Instagram Stories Makin Interaktif Berkat Stiker Add Yours

Dibandingkan Feed standar, Stories adalah medium yang lebih interaktif buat sebagian besar pengguna Instagram. Saling membalas via Stories merupakan hal yang sudah cukup umum dilakukan, tapi sekarang Instagram ingin memberikan wadah yang lebih sesuai lagi.

Mereka saat ini tengah menguji stiker Balasan Anda (Add Yours). Melalui stiker baru ini, pengguna dapat memulai percakapan bersama para pengikut dan pengguna Instagram lainnya di Stories. Skenario penggunaannya jelas bervariasi, mulai dari saling berbagi inspirasi gaya #OOTD, hingga tantangan untuk membagikan keseruan foto kegiatan akhir pekan.

Berikut adalah langkah-langkah untuk menggunakan stiker ini:

  • Pengguna dapat mengunjungi galeri stiker dan memilih Balasan Anda (Add Yours). Setelah itu, pengguna dapat mencantumkan topik yang ingin dijadikan bahan diskusi, atau bisa juga dengan menyentuh ikon bergambar dadu untuk melihat dan memilih inspirasi topik acak yang telah disediakan oleh Instagram.
  • Pengguna bakal menerima notifikasi setiap kali ada pengguna lain yang bergabung dalam topik yang diangkat (yang memberi balasan). Deretan respon dari para pengguna lainnya itu akan dikumpulkan dan dapat dilihat oleh siapapun (kecuali yang akunnya dibuat privat) dengan mengetuk stiker tersebut.
  • Ketika melihat stiker Balasan Anda (Add Yours) di Stories teman mereka, pengguna dapat ikut berpartisipasi dalam keseruan tantangan serta diskusi topik tersebut dengan mengklik tombol Balasan Anda (Add Yours). Sesudahnya, konten yang diunggah akan muncul di Stories mereka sendiri beserta laman stiker Add Yours teman mereka.
  • Bagi pengguna yang memiliki akun privat, topik diskusi Add Yours yang mereka angkat maupun respon yang mereka berikan hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang mengikuti mereka.

Menurut Instagram, stiker ini mereka rancang agar para pengguna dapat saling berbagi dan mengekspresikan opini beserta kreativitas mereka terhadap sebuah topik secara terbuka, seru, dan kasual melalui Stories. Ini sejalan dengan misi Instagram untuk menghubungkan pengguna dengan orang, hal-hal, minat, dan isu yang mereka sukai.

Stiker ini sekarang sedang diuji coba secara bertahap bagi pengguna Instagram di Indonesia dan Jepang.

Layanan Subscription Scroll Bakal Berhenti Beroperasi dan Sepenuhnya Menjadi Bagian dari Twitter Blue

Scroll, layanan subscription untuk membaca artikel tanpa iklan, bakal berhenti beroperasi dalam waktu sekitar 30 hari sejak artikel ini ditayangkan. Buat yang tidak tahu, Scroll sudah diakuisisi oleh Twitter sejak Mei lalu, dan pasca penutupannya ini, Scroll akan menjadi bagian dari layanan subscription Twitter Blue.

Sejak pengumuman akuisisinya, Scroll memang sudah berhenti menerima pelanggan baru sembari timnya sibuk mengintegrasikan layanannya ke Twitter. Sebagai informasi, pelanggan Scroll selama ini membayar tarif $5 per bulan untuk membaca artikel dari berbagai media seperti The Verge, BuzzFeed News, The Atlantic, dan lain sebagainya, tanpa diganggu oleh iklan.

Menurut The Verge, dari $5 itu, $1,5 masuk ke kantong Scroll, sementara $3,5 sisanya dibagi ke media-media berdasarkan seberapa banyak artikelnya masing-masing dibaca oleh pelanggan Scroll (gambar atas). Pelanggan diuntungkan berkat pengalaman membaca yang nyaman, dan media pun tetap punya pemasukan meski sederet iklannya dipangkas.

