Peran “Big Data” dalam Membangun Ekosistem Pembayaran Digital

Menurut laporan yang dirilis oleh MDI Ventures  dan Mandiri Sekuritas tentang “Mobile Payments in Indonesia: Race to Big Data Dominaton”, estimasi pangsa pasar mobile payment di Indonesia akan mencapai 549 triliun Rupiah pada tahun 2020 mendatang. Banyak faktor yang mendorong pertumbuhan tersebut baik dari sisi konsumen, merchant ataupun pengusung platform, salah satunya dukungan teknologi. Perkembangan fintech yang ada saat ini memang mulai disokong oleh banyak kapabilitas teknologi, salah satunya big data.

Secara khusus laporan MDI Ventures dan Mandiri Sekuritas turut menyoroti bagaimana big data memegang peranan kunci dalam operasional mobile payment. Konsep utama yang ditawarkan big data ialah untuk menciptakan proses penyimpanan yang aman dan analisis data untuk menghasilkan insight. Sejauh ini big data juga sudah dimanfaatkan untuk melakukan banyak hal, visinya perusahaan pada kultur data-driven guna menghasilkan keputusan bisnis yang didasarkan pada data.

Mendeteksi potensi penipuan

Manfaat big data pertama yang disoroti dalam laporan untuk mendeteksi adanya kecurangan atau penipuan dalam transaksi. Model analisis dibangun berdasarkan data transaksi historis dan algoritma deep learning, untuk membuat sistem bekerja terus-menerus secara proaktif mengidentifikasi risiko. Fase seperti sekarang, saat fintech tengah gencar membangun kepercayaan pengguna, menjadi urgensi tersendiri untuk penyedia layanan memastikan kredibilitas terbangun dengan baik, bahkan konsumen selalu mengharapkan zero mistakes untuk sebuah sistem finansial.

Mengalkulasi tingkat risiko

Kedua terkait dengan perhitungan tingkat risiko di suatu transaksi. Sebagai sebuah bisnis dengan misi kritis, penyedia layanan pembayaran harus mampu melakukan analisis mendalam tentang tingkar risiko dari suatu transaksi. Pendekatannya dapat didasarkan pada berbagai atribut, misalnya data konsumen dan transaksi historis. Big data dengan metode statistik tingkat lanjut yang dimiliki memungkinkan hal tadi bisa terjadi, misalnya membandingkan atribut yang sudah didata dengan perilaku pola beli konsumen.

Analisis data untuk merchant

Kondisi yang ada saat ini, penyedia layanan pembayaran sudah memiliki data konsumen dengan kapasitas yang sangat besar, tidak menutup kemungkinan data tersebut dapat dimonetisasi. Dalam artian data tersebut dapat dikonversi sebagai sebuah nilai yang dapat membantu bisnis, misalnya untuk menemukan dan memahami segmentasi penggunanya. Analisis tersebut dapat membantu merchant (sebagai pengguna platform pembayaran) untuk mengeksplorasi tentang konsumen secara lebih dalam, termasuk membuat strategi peningkatan traksi misalnya melalui program loyalitas.

Membantu penilaian kredit

Pemanfaatan big data yang juga menjadi sorotoan adalah untuk penilaian kredit. Data transaksi dari mobile payment juga memungkinkan perusahaan fintech untuk mengembangkan teknologi menciptakan sistem penilaian kredit yang lebih akurat, terutama untuk mengakomodasi masyarakat di kategori unbankable. Studi kasusnya sudah dipraktikkan di Tiongkok, salah satunya oleh China Rapid Finance (CRF) dengan mengembangkan algoritma penilaian kredit untuk mencocokkan kreditur dan segmentasi peminjam yang disebut dengan EMMAs (Emerging Middle-Class, Mobile-Active Consumers). Adanya teknologi AI (Artificial Intelligence) turut mendukung aplikasi risk-management dapat berkembang lebih baik.

