Home Credit Dapat Fasilitas Pembiayaan Rp1,5 Triliun dari MUFG Selaku Pemegang Sahamnya

PT Home Credit Indonesia mengumumkan fasilitas pendanaan sebesar $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun dari MUFG Bank, Ltd., Jakarta Branch (MUFG). Dana ini akan digunakan Home Credit untuk memperkuat komitmen keberlanjutannya melalui pembiayaan berbasis ESG (Environment, Social and Governance).

Direktur Home Credit Indonesia Volker Giebitz mengatakan, pendanaan dari MUFG akan mendukung misi perusahaan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan meningkatkan inklusi digital, khususnya melalui pembiayaan smartphone dan tablet, yang akan menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi masyarakat Indonesia.

“Kerja sama ini akan semakin mengukuhkan komitmen Home Credit terhadap prinsip-prinsip ESG yang telah melekat di perusahaan selama beroperasi di Indonesia sejak 2013,” ujar Giebitz dalam keterangan resmi, Selasa (19/12).

Dia menambahkan kerja sama ini memperpanjang daftar fasilitas pendanaan yang diperoleh Home Credit dari berbagai pihak yang menandai kepercayaan yang tinggi terhadap komitmen perusahaan dalam menjalankan praktik pembiayaan yang bertanggungjawab di Indonesia.

Managing Director, Head of Corporate Investment Banking & Products for Indonesia, MUFG Bank Yuki Hayashi mengatakan, melalui fasilitas pembiayaan pertama untuk Home Credit Indonesia ini, pihaknya ingin mendukung inklusi keuangan yang lebih besar di Indonesia. Dengan membeli perangkat seluler untuk pertama kalinya, berarti bisa memiliki akses ke internet dan mendapatkan akses ke peluang baru dalam memulai dan mengembangkan bisnis serta melanjutkan pendidikan.

“Kolaborasi dalam ekosistem ini sejalan dengan komitmen MUFG untuk menyalurkan total kumulatif JPY35 triliun ke dalam pembiayaan terkait keberlanjutan secara global pada tahun 2030,” imbuhnya.

Selain pembiayaan smartphone dan tablet, Home Credit menawarkan pembiayaan lainnya, mulai dari furniture, laptop, peralatan elektronik, aksesoris mobil dan sebagainya. Di samping pembiayaan barang, layanan Home Credit juga dilengkapi dengan pembiayaan tunai, paylater, e-wallet, dan proteksi.

Seluruh produknya dapat diakses melalui aplikasi My Home Credit yang telah diunduh oleh lebih dari 17 juta pengguna terdaftar.

Diakuisisi MUFG

Sebagai catatan, fasilitas pembiayaan ini merupakan aksi korporasi pertama setelah tuntasnya proses akuisisi Home Credit oleh konsorsium MUFG yang dipimpin oleh Kungsri Bank dan Adira Finance pada awal Oktober 2023.

Dalam kesepakatan tersebut, Home Credit Group B.V sepakat untuk menjual dua bisnisnya di Indonesia dan Thailand dengan total valuasi senilai EUR 615 juta. Saham milik Home Credit Indonesia telah dibeli oleh Krungsri, Adira, dan mitra lokal, masing-masing sebesar 75%, 10%, dan 15% atau senilai EUR 209 juta. Kini Home Credit Indonesia menjadi anak usaha dari Adira Finance, anak usaha Bank Danamon yang merupakan afiliasi MUFG.

CEO Home Credit Group Jean-Pascal Duvieusart menuturkan, “Sekarang adalah waktu yang tepat bagi kami untuk menyerahkan tongkat estafet kepada pemegang saham baru yang dapat mempercepat pertumbuhan dua perusahaan yang menarik ini di mana keduanya sedang memasuki sebuah fase baru. Kedua perusahaan ini telah memainkan peran kunci dalam organisasi Home Credit dan kami akan memperhatikan pertumbuhan keduanya di masa depan dengan bangga dan penuh minat.”

Application Information Will Show Up Here

IFC Gandeng Amartha Menyalurkan Pinjaman Modal Rp3 Triliun ke Pengusaha Ultra Mikro Perempuan

International Finance Corporation (IFC) mengumumkan komitmennya untuk menyalurkan modal produktif melalui jaringan pengusaha ultra mikro di Amartha. Dana yang digelontorkan oleh institusi keuangan anggota Bank Dunia tersebut senilai $206 juta atau sekitar 3 triliun Rupiah. Nilai ini lebih besar dari yang diajukan pada Maret 2023 lalu, yakni senilai $175 juta.

