LinkedIn Luncurkan Aplikasi Windows 10

Setahun yang lalu, Microsoft mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi LinkedIn. Pasca akuisisi, LinkedIn sudah beberapa kali meluncurkan fitur baru, namun ternyata masih ada satu yang kurang yang terkesan cukup aneh jika melihat status LinkedIn sebagai anak perusahaan Microsoft, yaitu kehadiran aplikasi native untuk Windows 10.

Menurut LinkedIn, setiap bulannya ada jutaan pengguna yang mengakses situsnya via browser di Windows 10. Menyediakan aplikasi native tentunya merupakan langkah yang tepat guna meningkatkan loyalitas komunitas penggunanya dengan cara menyajikan pengalaman networking yang lebih komplet.

Saya yakin pertanyaan yang akan langsung tebersit di pikiran Anda adalah, “Kenapa saya harus menggunakan aplikasinya kalau dari browser saja sebenarnya sudah bisa?” Alasan yang pertama adalah kemudahan akses, entah itu lewat taskbar, Start Menu atau malah Live Tile yang sudah di-pin.

LinkedIn for Windows 10

Yang kedua berkaitan dengan notifikasi, dimana pengguna bakal menerima update secara real-time melalui Action Center. Update ini mencakup pesan-pesan baru, insight mengenai siapa saja yang melihat profil Anda, berita terkini dan lain sebagainya, yang tentu saja bisa Anda kontrol sepenuhnya sehingga Anda tidak malah dibuat kesal oleh notifikasi yang bejibun.

Aplikasi LinkedIn untuk Windows 10 bakal tersedia secara global pada akhir bulan Juli, dan bisa didapat secara cuma-cuma lewat Windows Store. Total bahasa yang didukung ada 22, termasuk Bahasa Indonesia.

Sumber: Microsoft.

Survei JakPat: Tingkat “Unfriend/Unfollow” di Media Sosial Masih Rendah Meski Dinamika Politik yang Memanas

JakPat kembali meluncurkan laporan Social Media Trend 2017 untuk Indonesia yang berdasarkan data kuartal pertama 2017. Selain popularitas Facebook dan Instagram yang makin sulit disaingi media sosial lain, hal menarik lain dalam laporan ini adalah bagaimana responden menyikapi soal “Unfriend” dan “Unfollow”, terutama berkaitan dengan dinamika politik tahun ini.

Mengambil data dari hampir 2000 responden, Secara umum laporan ini menunjukkan digdayanya Facebook dan Instagram dibandingkan platform media sosial lain. Disebutkan lebih dari 80% responden menggunakan Facebook dan Instagram dalam seminggu terakhir, sementara platform lain berkisar di bawah 50%. Selain dua platform tersebut, berturut-turut media sosial populer lainnya di Indonesia adalah Path, Twitter, dan LinkedIn.

Untuk sisi penggunaan aplikasi, pengguna Instagram, Path, dan Facebook disebut paling getol menggunakan aplikasi. Pengguna Twitter dan LinkedIn, di sisi lain, mulai banyak yang mengakses melalui browser, baik desktop maupun mobile.

Terkait soal keputusan unfriend atau unfollow, kebanyakan responden di beberapa media sosial menyebutkan tidak melakukan unfollow atau unfriend, meskipun dinamika politik akhir-akhir ini membuat media sosial memanas. Angka unfollow atau unfriend masih di bawah 15%

Secara umum, tiga alasan tertinggi responden memutuskan pertemanan di media sosial karena terlalu banyak postingan atau spam, tidak setuju dengan pandangan yang diberikan teman tersebut, dan informasi yang dibagikan tidak terlalu dibutuhkan.

Statistik penggunaan media sosial

Data menarik lainnya yang bisa didapat dari laporan JakPat adalah rataan jumlah teman di Facebook. Responden rata-rata memiliki sekitar 1000 teman di Facebook. Untuk umur, rata-rata umur teman yang dimiliki di Facebook paling banyak berusia 20-25 tahun kemudian diikuti usia 26-29 tahun.