Tren Perkembangan “Mobile Payment” di Indonesia

MDI Ventures  dan Mandiri Sekuritas merilis sebuah laporan bertajuk “Mobile Payments in Indonesia: Race to Big Data Domination”. Di dalamnya dijabarkan gambaran terkini lanskap mobile payment di Indonesia, dilengkapi dengan studi kasus kesuksesan adopsinya. Mengawali laporan, diceritakan tentang awal pertumbuhan layanan mobile payment di Indonesia. Persisnya pada tahun 2007 dimulai oleh Telkomsel merilis layanan T-Cash, lalu disusul Indosat, dan XL Axiata.

Tahun 2012 layanan mobile payment mulai beragam, industri perbankan dan pengembang aplikasi mulai masuk di dalamnya.

Mobile Payments in Indonesia - Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures
Mobile Payments in Indonesia – Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures

Data menarik justru hadir dari penetrasi pengguna yang ada saat ini. Dua layanan dengan pengguna tertinggi (sekitar 10 juta pengguna) ialah GO-PAY dan TCash, dua layanan dengan tahun kelahiran paling awal dan akhir. Layanan lain yang mulai mendapatkan pertumbuhan pengguna signifikan adalah PayPro dan OVO. Jika mengamati lebih dalam mengapa para pemain tersebut memiliki pengguna yang banyak karena cakupan layanan yang lebih luas.

Mobile Payments in Indonesia - Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures
Mobile Payments in Indonesia – Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures

Melalui aplikasi GO-JEK, konsumen kini bisa melakukan berbagai aktivitas, mulai transportasi hingga memesan makanan. Dengan valuasi yang diperkirakan mencapai $5 miliar, berbagai kegiatan promo dan perluasan terus digencarkan. Terakhir dikabarkan GO-JEK tengah bersiap ekspansi ke pasar regional. Pun demikian dengan TCash yang ingin menjadi platform agnostik yang terlepas dari bayang-bayang Telkomsel.

Dukungan perangkat untuk bergerak ke arah fintech

Sebagai bagian solusi yang coba diakomodasi industri fintech, layanan mobile payment akan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh, secara khusus pada vertikal fintech dan secara umum pada lanskap keuangan. Hal ini didasari dengan sebuah statistik yang menunjukkan bahwa pertumbuhan smartphone sudah melampaui kepemilikan akun bank oleh masyarakat. Sementara jika melihat kondisi di Indonesia, sistem keuangan inklusi yang justru dapat diterapkan secara menyeluruh.

Mobile Payments in Indonesia - Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures
Mobile Payments in Indonesia – Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures

Tantangan yang sejak dulu ada ialah mengedukasi masyarakat sebagai nasabah untuk mengoptimalkan jasa keuangan berbasis perbankan. Namun dengan pendekatan berbasis aplikasi tampaknya mampu menjadikan masyarakat teredukasi secara sendirinya. Apa yang ditawarkan aplikasi adalah pengalaman pengguna secara spesifik untuk menyelesaikan masalah tertentu. Misalnya yang dilakukan GO-PAY untuk jasa layanan transportasi. Mobile payment disuguhkan menyatu dengan layanan utama mereka.

Mobile Payments in Indonesia - Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures
Mobile Payments in Indonesia – Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures

Bagaimana teknologi berperan membangun ekosistem

Teknologi juga berpengaruh terhadap penerimaan pengguna terhadap layanan mobile payment. Ini berkaitan dengan cara seperti apa yang coba disuguhkan oleh pemilik platform dalam bertransaksi. Kebutuhannya cukup unik, sehingga bisa disimpulkan bahwa teknologi tertentu tidak serta-merta cocok digunakan untuk semua layanan. Dari yang ada saat ini, rata-rata mobile payment memanfaatkan tiga platform untuk pembayaran, yakni QR Code, NFC (Near-Field Communication), dan OTP (One-Time Password).

Mobile Payments in Indonesia - Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures
Mobile Payments in Indonesia – Race to Big Data Dominaton / MDI Ventures

Kulturnya sendiri saat ini masih terbangun. Misalnya bagaimana layanan mobile payment digunakan untuk melakukan pembelian pulsa melalui verifikasi berbasis OTP, bagaimana layanan digunakan untuk melakukan pembelian di merchant melalui NFC yang dihubungkan dengan sistem EDC, atau bagaimana transaksi antar pengguna bisa dilakukan secara cepat dengan membidik QR Code yang di-generate oleh aplikasi.

