Printer Instan Buatan Holga Tidak Memerlukan Baterai Maupun Bluetooth

Fotografer di era 80-an semestinya pernah mendengar nama Holga. Pabrikan asal Hong Kong itu dikenal akan kamera analognya yang mampu menghasilkan gambar dengan estetika yang unik, menampilkan berbagai macam distorsi visual seperti vignetting maupun light leak.

Tiga tahun lalu, Holga menghidupkan kembali kamera legendarisnya sebagai kamera digital. Untuk tahun 2018 ini, Holga memutuskan untuk terjun ke ranah portable printer melalui sebuah kampanye crowdfunding atas produk bernama Holga Printer, dengan desain mirip kamera Holga 120 tapi tanpa lensa.

Holga Printer

Tidak seperti printer sejenis lainnya, Holga Printer sama sekali tidak membutuhkan baterai maupun sumber tenaga listrik lainnya. Ia murni mengandalkan pengoperasian mekanis, mengharuskan pengguna untuk memutar sebuah kenop di bagian sampingnya guna memulai proses pencetakan foto.

Holga Printer juga tidak memanfaatkan Bluetooth untuk menerima gambar dari smartphone. Penutup atasnya dapat dibuka, lalu ditarik hingga menjulang seperti piramida bangsa Aztec. Selanjutnya, pengguna tinggal meletakkan smartphone di atasnya, dengan layar menghadap ke bawah.

Holga sebenarnya bukan yang pertama menerapkan gaya desain semacam ini. Sebelumnya pernah ada Impossible Instant Lab Universal yang menerapkan konsep serupa. Bedanya, perangkat itu masih menggunakan baterai.

Holga Printer

Holga Printer memakai kertas film Instax Mini besutan Fujifilm, yang memiliki dimensi 86 x 54 mm. Holga tak lupa menyertakan aplikasi smartphone opsional, sehingga pengguna dapat menambatkan filter untuk menambahkan kesan estetika unik ala kamera-kamera Holga.

Di Kickstarter, Holga Printer saat ini sudah bisa dipesan dengan harga paling murah HK$ 398, atau kurang lebih setara Rp 775 ribu.

Sumber: DPReview.

Kacamata IRL Bisa Memblokir Hal-Hal yang Tak Perlu Anda Lihat

Dengan segala macam informasi penting yang disajikan olehnya, layar perangkat elektronik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Ia memegang peranan penting saat kita bekerja, berkomunikasi, bahkan menjadi elemen krusial penunjang penyajian konten hiburan. Tapi interaksi dengan layar secara konstan tentu punya dampak negatif bagi kesehatan dan keselamatan.

Kita sering kali tergoda untuk melihat layar di situasi yang sebetulnya menuntut kesadaran penuh, misalnya ketika berjalan di tempat umum atau saat berkendara. Jika bagi Anda godaan untuk melihat layar – baik smartphone ataupun iklan digital di pinggir jalan – terlalu berat untuk dilawan, desainer Ivan Cash tengah menggarp solusinya. Lewat situs Kickstarter, inventor asal Oakland itu memperkenalkan IRL Glasses, yaitu kacamata yang bisa memblokir gangguan.

IRL Glasses mempunyai penampilan seperti kacamata hitam biasa, memiliki lebar 140mm dan panjang tangkai 145mm, dengan bingkai trapesium serta lensa berwarna gelap. Namun ada hal istimewa terjadi jika Anda mengenakannya: IRL mampu memblokir konten layar televisi, dan semoga suatu saat nanti, perangkat bergerak. Aksesori ini bekerja tanpa elemen elektronik, namun tetap berbasis sains.

Pembuatan IRL Glasses terinspirasi dari kacamata di film cult classic They Live yang bisa melindungi penggunannya dari iklan. IRL Glasses sendiri mampu memblokir konten layar LCD dan LED berbekal lensa horizontal polarized. Ketika lensa terpolarisasi itu diratakan dan diputar 90 derajat, ia dapat menahan cahaya yang dihasilkan layar agar tidak masuk ke mata kita. Efeknya, dari perspektif pengguna, display terlihat tidak aktif.

