekarang belum efektif berjalan, tapi kami sudah intensif berkomunikasi dengan OJK dan partner di BUMN,” pungkasnya.

*) Kami memperbaiki informasi struktur pemegang saham di LinkAja

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Sejak Pivot Tahun Lalu, LinkAja Klaim Raihan Kinerja Positif

LinkAja mengungkapkan kinerja yang positif semenjak pivot bisnis tak lagi fokus ke konsumer langsung (direct consumer) pada tahun lalu. Kini LinkAja bermain di B2B2C yang mengandalkan ekosistem BUMN.

Dalam keterangan resmi, Direktur Keuangan & Strategi LinkAja Reza Ari Wibowo menyampaikan, perubahan model bisnis ini sejalan dengan kondisi di industri teknologi global yang sedang mengalami paradigm shifting. Sebelumnya selalu mengejar growth at-all-cost sekarang menjadi path to profitability dan sustainability.

“Di LinkAja, kami sudah melakukan shifting menuju profitability dan sustainability secara bertahap semenjak 2021 dengan membaca arah pergerakan industri. Salah satunya yakni dengan memperkuat model bisnis B2B2C kami yang berfokus pada ekosistem BUMN, yang terbukti sangat efektif dan efisien,” ujarnya.

Pada segmen B2C, LinkAja mengutamakan low-cost user acquisition & retention yang berfokus pada ekosistem BUMN. Hal ini diklaim efektif dan efisien bagi perusahaan. Pada tahun lalu, perusahaan mengimplementasikan solusi keuangan digital dengan Telkomsel, Pertamina, dan Himbara (Himpunan Bank Negara).

Di ekosistem Telkomsel, perusahaan mendigitalkan supply chain tradisional Telkomsel di lebih dari 300 ribu peritel dengan kenaikan pendapatan hampir 90%. Ke depannya, inisiatif tersebut akan dilanjutkan ke tingkat distributor.

Selanjutnya untuk ekosistem Pertamina, LinkAja memperkuat positioning aplikasi MyPertamina, yang berdampak pada pertumbuhan pendapatan eksponensial sebesar 1.600%. Terakhir, use case terkait Himbara memperlihatkan pertumbuhan pendapatan yang sangat signifikan sebesar 80%.

Adapun untuk segmen B2B perusahaan memfokuskan pada end-to-end value chain dari sisi tradisional dan digital, dengan masuk pembayaran, digital goods, dan bisnis lending.

Pada 2021, LinkAja mengakuisisi iGrow yang kini ditransformasi menjadi LinkAja Modalin. Ada tiga model pembiayaan yang disediakan, Invoice Financing, Retailer Financing, dan Agri Ecosystem Financing. Penggunanya adalah Telkomsel, SIG (Semen Indonesia), dan e-Fishery. Melalui lini bisnis ini, perusahaan akan meningkatkan kapabiltasnya untuk mendukung ekosistem BUMN secara closed-loop.

Kalah saing

LinkAja sedari awal tidak dibekali dengan dana jumbo seperti pemain sejenisnya di sektor pembayaran. Sementara bukan jadi rahasia di dunia bisnis digital, strategi bakar duit adalah jalan cepat untuk menjadi pemain yang dominan —apabila bermain di segmen ritel (konsumer) dan fokus mengejar pertumbuhan. Hal ini secara langsung berdampak pada biaya pemasaran membengkak dan menghambat profitablitas perusahaan.

Menurut riset yang dilakukan Populix pada pertengahan tahun lalu berjudul “Consumer Preference Towards Banking and E-Wallet Apps”, memperlihatkan 10 aplikasi e-wallet yang paling banyak digunakan masyarakat. LinkAja menempati urutan ke-5 (30%). Secara berurutan, GoPay berada di urutan pertama (88%); DANA (83%), OVO (79%), ShopeePay (76%).

Mengutip dari Investor.id, LinkAja disebut-sebut akan beralih ke bisnis lending dan menyasar ke ekosistem Pertamina dan Telkom. Untuk mendukung itu, bakal ada suntikan dana secara bertahap dari Telkom dan perusahaan pelat merah lainnya.

Menurut Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo, pihaknya sedang mendorong beberapa investor untuk sudah memberikan komitmennya. Sekitar Maret atau April dana akan diberikan dari Telkom dan Himbara. “Maka dari itu kita dorong untuk lending, tapi di ekosistem retailer sama distributor Telkom sama Pertamina,” kata Kartika.

Kinerja keuangan

LinkAja memaparkan kinerja pada tahun lalu sebagai berikut:

  • Pendapatan operasional (revenue growth) tumbuh hampir 30% (dalam YOY)
  • Beban operasional (operational expense) turun lebih dari 50%
  • Biaya pemasaran (marketing expense) turun lebih dari 90%
  • Biaya operational and maintenance (O&M exspense) turun lebih dari 30%
  • Rasio pendapatan terhadap biaya promosi ditekan menjadi 0.1x dari 1.3x
  • Average Revenue per User (ARPU) naik 215%
  • Basket size ARPU naik 55%
  • Retention rate naik lebih dari 70%
  • EBITDA loss ditekan lebih dari 60%

Menurut Reza , dengan EBITDA loss yang mampu ditekan ini memperlihatkan bahwa perusahaan semakin on-track untuk merealisasikan komitmen mencapai EBITDA positif dalam waktu dekat.