Banyak hal yang masih dapat diterka seputar penerimaan masyarakat terhadap layanan mobile payment. Dari sudut pandang inovator, pola penggunaannya kini sudah mulai terpetakan dengan baik.

Netzme Hadir sebagai Aplikasi Fintech yang Mengadopsi Layanan Pesan dan Media Sosial

Netzme adalah sebuah startup fintech baru di Indonesia. Layanan yang disuguhkan cukup unik, karena mencoba untuk mengelaborasikan kegemaran masyarakat dengan layanan chatting dan media sosial dengan fintech. Netzme menyebut dirinya sebagai “social payment app“, yakni aplikasi pembayaran yang memungkinkan setiap pengguna melakukan berbagai aktivitas transaksi finansial layaknya sedang chatting. Tujuannya ialah membuat pengalaman transaksi perbankan menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

“Cara kerjanya benar-benar sebagaimana halnya aplikasi chatting. Misalnya untuk pengiriman uang antara pengguna bisa semudah dilakukan melalui chatting, sharing foto/video/story dan bahkan transfer melalui Scan QR, antara pengguna yang saling tidak memiliki nomor kontak. Transfer uang antara pengguna ini juga bisa dilakukan secara peer-to-peer, one-to-many atau many-to-one melalui fitur Business Group yang juga sudah terdapat dalam Netzme,” ujar Vicky G. Saputra, CEO Netzme Kreasi Indonesia.

Pengalaman pengguna yang disuguhkan di aplikasi juga sepenuhnya mengadopsi layanan chatting. Pengguna bisa ngobrol layaknya di aplikasi pesan masa kini, atau bisa mengunggah aktivitas berupa tulis atau foto di Story. Dalam kolom pesan dan komentar, setiap pengguna dapat melakukan transaksi.

Beberapa contoh aktivitas di aplikasi Netzme / DailySocial
Beberapa contoh aktivitas di aplikasi Netzme / DailySocial

Netzme memosisikan dirinya sebagai mitra strategis dari perbankan. Penempatan dana melalui aplikasi Netzme langsung masuk ke bank mitra. Saat ini Bank QNB Indonesia menjadi mitra kerja penampungan dana Netzme dan sedang dalam tahapan penjajakan kerja sama serupa dengan beberapa bank lainnya di Indonesia. Ke depannya Netzme berharap menjadi agregator beragam layanan perbankan.

Model bisnis yang diterapkan

Aplikasi ini dapat digunakan secara gratis oleh pengguna dan di fase awal ini Netzme menerapkan beberapa model bisnis. Pertama ialah monetisasi aktivitas sosial pengguna melalui TruLike, yakni memungkinkan para Content Creator langsung menerima apresiasi (dalam bentuk nilai saldo Rupiah) dari penggemarnya. Kedua ialah jasa penggunaan platform untuk mendukung aktivitas komunitas, seperti grup berbayar melalui Business Group.

Fitur Business Group ini sendiri sejenis grup obrolan pada umumnya, hanya saja secara terintegrasi dengan layanan perbankan, sehingga bisa dengan mudah digunakan untuk berbagai aktivitas, seperti donasi, crowdfunding, bantuan sosial non-tunai, arisan, koperasi, bahkan mendukung model jasa, misalnya kursus berbayar. Fitur ini adalah salah satu unggulan Netzme dalam proses bisnis.

Selain itu Netzme juga mendukung jasa PPOB (Payment Point Online Bank), seperti untuk pembelian pulsa, pembayaran PLN dan lainnya. Model bisnis advertising turut disematkan bagi brand/creator yang ingin memperoleh engagement lebih.

“Atas semua jasa layanan yang dikenakan tersebut semua selalu ada porsi bagi hasil dengan para referral penggunanya secara otomatis dan diberikan seketika. Tapi pastinya bukan sampai seperti MLM, karena tidak tersedia sistem referral bertingkat,” jelas Vicky.

Tercatat sejak diluncurkan lima bulan yang lalu aplikasi ini sudah digunakan lebih dari 1 juta pengguna.