Pengembangan IRL Glasses masih terus dilakukan, dan saat ini, produk berada di masa pengujian. Versi ‘beta‘ tersebut mampu menangkal cahaya dari televisi LED serta sejumlah monitor LCD, tapi masih belum bisa memblokir konten smartphone maupun layar yang menggunakan panel OLED. Tentu saja produk ini tak sekadar menawarkan gimmick unik semata. IRL Glasses dibekali lapisan polarisasi TAC 1.1, Cat 3 dan UV 400. Artinya, ia dapat melindungi penglihatan layaknya kacamata hitam.

IRL 3

Walaupun status pengembangannya masih belum rampung, Ivan Cash dan tim IRL Labs siap menerima pemesanan versi beta IRL Glasses via platform crowdfuding Kickstarter. Di sana, produk dijajakan seharga mulai dari US$ 50, lebih murah US$ 30 dari harga retail-nya.

Kampanye penggalangan dana yang dilaksanakan developer berjalan lebih baik dari dugaan. Mereka berhasil mengumpulkan modal dua kali lipat dari target awal. Dengan begitu, IRL Glasses kabarnya siap didistribusikan pada bulan April tahun depan.

IRL 2

Duo Adalah Turntable Ringkas Berbekal Speaker Bluetooth yang Bisa Dilepas-pasang

Selama ini, turntable identik dengan mainan orang-orang tajir karena harus mengandalkan bantuan sistem stereo dan amplifier eksternal. Ketika komputer bisa dijadikan sebuah sistem all-in-one, kenapa turntable tidak? Mungkin seperti itu yang dipikirkan oleh startup asal Taiwan, Hym.

Tahun lalu, Hym memperkenalkan sebuah turntable all-in-one bernama Seed. Tahun ini mereka kembali dengan produk serupa, tapi yang menganut konsep modular. Namanya Duo, dan ia sejatinya merupakan sebuah turntable sekaligus speaker Bluetooth.

Keunikan Duo terletak pada balok kecil berwarna yang dapat dilepas dari unit utamanya dan difungsikan sebagai speaker Bluetooth biasa dengan dukungan codec aptX. Meski ringkas, di dalamnya bernaung dua full-range driver dan dua passive radiator demi menyajikan suara yang memuaskan dan dentuman bass yang mantap.

Mengikuti standar 2018, speaker Bluetooth ini juga dapat dioperasikan via perintah suara (Alexa). Namun tidak langsung dari speaker, melainkan menggunakan smartphone sebagai perantaranya.

Hym Duo

Lalu ketika dipasangkan pada unit utamanya, Anda bakal mendapat pemutar piringan hitam dalam wujud yang ringkas dan cukup portable. Turntable-nya ini dibekali cartridge Audio Technica AT3600L, dan sebuah tonearm berbekal pegas (bukan pemberat) dengan tracking force 2,5 gram.

Kombinasi ini diyakini cukup presisi, dengan tingkat distorsi di bawah 0,9%. Wadah piringannya yang berdiameter 8 cm cuma seperempat turntable pada umumnya. Kendati demikian, Duo diklaim punya putaran yang stabil, baik untuk playback 33,5 maupun 45 rpm.

Hym Duo

Duo bisa dilihat sebagai turntable buat mereka yang baru mulai mengoleksi vinyl dan tidak tertarik dengan setup audio yang ribet. Fleksibilitasnya sebagai speaker Bluetooth yang bisa beroperasi sendiri merupakan nilai tambah yang cukup berfaedah.

Hym saat ini tengah menawarkan Duo melalui situs crowdfunding Kickstarter. Harga early bird paling murah yang bisa didapat sekarang adalah $229, jauh di bawah estimasi harga retail-nya ($369). Bundel dengan satu tambahan unit speaker Bluetooth juga tersedia sehingga konsumen bisa menggunakannya dalam konfigurasi stereo.

Pictar Pro Hadirkan Kontrol ala DSLR pada Smartphone

Kita semua tahu betapa pesatnya peningkatan kualitas kamera smartphone dari tahun ke tahun. Namun sejak dulu yang tidak bisa diberikan adalah kemudahan pengoperasian menggunakan tuas dan kenop fisik, mengingat semuanya harus lewat sentuhan pada layar.

Untuk urusan itu, kita harus meminta bantuan aksesori. Salah satu yang cukup menarik adalah Pictar Pro, yang saat ini sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Pictar Pro pada dasarnya bertujuan untuk mempermudah kontrol kamera smartphone, baik iPhone ataupun Android.