Bergeser ke Instagram, JakPat dalam laporannya menyebutkan rata-rata responden mereka memiliki 370 pengikut dan rata-rata mengikuti 254 akun. Untuk media sosial yang dirancang untuk teman dekat, Path, rataan teman responden berada di kisaran 150 orang, dengan rentang usia paling banyak berada di 20-25.

Jakpat-Kebiasaan Penggunaan Media Sosial 2

Untuk mendapatkan versi penuh (berbayar) laporan JakPat ini, silakan akses tautan ini.

LinkedIn Capai Setengah Miliar Pengguna, Indonesia Negara dengan Pertumbuhan Tertinggi di Asia Pasifik

LinkedIn hari ini mengumumkan capaian 500 juta lebih pengguna mereka di seluruh dunia. LinkedIn sejauh ini bisa dibilang menjadi salah satu situs jaringan profesional terbesar di dunia dengan berbagai macam profesi yang terhubung di dalamnya. Dalam statistiknya Indonesia menjadi salah satu negara dengan perkembangan terbesar untuk daerah Asia Pasifik. Sementara Jakarta menjadi kota ke 4 dunia sebagai wilayah paling terhubung di LinkedIn.

Dengan capaian angka lebih dari setengah miliar lebih ini, LinkedIn telah berhasil menjaring pengguna di 200 negara di dunia untuk saling terhubung. Mereka terhubung dengan kurang lebih 10 juta pekerjaan dan memiliki akses ke lebih dari 9 juta perusahaan yang turut menjadi bagian dari LinkedIn.

Capaian ini dianggap penting bagi LinkedIn karena dianggap akan membawa mereka melangkah untuk mewujudkan perusahaan, utamanya dalam menciptakan kesempatan ekonomi bagi seluruh anggota di industri tenaga kerja global pengembangan Economic Graph pertama di dunia seperti dituturkan oleh Managing Director Asia Pasific LinkedIn Oliver Legrand dalam rilisnya.

“Para anggota kami di wilayah Asia Pasifik, baik dari negara berkembang seperti Indonesia dan India ataupun negara maju seperti Singapura dan Australia, telah memanfaatkan kekuatan dari jaringan profesional sebaik-baiknya. Kami bersemangat untuk melihat lebih banyak lagi anggota yang terhubung dengan berbagai kesempatan karier, bisnis, dan kerja sama di LinkedIn,” imbuhnya.

Lebih jauh untuk Asia Pasifik LinkedIn berhasil mendapatkan kurang lebih 118 juta pengguna. Naik sekitar enam kali lipak sejak pendirian kantor pusat LinkedIn untuk wilayah Asia Pasifik yang terletak di Singapura enam tahun silam.

Kota yang paling terhubung
Kota yang paling terhubung

India masih menjadi negara terbesar penyumbang pengguna untuk wilayah ini, dan terbesar kedua di dunia dengan jumlah mencapai 42 juta pengguna. Sementara Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan pengguna terbesar untuk wilayah Asia Pasifik. Total saat ini tercatat pengguna dari Indonesia mencapai 8 juta pengguna.

Jakarta dan sekitarnya juga menjadi salah satu kota yang paling terhubung di LinkedIn. Jakarta dan sekitarnya menempati posisi ke empat di bawah London, Amsterdam, dan San Francisco. Jauh mengungguli kota-kota lain di negara Asia Pasifik lainnya.

Application Information Will Show Up Here

LinkedIn Perkenalkan Fitur Baru, Trending Storylines

Sebagai jejaring sosialnya para pekerja profesional, LinkedIn banyak diisi dengan diskusi-diskusi menarik dari beragam topik dan sudut pandang. Dan kini ada cara baru yang lebih mudah untuk mengikuti perbincangan-perbincangan tersebut.

Didapuk Trending Storylines, fitur baru ini akan muncul tepat di sebelah tab Feed pada halaman depan aplikasi LinkedIn. Konten yang disajikan akan terus diperbarui setiap harinya, mengandalkan kurasi berbasis algoritma dan tim editorial LinkedIn sendiri.

Yang LinkedIn banggakan dari fitur ini adalah bagaimana konten yang disuguhkan mencakup beragam perspektif, baik dari sosok-sosok berpengaruh dan media publikasi ternama, sampai orang-orang yang ada pada jaringan Anda.