Ingin menjadi bagian dari keseharian masyarakat

Disampaikan oleh Vicky, prioritas utama dari aplikasi Netzme adalah mengintegrasikan layanan perbankan dengan aktivitas keseharian masyarakat. Di lain sisi, aplikasi ini juga ingin memfasilitasi masyarakat untuk membuka peluang baru. Saat ini setiap pengguna dari Netzme juga bisa berperan sebagai Merchant dengan menggunakan fitur QR Personal, memungkinkan dirinya melakukan digital marketing kepada pelanggannya.

“Target untuk tahun ini selain penyempurnaan beragam fitur yang sudah ada adalah agar bisa menjadi agregator yang lebih banyak lagi untuk beragam layanan bank dan juga komunitas melalui beragam kolaborasi strategis, sehingga bisa menjadi bagian ekosistem yang terintegrasi secara penuh,” ujar Vicky.

Di akhir perbincangan, Vicky turut menyoroti perkembangan dan potensi layanan fintech. Menurutnya relatif rendahnya tingkat literasi keuangan adalah masalah yang cukup pelik dan klasik bagi Indonesia. Ia berkeyakinan hal tersebut hanya bisa dipecahkan dengan penerapan teknologi keuangan yang bisa terintegrasi lebih baik dalam kehidupan keseharian masyarakat.

So, dengan perkembangan dan antusiasmenya di Indonesia saya berkeyakinan masa depan fintech di Indonesia sangat cerah, dan Netzme ingin menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem keuangan di Indonesia yang lebih baik untuk kehidupan,” tutup Vicky.

Application Information Will Show Up Here

T-CASH’s Achievement This Year And Its Transformation in 2018

T-CASH is practically known as inseparable part of Telkomsel. To guarantee all T-CASH services are available to public, T-CASH’s CEO Danu Wicaksana explained T-CASH’s achievement and future plans.

“Today we want to announce the latest information about T-CASH which in the past year has gained active users four times higher focus on two market segments, micro and lifestyle.”

Previously, Wicaksana has mentioned about T-CASH to be an agnostic service. The plan is in 2018’s first quarter, T-CASH will be available for public use.

“By this plan, we expect to be an independent mobile money service and ready to collaborate, not only with other telco operators but also corporate and government,” Wicaksana said.

By being agnostic product, T-CASH target is to gain massive new users outside of Telkomsel users.

Focus on the growth of mobile app users

Since its launching, T-CASH now has 10 million registered users, 60 million annual transactions and claims the 90% users have a good experience using T-CASH.

Of the four user interfaces T-CASH (USSD, NFC Sticker, Mobile App and Web-Check Out) owned, most users still go with USSD in using T-CASH. Mobile app users are considered insignificant.

It is now become T-CASH’s next focus to change usage perception in the form of sticker and USSD.

“We aware of all Indonesian users, not everyone has compatible smartphone to use T-CASH mobile app, it causes SMS-based USSD is still dominant. However, we eagerly need to encourage mobile app usage in the future,” said Wicaksana.

For T-CASH top up, usually called CICO (Cash-In-Cash-Out), mostly used by users are ATM, modern retail (Indomaret and merchants), Telkomsel Grapari and T-CASH Bang.

“In addition, we begins to receive lots of funding initiated by government, corporate to remittance using T-CASH,” added Wicaksana.

Provide lending to enterprises

With new concept developed over the past year, T-CASH has six framework strategies, among those are focus to airtime, offline merchant payment, online payment, online payment, remittance/P2P transfer, transport and financial services (insurance and lending). All those frameworks will be applied gradually by T-CASH as a solid framework.

“For the remittance, only T-CASH has a real-time process, money transferred to the registered banks and directly received by users,” said Wicaksana.

In terms of transportation, T-CASH plans to have partnership with Blue Bird and Transjakarta as payment service provider. As for the Financial Services segment, which currently under development, it can be used by related parties to see user’s credit scoring.

“We also have worked with BTPN, BNI and BTN in terms of funding allocation in various number to enterprises in Indonesia,” Wicaksana said.

T-CASH’s next target

Beside spinning off from Telkomsel and becoming independent, T-CASH’s next plan is to strengthen the 10 million customer base to 100-120 million in 5 years. In 2019-2020, T-CASH plans to get into scale-up stage, followed by becoming major player until 2021.

