Sociolla Peroleh Pendanaan Seri D 567 Miliar Rupiah Dipimpin EV Growth dan Temasek

Social Bella (pemilik brand Sociolla) mengumumkan perolehan pendanaan Seri D sebesar $40 juta (lebih dari 567 miliar Rupiah) yang dipimpin EV Growth dan Temasek. Jajaran investor baru yang masuk dalam putaran ini adalah EDBI, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures.

Pendanaan ini sepenuhnya akan diarahkan untuk merekrut lebih banyak talenta baru dan mengembangkan teknologi khususnya di So.Co. Penambahan lokasi gerai offline Sociolla juga akan terus dilakukan ke depannya, meski perusahaan menegaskan belum ada rencana untuk ekspansi ke luar negeri.

Funding ini baru close minggu lalu. Ada empat investor baru yang masuk dan satu investor EV Growth sudah ikut dari funding tahap awal dan menjadi co-lead investor untuk Seri D ini,” terang Co-Founder dan CEO Social Bella John Rasyid, Senin (2/9).

Co-Founder dan Presiden Social Bella Christopher Madiam menambahkan, “Melalui kerja sama strategis yang kami miliki dengan para investor, kami dapat terus membangun ekosistem beauty-tech yang terus berkembang pesat.”

Tahun lalu, perusahaan mengumumkan pendanan Seri C sebesar $12 juta (sekitar 169 miliar Rupiah) yang dipimpin EV Growth, platform kecantikan Jepang Istyle Inc., dan UOB Ventures.

Fokus kembangkan So.Co

Social Bella memiliki tiga unit bisnis, yakni di bidang commerce (Sociolla), media (So.Co dan Beauty Journal), dan brand development. Sociolla itu sendiri adalah bisnis unit tertua karena sudaha ada sejak perusahaan berdiri, sekaligus kontributor terbesar di Social Bella. Kendati, angka detailnya tidak disebutkan secara detail.

“Seluruh bisnis berjalan secara parelel, tidak ada yang kami unggulkan. Tapi memang bisnis commerce itu sudah berjalan sejak empat tahun, itu yang menjadi kontributor utama kami,” ucap Christopher.

“Oleh karenanya, GMV itu bukan jadi metriks pencapaian perusahaan karena kami bukan hanya punya e-commerce saja, tapi juga ada medianya. Yang mana untuk metriks di media itu berbeda, bukan GMV. Ini yang menjadikan bisnis kami menjadi unik,” tambahnya.

So.Co menjadi bank database konsumen yang kini menjadi salah satu fokus perusahaan untuk di kembangkan. So.Co menyimpan berbagai data konsumen, baik dari profil mereka, transaksi, dan lainnya yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memberikan pengalaman lebih baik.

Konsep aplikasi So.Co makanya cukup berbeda karena gabungan dari Sociolla dan Beauty Journal. Sehingga tidak hanya diperuntukkan buat konsumen yang ingin beli barang online di Sociolla saja, tapi juga buat orang-orang yang ingin membaca ulasan, dan kegiatan lainnya.

Christopher memastikan ke depannya akan ada tambahan fitur yang bisa meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik di dalam So.Co. Pengguna So.Co tidak hanya end user saja tapi juga brand.

So.Co juga hadir sebagai alat login konsumen sebelum masuk ke gerai offline Sociolla untuk bantu mereka menentukan produk mana yang mereka butuhkan sesuai kondisi kulit masing-masing. Harapannya ketika masuk toko, konsumen tidak lagi harus meraba-raba, produk apa yang cocok untuk mereka.

Karena ingin menjadi sebuah ekosistem, makanya semua teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan, termasuk untuk mesin POS di dalam gerai karena sudah terintegrasi dengan So.Co.

“Bahkan gudang kami sudah terintegrasi dengan teknologi karena kami ingin semuanya menjadi satu ekosistem yang saling terhubung.”

Christopher memastikan seluruh data yang dikumpulkan So.Co, tidak akan dimanfaatkan perusahaan untuk dimonetisasi demi menarik penjualan. Justru dimanfaatkan untuk diolah kembali agar ada peningkatan dari sisi user experience, sehingga pihaknya menjamin privasi konsumen akan tetap terjaga.

Bila melihat dari monthly unique visitor, John menyebut ada sekitar 5 juta-7 juta kunjungan dan pengguna teregistrasinya sekitar 1,2 juta orang. Secara kumulatif ada lebih dari 20,2 juta pengunjung yang telah bergabung dengan platform Social Bella sejak 2018, baik melalui situs Sociolla, So.Co, maupun Beauty Journal.