Dalam prospektus pengajuan dana debt Maret lalu, IFC berkomitmen memberikan dana $25 juta dan membuka tambahan dana bersama dari para mitra senilai $150 juta. Investasi yang diusulkan adalah tahap senior sekuritas beragun aset (senior tranche of asset backed securities) yang dibentuk untuk mengumpulkan piutang pinjaman, nantinya digunakan untuk meningkatkan akses ke keuangan bagi pengusaha ultra mikro, terutama pengusaha perempuan.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, “Pendanaan dari IFC tidak hanya membantu Amartha untuk memperluas basis investor berskala internasional saja, tetapi juga memperluas layanan keuangan digital ke berbagai wilayah pelosok di Indonesia. Amartha meyakini kolaborasi ini akan menciptakan dampak yang berkelanjutan.”

Taufan turut menjelaskan, saat ini ada lebih dari 20 ribu UMKM yang menerima penyaluran modal dari Amartha. Mereka juga memiliki komitmen khusus untuk menjangkau para pengusaha di luar Jawa (70% dari permodalan tersalur berada di luar Jawa). Secara akumulatif, Amartha telah menyalurkan modal lebih dari 12 triliun Rupiah kepada 1,7 UMKM dari 42 ribu desa di Indonesia.

Dalam penyaluran pendanaan, Amartha turut menyertakan tim terdedikasi untuk turut membantu mereka dalam memaksimalkan bisnis melalui berbagai pendampingan dan pelatihan. Amartha menerapkan sistem tanggung renteng untuk mengantisipasi dan meminimalisir terjadinya gagal bayar. Secara khusus mereka mengembangkan sistem penilaian kredit sendiri, menyesuaikan dengan demografi para peminjamnya.

Regional Vice President IFC APAC Riccardo Puliti menyampaikan, “Kesenjangan akses permodalan yang dihadapi oleh perempuan pengusaha ultra mikro di Indonesia – yang sangat penting bagi perekonomian secara keseluruhan – semakin melebar karena adanya COVID-19 yang menyebabkan perempuan harus menanggung beban rumah tangga dan tekanan pengasuhan anak yang semakin besar selama pandemi. Kerja sama ini merupakan kemenangan bagi perempuan dan kemenangan bagi perekonomian.”

IFC sendiri bukan kali pertama berpartisipasi dalam pendanaan (baik ekuitas maupun debt) ke perusahaan digital di Indonesia. Sebelumnya mereka juga turut menyuntik dana ke induk AnterAja, Evermos, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, dan PasarPolis. IFC juga menjadi salah satu LP untuk dana kelolaan AC Ventures.

Tahun ini, tepatnya pada Juni 2023 lalu, Amartha juga baru mengumumkan fasilitas kredit serupa untuk disalurkan ke UMKM. Nilainya $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah), bersumber dari Community Investment Management yang merupakan firma keuangan berorientasi pada dampak sosial asal San Fransisco.

Application Information Will Show Up Here

Amartha Peroleh Fasilitas Kredit 1,4 Triliun Rupiah untuk Modal UMKM

Startup fintech lending Amartha mengumumkan perolehan fasilitas kredit (loan channeling) dari institusi penyedia permodalan asal San Fransisco, Community Investment Management (CIM), senilai $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah). Dana tersebut akan kembali disalurkan oleh Amartha sebagai permodalan produktif bagi UMKM di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, CIM memilih Amartha sebagai mitranya karena punya kesamaan nilai dalam menghadirkan layanan keuangan inklusif yang berbasis prinsip keberlanjutan. CIM berperan sebagai investor social impact, yang berkomitmen dalam memenuhi European Sustainable Finance Disclosure Regulation (SFDR), yakni peraturan yang berlaku di Eropa untuk bidang penyediaan layanan keuangan berkelanjutan.

CFO Amartha Ramdhan Anggakaradibrata menyampaikan, “[..] Amartha dan CIM memiliki kesamaan nilai yang melihat teknologi dan penyediaan layanan keuangan inklusif dapat mewujudkan kesejahteraan merata yang berkelanjutan bagi ekonomi akar rumput. Kolaborasi ini diharapkan dapat menggerakkan institusi lainnya, untuk bergabung bersama Amartha dalam memajukan UMKM Indonesia melalui akses keuangan.”