T-CASH will compete with other server-based payment service, including those initiated by telco, banking or startups. Example for latter parts are Go-Pay and DANA.

“As a server-based service, T-CASH is expected to be the number one mobile money provider in Indonesia, as well as encourage financial inclusion and cashless society in Indonesia,” Wicaksana ended.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

T-CASH’s Focus as Agnostic Product and Plan to Spin Off From Telkomsel

Telkomsel’s mobile money product which already developed since 2015, T-CASH, has gone through several changes in the edge of 2017. Next year, T-CASH will try to be “free” from Telkomsel and become an independent platform (agnostic); able to use by wider audiences, not only Telkomsel users.

T-CASH’s CEO Danu Wicaksana said to DailySocial, public adoption in 2017 shows positive trend, visible from T-CASH registered users that have reached 10 millions in 34 provinces.

“In 2017, T-CASH will be focused on building strong CICO (Cash-In-Cash-Out) points ecosystem throughout Indonesia, both in big and small cities, adding T-CASH use case and services, strengthening merchant networks receiving T-CASH, improving platform’s reliability and performance, both mobile app and its backend system.”

In addition, T-CASH will improve awareness regarding products and guidelines for larger public to gain new users.

About 2018’s plan, Wicaksana, who previously was Berrybenka’s Managing Director, clearly said to continue his commitment in providing various kinds of innovative products and services for public, in order to support cashless society ecosystem.

“Few examples of innovative technology we plan to develop is e-KYC (electronic-Know Your Customer), dynamic QR code, face-recognition login technology and so on. For services, we offer various kinds of financial products to our customers such as insurance, loan and others,” said Wicaksana.

Spin off plan

To be able to grow faster, T-CASH plans to spin off from Telkomsel and run as an independent business. Related to the plan, Wicaksana confirms there is indeed a future intention.

In claiming to be agnostic product, T-CASH’s next strategy is to serve public without having to be Telkomsel users.

“We have plans in several months ahead to make T-CASH as an agnostic product of electronic money. It can be used by customers from any mobile network operators in Indonesia,” Wicaksana concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pencapaian T-CASH dan Rencana Transformasi Menjadi Platform Agnostik Tahun 2018

T-CASH bisa dibilang masih dikenal masyarakat sebagai bagian tak terpisah dari layanan pengguna Telkomsel. Untuk memastikan semua layanan T-CASH bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas, hari ini CEO T-CASH Danu Wicaksana menjabarkan pencapaian dan rencana ke depan T-CASH.

“Pada hari ini kami ingin menyampaikan informasi terkini soal T-CASH yang selama satu tahun terakhir telah mengalami peningkatan jumlah active user hingga empat kali lipat dan fokus kepada dua segmentasi pasar, yaitu mikro dan lifestyle.”

Sebelumnya Danu telah mengungkapkan bahwa T-CASH akan menjadi layanan yang agnostik. Rencananya, kuartal pertama tahun 2018, layanan tersebut akan tersedia secara umum.

“Dengan rencana tersebut kami ingin menjadi layanan mobile money yang bersifat independen dan bisa berkolaborasi, bukan hanya dengan operator telekomunikasi lain, namun juga korporasi hingga pemerintah,” kata Danu.

Dengan kehadiran produk yang bersifat agnostik tersebut, target T-CASH adalah mendapatkan pengguna baru dalam jumlah masif di luar pengguna Telkomsel.

Fokus ke pertumbuhan pengguna aplikasi mobile

Sejak diluncurkan hingga kini, T-CASH telah memiliki 10 juta pengguna T-CASH yang terdaftar, 60 juta transaksi per tahun (annual), dan mengklaim sebanyak 90% pengguna merasakan pengalaman yang baik saat menggunakan T-CASH.

Dari empat user interface yang dimiliki T-CASH (USSD, NFC Sticker, Mobile App, dan Web-Check Out), sebagian besar pengguna T-CASH masih memanfaatkan USSD untuk menikmati T-CASH. Jumlah pengguna aplikasi mobile dianggap masih kurang.

Hal tersebut kemudian menjadi fokus T-CASH selanjutnya, yaitu mengubah persepsi penggunaan T-CASH yang kebanyakan menggunakan sticker dan USSD.