Pictar Pro

Misi tersebut diwujudkan lewat sepasang kenop putar, satu untuk mengatur exposure compensation, satu untuk mengubah mode pemotretan. Tombol shutter dua langkah seperti di kamera biasa juga hadir, demikian pula tuas untuk mengatur zoom secara mulus, serta grip bertekstur untuk memantapkan genggaman.

Untuk menggunakannya, kita tinggal menyelipkan smartphone, lalu membuka aplikasi pendampingnya yang menawarkan pengaturan lengkap. Koneksi Bluetooth maupun USB tidak dibutuhkan, pengembangnya mengklaim Pictar Pro menggunakan teknologi gelombang suara untuk berkomunikasi dengan ponsel.

Pictar Pro

Pictar Pro dibekali baterai berkapasitas 1.400 mAh, dan ia rupanya bisa menyalurkan daya tersebut ke smartphone yang mendukung wireless charging. Saat terpasang pada Pictar Pro, smartphone bisa kita dudukkan di atas tripod, dan kita juga bisa menambahkan aksesori seperti flash maupun mikrofon eksternal via dudukan cold shoe.

Juga unik adalah aksesori opsional berupa viewfinder yang bisa dikempiskan ketika sedang tidak dipakai. Viewfinder ini akan menampilkan persis seperti yang tampak pada layar smartphone, namun karena harus membidik, pengguna jadi bisa melihat dengan lebih jelas di bawah terik sinar matahari.

Pictar Pro

Di Kickstarter, harga early bird yang ditawarkan untuk Pictar Pro adalah $129. Bundel bersama aksesori lain juga tersedia dalam banderol yang lebih mahal.

Sumber: PetaPixel.

Gelang Nopixgo Lindungi Anda Dari Nyamuk Dengan ‘Meniru Badai’

Selain harus menghadapi temperatur tinggi sepanjang tahun, tantangan besar bagi para penduduk di negara beriklim tropis adalah berhadapan dengan nyamuk. Di Indonesia, ada cukup banyak solusi ditawarkan buat menyingkirkan serangga terbang penghisap darah tersebut. Jalan keluar yang paling terjangkau biasanya menggunakan zat kimia.

Sebuah terobosan besar di ranah ‘pengusiran nyamuk’ belum lama ini diungkap oleh tim dari Swiss. Buat menangkal serbuan nyamuk, sejumlah alat memanfaatkan pendekatan yang cukup high-tech, misalnya perangkap listrik plus lampu UV, hingga perangkat ultrasonic – meski efektivitasnya belum terbukti secara ilmiah. Namun produk-produk tersebut belum ada yang mengusung teknologi serupa Nopixgo.

Developer asal Swiss tersebut menjelaskan satu fenomena unik di alam: saat terjadi badai petir, nyamuk secara instingtif segera mencari perlindungan, dan di kala itu mereka tidak akan menggigit apapun. Hal inilah yang disimulasikan oleh Nopixgo. Pada dasarnya, alat ini dirancang untuk menghasilkan sinyal elektromagnetik, dimanfaatkan buat meyakinkan nyamuk bahwa badai akan terjadi.

Kepada Digital Trends, chief business development officer Nopixgo Johan Niklasson menjelaskan bahwa saat nyamuk menangkap sinyal yang ada di udara sebelum badai, secara otomatis mereka akan jadi lebih pasif. Serangga-serangga ini segera terbang lebih rendah ke tanah untuk mencari perlindungan (biasanya tanaman). Gelombang elektromagnetik mampu mampu menggantikan insting mencari makan dengan bertahan hidup.

Nopixgo 1

Metode ini merupakan cara revolusioner karena menggunakan informasi genetik nyamuk untuk mengalahkan serangga itu sendiri. Metode tersebut juga lebih efektif dibanding solusi yang telah ada, misalnya berupa suara ataupun bau zat kimia, karena nyamuk tidak bisa beradaptasi. Developer mengklaim bahwa pendekatan seperti ini baru ditemukan dan belum pernah ada di perangkat lain.

Nopixgo 4

Nopixgo hadir berupa perangkat wearable untuk dikenakan di pergelangan tangan seperti smartband. Tubuhnya terbuat dari plastik hipoalergenik yang aman di kulit, dibekali layar LED (di versi retail-nya), serta anti-cipratan air. Nopixgo juga dilengkapi baterai internal yang dapat menjaganya aktif hingga seminggu (bergantung dari temperatur), bisa diisi ulang via port microUSB.