Mekanisme yang diterapkan Scroll tersebut nantinya bakal dipindah ke Twitter. Jadi selain Undo Tweet, Bookmark Folders, dan Reader Mode, para pelanggan Twitter Blue nantinya juga bisa menikmati fasilitas baru bernama “Ad-Free Articles”.

Sejauh ini belum ada kepastian kapan fitur tersebut bakal tersedia di Twitter Blue. Twitter juga tidak bilang apakah tarif berlangganan Twitter Blue bakal dinaikkan seandainya fitur tersebut sudah tersedia. Sekadar mengingatkan, Twitter Blue — yang saat ini baru tersedia di Kanada dan Australia — memasang tarif 3,49 CAD atau 4,49 AUD per bulan, dan rumornya, mereka bakal memasang tarif $2,99 per bulan di Amerika Serikat.

Juga perlu dicatat adalah, Ad-Free Articles berbeda dari Reader Mode yang sudah ada. Sederhananya, Reader Mode berfungsi untuk merapikan tampilan utas (thread), sementara Ad-Free Articles berfungsi untuk merapikan tampilan artikel yang dipublikasikan oleh beragam situs.

Saya pribadi berharap Twitter bisa menjalin kerja sama dengan banyak media lokal, sehingga artikel-artikel yang bisa dibaca secara nyaman (tanpa ditutupi iklan di sana-sini) nantinya bukan cuma yang berbahasa Inggris saja. Semoga saja saat Twitter Blue sudah tersedia di sini, fitur Ad-Free Articles-nya sudah berlaku untuk beberapa media dalam negeri.

Sumber: TechCrunch.

Clubhouse Luncurkan Tiga Fitur Baru, Dua di Antaranya untuk Merekam Percakapan

Clubhouse resmi meninggalkan fase beta pada bulan Juli lalu, dan sejak saat itu, mereka rajin merilis pembaruan besar setiap satu atau dua minggu. Pekan lalu, mereka memperkenalkan fitur bernama Wave yang dirancang untuk semakin memudahkan interaksi antar pengguna. Sekarang, mereka langsung tancap gas dengan tiga fitur anyar.

Ketiga fitur baru ini pada dasarnya punya tujuan untuk menyempurnakan aspek discovery konten di dalam Clubhouse. Fitur yang pertama adalah Universal Search, yang memungkinkan pengguna untuk mencari orang, club, live room, maupun deretan event yang akan datang.

Universal Search saat ini sudah mulai tersedia di Clubhouse versi iOS maupun Android. Untuk sekarang, Universal Search baru bisa diakses melalui tab Explore, tapi dalam satu atau dua minggu ke depan, pengguna dapat langsung mengaksesnya melalui halaman utama aplikasi.

Berikutnya, ada fitur bernama Clip. Fitur ini dirancang agar pengguna bisa membagikan klip atau potongan audio berdurasi 30 detik dari sebuah public room yang dikunjunginya ke berbagai platform macam Instagram, Twitter, Facebook, iMessage, atau WhatsApp.

Clip hanya akan tersedia di public room, bukan di private maupun club room. Fitur ini akan aktif secara default, tapi kita tetap bisa menonaktifkannya kapan saja. Kalau diaktifkan, maka semua partisipan di dalam room akan melihat ikon baru berlambang gunting (✄).

Klik ikon tersebut, maka aplikasi akan menyimpan klip audio dari 30 detik terakhir, dan pengguna bebas membagikannya ke platformplatform yang sudah disebutkan tadi. Daripada sekadar menuliskan Tweet tentang sebuah room yang kita kunjungi, kenapa tidak sekalian kita berikan preview-nya saja?

Di saat yang sama, fitur ini tentu juga sangat berguna untuk mengabadikan momen berkenang yang baru saja terjadi. Clip sejauh ini masih berstatus beta, dan baru akan tersedia untuk sekelompok kecil kreator saja.

Terakhir, Clubhouse juga akan meluncurkan fitur bernama Replay dalam beberapa minggu ke depan. Sesuai namanya, Replay dibuat agar konten audio di Clubhouse bisa didengarkan di lain waktu, bukan cuma ketika sedang tayang secara live.