“Kami menyadari dari sekian banyak pengguna yang ada di Indonesia tidak semua memiliki smartphone untuk penggunaan aplikasi mobile T-CASH, karena alasan itulah penggunaan USSD melalui SMS masih dominan. Namun ke depannya kami ingin mendorong lebih banyak pengguna untuk memanfaatkan aplikasi mobile,” kata Danu.

Sementara untuk pengisian T-CASH, atau yang dikenal dengan istilah CICO (Cash-in Cash-out), yang paling banyak digunakan adalah pengisian memanfaatkan ATM, ritel modern (Indomaret dan merchant), Grapari Telkomsel, dan Bang T-CASH.

“Selain itu kami juga mulai menerima banyak penyaluran dana yang diinisiasi oleh pemerintah, korporasi, hingga remittance memanfaatkan T-CASH,” kata Danu.

Hadirkan pinjaman (lending) kepada UKM

Dengan konsep baru yang mulai dikembangkan selama satu tahun terakhir, T-CASH memiliki enam strategi framework, di antaranya adalah fokus kepada airtime, offline merchant payment, online payment, remittance/P2P transfer, transportasi dan financial services (asuransi dan pinjaman). Semua kerangka tersebut bakal diterapkan secara bertahap oleh T-CASH sebagai kerangka yang solid.

“Untuk remittance sendiri hanya T-CASH yang memiliki proses secara real time, yaitu uang yang ditransfer melalui T-CASH ke bank-bank yang terdaftar sudah bisa secara langsung diterima oleh pengguna,” kata Danu.

Sementara untuk transportasi, T-CASH memiliki rencana untuk menjalin kerja sama dengan Blue Bird dan TransJakarta sebagai penyedia layanan pembayaran. Sementara untuk segmen Financial Services, yang saat ini masih dalam tahap pengembangan, bisa dimanfaatkan pihak terkait untuk melihat credit scoring pengguna.

“Kami juga telah bekerja sama dengan bank BTPN, BNI, dan BTN dalam hal pemberian modal dalam jumlah beragam kepada UKM di seluruh Indonesia,” kata Danu.

Target T-CASH selanjutnya

Selain memisahkan diri dengan Telkomsel dan menjadi perusahaan yang independen, rencana T-CASH selanjutnya adalah memperkuat customer base yang saat ini sudah berjumlah 10 juta menjadi 100-120 juta dalam waktu 5 tahun ke depan. Pada tahun 2019-2020 mendatang, T-CASH berencana masuk ke tahap scale-up, dilanjutkan dengan menjadi pemain utama hingga tahun 2021 mendatang.

T-CASH akan bersaing dengan sejumah layanan pembayaran berbasis server lainnya, termasuk yang diinisiasi perusahaan telekomunikasi, perbankan, maupun startup. Yang terakhir ini contohnya seperti Go-Pay dan DANA.

“Sebagai layanan yang berbasis server, T-CASH diharapkan bisa menjadi mobile money provider nomor satu di Indonesia, sekaligus mendorong inklusi finansial dan cashless society di Indonesia,” tutup Danu.

Application Information Will Show Up Here

Fokus T-CASH Jadi Produk Agnostik dan Rencana “Spin Off” dari Telkomsel

Produk layanan mobile money Telkomsel yang telah dikembangkan sejak tahun 2015 lalu, T- CASH, di akhir tahun 2017 banyak mengalami perubahan. T-CASH tahun depan disebut akan mencoba “lepas” dari bayang-bayang Telkomsel dan menjadi platform tersendiri (agnostik) sehingga bisa dimanfaatkan kalangan yang lebih luas, tak sebatas pengguna Telkomsel.

Kepada DailySocial, CEO T-CASH Danu Wicaksana mengungkapkan, Adopsi masyarakat di 2017 ini menunjukkan tren positif, terlihat dari jumlah pengguna terdaftar T-CASH saat ini sudah mencapai lebih dari 10 juta pengguna terdaftar di 34 provinsi di Indonesia.