Sebagai catatan, EBITDA berguna dalam menghitung arus kas bisnis. Jika EBITDA perusahaan negatif, ia memiliki arus kas yang buruk. Tetapi EBITDA positif tidak secara otomatis berarti bisnis memiliki profitabilitas yang tinggi.

Untuk target tahun ini, perusahaan akan melanjutkan sinergi dengan ekosistem BUMN yang lebih komprehensif dan berkesinambungan. Ditargetkan dapat mencetak pertumbuhan pendapatan lebih dari 80% dengan penurunan beban operasional sebesar 35%, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Beberapa inisiatif strategis yang akan dilakukan adalah B2B2C approach —yang mana LinkAja akan menggandeng beberapa perusahaan di bawah kementerian BUMN untuk menjadi penyedia layanan disbursement insentif. Dengan demikian, LinkAja mampu mendapatkan user base besar yang bersifat captive tanpa biaya akuisisi dan retensi.

Reza melanjutkan, konsekuensi yang diambil saat memutuskan untuk fokus pada profitabilitas terkadang harus berani menutup layanan atau use case yang memiliki komponen biaya lebih tinggi dibandingkan pendapatan, dengan tetap menjaga kualitas layanan ke pengguna.

Diklaim keputusan tersebut mampu membuat LinkAja menjadi antitesis di industri digital, ditandai dengan kenaikan pendapatan yang signifikan dan penurunan biaya yang drastis, di tengah situasi industri teknologi yang menantang.

“Ke depannya kami berharap menjadi role model di industri teknologi di Indonesia melalui model bisnis yang lebih profitable dan sustainable, dengan tetap memberikan layanan transaksi digital terintegrasi yang aman dan nyaman [..],” tutup dia.

Dalam menjaga kinerja, perusahaan juga melakukan langkah efisiensi dengan merumahkan “PHK” sekitar 200 karyawannya pada Mei 2022. Pasca pengumuman tersebut, perusahaan mengaku beban operasional perusahaan turun lebih dari 50%.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

4 Langkah Daftar Menjadi Agen Pulsa Telkomsel DigiPOS Aja

DigiPOS Aja merupakan aplikasi resmi dari Telkomsel yang dibuat untuk memudahkan siapapun yang ingin mulai berbisnis pulsa dan paket data Telkomsel. Untuk bisa mulai menjual pulsa dari aplikasi DigiPOS Aja, Anda harus menerapkan cara daftar akun agen DigiPOS Aja yang akan dipaparkan pada artikel ini.

Sudah penasaran bagaimana cara daftar menjadi agen DigiPOS Aja? Lihat penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Cara Daftar DigiPOS Aja

Agar bisa terdaftar menjadi agen DigiPOS Aja, Anda harus menempuh empat langkah di bawah ini.

Daftar Akun Agen

Untuk mendaftar akun agen, Anda perlu menyiapkan nomor telepon dan email aktif. Kemudian, ikuti langkah-langkah berikut ini:

  • Buka aplikasi DigiPOS Aja.
  • Kemudian, Anda akan masuk ke halaman login. Klik Daftar untuk mendaftar akun baru.

  • Selanjutnya, Anda akan melihat tiga opsi pendaftaran. Pendaftaran outlet, agen, dan khusus mitra Gojek. Kali tutorial ini akan memberikan panduan pendaftaran agen, klik Info detail pada opsi Agen DigiPOS.

  • Berikutnya, lengkapi informasi yang diminta. Mulai dari nama lengkap Anda, nomor HP aktif, hingga email. Lalu, pilih preferensi notifikasi. Jika sudah, klik Kirim.

  • Pendaftaran berhasil. 

Verifikasi Email

Setelah berhasil mendaftar akun agen DigiPOS Aja, langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi email. Cek kotak masuk pada email terdaftar dan klik tombol Verifikasi berwarna merah untuk melakukan verifikasi.

Apabila verifikasi berhasil, Anda akan melihat tampilan seperti pada gambar di bawah ini.

Ganti PIN NGRS

Langkah ketiga dalam cara daftar DigiPOS Aja adalah mengganti PIN NGRS. Setelah melakukan pendaftaran, Anda akan mendapatkan pesan terkait PIN NGRS Anda yang perlu segera untuk diganti melalui SMS/email. Berikut adalah cara mengganti PIN NGRS Anda:

  • Buka aplikasi DigiPOS Aja.
  • Lalu, klik Masuk dengan Nomor Konfirmasi.

  • Berikutnya, masukkan nomor terdaftar dan klik Login.

  • Kemudian, masukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor terdaftar melalui SMS. Klik OK.

  • Selanjutnya, Anda akan masuk ke halaman S&K aplikasi DigiPOS Aja. Baca dengan seksama, lalu centang Saya mengerti dan setuju dan klik Lanjut.