Tampilan fitur Trending Storylines di web / LinkedIn
Tampilan fitur Trending Storylines di web / LinkedIn

Menurut LinkedIn, contohnya seperti ini: anggap Anda bekerja di bidang pelayanan kesehatan, maka Anda akan disuguhi topik terkait perkembangan terkini di ilmu biometrik. Dari situ Anda akan menemui opini para ahli kesehatan, sebuah artikel dari majalah kesehatan ternama dan deretan post yang dibagikan oleh koneksi-koneksi pribadi Anda.

Tiap-tiap topik ini akan hadir bersama dengan hashtag-nya sendiri, sehingga Anda juga bisa berpartisipasi dalam diskusi dengan mudah.

Untuk sementara Trending Storylines baru tersedia buat pengguna di Amerika Serikat saja, namun LinkedIn berjanji untuk menghadirkannya ke negara-negara lain dalam waktu dekat. Selain di perangkat mobile, fitur ini juga dapat diakses lewat web di perangkat desktop.

Sumber: LinkedIn.

Portal Belajar Online LinkedIn Learning Tawarkan 9.000 Topik Pembelajaran

Sejak diakuisisi Microsoft, LinkedIn sepertinya cukup sibuk melebarkan sayapnya merambah ranah-ranah baru. Sebelumnya, LinkedIn sempat menyajikan konten video orisinil, sekarang giliran ranah pendidikan yang mereka cicipi dengan diluncurkannya LinkedIn Learning.

LinkedIn Learning pada dasarnya merupakan portal belajar online untuk pengguna individu maupun yang tergabung dalam korporasi. Dalam menjalani debutnya, LinkedIn Learning siap menyuguhkan sekitar 9.000 topik pembelajaran yang mencakup hampir segala bidang, mulai dari pemrograman, menulis sampai akuntansi.

Jumlah tersebut terbilang luar biasa untuk sebuah portal elearning baru. Tapi jangan salah, sebab di tahun 2015 LinkedIn sebenarnya sempat mengakuisisi salah satu portal belajar online yang amat populer, Lynda.com, dan LinkedIn Learning bisa dibilang sebagai reinkarnasi darinya.

Yang membedakan LinkedIn Learning dari Lynda.com adalah integrasi analytics LinkedIn sehingga perusahaan bisa memonitor progress karyawan-karyawannya. Elemen kurasi turut tersedia, dimana pengguna akan diberi rekomendasi topik-topik pembelajaran yang paling populer di kalangan seprofesinya.

Untuk mengakses LinkedIn Learning, pengguna harus menjadi pelanggan LinkedIn Premium terlebih dulu. Selanjutnya, mereka akan menerima 25 topik pembelajaran baru setiap minggunya. LinkedIn rencananya juga akan menyediakan paket berlangganan khusus untuk perusahaan yang mencakup seluruh karyawannya.

Dalam kesempatan yang sama, LinkedIn juga mengumumkan sejumlah pembaruan terhadap produk utamanya yang meliputi desain baru pada versi desktop, penyajian konten berita yang lebih baik dan dukungan chat bot pada layanan messaging-nya.

Sumber: TechCrunch dan LinkedIn.

Usai Diakuisisi Microsoft, LinkedIn Kini Hadirkan Konten Video

Belum lama setelah diakuisisi Microsoft, LinkedIn kini telah siap menghadirkan fitur baru berupa konten video. Sebelum ini konten video memang sudah cukup populer di kalangan pengguna LinkedIn, namun video-video tersebut umumnya berasal dari YouTube.

Apa yang LinkedIn lakukan adalah mengajak sekitar 500 “Influencer” – pengguna yang punya banyak follower dan rajin membuat konten dalam LinkedIn – untuk berdiri di depan kamera dan menciptakan video pendek berdurasi 30 detik. Dalam video tersebut, mereka diminta untuk membagikan uneg-unegnya mengenai topik-topik profesional yang sedang ngetren.