Seperti Clip, Replay juga bersifat opsional, dan kita bisa memilih untuk mengaktifkannya setiap kali hendak membuka suatu public room. Kalau diaktifkan, maka room tersebut bakal eksis di Clubhouse selama yang pengguna inginkan. Juga sama seperti Clip, Replay dapat diunduh sepenuhnya ke perangkat.

Berhubung bisa di-download, itu berarti sesi-sesi publik di Clubhouse dapat dikemas ulang menjadi podcast jika mau. Sebagai informasi, fitur untuk merekam sesi live ini sudah tersedia sejak lama di dua kompetitor Clubhouse, yaitu Twitter Spaces dan Spotify Greenroom.

Dalam kesempatan yang sama, Clubhouse juga mengumumkan bahwa aplikasi Android-nya kini sudah mendukung fitur spatial audio. Fitur ini pertama diluncurkan pada akhir Agustus lalu di iOS, dan fungsinya adalah untuk membuat percakapan jadi terasa lebih hidup.

Sumber: Clubhouse.

TikTok Kini Diakses oleh Lebih dari Semiliar Orang Setiap Bulan

TikTok mengumumkan pencapaian baru yang mengesankan. Per 27 September 2021 kemarin, tercatat ada lebih dari 1 miliar orang yang mengakses platform video pendek tersebut setiap bulannya. Selain Amerika Serikat, sebagian besar pengguna TikTok juga berasal dari kawasan-kawasan seperti Eropa, Brasil, dan Asia Tenggara.

1 miliar tentu bukan angka yang kecil. Sebagai perbandingan, per akhir Juni 2021 lalu, Facebook tercatat memiliki 2,9 miliar pengguna aktif bulanan. Namun yang harus kita ingat, Facebook sudah eksis selama lebih dari satu dekade.

TikTok di sisi lain baru mulai merambah pasar internasional pada tahun 2017. Pada bulan Januari 2018, TikTok tercatat memiliki 55 juta pengguna. Jumlah penggunanya terus naik menjadi 271 juta pada bulan Desember 2018, 508 juta pada Desember 2019, dan 689 juta pada Juli 2020.

Berdasarkan laporan App Annie belum lama ini, pengguna TikTok di beberapa negara rupanya juga menghabiskan lebih banyak waktu mengonsumsi konten ketimbang pengguna YouTube. Di AS misalnya, masing-masing pengguna TikTok menghabiskan rata-rata lebih dari 24 jam selama bulan Juni 2021, sementara pengguna YouTube menghabiskan rata-rata 22 jam 40 menit.

Singkat cerita, format video pendek terbukti sangat efektif untuk memikat pengguna. Kalau tidak, mustahil platformplatform sosial lain saling berlomba-lomba menghadirkan format ini ke hadapan para penggunanya. Seperti yang kita tahu, Instagram kini punya Reels, Snapchat punya Spotlight, dan YouTube punya Shorts. Semuanya jelas terinspirasi langsung oleh TikTok.

Untuk memastikan penggunanya tetap loyal, TikTok pun rajin merilis sejumlah fitur dan program baru. Beberapa bulan lalu, TikTok meluncurkan fitur bernama Jump untuk membuat koleksi kontennya jadi semakin interaktif. TikTok juga sempat menguji program yang berpotensi mengubah platform-nya menjadi LinkedIn-nya kalangan Gen Z, dan mereka juga sudah mulai merambah ranah e-commerce.

Sumber: TikTok dan Reuters. Gambar header: Solen Feyissa via Unsplash.

Clubhouse Luncurkan Wave, Cara Cepat untuk Memulai Sesi Audio Chat Bersama Teman

Clubhouse meluncurkan fitur baru bernama Wave. Sesuai namanya, fitur ini dirancang agar pengguna bisa saling berinteraksi semudah melambaikan tangannya.

Dari perspektif sederhana, Wave merupakan cara cepat untuk memulai sesi audio chat bersama teman. Jadi dari halaman utama aplikasi, Anda bisa melihat daftar teman yang sedang online, lalu mengklik icon bergambar tangan melambai untuk memanggil mereka.