  • Setelah membaca S&K, langkah selanjutnya adalah mengganti PIN NGRS dengan klik Ganti PIN.Masukkan PIN lama yang dikirimkan melalui SMS dan buat PIN baru. Jika sudah, klik Submit.

  • PIN NGRS Anda berhasil diganti dan diaktivasi.

Aktivasi LinkAja

Langkah terakhir dalam mendaftar agen DigiPOS Aja adalah dengan mengaktivasi dompet digital LinkAja. Mengapa Anda harus mengaktivasi LinkAja? Karena LinkAja menjadi metode pembayaran utama untuk Anda bertransaksi di aplikasi DigiPOS Aja. Simak dan ikuti langkah-langkah aktivasi LinkAja berikut ini:

  • Buka aplikasi DigiPOS Aja.
  • Lalu, klik Lanjut Aktivasi pada kolom LinkAja Balance.

  • Selanjutnya, Anda akan masuk ke halaman riwayat transaksi LinkAja. Karena Anda belum melakukan registrasi, klik Registrasi Link Aja.

  • Berikutnya, akan ada dua tahap dalam aktivasi LinkAja, yakni mengisi data terkait kartu identitas dan data outlet.
  • Pertama, pilih jenis kartu identitas yang ingin digunakan. Kemudian, masukkan nomor, nama, dan alamat sesuai dengan kartu identitas. 

  • Setelah itu, unggah foto kartu identitas Anda dan foto selfie bersama kartu identitas. Jika sudah, klik Lanjut.

  • Kedua, lengkapi alamat lengkap outlet dengan alamat domisili Anda. Lalu, klik Lanjut.

  • Setelah itu, Anda akan masuk ke halaman persetujuan syarat dan ketentuan. Centang kotak persetujuan dan klik Simpan.

  • Aktivasi LinkAja berhasil. Selanjutnya Anda tinggal menunggu proses verifikasi dari Tim DigiPOS Aja sebelum melakukan top-up.

Nah, demikian 4 langkah cara daftar DigiPOS Aja bagi Anda yang tertarik untuk menjadi agen pulsa dan paket data Telkomsel. Semoga informasi di atas dapat membantu Anda. Jangan lupa cek juga aplikasi jualan pulsa lainnya untuk mendapatkan aplikasi terbaik yang tepat untuk Anda. Selamat mencoba!

Begini Cara LinkAja Kebut Pertumbuhan Signifikan Melalui Strategi Bisnis Baru Dua Sisi

Dewasa ini, pertumbuhan signifikan bagi perusahaan teknologi rintisan dari berbagai skala merupakan hal yang esensial. Tantangan yang berasal dari situasi ekonomi makro mendorong entitas teknologi untuk tak hanya bertumbuh secara signifikan, namun juga profitabilitas yang diharapkan mampu terakselerasi serta tetap mengedepankan aspek fundamental yang kokoh. Banyak cara untuk mencapai hal tersebut, salah satunya adalah dengan menciptakan kesinambungan dalam kolaborasi yang solid.

Seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh LinkAja, fintech besutan tanah air ini menargetkan pertumbuhan yang pesat dengan mempertajam strategi dan memperkuat langkahnya dalam membangun solusi finansial digital yang komprehensif bagi ekosistem perusahaan BUMN di Indonesia. Hal ini akan direalisasikan dengan menghadirkan strategi bisnis baru LinkAja yang akan memfokuskan diri ke bisnis model dua sisi (two-sided business model), solusi finansial bagi konsumen Indonesia, juga menyediakan solusi finansial end-to-end bagi rantai pasok (supply chain) baik digital maupun tradisional di bawah naungan BUMN, melalui layanan pembayaran, pinjaman dan layanan digital lainnya. Langkah ini dipercaya akan menghadirkan dampak yang lebih signifikan dalam mempercepat inklusi keuangan Indonesia serta menyatukan beragam potensi yang ada di dalam ekosistem BUMN Indonesia yang sangat besar jumlahnya. 

Dikutip dari laporan fintech 2021 perusahaan fintech yang ada di Indonesia sudah berkontribusi 41.9% terhadap transaksi  ekonomi digital di ASEAN. Lebih spesifiknya, data Bank Indonesia menunjukkan hingga Agustus 2021, jumlah transaksi e-money telah mencapai Rp25 triliun. Dilihat dari data tersebut, angka ini meningkat 41 persen dari Rp17 triliun pada Agustus 2020.

Digitalisasi dalam Ekosistem BUMN Menjadi Jalan bagi LinkAja untuk Terus Unggul

Dengan tumbuhnya ekonomi digital domestik juga memberikan dampak yang cukup besar bagi LinkAja untuk semakin unggul, sejak didirikan pada tahun 2019, perjalanan LinkAja sudah meningkat 15 kali lipat lebih banyak dengan lebih dari 82 juta pengguna yang terdaftar. Tentunya dengan keberhasilan tersebut LinkAja sukses memikat investor Asia Tenggara dengan kehadiran dan kesadaran platform-nya sebagai juara fintech di Indonesia. Hal itu sejalan dengan situasi dan kondisi yang tengah terjadi di industri teknologi dunia. Di kala tantangan makro ekonomi global, perusahaan teknologi yang profitabel menjadi hal yang esensial untuk memperkuat fundamental perusahaan dari segi permodalan dan sejenisnya.