Konten semacam ini pada dasarnya bisa dilihat sebagai Quora versi video, dimana komunitas kerap menanyakan sejumlah pertanyaan serius terkait kepemimpinan maupun hal lainnya kepada orang-orang yang berpengaruh di industri.

Video dari masing-masing Influencer akan muncul dalam feed para follower-nya. Selanjutnya mereka bisa menyimak maupun berpartisipasi dalam diskusi bersama pengguna lain terkait topik yang dibicarakan maupun pendapat dari sang Influencer.

Video sendiri merupakan medium yang tepat untuk memicu engagement yang lebih besar dari para pengguna LinkedIn. Ketimbang hanya memanfaatkan jejaring sosial tersebut sebagai referensi lowongan pekerjaan, pengguna bisa mendapatkan insight yang membangun untuk bidangnya masing-masing melalui konten video semacam ini.

Video-video tersebut dibuat menggunakan aplikasi baru bernama LinkedIn Record – sejauh ini baru bisa digunakan oleh para Influencer tadi, dan tidak ada keterangan apakah LinkedIn akan membukanya untuk umum dalam waktu dekat. Terlepas dari itu, Anda yang penasaran bisa melihat contoh video dari pendiri LinkedIn, Reid Hoffman, yang membicarakan tentang peran kecerdasan buatan dalam dunia kerja.

Sumber: TechCrunch dan LinkedIn Blog.

Belajar Dari Kasus Pencurian Email dan Password Go-Pay

Pagi itu (19/07) saya dikagetkan dengan informasi melalui Short Message Service (SMS) dan email dari Go-Jek yang meminta saya, sebagai pengguna Go-Jek, untuk segera me-reset password. Dalam email tersebut juga disebutkan beberapa tips penting agar pengguna tidak menggunakan password yang sama di lebih dari satu situs atau aplikasi.

Saya pun langsung bertanya-tanya, hal apa yang menyebabkan pihak Go-Jek untuk meminta mengganti password saya segera. Ternyata hal ini berkaitan dengan informasi yang dibagikan pengguna Go-Jek lainnya di forum Kaskus yang menyangka akun Go-Jeknya telah di-hack dan kreditnya di Go-Pay telah habis terpakai.

Apa sebenarnya penyebab dari kebobolan ini? pihak Go-Jek sendiri melalui akun Twitter resminya langsung membalas pemilik akun Twitter yang melaporkan kejadian tersebut bahwa tidak benar adanya password Go-jek di-hack oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dikabarkan kebobolan tersebut terjadi berdasarkan peluang yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab karena kebanyakan akun dan password yang digunakan oleh seseorang, misalnya Google, Facebook, bahkan Go-Jek menggunakan informasi yang sama.

Berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari pihak luar (bukan dari sistem Go-Jek), email dan password tersebut digunakan untuk masuk ke akun pribadi beberapa pengguna Go-Jek. Disebutkan pula pihak tersebut juga menjual email dan password yang dicuri secara online.

Startup perlu proaktif mengecek keamanan akun yang dikelolanya

Kemungkinan besar saya dikirimi email tentang penggantian password karena informasi saya bisa jadi leak di luaran, meskipun saya yang tidak merasa mengalami kebobolan kredit Go-Pay seperti yang dialami sejumlah orang.

Menurut saya, tindakan pertama yang dilakukan Go-Jek, dengan langsung mengirimkan email dan SMS kepada pengguna agar segera me-reset password yang sebelumnya digunakan dengan password baru, adalah langkah yang paling tepat untuk meminimalisir terjadinya pencurian dan pembobolan akun yang lebih banyak lagi.

Startup harus belajar dari pengalaman sejumlah layanan online ketika LinkedIn mengalami pembobolan 117 juta email dan password penggunanya pada tahun 2012 silam dan di bulan Mei 2016 email dan password yang dicuri tersebut dijual secara online.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Amazon berinisiatif mengirimkan email otomatis kepada pengguna agar segera mengganti password di akun pribadi milik penggunanya yang memiliki email dan, kemungkinan besar, password yang sama dengan data Linkedin yang dibobol. Hal tersebut dilakukan sebagai antisipasi jika ada pengguna Amazon yang menggunakan email dan password yang sama untuk login di LinkedIn.