Mereka kemudian bakal menerima notifikasi bahwa Anda telah mengundangnya untuk berbicara. Lalu kalau mereka menerima, Anda bersama teman-teman Anda tersebut bakal langsung dibawa ke sebuah private room untuk mulai bercengkerama.

Selagi menunggu respon dari teman-teman yang dipanggil, Anda masih bisa menggunakan aplikasi Clubhouse seperti biasa. Sebuah indikator akan muncul untuk mengingatkan bahwa Anda sedang memanggil teman untuk berbicara, dan Anda bisa membatalkannya kapan saja jika mau. Lalu seandainya Anda keluar dari aplikasi, panggilan tersebut akan di-pause secara otomatis.

Selain untuk memudahkan komunikasi dalam sebuah lingkaran sosial, Clubhouse juga percaya fitur ini bakal sangat berguna untuk saling mengenalkan teman-teman dari kelompok yang berbeda. Kalau mau, sesi ngobrol privat tersebut juga bisa dibuka untuk publik kapan saja diinginkan.

Wave saat ini sudah tersedia di aplikasi Clubhouse versi iOS maupun Android. Anda cuma perlu meng-update aplikasinya ke versi yang paling baru untuk mulai menggunakannya.

Belum lama ini, Clubhouse meluncurkan fitur spatial audio dengan tujuan untuk membuat percakapan jadi terasa lebih hidup. Ditambah fitur Wave sekarang, Clubhouse jadi semakin ideal untuk mewadahi momen-momen privat bersama teman dan keluarga.

Clubhouse bilang saat ini ada lebih dari 700.000 room yang dibuat di platform-nya setiap harinya. Sebagian besar memang merupakan sesi komunal yang berisikan sejumlah pembicara dan lusinan atau bahkan ratusan pendengar, tapi tidak jarang juga Clubhouse digunakan untuk sesi ngobrol random dalam sebuah pertemanan, apalagi berkat kemudahan yang ditawarkan oleh fitur Wave itu tadi.

Sumber: Clubhouse.

Twitter Resmi Luncurkan Super Follow, Kreator Punya Makin Banyak Opsi Monetisasi

Twitter bukan lagi sebatas tempat untuk bercengkerama secara digital. Bagi para kreator, Twitter sekarang juga merupakan salah satu medium untuk mencari nafkah. Pergeseran ini ditandai oleh peluncuran resmi Super Follow, semacam fitur membership yang Twitter umumkan pertama kali pada bulan Februari lalu.

Prinsip fitur ini sederhana: pengguna bisa subscribe ke akun kreator yang disukainya dengan membayar tarif bulanan, dan itu akan menjadikan sang pengguna sebagai seorang Super Follower. Kreator kemudian bisa memublikasikan cuitan yang hanya bisa dilihat oleh para Super Follower-nya. Cuitan standarnya tetap bisa dilihat oleh para follower-nya yang tidak membayar.

Tidak semua kreator bisa menikmati fitur ini. Untuk sekarang, Super Follow baru tersedia di Amerika Serikat dan Kanada saja, dan kreator wajib mengajukan pendaftaran terlebih dulu. Kreator juga harus memiliki minimum 10.000 follower, dan mengunggah setidaknya 25 cuitan dalam sebulan terakhir.

Super Follow sejauh ini juga baru tersedia di aplikasi Twitter versi iOS, sementara versi Android dan desktop-nya dikabarkan bakal segera menyusul. Jatah untuk negara-negara selain AS dan Kanada diprediksi bakal menyusul dalam beberapa minggu ke depan.

Di dua negara tersebut, kreator bebas menentukan tarif subscription-nya berdasarkan tiga opsi yang tersedia: $3, $5, atau $10 per bulan. Twitter hanya mengambil untung 3% dari pendapatan kreator, tapi itu cuma berlaku sampai total pendapatan yang dihasilkan kreator mencapai angka $50.000. Setelahnya, Twitter akan mengambil potongan sebesar 20%.

Kabar buruknya, apabila pengguna berlangganan via aplikasi Twitter di iOS dan Android, maka uang yang diterima kreator akan dipotong lagi 30%, sesuai dengan kebijakan yang Apple dan Google terapkan perihal in-app purchase.