Untuk memperkuat ekosistem layanan digital bagi mitra strategis, LinkAja menciptakan sistem rantai pasok untuk mendukung kebutuhan tersebut. Menurut CEO LinkAja Yogi Rizkian Bahar, hal ini bertujuan untuk mewujudkan unit economics yang baik dengan peningkatan customer lifetime value yang berujung pada path to profitability yang lebih jelas. 

“Lalu dengan menjadi penghubung antara merchant dan pelanggan, LinkAja tidak hanya memfasilitasi aktivitas transaksinya saja, tetapi juga memungkinkan principal untuk bisa mengetahui lebih jauh tentang para merchant-nya, misalnya KYC dan kemampuan finansialnya. Hal ini akan memungkinkan LinkAja untuk memperluas fasilitas layanannya berupa pembiayaan,” katanya.

Dalam memperluas lini bisnis ke pembayaran online, layanan pembiayaan yang direncanakan oleh LinkAja diwujudkan terlebih dahulu di dalam ekosistem rantai pasok bisnis seperti Digipos (Telkomsel), para pelaku UMKM atau pelaku usaha dibawah naungan SRC (Sampoerna Retail Community), dan juga merambat ke rantai pasok bisnis BUMN lainnya.

Melalui strategi ini, LinkAja memberikan layanan efisien untuk mempermudah pengguna untuk membayar berbagai jenis tagihan seperti tagihan listrik pasca bayar, token listrik prabayar, internet, PDAM, hingga membayar BBM dan LPG melalui Pertamina. Tentunya kemudahan ini juga dijembatani dengan kehadiran QRIS yang diinisiasi oleh Bank Indonesia sejak 2020 lalu. 

Untuk memperbesar ekosistemnya, LinkAja juga melakukan kolaborasi dengan ekosistem BUMN lainnya, salah satunya PT Semen Indonesia Group (SIG), adanya kolaborasi ini juga menjadi sebuah strategi memperkenalkan dompet digital dan menjangkau lebih banyak lagi lapisan masyarakat di seluruh Indonesia . 

Tentunya sebagai salah satu platform keuangan elektronik dalam kesempatan digitalisasi yang semakin melebar, membuat LinkAja bertekad untuk terus berkolaborasi dan berinovasi dalam membantu pelaku usaha, khususnya di ekosistem BUMN agar bisa memanfaatkan konektivitas digital dan kedepannya LinkAja akan menjangkau ekosistem BUMN lainnya.

Sementara itu, untuk saat ini cash-in cash-out (CICO) LinkAja sudah mencapai 1,3 juta dan juga telah berhasil menerima investasi strategis dari Gojek dan Grab

Meningkatkan Inklusi Keuangan Melalui Kolaborasi dan Investasi

Berbeda dengan perusahaan e-wallet lainnya, LinkAja bukan hanya berfokus pada konsumen saja namun juga memberikan solusi finansial dalam memenuhi kebutuhan ekosistem merchant guna memfasilitasi kebutuhan transaksi sehari-hari pengguna layanan.

“Kami melihat perlu menajamkan kembali strategi bisnis baru LinkAja yang akan memfokuskan diri ke bisnis model dua sisi (two-sided business model), yaitu tidak hanya menghadirkan layanan solusi finansial bagi konsumen Indonesia, namun juga menyediakan solusi finansial end-to-end bagi rantai pasok (supply chain) baik digital maupun tradisional, terutama yang berada di dalam ekosistem BUMN,” tambah Yogi

Maka dari itu, LinkAja berniat untuk melakukan kerjasama dengan Badan usaha Milik Negara lain untuk memberikan pelayanan e-wallet. Hal ini dilakukan untuk mencapai satu tujuan yaitu menjadi uang elektronik nasional yang bisa mendukung pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan dan ekonomi melalui kemudahan akses layanan keuangan digital kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Melalui ekosistem layanan transaksi keuangan elektronik yang lengkap dan terintegrasi, konsistensi dan komitmen LinkAja dalam upayanya untuk #SatukanPotensiIndonesia semakin terealisasi. Dengan mengoptimalkan seluruh layanan yang diunggulkan oleh setiap BUMN yang merupakan pemegang sahamnya, LinkAja optimis dapat memenuhi kebutuhan transaksi digital yang aman dan nyaman, serta semakin mempercepat proses inklusi keuangan yang merata di Indonesia.

Untuk menjalankan tujuannya tersebut sejak awal 2021, LinkAja sudah melakukan kerjasama dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI guna mengembangkan uang elektronik berbasis syariah di Indonesia. Kemudian di tahun yang sama juga LinkAja melakukan akuisisi iGrow (startup P2P lending untuk sektor pertanian).