Dari seluruh strategi di atas, diharapkan dapat mendongkrak jumlah unique visitors menjadi 100 juta pengguna pada 2021 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

SweetEscape Raises 84.8 Billion Rupiah Series A Funding

A digital platform connecting consumers with professional photographers, SweetEscape, today (7/02) announced a new Series A round. It’s worth up to $6 million or equivalent with 84.8 billion Rupiah. The funding led by Openspace Ventures and Jungle Ventures, also involved in this round Burda Principal Investments and the previous investors.

In the mid-2018, the startup founded by David Soong and Emile Etienne has secured $1 million seed funding led by East Ventures, participated also Beenext, SkyStar Capital, and GDP Venture.

The following funding is to be allocated for AI technology development in order to improve the platform’s capability. In addition, for operational expansion throughout Asia, SweetEscape plans to double up talents by 2019. Currently, the company has more than 100 employees distributed in Jakarta, Singapore, and Manila.

SweetEscape founder and team in Jakarta headquarter / SweetEscape
SweetEscape founder and team in Jakarta headquarter / SweetEscape

SweetEscape’s Co-Founder and CEO, David Soong said, AI technology optimation is highly required to improve post-production process. The hype of technology capability supposed to help photographic image processing.

Based in Jakarta, SweetEscape was founded in 2017. The previous founder, Emile, was also the Co-Founder & COO of Bridestory. Currently, they’ve reached more than 500 cities in over 100 countries.

In Indonesia, SweetEscape has a direct competitor named Frame a Trip, with a similar business model and target market. Founded by some experts in the business and entertainment industry, including Dian Sastro Wardoyo, Frame a Trip is targeting to cover more than 500 cities this year.

Emile as the Co-Founder & COO added, in order to scale up the business, SweetEscape will expand the photography services for all cases. Not only a trip or tour but also for a birthday party, baby shower, graduation, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SweetEscape Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 84,8 Miliar Rupiah

Platform digital yang mempertemukan konsumen dengan fotografer profesional, SweetEscape, hari ini (02/7) mengumumkan telah mendapatkan putaran pendanaan baru dalam seri A. Nilainya mencapai $6 juta atau setara 84,8 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh Openspace Ventures dan Jungle Ventures dengan keterlibatan Burda Principal Investments dan investor sebelumnya.

Pertengahan tahun 2018 lalu, startup yang didirikan oleh David Soong dan Emile Etienne tersebut telah membukukan pendanaan awal senilai $1 juta yang dipimpin East Ventures dengan partisipasi Beenext, SkyStar Capital, dan GDP Venture.

Modal tambahan ini akan dialokasikan untuk pengembangan teknologi AI guna meningkatkan kapabilitas platform. Selain itu untuk kebutuhan ekspansi operasional ke seluruh wilayah Asia, SweetEscape berniat merekrut lebih banyak pegawai hingga dua kali lipat di tahun 2019. Saat ini perusahaan telah memiliki lebih dari 100 karyawan yang tersebar di Jakarta, Singapura dan Manila.

SweetEscape
Founder dan tim SweetEscape di kantor pusat di Jakarta / SweetEscape

Co-Founder & CEO SweetEscape David Soong mengatakan, optimasi teknologi AI sangat diperlukan untuk meningkatkan proses pasca produksi. Kapabilitas teknologi yang tengah menjadi tren di industri tersebut diyakini bisa membantu dalam pengolahan gambar hasil fotografi.

Berbasis pusat di Jakarta, SweetEscape didirikan pada tahun 2017. Sebelumnya salah satu pendirinya, Emile, adalah Co-Founder & COO Bridestory. Saat ini mereka telah menjangkau lebih dari 500 kota di lebih dari 100 negara.

Dari Indonesia, SweetEscape bersaing langsung dengan Frame a Trip, juga memiliki model bisnis dan cakupan pasar yang hampir serupa. Didirikan oleh beberapa pesohor dalam dunia bisnis dan hiburan, termasuk selebriti Dian Sastro Wardoyo, Frame A Trip juga targetkan bisa mencakup lebih dari 500 kota tahun ini.

Emile selaku Co-Founder & COO turut menambahkan, untuk meningkatkan bisnis SweetEscape akan terus memperluas menghadirkan layanan fotografi untuk berbagai kebutuhan. Tidak hanya perjalanan atau wisata, namun akan memfasilitasi acara ulang tahun, baby shower, wisuda dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Jungle Ventures Dikabarkan Siapkan Pendanaan Putaran Ketiga Senilai 2,5 Triliun Rupiah untuk Startup Asia Tenggara

Jungle Ventures, VC dari Singapura, disebutkan telah mengumpulkan pendanaan putaran ketiga senilai US$175 juta (hampir Rp2,5 triliun) yang bakal difokuskan untuk pendanaan Seri A dan Seri B di Asia Tenggara. Empat startup lokal disebutkan telah menerima pendanaan dari Jungle Ventures dalam putaran terbaru ini.