Menjadi seorang Super Follower sekarang berarti pengguna dapat membaca cuitan-cuitan eksklusif dari kreator. Namun ke depannya, Super Follower juga bisa mendapat akses ke Spaces maupun newsletter eksklusif.

Kreator nantinya juga dapat menawarkan tier subscription yang berbeda-beda; misalnya $3 untuk cuitan eksklusif saja, $5 untuk cuitan plus Spaces eksklusif, dan $10 untuk cuitan plus Spaces plus newsletter.

Super Follow juga bukan satu-satunya opsi monetisasi yang bisa dimanfaatkan oleh kreator di Twitter. Mei lalu, Twitter sempat menghadirkan fitur Tip Jar yang memungkinkan pengguna untuk mengirim donasi ke akun-akun tertentu yang mencakup kreator, jurnalis, maupun organisasi nirlaba. Kemudian baru-baru ini, Twitter juga merilis fitur Ticketed Spaces yang memungkinkan kreator untuk menggelar Spaces berbayar.

Sumber: TechCrunch dan Twitter. Gambar header: Alexander Shatov via Unsplash.

TikTok Luncurkan TikTok Shopping, Bisa Sisipkan Etalase Dagangan di Profil

Kehebatan algoritma TikTok dalam hal memviralkan siapapun menjadikannya sebagai lahan subur buat para pemilik bisnis. Entah itu pemilik bisnis rumahan ataupun perusahaan multinasional, hampir semuanya kini menggunakan TikTok untuk menjangkau pelanggan-pelanggan baru.

Jadi dengan mengunggah suatu video yang viral, harapannya adalah audiens dalam jumlah besar itu bisa diarahkan ke toko online sang pemilik bisnis. Namun bagaimana seandainya mereka bisa langsung memajang etalase dagangannya di TikTok? Well, tidak perlu berandai-andai, sebab itu bakal diwujudkan oleh fitur bernama TikTok Shopping.

Inisiatif ini merupakan kolaborasi antara TikTok dan Shopify. Idenya adalah supaya para merchant Shopify yang memiliki akun bisnis TikTok bisa menyisipkan semacam mini storefront berisikan katalog produknya pada profil akunnya masing-masing. Storefront tersebut juga terhubung ke situs masing-masing pemilik bisnis sehingga pembeli bisa langsung melakukan checkout.

Alternatifnya, merchant Shopify juga dapat menyelipkan tautan pada video yang mereka unggah ke TikTok. Ini berarti komunitas TikTok punya dua cara untuk berbelanja; bisa melalui etalase di profil milik sang merchant tadi, atau dengan mengklik produk yang di-tag dalam suatu video.

TikTok Shopping saat ini belum tersedia secara luas, dan TikTok baru mengujinya bersama sejumlah merchant Shopify terpilih di Amerika Serikat dan Inggris. Kawasan-kawasan lain kabarnya baru akan kebagian jatah dalam beberapa bulan ke depan.

Kehadiran TikTok Shopping pada dasarnya semakin memperkuat tren social commerce yang kian populer dalam beberapa tahun terakhir ini. Apa yang TikTok terapkan memang belum sepenuhnya social commerce, sebab transaksi jual-belinya masih berlangsung di toko online masing-masing merchant ketimbang di platform TikTok itu sendiri, tapi kita tidak perlu terkejut seandainya tren yang dituju memang mengarah ke sana.

Sumber: Engadget dan Shopify.

HalloApp Adalah Aplikasi Chatting dengan Fokus pada Aspek Privasi Ciptaan Dua Eks Karyawan WhatsApp

Tidak lama setelah meninggalkan WhatsApp di tahun 2017, Brian Acton menyuntikkan dana pinjaman sebesar $50 juta ke aplikasi chatting Signal. Sekarang, giliran dua sosok kunci lain yang meninggalkan WhatsApp untuk menciptakan aplikasi pesaing baru. Mereka adalah Neeraj Arora dan Michael Donohue, dan aplikasi barunya dijuluki HalloApp.