Perkembangan Sektor e-wallet di Indonesia

Beberapa tahun terakhir sektor dompet digital (e-wallet) telah menghasilkan nilai transaksi yang cukup fantastis. Dalam laporan fintech 2021, e-wallet memimpin subsektor fintech yang paling sering digunakan, persentasenya memegang 53.7%. Kepraktisannya untuk penggunaan sehari-hari konsumen seperti transfer uang, top-up, hingga pembayaran e-commerce menjadi alasan utama subsektor ini bisa mengalahkan sub sektor lainnya seperti Paylater, P2P Lending, hingga investasi. Data per September 2021 juga menunjukkan volume transaksi uang elektronik ini mencapai 470 juta dengan total value Rp27,6 triliun.

Diketahui, kini selain mengakuisisi iGrow, LinkAja juga terus memperluas jangkauan pasarnya dengan menggarap layanan syariah. Seperti diketahui, pada April 2020, LinkAja  telah memiliki LinkAja Syariah, Layanan uang elektronik berbasis syariah yang pertama di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi dari MUI. 

Beberapa tahun terakhir sektor dompet digital (e-wallet) telah menghasilkan nilai transaksi yang cukup fantastis. Dalam laporan fintech 2021, e-wallet memimpin subsektor fintech yang paling sering digunakan, persentasenya memegang 53.7%. Kepraktisannya untuk penggunaan sehari-hari konsumen seperti transfer uang, top-up, hingga pembayaran e-commerce menjadi alasan utama subsektor ini bisa mengalahkan sub sektor lainnya seperti PayLater, P2P Lending, hingga investasi. Data per September 2021 juga menunjukkan volume transaksi uang elektronik ini mencapai 470 juta dengan total value Rp27,6 triliun.

Masih dari laporan yang sama, e-wallet menjadi salah satu produk fintech yang masih dipertimbangkan untuk digunakan di masa depan, karena jika melihat pertumbuhan dan potensi yang besar dari pasar e-wallet di Indonesia, banyak pemain yang berusaha berkompetisi dengan menghadirkan beragam strategi dan inovasi. Diketahui, kini selain mengakuisisi iGrow, LinkAja yang juga telah memiliki label e-wallet dari Bank Indonesia dan e-retailer dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) ini bakal memperluas jangkauan pasarnya dengan menggarap layanan syariah. Sangat menarik untuk menantikan perkembangan berikutnya dari LinkAja di masa mendatang.

Daftar Startup yang Melakukan PHK Massal Sepanjang 2022

Di tahun 2022 ini, sejumlah startup digital mengambil langkah untuk merampingkan operasional bisnisnya. Salah satu dampaknya, mereka harus melakukan pengurangan pegawai dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

DailySocial.id mencoba merangkum daftar startup yang melakukan PHK atau layoff dalam jumlah massal sejauh ini:

Zenius: merumahkan sekitar 800 pegawai dalam 2x pengumuman

Hingga Agustus 2022, Zenius telah mengumumkan PHK sebanyak 2x. Pada pengumuman pertama, sekitar bulan Mei, mereka merumahkan sekitar 200 orang. Kemudian di pengumuman kedua, pada awal Agustus ini, dikabarkan ada 600 orang yang dirumahkan dari berbagai divisi. Pihak Zenius telah mengonfirmasi adanya PHK, kendati mereka tidak menyebutkan jumlah pastinya.

Dalam rilisnya, manajemen Zenius mengatakan bahwa keputusan ini diambil di tengah perubahan kondisi makro ekonomi dan perilaku konsumen, sehingga perusahaan harus menyelaraskan dan memprioritaskan kembali organisasi untuk memastikan  keberlanjutan dan pertumbuhan jangka panjang.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Seri B (Maret 2022) ~$60 juta Tahun ini mengakuisisi seluruh jaringan Primagama untuk menghadirkan pembelajaran hybrid.

LinkAja: merumahkan hampir 200 pegawai

LinkAja melakukan PHK terhadap hampir 200 pegawainya. Hal ini menyusul proses reorganisasi SDM perusahaan karena ada perubahan signifikan dalam proses dan tujuan bisnis.

Seperti diketahui LinkAja menawarkan layanan pembayaran e-money berbasis server. Salah satu fitur andalannya, mereka turut menyuguhkan opsi syariah kepada para penggunanya. Namun demikian, untuk aplikasi pembayaran mereka bersaing langsung dengan sejumlah pemain besar, di antaranya Gopay, ShopeePay, Dana, hingga OVO — yang mana masing-masing memiliki strategi yang nyaris sama.

Salah satu proposisi nilai yang coba disuguhkan LinkAja adalah penerimaan pembayaran offline melalui QRIS. Mereka turut melakukan penetrasi ke berbagai pasar tradisional dan kota lapis dua. Selain itu, layanan mereka juga digunakan sebagai sistem pembayaran utama di sejumlah aplikasi milik BUMN, salah satunya MyPertamina.

Juni 2022 ini perusahaan juga mengumumkan penunjukan Yogi Rizkian Bahar sebagai CEO. Yogi sebelumnya menempati sejumlah posisi strategis di grup Telkom.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Seri B (Maret 2021) ~$100 juta Startup ini didukung oleh sejumlah BUMN (baik secara langsung atau melalui unit CVC). Pendanaan terakhir diberikan oleh Gojek.