Nopixgo 2

Nopixgo mampu melindungi Anda di radius dua meter. Tanpa zat kimia, penggunaannya aman buat manusia dan hewan karena sinyal elektromagnetik tidak memberikan dampak negatif bagi makhluk hidup lain. Solusi ini dikembangkan oleh inventor bernama Kurt Stoll, yang secara langsung melihat bahaya virus malaria yang mewabah di Afrika.

Saat ini, Nopixgo sudah bisa dipesan di situs Kickstarter. Produk rencananya akan didistribusikan di bulan November 2018, dibanderol seharga mulai dari US$ 70.

Pix Adalah Tas Ransel Unik yang Dapat Menampilkan Gambar dan Animasi Pixel Art

Banyak orang bilang kalau produk yang berdesain timeless itu tidak akan kelihatan kuno meski sudah termakan usia. Bagaimana seumpama persepsinya diubah, di mana timeless berarti desainnya dapat diganti kapan saja kita mau, atau demi mengikuti tren terkini?

Kalau Anda setuju, maka tas ransel unik bernama Pix ini bisa dikategorikan sebagai produk berdesain timeless. Pasalnya, sisi depannya dapat menampilkan berbagai macam gambar ataupun animasi pixel art sesuai keinginan penggunanya, mulai dari gambar karakter game, emoji sampai teks.

Pix Backpack

Rahasianya terletak pada – kalau dugaan saya benar – deretan LED yang tertanam di balik sisi depannya. Saya tidak berani memastikan karena pengembangnya sendiri belum mengungkap banyak detail mengenai Pix. Anggap saya benar, berarti ada sekitar 320 (20 x 16) LED pada Pix berdasarkan hasil hitungan manual saya dari gambar produk yang terpampang di situsnya.

Jumlah itu tergolong cukup untuk mengakomodasi kreativitas pengguna Pix nanti. Melalui aplikasi pendamping di smartphone yang tersambung via Bluetooth, pengguna dapat membuat desain sendiri atau memilih dari berbagai pilihan yang telah tersedia. Begitu bosan, tinggal pilih desain yang lain.

Andai diperlukan, pengguna juga bisa menampilkan notifikasi atau informasi cuaca pada Pix. Elemen sosial pun semestinya juga bakal ada, misalnya lewat fitur untuk saling berbagi desain antar sesama pengguna Pix.

Pix Backpack

Sebagai perangkat elektronik, Pix tentu membutuhkan sumber energi. Ia kompatibel dengan power bank apapun asalkan ada output 2A. Soal daya tahannya, power bank 20.000 mAh diperkirakan bisa menenagai Pix selama sekitar 12 jam. Lebih lanjut, pengembangnya memastikan bahwa Pix memiliki ketahanan air dan guncangan yang cukup.

Rencananya Pix akan ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Namun hingga kini kampanye penggalangan dananya masih belum berlangsung.

Pix Backpack

Sumber: VentureBeat.

Anki Vector Adalah Robot Mungil yang Mandiri dan Penuh Kepribadian

Melihat perkembangan pesat teknologi robotik dan artificial intelligence (AI) dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit yang membayangkan skenario masa depan di mana robot berhasil memperbudak manusia. Bahkan sosok jenius macam Elon Musk dan almarhum Stephen Hawking pun percaya kemungkinan seperti ini bisa terjadi.

Lain halnya dengan perusahaan robotik dan AI bernama Anki. Mereka ingin membuktikan hal sebaliknya, bahwa robot juga bisa berteman dengan manusia. Dua tahun lalu, mereka pun memperkenalkan Cozmo, robot mungil yang punya kepribadian dan dirancang untuk menjadi penggembira keseharian manusia.

Anki Vector

Anki masih sangat percaya dengan visinya itu. Mereka bahkan ingin membuktikannya lebih jauh lagi. Dari situ lahirlah Anki Vector, saudara sekaligus suksesor Cozmo yang jauh lebih cerdas. Wujudnya memang mirip, begitu juga fungsi-fungsi mendasarnya, akan tetapi Anki telah menerapkan sederet pembaruan yang punya dampak sangat signifikan.

Yang paling utama, kalau Cozmo memerlukan koneksi konstan ke smartphone untuk melancarkan semua aksinya, Vector tidak demikian. Sambungan dengan smartphone hanya diperlukan pada setup awalnya. Setelahnya, Vector bisa ‘hidup’ sendiri tanpa bantuan smartphone.