Menurut sumber yang terpercaya, putaran ketiga ini diikuti berbagai LP dari Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.

Sumber kami juga menyebut putaran pendanaan ini sebenarnya oversubscribed dari yang diprediksi. Bahkan disebutkan perusahaan akan menutup penggalangan putaran dana hingga US$200 juta sampai akhir tahun ini. Penggalangan dana tersebut diklaim terbesar di Asia Tenggara.

Untuk pendanaan Seri A, perusahaan dikabarkan menyiapkan sekitar US$1 juta sampai US$5 juta. Sementara untuk putaran Seri B sekitar US$7,5 juta sampai US$10 juta.

Lebih lanjut sumber kami juga menyebutkan, Jungle Ventures sudah mengucurkan investasi untuk empat startup Indonesia dari putaran terbaru tersebut. Satu di antaranya untuk pendanaan Pra Seri A, dua startup untuk pendanaan Seri A, dan satu startup untuk Seri B.

Secara terpisah, dalam wawancara dengan sejumlah media di Indonesia, Managing Partner Jungle Ventures David Gowdey menjelaskan, sejauh ini perushaan baru berinvestasi untuk dua startup lokal, yakni Kredivo dan RedDoorz. Keduanya adalah startup yang fokus menciptakan solusi untuk memenangkan pasar Indonesia dan memiliki visi bermain di pasar regional.

“Kami percaya dengan menjadi pemain lokal yang besar di Indonesia itu sudah dijamin akan sukses saat main ke regional. Makanya startup lokal yang sudah kami investasikan ini harus bangun fondasi bisnis yang kuat, pahami masalah di Indonesia dan berikan solusinya. Jika sudah kuat baru punya peluang kuat untuk bermain di regional.”

Menurutnya, setiap startup lokal punya peluang yang sama untuk bermain di pasar regional, maupun global. Namun bila kembali melihat segmen bisnisnya, ada baiknya untuk mendalami pasar Indonesia terlebih dahulu. Ambil contoh, startup yang bermain di segmen konten digital lebih punya peluang lebih cepat untuk ekspansi ketimbang startup fintech.

Hal inilah yang terjadi pada portofolio startup di Jungle Ventures. Iflix lebih agresif mengembangkan pasarnya di global, ketimbang Kredivo dan RedDoorz. Portofolio lainnya, yakni Tookitaki yang berbasis di Singapura, kini sudah membuka kantor di New York untuk melayani konsumen di sana.

“Jika punya tim yang kuat, paham dengan industri yang digelutinya, pasti bisa berkompetisi di pasar global.”

Secara total, perusahaan telah berinvestasi untuk 30 startup Asia Tenggara. Ada enam exit yang dikonfirmasi langsung oleh Gowdey sepanjang perusahaan beroperasi. Nama-nama startup tersebut termasuk Travelmob (jual ke HomeAway), Zipdial (jual ke Twitter), eBus (jual ke IMD), Voyagin (jual ke Rakuten). Dua exit tambahan akan segera terjadi dalam waktu dekat. Tiap tahun Jungle Ventures berharap minimal harus ada satu exit dari startup.

“Jika mau bawa LPs yang kuat maka harus fokus ke distribusi. Investasi yang kami berikan itu sifatnya time based, umumnya 10 tahun. Lalu kembalikan uang dalam multiple year ke LPs. Dalam kurun waktu itu, kami beri startup jaringan yang kuat agar mereka bisa tumbuh sehingga saat kita exit, startup tersebut sudah menciptakan value yang besar,” pungkasnya.

Investor’s Perspective on the Landscape of Startups in Southeast Asia this Year

At the beginning of every new year, it is just common to see people trying to predict about what people would do or how things will work throughout the year, like predicting about the trend of ad spending, technology, even game consumption. This time, Jungle Ventures’ Operating Partner Alexander Jarvis voiced out his prediction on how the landscape of startups in Southeast Asia (and India) would be this year. Continue reading Investor’s Perspective on the Landscape of Startups in Southeast Asia this Year

Prediksi Lansekap Startup di Asia Tenggara Tahun Ini Menurut Kacamata Investor

Ilustrasi Jalan Panjang 2015 / Shutterstock

Di awal tahun 2015, biasanya banyak orang ataupun pihak yang berusaha untuk memprediksikan apa yang akan terjadi sepanjang tahun. Mulai dari prediksi belanja digital, tren teknologi, hingga konsumsi game. Kali ini Operating Partner Jungle Ventures Alexander Jarvis memberikan prediksinya tentang lansekap startup di Asia Tenggara (dan India) tahun ini.

Continue reading Prediksi Lansekap Startup di Asia Tenggara Tahun Ini Menurut Kacamata Investor