Tanihub: rumahkan puluhan pegawai

Tidak ada info resmi mengenai seberapa banyak karyawan yang dirumahkan, namun dari pantauan di LinkedIn, puluhan karyawan Tanihub tidak lagi bekerja di sana sejak Februari 2022. Ketika didalami, ternyata ini dampak dari penutupan gudang yang ada di Bandung dan Bali.

Tanihub memutuskan untuk fokus ke B2B, melayani pemenuhan bahan segar untuk pelaku bisnis. Adapun gudang yang ditutup sebelumnya dilakukan untuk pengelolaan suppy chain layanan B2C mereka, yakni bahan makanan untuk segmen rumah tangga.

Sebelumnya dalam wawancara bersama CEO Pamitra Wineka, TaniHub Group mengklaim menjadi perusahaan agritech pertama di Indonesia yang mencetak GMV di atas Rp1 triliun dengan pertumbuhan gross revenue sebesar 639% secara tahunan (YoY).

TaniHub mengoperasikan pusat distribusi di Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Rencananya, TaniHub akan menambah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Seri B (Januari 2021) ~$94,5 juta Tanihub telah melakukan suskesi kepemimpinan 2x. Sebelumnya Pamitra Winka ditunjuk sebagai CEO menggantikan Ivan Arie. Kemudian kini Johnny Widodo dikabarkan masuk menjadi CEO baru Tanihub.

MPL: menutup bisnis di Indonesia dan merumahkan seluruh pegawainya

Mobile Premier League (MPL) debut di Indonesia sejak awal 2019. Setelah 3 tahun lebih beroperasi, akhirnya mereka memutuskan untuk hengkang dari pasar Indonesia. Per 30 Mei 2022, MPL Indonesia tidak lagi beroperasi. Dampaknya puluhan pegawai yang menjalankan operasional di Indonesia juga dirumahkan.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Seri E (September 2021) ~$375,5 juta MPL bermarkas pusat di India. MDI Ventures dan Go-Ventures adalah investor dari Indonesia yang turut mendukung pendanaan mereka.

JD.id: rumahkan puluhan pegawai

Di tengah pertumbuhan pesat industri e-commerce, JD.id harus mengurangi puluhan jumlah pegawai pada Juni 2022 lalu. Pihak perusahaan mengatakan, hal ini disebabkan karena restrukturisasi SDM perusahaan yang dilakukan untuk menjaga daya saing.

Memang, saat ini JD.id harus bertarung melawan raksasa teknologi seperti Shopee, Tokopedia, Blibli, hingga Bukalapak. Semua nama yang disebutkan tersebut, termasuk JD.id, telah masuk ke jajaran perusahaan bervaluasi di atas $1 miliar (unicorn).

Proposisi nilai yang ditawarkan JD.id ialah menghadirkan layanan O2O. Mereka konsisten membangun berbagai ritel offline untuk mendukung pengalaman berbelanja.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Undisclosed Undisclosed, valuasi telah melebihi $1 miliar Di Indonesia, Gojek merupakan salah satu investornya. JD.id didirikan atas inisiatif JD.com dan Provident Capital sejak November 2015.

Lummo: rumahkan lebih dari 100 pegawai

Lummo dikabarkan merumahkan lebih dari 100 pegawainya. Menurut pemaparan manajemen Lummo, hal ini buntut dari perampingan kontrak dengan beberapa perusahaan layanan teknologi pihak ketiga.

Lummo bersaing langsung dengan beberapa starutp seperti BukuWarung untuk memudahkan pelaku UMKM melakukan pencatatan arus kas.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Seri C (Januari 2022) ~$150 juta Sebelumnya bernama BukuKas. Februari ini Lummo mendapatkan tambahan pendanaan seri C dari VC milik Jeff Bezos

Pahamify: rumahkan puluhan pegawai

CEO Pahamify Syarif Rousyan Fikri mengatakan bahwa ini imbas dari evaluasi bisnis yang dilakukan. Mereka sedang mengoptimalkan proses bisnis dengan melakukan efisiensi jumlah pegawai.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Seri A (November 2020) Undisclosed

Mamikos: rumahkan lebih dari 100 pegawai

Startup listing indekos terbesar di Indonesia Mamikos juga akhir Juli ini merumahkan lebih dari 100 pegawainya. Perusahaan telah melakukan restrukturisasi karena adanya perubahan fokus bisnis. Dikatakan juga oleh manajemen perusahaan, dari badai PHK ini tidak ada layanan yang ditutup dan dipastikan bisnis tetap berjalan seperti biasa.

Pendanaan Terakhir Total Pendanaan Keterangan Lain
Undisclosed Undisclosed

Disclosure: Artikel ini akan diperbarui sesuai dengan informasi terbaru di industri

Potensi Digitalisasi Besar, LinkAja Mulai Serius Garap Segmen B2B

Di tengah persaingan bisnis uang elektronik yang sengit, LinkAja mulai garap serius segmen B2B untuk melengkapi layanan B2C. Kesempatan ini awalnya diambil karena LinkAja punya mandat untuk membantu proses transformasi digital dalam ekosistem para pemegang sahamnya yang mayoritas merupakan perusahaan pelat merah, yang menyimpan potensi yang besar.