Anki Vector

Rahasianya terletak pada penggunaan prosesor Qualcomm APQ8009, yang pada dasarnya mirip seperti prosesor smartphone, hanya saja dirancang secara spesifik untuk perangkat IoT (Internet of Things) dengan mempertimbangkan faktor-faktor krusial seperti dimensi, efisiensi energi, dan lain sebagainya. Sebagai robot mungil yang mandiri, Vector merupakan kandidat kuat untuk prosesor ini.

Berkat prosesor tersebut, Vector bisa menerapkan kapabilitas berbasis AI maupun kebutuhan komputasi lainnya secara lokal. Ia memang masih perlu terhubung dengan jaringan cloud (via Wi-Fi), akan tetapi ini hanya untuk menerima firmware dan software update, serta untuk mengolah perintah suara dengan teknik natural language processing.

Anki Vector

Perintah suara? Ya, Vector bisa mendengar. Tidak seperti Cozmo, Vector telah dibekali empat buah mikrofon berteknologi beam-forming. Cukup panggil dia dengan frasa “Hey Vector”, maka Vector langsung siap menerima instruksi maupun mendengar pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya.

Kamera HD dengan sudut pandang 120º masih ada dan masih berperan sebagai indera penglihatan di sini. Wajahnya juga diisi oleh panel layar IPS berwarna untuk mengekspresikan beragam perasaannya. Ia bahkan bisa bereaksi terhadap sentuhan manusia berkat panel kapasitif yang tertanam di bagian punggungnya.

Anki Vector

Anki mengklaim bahwa secara total ada nyaris 700 komponen yang membentuk Vector. Itu termasuk beraneka sensor seperti 4 sensor infra-merah di bagian bawahnya yang berfungsi untuk mencegah Vector terjatuh saat berada di ujung permukaan, serta scanner laser di bawah wajahnya untuk memetakan lingkungan di sekitarnya dengan radius maksimum sekitar 90 cm.

Ketika baterainya hampir habis, Vector bakal bergerak sendiri menuju charging dock-nya untuk ‘mengisi bensin’. Sifat mandiri dan disiplin memang sudah semestinya tidak mengenal ukuran, apalagi dalam konteks robot.

Anki Vector

Sama seperti Cozmo, Vector juga dipastikan bakal bertambah pintar seiring Anki merilis update demi update. Komitmen Anki ini pun sudah terbukti; selama dua tahun Cozmo berkiprah, sudah ada 23 update yang dirilis untuknya, dan itu semua bisa didapat tanpa biaya ekstra.

Berhubung Vector lebih pintar, wajar kalau harga jualnya lebih mahal ketimbang Cozmo. Anki bakal memasarkannya mulai tanggal 12 Oktober mendatang seharga $250. Anki pun juga melangsungkan kampanye crowdfunding di Kickstarter bagi yang tertarik melakukan pre-order sekaligus mendapatkan potongan harga, meski ini hanya berlaku untuk konsumen di Amerika Serikat saja.

Sumber: 1, 2, 3.

Senapan Air High-Tech Spyra One Siap Membantu Kita Menghentikan Pemberontakan Skynet

Sebagai perusahaan konstruksi terowongan yang didirikan Elon Musk, pengumuman tersedianya senapan penyembur api oleh The Boring Company memang mengejutkan. Flamethrower mungkin cocok untuk mempertahankan Bumi dari serangan alien, tapi melihat kondisi sekarang, peluang terjadinya skenario tersebut jauh lebih kecil dibanding pemberontakan AI.

Jika kebangkitan robot menjadi kekhawatiran Anda, startup bernama Spyra punya alternatif yang tak kalah efektif dari The Boring Company Flamethrower, namun penyajiannya lebih aman buat sesama manusia. Tim asal Munich itu memperkenalkan Spyra One, yaitu senapan air mainan paling canggih di dunia. Air adalah musuh besar sirkuit elektronik dan dengannya, kita bisa membungkam pemberontakan Skynet sebelum dimulai.

Founder Spyra, Sebastian Walter, menjelaskan bahwa dahulu pistol air jauh lebih besar dari lebih efektif dari model yang ada sekarang. Namun dalam waktu 20 tahun, desain dan penyajian mainan ini tidak banyak berubah. Inilah latar belakang dikembangkannya Spyra One. Dengan teknologi di dalamnya, Spyra One mampu menembakkan peluru air secara individual, serta mengisi amunisi secara otomatis.