Head of Emerging Market Strategy CIM Bernhard Eikenberg menambahkan, kerja sama ini menandai tonggak penting kiprah CIM di Asia Tenggara. Pihaknya percaya bahwa UMKM adalah tulang punggung bagi berbagai sektor ekonomi dan merupakan segmen yang mengalami kesenjangan paling besar di sektor finansial.

“Kemitraan CIM dengan Amartha akan menumbuhkan ekosistem produk yang bertanggung jawab dan transparan yang memajukan inklusi keuangan serta meningkatkan kesehatan keuangan masyarakat di Indonesia,” ujarnya.

Dipaparkan, secara kumulatif, Amartha telah menyalurkan permodalan senilai lebih dari Rp12 triliun kepada lebih dari 1,6 juta UMKM di Indonesia. Diklaim pula, telah cetak laba sejak tiga tahun terakhir.

Ramdhan menjelaskan, perusahaan menerapkan prinsip ethical lending dalam menjalankan operasional bisnis, yakni memastikan setiap pelayanan bagi mitra UMKM dilakukan dengan etika yang baik dan trasparan. Prinsip ini menjadi alasan CIM menunjuk Amartha karena CIM mematuhi peraturan Social Loan Principles yang mengutamakan integritas dan transparansi layanan keuangan.

CIM bukanlah mitra pertama yang memberikan fasilitas kredit ke Amartha. Kerja sama serupa sebelumnya juga dilakukan perusahaan dengan Lendable dan International Finance Corporation (IFC). Lendable menyalurkan pinjaman sebesar $50 juta pada Februari 2021, sementara IFC memberikan $25 juta pada Maret 2023.

Pinjaman kredit di Indonesia

Lendable sudah beberapa kali menggelontorkan fasilitas pinjamannya ke startup fintech di Indonesia seperti KoinWorks dan ALAMI. Selain Lendable, ada beberapa lembaga lainnya yang juga memberikan dana serupa bagi fintech lending di Indonesia, misalnya Accial Capital untuk Pintek, Awan Tunai, dan Investree. Selain itu, ada GMO Payament Gateway (Investree), Partners for Growth (Kredivo), dan lainnya.

Sebenarnya, ada dua skema yang banyak diaplikasikan untuk menyalurkan dana dari institusi, yakni loan channeling dan venture debt. Skema pertama memang ditujukan bagi institusi seperti perbankan untuk menyalurkan dana kreditnya kepada UMKM melalui fintech lending. Banyak perbankan lokal yang mulai mengumumkan masuk ke ekosistem startup fintech lewat kerja sama ini.

Sementara itu, venture debt sebenarnya sifatnya lebih strategis seperti untuk membiayai operasional dan growth, umumnya masuk berbarengan dengan pendanaan ekuitas dari pemodal ventura. Tapi, tidak sedikit yang menggunakan dana yang diberikan untuk kembali disalurkan.

Tesis Bank DBS Indonesia Memberikan Fasilitas Pinjaman ke Startup

PT Bank DBS Indonesia tengah aktif memperkuat portofolio strategisnya dengan pelaku startup. Salah satunya melalui pemberian fasilitas kredit untuk modal usaha (termasuk di salurkan lewat platform lending). Di sepanjang 2022, DBS Indonesia sudah beberapa kali memberikan pinjaman ke startup, yakni Kredivo, eFishery, dan terbaru Broom.

Beberapa waktu lalu, DBS Indonesia meresmikan perjanjian kerja sama fasilitas kredit kepada startup pembiayaan showroom mobil Broom sebesar Rp100 miliar. Perjanjian strategis ini diresmikan oleh Co-founder & CEO Broom Pandu Adi Laras dan Executive Director Institusional Banking Group Kevin Tanuwidjaja.

Pada Oktober, DBS Indonesia juga baru memberikan pinjaman jangka pendek ke startup aquatech eFishery sebesar Rp500 miliar. Kemudian di 2021, perusahaan memfasilitasi pinjaman ke Kredivo sebesar Rp2 triliun dengan skema joint financing. Ini merupakan peningkatan dari pinjaman sebelumnya sebesar Rp1 triliun dan Rp500 miliar untuk pendanaan awal Kredivo.

Langkah DBS Indonesia mulai aktif berkolaborasi dengan stratup dinilai sejalan dengan pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air. Mengacu laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, Bain and Company, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $130 miliar di 2025 dengan CAGR 19%.