Layanan Business Solution LinkAja dapat mendigitalkan ekosistem keuangan
yang menyeluruh dalam tatanan bisnis korporasi hingga kepada pengguna jasa layanan (end-consumer). Terdapat tujuh solusi yang saat ini ditawarkan, mulai dari Penyaluran Dana (Cash Disbursement), Pengumpulan Kas (Cash Collection),
Digitalisasi Pembayaran (melalui QRIS, aplikasi merchant dan lainnya), Digitalisasi Ekosistem, dan Layanan Iklan.

“Berangkat dari situ, kita mencari aspirasi dan pain points dari mereka [para pemegang saham]. Kemudian, mencari solusi yang relevan, hasilnya tersedia tujuh solusi yang kami tawarkan,” terang Direktur Operasi LinkAja Widjayanto dalam konferensi pers, kemarin (16/12).

Terhitung pada tahun ini pertumbuhan pengguna B2B meningkat lebih dari 70% secara YOY. Sekitar 200 mitra dari korporasi besar di Indonesia telah mengadopsi solusi Business Solution, seperti Pertamina, Bank Mandiri, Bank BRI, Telkomsel, Sampoerna Retail Community (SRC), Blue Bird, dan lainnya.

Dengan hadirnya LinkAja di dalam ekosistem Blue Bird, kini para pengemudinya telah terdigitalisasi dan menjadi pengguna rutin uang elektronik. Mereka menggunakan LinkAja untuk transaksi sehari-hari, mulai dari pembelian pulsa, bahan bakar, e-toll, dan lainnya. Hasilnya, terlihat dari volume disbursement meningkat lebih dari 800%, transaksi disbursement naik lebih dari 700%, dan pengguna aktif pengemudi tumbuh lebih dari tiga kali lipat di ekosistem Blue Bird.

Contoh lainnya adopsi digital oleh mitra jaringan ritel toko kelontong di SRC. Sejak Februari 2021 memanfaatkan solusi B2B LinkAja, mereka telah meningkatkan secara signifikan dalam hal digitalisasi ekosistem keuangan SRC, dengan volume cashless tumbuh lebih dari 60% per bulan dan cashless transaction tumbuh di atas 70% per bulan.

SRC memanfaatkan solusi Pengumpulan Kas untuk mengurangi kompleksitas pengumpulan pembayaran tunai dan meminimalkan risiko penanganan uang tunai pada tim lapangan, sehingga cocok untuk diimplementasikan buat perusahaan yang memiliki sistem rantai pasok. Bersama iGrow, LinkAja juga memberikan akses permodalan produktif untuk mitra B2B yang membutuhkan.

Pada tahun depan, Widjayanto mengatakan bahwa pihaknya akan semakin agresif untuk memperluas pengguna B2B, seiring dengan misi perusahaan yang ikut mendorong akselerasi keuangan digital di Indonesia. Diklaim, perusahaan telah berhasil mendigitalisasi kepada lebih dari 400 ribu UMKM di ekosistem pemegang saham dan mitra strategis.

“Dari toko kelontong kita targetkan naik 10 kali lipat dan juga dari merchant bisa penambahan satu juta dari ekosistem B2B,” pungkas Widjayanto.

Kinerja keseluruhan LinkAja

Tak hanya memaparkan soal B2B-nya, LinkAja turut sesumbar mengenai pencapaiannya sepanjang tahun ini. Widjayanto mengatakan hingga November 2021, penggunaan QRIS LinkAja telah mencapai lebih dari 1,3 juta merchant, dengan total merchant terdaftarnya mencapai 2,3 juta. Selanjutnya, ada lebih dari 80 juta pengguna terdaftar, sekitar 5,9 juta pengguna di antaranya adalah LinkAja Syariah. Kemudian, pertumbuhan platform naik 13 kali lipat, dan memiliki 1,3 juta cash-in dan cash-out points.

Kenaikan jumlah pengguna LinkAja Syariah ini terjadi karena perusahaan menyasar ke komunitas syariah, bekerja sama dengan mitra-mitra yang terhubung, seperti Muslimat NU, Bank Syariah Indonesia, dan lainnya. Hasilnya, sebanyak 5,9 juta pengguna syariah terdaftar.

“Kita hadir secara fisik di 476 kota karena kami percaya UMKM harus didampingi, maka ada langkah kerja sama dengan hyperlocal entity. Dengan ini, kami berkomitmen untuk memajukan local economy,” tambah Direktur Marketing LinkAja Wibawa Prasetyawan.

Meski tidak disebutkan lebih lanjut mengenai penggunaan transaksi di LinkAja, namun diungkapkan dari data internal LinkAja, terjadi tren transaksi yang berbeda di tiap lapis kota. Di kota lapis pertama misalnya, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari media sosial dan media online; berasal dari kalangan usia 20-24 tahun; dan paling banyak menggunakan LinkAja untuk transaksi di SPBU dan transfer bank.