HalloApp saat ini sudah bisa diunduh secara cuma-cuma di iOS maupun Android. Seperti halnya WhatsApp, HalloApp diciptakan untuk memfasilitasi chat antar individu ataupun percakapan grup, dan satu-satunya cara untuk berkomunikasi satu sama lain adalah dengan saling bertukar nomor.

Semua pesan yang dikirim dan diterima juga dipastikan bakal selalu terenkripsi. Yang membedakan HalloApp, kalau berdasarkan penjelasan penciptanya, adalah soal kebijakan privasi. HalloApp memastikan bahwa tidak ada satu pun informasi pribadi pengguna yang mereka simpan di luar nomor telepon. HalloApp juga menjamin bahwa penggunanya tidak akan pernah berjumpa dengan iklan.

Sudah menjadi rahasia umum kalau Brian Acton selaku pencipta WhatsApp memutuskan untuk resign setelah mendengar rencana Facebook untuk memonetisasi WhatsApp dengan iklan. Meski sampai sekarang niat tersebut memang belum pernah dieksekusi, sepertinya ini kerap menjadi dilema bagi mereka yang terlibat dalam pengembangan WhatsApp sejak masa-masa awal eksistensinya.

Baik Neeraj maupun Michael sama-sama bekerja di WhatsApp sebelum dan sesudah akuisisi Facebook. Neeraj menjabat sebagai chief business officer sampai tahun 2018, sedangkan Michael merupakan engineering director WhatsApp selama hampir sembilan tahun sebelum akhirnya ia undur diri di tahun 2019. Keduanya menciptakan HalloApp dengan fokus pada aspek privasi.

Selain untuk chatting, HalloApp juga punya semacam media sosial mini yang dapat diakses melalui tab Home. Di situ pengguna bisa menuliskan status, menggunggah foto atau video, lalu berinteraksi via komentar. HalloApp sengaja tidak menerapkan sistem like atau follow karena menurut mereka metrik-metrik engagement seperti itu tidak relevan dengan tujuannya, yakni menghadirkan wadah komunikasi yang intim.

Secara fitur, HalloApp benar-benar sangat minimal, setidaknya di versi perdananya ini. Bahkan fitur voice atau video call pun tidak ada — atau mungkin masih belum? Tampilannya betul-betul bersih dan rapi, dan semua konten disajikan secara kronologis tanpa campur tangan algoritma penyortir.

Ke depannya, HalloApp berencana menawarkan sejumlah fitur eksklusif yang hanya bisa dinikmati jika pengguna membayar biaya berlangganan (subscription). Persisnya kapan dan seperti apa model subscription-nya sejauh ini masih belum diketahui.

Sumber: The Verge dan HalloApp.

Sepi Pengguna, Twitter Hapus Fitur Story-nya, Fleet

Format konten ephemeral atau Story yang Snapchat dan Instagram populerkan memang pada akhirnya sudah diadopsi oleh banyak platform sosial lain, tapi itu bukan berarti format tersebut cocok untuk semua platform. Di Twitter misalnya, format tersebut sangat jarang digunakan sampai-sampai Twitter berniat untuk menghapusnya.

Lewat sebuah blog post, Twitter mengumumkan bahwa per 3 Agustus 2021, mereka bakal menghapus fitur Story yang mereka namai Fleet. Pengumuman ini cukup mengejutkan mengingat Fleet sendiri sebenarnya baru diluncurkan secara resmi pada bulan November 2020. Dengan kata lain, meski belum ada satu tahun berselang, Twitter rupanya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar penggunanya tidak butuh fitur ini.

Saat pertama kali Fleet diluncurkan, Twitter pada dasarnya berspekulasi bahwa fitur ini bisa membantu mendorong penggunanya lebih aktif dalam percakapan ketimbang sebatas menjadi silent reader. Sifat Fleet yang sementara (bakal dihapus secara otomatis setelah 24 jam) semestinya bakal membuat pengguna Twitter lebih nyaman dalam berekspresi.