Hal yang sama juga dilakukan sejumlah layanan lain, termasuk Instagram yang memberikan informasi serupa di dalam aplikasinya.

Idealnya kita tidak menggunakan email dan password yang sama di semua akun aplikasi yang ada, tapi hal itu tentu saja tidak mungkin. Setidaknya kita harus menggunakan password yang berbeda dengan database layanan yang terbukti sudah dibobol supaya bisa mengurangi risiko terjadinya pembobolan.

Sejauh ini saya belum banyak menemukan layanan lokal yang proaktif mencari data-data pelanggannya di basisdata layanan sudah leak di internet padahal bisa jadi data tersebut adalah data yang sama yang digunakan konsumen layanannya untuk masuk ke email, layanan media sosial, dan bahkan akun perbankannya.

Keamanan data harus menjadi prioritas startup lokal untuk menghindari kejadian pencurian data, seperti yang dialami sejumlah pengguna Go-Jek tersebut.

Microsoft Akuisisi LinkedIn Senilai $26,2 Miliar

Di tengah-tengah kemeriahan konferensi Xbox di E3 2016, Microsoft rupanya punya kejutan lain yang tidak terduga. Perusahaan pimpinan Satya Nadella tersebut baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka hendak mengakuisisi LinkedIn senilai $26,2 miliar.

Kabar ini terbilang mengejutkan mengingat LinkedIn merupakan perusahaan yang cukup besar, melayani jaringan jutaan kaum profesional di seluruh dunia. Di sisi lain, ini merupakan akuisisi terbesar Microsoft selama berada di bawah pimpinan Satya Nadella dalam dua tahun terakhir.

Sejauh ini Microsoft belum mengungkapkan rencana spesifik terkait apa yang akan mereka lakukan setelah resmi menjadi pemilik LinkedIn di akhir tahun nanti. Dalam siaran persnya, Satya hanya mengatakan bahwa LinkedIn bisa menggenjot pertumbuhannya bersama Microsoft, dan Microsoft sendiri bisa mempercepat pertumbuhan layanan Office 365 dan Dynamics CRM.

Praktisnya kira-kira seperti ini: Microsoft kemungkinan akan memanfaatkan jaringan profesional LinkedIn yang sangat besar untuk menawarkan layanan Office 365 di antara produk lainnya, mendorong komunitas enterprise untuk berinvestasi dalam produk-produk maupun layanan besutan Microsoft. Dari pihak LinkedIn, jejaring sosial tersebut tampaknya bisa diuntungkan oleh pengalaman panjang Microsoft di dunia cloud.

Microsoft sendiri memastikan bahwa LinkedIn masih akan beroperasi secara mandiri, dimana Jeff Weiner masih akan menjabat sebagai CEO LinkedIn dan melapor langsung ke Satya Nadella. Pengguna LinkedIn juga tidak perlu khawatir pengalamannya akan berubah selama proses akuisisi ini.

Sumber: PR Newswire.

Aplikasi Baru LinkedIn Bantu Calon Wisudawan Mencari Pekerjaan Pertamanya

Jejaring sosial LinkedIn eksis untuk membantu penggunanya membangun karir yang lebih baik. Selama ini, LinkedIn lebih sering dikaitkan dengan para profesional, namun baru-baru ini mereka mencoba inisiatif baru dengan meluncurkan LinkedIn Students, aplikasi yang dirancang spesifik untuk para mahasiswa, khususnya mereka yang telah mendekati kelulusan.

Misi yang diemban LinkedIn lewat aplikasi baru ini adalah membantu kaum pelajar dalam mencari pekerjaan pertamanya yang sesuai dengan jurusannya masing-masing. Caranya adalah dengan memanfaatkan database sekitar 400 juta profesional yang tergabung dalam jaringan LinkedIn.

Tampilan aplikasi LinkedIn Students di Android / Google Play
Tampilan aplikasi LinkedIn Students di Android / Google Play

Aplikasi akan menampilkan daftar lowongan pekerjaan yang sesuai untuk lulusan program studi tertentu, sekaligus profil dari sejumlah alumni dengan jurusan yang sama yang kini telah membangun karir profesionalnya.