Sementara di kota lapis dua, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari merchant offline dan supermarket; segmen pengguna di kalangan usia 35-40 tahun; dan paling sering menggunakan LinkAja untuk kebutuhan esensial, seperti pasar tradisional, pembayaran PAM, dan pulsa.

“Di kota lapis tiga terjadi perkembangan yang kuat di sini, mayoritas pengguna datang dari kalangan usia 25-30 tahun, mereka mengenal LinkAja dari media sosial dan mechant offline. Transaksi paling banyak untuk kebutuhan esensial.”

Hal menarik lainnya yang turut disampaikan adalah, pada Juni kemarin LinkAja memperoleh lisensi e-wallet dari Bank Indonesia dari sebelumnya uang elektronik. Kehadiran lisensi ini akan membuat LinkAja semakin luwes dalam melakukan pembayaran transaksi bisa bersumber dari sumber dana manapun, tidak terbatas dari saldo LinkAja saja.

Berikutnya, mengantongi lisensi e-retailer pada Oktober. Wibawa bilang, lisensi ini membuka kesempatan bagi LinkAja untuk menjual lebih banyak variasi produk digital. Sebelumnya, perusahaan memanfaatkan kehadiran pihak ketiga dalam menyediakan solusi tersebut. Voucher game menjadi salah satu target perusahaan, mengingat potensi bisnisnya yang begitu besar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Layanan di Indonesia, PPRO Gandeng Kredivo

Setelah meluncur di pasar Indonesia akhir tahun 2020 lalu, platform pembayaran PaaS asal Inggris “PPRO” berencana untuk menjalin kolaborasi lebih luas lagi dengan platform pembayaran digital di Indonesia.

Setelah OVO dan Doku, kini PPRO kembali mengumumkan kerja sama strategis dengan Kredivo. Besarnya penggunaan metode pembayaran Buy Now Pay Later (BNPL) alias paylater di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa kerja sama ini dilancarkan.

“Kami melihat pilihan pembayaran BNPL banyak dipilih oleh pengguna layanan e-commerce secara global bukan hanya di Indonesia. Memanfaatkan sekitar 5 juta pengguna Kredivo, diharapkan kolaborasi ini bisa berguna untuk pasar di Indonesia,” kata VP Partnerships, Head of APAC PPRO Tristan Chiappini.

PPRO mencatat sekitar 55% pengguna layanan e-commerce memilih untuk melakukan pembayaran dengan cara BNPL. Dengan menawarkan metode pembayaran BNPL kepada konsumen saat checkout, merchant dapat meningkatkan tingkat konversi mereka, menghasilkan transaksi rutin dari konsumen yang menggunakan metode pembayaran, dan berpotensi melihat ukuran keranjang yang lebih besar.

“Integrasi kami dengan PPRO memungkinkan lebih banyak merchant untuk menawarkan pelanggan mereka opsi untuk membayar dengan Kredivo. Melalui mereka, kami dapat memperkuat komitmen kami untuk memberikan konsumen kesempatan untuk mengakses lebih banyak pasar e-commerce dunia,” kata VP Business Development Kredivo Krishnadas.

Sebelumnya PPRO juga telah melakukan integrasi dengan Jenius Pay dan LinkAja. PPRO dalam waktu dekat juga berencana untuk mengumumkan kerja sama strategis dengan platform dompet digital terbesar di Indonesia. Disinggung apakah GoPay yang akan menjadi mitra baru PPRO dalam waktu dekat, Tristan enggan untuk memberikan informasi lebih lanjut.

Pandemi dan pertumbuhan layanan e-commerce

Pandemi secara langsung telah mempercepat akselerasi layanan e-commerce di Indonesia. PPRO juga mencatat terdapat 3 negara yang kemudian banyak mendapatkan permintaan dari merchant di Indonesia. Di antaranya adalah Tiongkok, Amerika Serikat, hingga Singapura. Dilihat dari negara Top 3 tersebut menjadi relevan bagi PPRO untuk memperluas kemitraan dengan pemain lokal di Indonesia.

“Kami melihat 23% layanan e-commerce di Indonesia sudah lintas batas. Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi kami untuk melakukan konsolidasi pasar. Kita sudah mempunya live traffic dengan payment menthod di Indonesia,” kata Tristan.

Selama 2 tahun terakhir PPRO mengklaim menjadikan Indonesia sebagai pasar prioritas mereka. Namun demikian karena pandemi, PPRO belum memiliki rencana untuk menempatkan tim di Indonesia. Selanjutnya PPRO akan terus fokus di PSP dan memenuhi demand dari para merchant. Selain pasar di Indonesia, PPRO juga memiliki rencana untuk memperluas layanan di negara lain seperti India hingga Malaysia.

PPRO adalah perusahaan fintech yang mengglobalisasikan platform pembayaran untuk bisnis, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menawarkan lebih banyak pilihan pembayaran pada saat checkout di berbagai platform dan meningkatkan penjualan lintas batas.

“Klien kita adalah global mulai dari Asia Tenggara hingga Amerika Serikat, ada potensi melakukan cross border untuk Indonesia.,” kata Tristan.