Spyra One mempunyai penampilan seperti senjata-senjata di film sci-fi dengan desain bullpup (ruang amunisi berada di belakang pelatuk). Rancangan ini memungkinkan penggunaan laras yang lebih pendek tanpa mengorbankan jarak jangkauan proyektil. Tubuhnya didominasi warna merah atau biru, dipadu zona putih pada ujung laras, area handle, serta popor. Spyra One mempunyai konstruksi tahan benturan, dan Anda bisa melihat jumlah amunisi dan baterai via layar digital.

Di dalam, mainan pistol air ini menyimpan banyak teknologi canggih. Spyra One mampu menembakkan proyektil air bervolume 30ml secara konsisten dengan jarak efektif 7,5-meter. Sumber tenaganya ialah baterai rechargeable, sanggup menembakkan 1125 proyektil dengan 45 kali pengisian tangki sebelum Anda harus men-charge-nya kembali. Proyektil air tersebut tentu tidak berbahaya, kecuali jika Anda adalah robot.

Spyra One 1

Ketika air di tangki habis, kita bisa mengisi amunisi dari sumber manapun. Sistem pompa bekerja secara otomatis. Dengan menekan tombol, ia segera mengisi tangki dalam waktu hanya 14 detik, dan selanjutnya Anda bisa kembali beraksi. Bagian ujung pompa turut dilengkapi filter untuk mencegah partikel-partikel kotoran masuk. Baterainya sendiri bisa di-charge via slot USB type-C, penuh dalam waktu enam jam.

Sayangnya buat saat ini, misi melindungi peradaban Bumi dari ancaman Skynet masih belum bisa berjalan optimal. Meski kampanye crowdfunding Spyra sukses dan mainan tersebut sudah bisa dipesan di Kickstater, Spyra One belum bisa dibeli oleh kita yang ada di Indonesia. Produk dijajakan seharga mulai dari € 115 atau kisaran US$ 133.

Oven GoSun Fusion Gunakan Sinar Matahari dan Listrik Buat Memasak

18 tahun berlalu sejak milenium berganti, namun sampai kini, manusia masih mengandalkan sumber daya alam terbatas yang menghasilkan emisi karbon besar dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, potensi satu jenis sumber daya terbesar di tata surya kita masih menanti untuk dioptimalkan: matahari. Sayang buat fungsi praktis, matahari baru digunakan sebagai sumber tenaga perangkat-perangkat berskala kecil.

Namun langkah untuk memanfaatkan tenaga matahari secara maksimal tetap perlu diapresiasi. Para inventor telah merealisasikan beragam ide, dari mulai pembangkit listrik yang menyamar jadi jalanan hingga smartwatch bertenaga surya. Dan pada tahun 2015, tim GoSun sempat mengungkap ide radikal. Mereka mencoba menggunakan panasnya matahari buat memasak.

Tiga tahun setelahnya, konsep ‘oven matahari’ mereka semakin matang. Melalui situs crowdfunding yang sama, GoSun memperkenalkan GoSun Fusion sebagai inkarnasi baru dari model Grill. Fusion menjanjikan kapabilitas canggih dengan pemakaian yang sederhana, yaitu kemampuan memanggang bebas kompromi tanpa membawa kekurangan pemanggang tradisional – cepat kotor, susah dipindahkan, dan berbahaya.

Seperti yang diindikasikan oleh namanya, GoSun Fusion memanfaatkan teknologi pemanggang hybrid. Anda bisa memasak langsung berbekal cahaya matahari, atau menyimpan tenaga surya dalam baterai yang diisi via panel solar, memungkinkan kita memasak meski hari sudah malam. GoSun Fusion mengonsumsi daya dengan sangat efisien. Untuk memanggang, ia cuma membutuhkan listrik setara lampu pijar.

Rahasia dari Fusion terletak pada konstruksi internalnya yang sangat efektif dalam memerangkap panas. GoSun berani mengklaim Fusion sebagai kompor elektrik paling efisien di dunia saat ini, mampu menghasilkan panas hingga 232 derajat Celcius bahkan di kondisi berawan. Makanan bisa matang dalam hitungan menit cuma berbekal cahaya matahari, dan karena mengusung struktur vakum, kelembapan tertahan di dalam dan mencegah makanan hangus.