Kevin berujar, ini menjadi wujud komitmen perusahaan dalam menciptakan solusi perbankan yang lebih berdampak dan terjangkau bagi startup atau pelaku fintech. “Kami melihat industri startup punya potensi sangat baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia,” ujar Kevin dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Ia tak mengelaborasi lebih lanjut mengenai tesis investasi dan metrik yang digunakan. Namun, aspek kebutuhan, profil risiko, dan solusi terarah disebut sebagai faktor utama dalam menentukan kelayakan startup. Pihaknya juga mempertimbangkan rekam jejak finansial dan pendanaan startup.

Sumber: Bank DBS Indonesia, diolah kembali oleh DailySocial.id

“Kami berupaya menciptakan ekosistem yang cepat, andal, dan berkelanjutan dalam menyediakan solusi dan pengalaman sesuai prinsip kami ‘Live More, Bank Less’. Melalui kolaborasi strategis dengan startup dan ekosistemnya, kami ekspansi ke layanan fintech. Kami percaya dampak yang kami ciptakan dapat dirasakan di luar perbankan,” paparnya.

Lebih lanjut, pihaknya berupaya mengambil peran dalam pertumbuhan ekonomi digital dengan menggencarkan kegiatan dan advokasi berfokus pada masalah keberlanjutan dan memperhatikan isu environment, social, dan governance (ESG) seiring dengan komitmen DBS Group mencapai emisi nol bersih pada 2050.

Saat ini, DBS Group memiliki tiga pilar keberlanjutan sebagai dasar pemikiran, yakni Responsible Banking, Responsible Business Practice, dan Impact Beyond Banking.

Fasilitas kredit

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO Broom Pandu Adi Laras mengungkap bahwa fasilitas kredit ini menjadi likuiditas tambahan yang akan mendukung pengembangan bisnis perusahaan. Adapun, dana tersebut akan dipakai untuk memperluas cakupan showroom mobil bekas di Indonesia.

“Fasilitas kredit ini akan mempercepat Broom untuk merangkul 5.000 showroom dan memperluas wilayah operasional di kota-kota besar lain di pulau Jawa hingga akhir 2022,” ungkap Pandu.

Sebelumnya, Broom telah memperoleh fasilitas kredit serupa dari beberapa lembaga keuangan lain di awal 2022. Selain itu, Broom juga memperoleh pendanaan pra-awal senilai $3 juta (lebih dari Rp43 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, juga partisipasi Quona Capital dan beberapa angel investor, seperti pendiri Kopi Kenangan dan Lummo.

Sementara, Co-founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah menilai fasilitas pinjaman dari bank lebih murah dalam jangka panjang dibandingkan menggunakan ekuitas yang mengharuskannya melepas saham bernilai ke investor. Sementara, jika perusahaan tumbuh baik, harga yang dikeluarkan bisa lebih mahal daripada saat pertama kali melepas [saham].

Sebagai informasi, ini menjadi kolaborasi perdana DBS Indonesia dan eFishery. Bagi DBS Indonesia, ini merupakan portofolio pinjaman pertama di sektor aquatech, sedangkan bagi eFishery adalah fasilitas pinjaman pertama dari bank sejak berdiri di 2013.

Di Indonesia, tampaknya belum banyak perbankan yang mau mengucurkan pinjaman kredit bagi modal usaha pelaku startup. Sejumlah faktor masih menjadi pertimbangan besar mengapa startup belum menjadi segmen potensial bagi bank.

Perbankan merupakan industri dengan regulasi ketat dan mengutamakan aspek manajemen dan profil risiko. Hal ini dilakukan untuk menekan atau mengendalikan risiko dalam produk yang ditawarkan, salah satunya penyaluran kredit.

Sementara, perusahaan rintisan dinilai belum dapat memenuhi sejumlah aspek di atas mengingat pelaku startup awal belum memiliki cash flow yang jelas, jaminan, rekam jejak finansial, dan kepastian pendapatan dari produk yang mereka kembangkan.

Berdasarkan laporan CB Insights, ada lima alasan teratas startup mengalami kegagalan di antaranya salah membaca kebutuhan pasar (42%), kehabisan dana (29%), susunan tim tidak sesuai (23%), kalah berkompetisi (19%), dan harga atau biaya tanggungan (18%).

Application Information Will Show Up Here