Namun pada kenyataannya, seperti yang Twitter beberkan sendiri, yang sering menggunakan Fleet justru adalah mereka yang sebelumnya juga sudah aktif berdiskusi di Twitter, dan sering kali mereka memanfaatkan Fleet untuk mengamplifikasi cuitan demi cuitan yang mereka unggah. Spekulasi Twitter salah, dan mereka pun memutuskan untuk segera move on.

Meski Fleet merupakan produk gagal, beberapa fitur yang ditawarkannya masih akan dipertahankan oleh Twitter. Tiga di antaranya, yakni fitur kamera full-screen, opsi formatting teks, dan stiker GIF, bakal diintegrasikan ke dalam jendela compose Tweet.

Baris di atas linimasa yang selama ini dihuni Fleet juga bakal tetap eksis, hanya saja yang menempatinya nanti cuma Spaces, fitur live audio room yang Twitter luncurkan belum lama ini untuk bersaing dengan Clubhouse. Meski mungkin masih terlalu dini untuk menilai, namun Twitter Spaces nampaknya memang jauh lebih populer ketimbang Fleet.

Penghapusan Fleet ini sekaligus Twitter jadikan bukti bahwa mereka tidak segan untuk terus berevolusi. Menurut Twitter, sesekali memang harus ada fitur-fitur yang dipensiunkan kalau memang terbukti tidak berhasil, dan ini juga menunjukkan kemauan Twitter untuk mendengarkan feedback dari para penggunanya.

Via: The Verge.

TED Bakal Hadirkan Konten Eksklusif di Clubhouse

Format ‘podcast interaktif’ yang Clubhouse populerkan sudah tidak bisa lagi dikatakan eksklusif. Pesaing aplikasi social audio tersebut bukan cuma satu sekarang, melainkan tiga sekaligus, dan semuanya berasal dari perusahaan besar: Twitter Spaces, Spotify Greenroom, dan Facebook Live Audio Room.

Di titik ini, Clubhouse pada dasarnya butuh amunisi baru untuk tetap relevan. Salah satu yang sudah mereka siapkan adalah konten eksklusif. Bukan dari sembarang kreator, melainkan yang disajikan oleh TED. Baru-baru ini, kedua perusahaan rupanya telah meneken kontrak kerja sama supaya TED bisa menghadirkan konten audio eksklusif di Clubhouse.

Konten yang pertama adalah “Thank Your Ass Off”, yang akan disiarkan seminggu sekali setiap hari Senin pukul 22.00 WIB mulai tanggal 12 Juli ini juga. Konten-konten lainnya bakal segera menyusul ke depannya, dan semuanya tentu bakal dihadirkan melalui akun resmi TED sendiri di Clubhouse.

Kepada The Verge, perwakilan Clubhouse menjelaskan bahwa TED bebas menjual iklan atau sponsorship pada kontennya, dan Clubhouse sama sekali tidak akan mengambil untung dari situ. Nama besar dan popularitas TED boleh dibilang sudah cukup menguntungkan bagi Clubhouse di tengah panasnya persaing platform social audio.

Sebagai perspektif, TED meluncurkan jaringan podcast-nya pada bulan Februari lalu, dan mereka mengklaim koleksi kontennya diunduh sebanyak 1,65 juta kali setiap harinya oleh pengguna di seluruh dunia. Di Spotify, TED Talks Daily merupakan podcast terpopuler kedua setelah The Joe Rogan Experience di sepanjang tahun 2020.

Buat TED sendiri, Clubhouse tentunya bisa menjadi wadah alternatif untuk menyajikan konten audio yang lebih interaktif, seperti misalnya sesi live Q&A, yang tentunya mustahil diwujudkan lewat format podcast tradisional. Kebetulan Clubhouse juga cukup sering dibanding-bandingkan dengan TED sehubungan dengan banyaknya sesi live yang inspiratif.

Pada akhirnya, kedua pihak bakal sama-sama diuntungkan berkat kerja sama ini, dan kita sebagai pengguna juga pasti tidak akan menolak adanya konten-konten ekstra yang berkualitas. Apakah platform pesaing Clubhouse juga bakal mengambil langkah serupa dan menghadirkan konten eksklusif ke depannya? Kita tunggu saja.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.