GoSun Fusion mempunyai ruang sebesar 3,2-liter, kira-kira setara lima porsi makanan. Ia memiliki tubuh tabung, ringan tetapi tangguh. Sepasang sayap polikarbonat dengan permukaan glossy di sana bisa mudah digerakkan mengikuti arah matahari. Lalu saat memasak, Anda tetap bisa memindahkannya karena panas tertahan di dalam. Fusion juga dibekali sistem penghangat elektrik, bisa diaktifkan jika makanan mulai dingin.

Kampanye crowdfunding Fusion sukses besar di Kickstarter. Saat artikel ini ditulis, GoSun berhasil mengumpulkan dana delapan kali lipat dari target awal mereka. Di situs tersebut, GoSun Fusion bisa Anda pesan seharga mulai dari US$ 300, belum termasuk unit power bank. Harga retail-nya adalah US$ 500, dan paket lengkapnya dibanderol US$ 650.

Jumpgate Ialah Docking Serbaguna yang Siap Dukung Nintendo Switch Sampai MacBook

Uniknya konsep penyajian Switch serta lebih terbukanya Nintendo pada developer third-party dan kesediaan mereka menyuguhkan game-game retro membuat console hybrid itu jadi favorit produsen periferal. Ada beragam aksesori yang bisa membuat ber-gaming di Switch lebih praktis, dari mulai power bank hingga aksesori yang memungkinkan tablet Switch diposisikan vertikal.

Setelah sukses menggarap GripCase untuk Switch, kali ini, tim Skull & Co. mencoba menawarkan sebuah unit docking alternatif bernama Jumpgate. Dengannya, pemakaian Switch bisa menjadi jauh lebih fleksibel, lalu ia juga dapat membantu console current-gen Nintendo itu mengindari kerusakan. Hebatnya lagi, Jumpgate tak cuma kompatibel dengan Switch saja.

Jumpgate ialah docking berkonsep portable. Wujudnya sangat mungil, dengan dimensi hanya 107x100x25mm, sengaja didesain untuk bekerja sebagai dudukan Switch tanpa menutup bagian layar – mirip Adjustable Charging Stand. Lewat cara ini, kita bisa mengganti mode (dari TV ke tabletop) secara simpel dan kita tidak perlu melepas casing Switch sewaktu mau menaruhnya di docking.

Dalam perancangan Jumpgate, aspek sirkulasi udara turut menjadi perhatian Skull & Co. Aksesori ini mengusung struktur pop-op: tekan tubuhnya ke bawah untuk membuka celah ventilasi. Selain menopang Switch lebih mantap, celah ini berfungsi sebagai pintu masuk aliran udara. Dan karena tidak menutup tubuh console seperti Switch Dock standar, Jumpgate tidak akan membaret layar.

Jumpgate memperkenankan kita menikmati permainan di mode tabletop tanpa perlu cemas akan kehabisan baterai dan dapat disambungkan dengan dock standar Switch. Aksesori ini secara otomatis akan mengalihkan konten dari layar TV ke unit tablet jika kabel HDMI dicabut.

Jantung dari kapabilitas Jumpgate adalah bagian bernama ‘Core Drive’. Bagian ini bisa dikeluarkan dari Jumpgate dan dicolokkan langsung pada Switch jika Anda ingin menikmati game di mode handheld. Pada dasarnya, segala macam konektivitas fisik docking berada di Core Drive, dari mulai HDMI yang mendukung 4K di 30Hz, USB type-C dengan pasokan tenaga sampai 100W, sepasang port USB 3.0 dan slot kartu MicroSD/SD.

Itu berarti, Core Drive di Jumpgate juga kompatibel dengan laptop (termasuk MacBook) dan bisa menjadi sarana membaca konten thumb drive serta kartu SD via smartphone. Tak cuma itu, Jumpgate memiliki fungsi Samsung DeX, mempersilakan kita mengubah Galaxy S dan Note menjadi PC.

Selain fleksibilitas, harga juga menjadi faktor andalan Skull & Co. di Jumpgate. Untuk kemampuan ala Switch Dock (US$ 60), Apple AV Adaptor (US$ 70) dan Samsung DeX Pad (US$ 100), Jumpgate bisa Anda miliki cukup dengan membayarkan uang US$ 43 dolar selama periode kampanye crowdfunding-nya masih berlangsung di Kickstarter.