Lebih lanjut, LinkedIn Students juga akan menampilkan daftar perusahaan yang ‘langganan’ merekrut karyawan baru dari institusi tempat sang pengguna belajar. Sederhananya, aplikasi ini ingin menjadi tour guide bagi para mahasiswa dalam mengeksplorasi dunia kerja yang masih sangat baru bagi mereka.

Sayang sekali sejauh ini LinkedIn Students baru tersedia untuk pengguna iOS dan Android di Amerika Serikat saja. Kemungkinan mereka ingin menampung masukan-masukan dari para pengguna terlebih dahulu sebelum memperluas jangkauannya ke negara-negara lain, sehingga pada akhirnya inisiatif ini terbukti efektif dalam mewujudkan misinya.

Sumber: LinkedIn Blog. Gambar header: LinkedIn via Pixabay.

Application Information Will Show Up Here

LinkedIn Perkenalkan Data Center Baru di Singapura (Updated)

Situs jejaring profesional LinkedIn hari ini memperkenalkan data center di luar wilayah Amerika Serikat pertamanya. Bertempat di Singapura, data center seluas 23.500 kaki persegi (atau lebih dari 2000 meter persegi) ini merupakan satu dari enam data center yang dimiliki LinkedIn. Sejauh ini LinkedIn telah menggelontorkan dana sebesar SG$80 juta untuk data center mereka yang terbaru ini. Pihak LinkedIn berharap dengan adanya data center baru ini bisa memperkaya pengalaman pengguna LinkedIn yang terus bertumbuh di wilayah Asia Pasifik, termasuk meningkatkan kecepatan akses terhadap layanan LinkedIn.

Dari data internal LinkedIn, sejak Januari 2015 jumlah pengguna mereka di Asia Pasifik bertumbuh lebih dari dua kali lipat sehingga menyentuh angka 85 juta pengguna di akhir 2015 silam. Di Asia Tenggara sendiri jumlah anggota LinkedIn saat ini mencapai 16 juta pengguna dengan Indonesia menyumbang 5 juta lebih pengguna. Di periode yang sama pula pendapatan LinkedIn di Asia Tenggara mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat.

Data center terbaru di Singapura ini akan dimanfaatkan untuk pengelolaan berbagai akses dan trafik LinkedIn yang berasal dari wilayah Asia Pasifik dan juga akan membantu mengelola satu per tiga trafik LinkedIn secara global.

“Asia Pasifik merupakan wilayah dengan pertumbuhan tercepat, dalam hal jumlah anggota LinkedIn di luar Amerika Serikat. Kami terus berinvestasi untuk memastikan pengguna mendapatkan pengalaman dan pelayanan terbaik, seiring dengan berkembangnya bisnis kami di wilayah ini,” terang Managing Director LinkedIn Asia Pasifik Oliver Legrand.

LinkedIn sejauh ini telah bekerja sama dengan Singapore Economic Development Board (EDB) sebagai upaya untuk menancapkan eksistensinya di wilayah ini melalui Singapura, termasuk salah satunya adalah pembangunan data center. Hal ini dilakukan untuk mendukung visi EDB yang ingin menjadikan Singapura sebagai pusat digital di Asia.

Untuk pasar Indonesia, juru bicara LinkedIn mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu satu tahun terakhir ada peningkatan lebih dari 1 juta pengguna. Selain data center yang baru ini LinkedIn juga memberikan opsi pilihan tampilan berbahasa Indonesia sebagai bentuk peningkatan pelayanan bagi pengguna di Indonesia.

“Kami juga terus berusaha untuk bisa meningkatkan kepuasan pengguna dalam memanfaatkan LinkedIn. Data center di Singapura adalah salah satu bentuk nyata dari usaha tersebut. Selain itu, menyediakan pilihan bagi pengguna untuk dapat mengubah tampilan bahasa di LinkedIn menjadi Bahasa Indonesia, juga menjadi usaha kami demi meningkatkan pelayanan bagi para pengguna di Indonesia,” terang juru bicara LinkedIn.

Update : Keterangan juru bicara LinkedIn mengenai pengguna di Indonesia.