“Di 2017 ini, T-CASH memiliki fokus untuk membangun ekosistem CICO (Cash-In Cash-Out) points yang kuat di seluruh wilayah Indonesia, baik di kota besar maupun kecil, menambah layanan dan fungsi/kegunaan (use case) T-CASH, memperkuat jaringan merchant-merchant ritel yang menerima T-CASH, meningkatkan kehandalan dan performa dari platform teknologi T-CASH, baik di aplikasi mobile maupun sistem di backend-nya.”

Selain itu T-CASH juga ingin meningkatkan awareness mengenai produk dan cara penggunaan T-CASH ke lebih banyak masyarakat Indonesia, untuk menambah jumlah pengguna.

Disinggung tentang rencana di tahun 2018 mendatang, Danu yang sebelumnya adalah Managing Director Berrybenka menegaskan akan terus berkomitmen untuk senantiasa menghadirkan beragam inovasi produk dan layanan bagi masyarakat, guna mendukung terciptanya ekosistem cashless society.

“Contoh beberapa inovasi teknologi yang kami rencanakan untuk dikembangkan ke depannya adalah e-KYC (electronic-Know Your Customer), QR code yang dinamis, teknologi login menggunakan pengenalan wajah, dan lain-lain. Untuk layanan, kami akan menawarkan berbagai produk finansial ke pelanggan-pelanggan kami, seperti asuransi, pinjaman, dan lain-lain,” kata Danu.

Rencana spin off

Untuk bisa mengembangkan bisnis lebih cepat, T-CASH rencananya akan keluar dari Telkomsel dan menjalankan bisnis secara independen. Disinggung terkait adanya rencana tersebut, Danu memberikan konfirmasi bahwa memang ada wacana tersebut ke depannya.

“Mengenai wacana akan dilakukannya spin off menjadi perusahaan sendiri, untuk saat ini proses tersebut masih kami terus diskusikan secara internal. Kami melihat adanya beberapa hal positif di dalam rencana ini. Kami akan menginformasikan kembali apabila sudah ada perkembangan signifikan mengenai hal ini,” kata Danu.

Mengklaim ingin menjadi produk yang bersifat agnostik, strategi T-CASH selanjutnya adalah melayani masyarakat tanpa harus menjadi pengguna Telkomsel terlebih dahulu.

“Kami telah memiliki rencana dalam beberapa bulan ke depan untuk menjadikan T-CASH sebagai suatu produk uang elektronik yang agnostik, sehingga bisa digunakan oleh pelanggan dari semua operator seluler di Indonesia,” tutup Danu.

Application Information Will Show Up Here

Coowry Mungkinkan Konversi Pulsa Sebagai Alat Pembayaran Layanan Digital

Model digital payment baru kembali hadir di Indonesia. Bernama Coowry, produk fintech yang baru berekspansi ke Indonesia ini mencoba menghadirkan solusi end-to-end untuk memungkinkan transaksi mikro seperti pembelian di marketplace, konten digital atau pembayaran produk afiliasi lainnya dilakukan secara mudah menggunakan pulsa seluler. Salah satu dasar pengembangan Coowry untuk memecahkan kompleksitas dan biaya micro-payment (layanan seperti app marketplace) yang ada dalam ekonomi digital saat ini.

Solusi yang ditawarkan Coowry mencoba membuat pemrosesan micropayment mudah dan tanpa melibatkan banyak komponen, yakni bekerja sama dengan operator telekomunikasi sebagai agen pertukaran dan transaksi. Selain itu kemudahan akses juga menjadi concern dalam pengembangan, Coowry tidak didesain sebagai aplikasi, karena yang diperlukan hanya melakukan aktivasi menggunakan nomor seluler yang dimiliki.

“Operator telekomunikasi sangat mendukung, tidak hanya di Indonesia atau Asia Tenggara, namun juga para pemain regional di Amerika dan Eropa membantu sistem penyebaran kami. Di Asia Tenggara, kami didukung oleh Axiata dan di Indonesia kami beroperasi dengan XL Axiata, Indosat Ooredoo, Telkomsel dan Tri,” ujar CEO Coowry David Moreno kepada DailySocial.

Untuk proses transaksinya pun tidak dikenakan biaya sama sekali. Ketika pengguna membeli barang seharga Rp10.000, maka nilai yang sama juga akan ditransfer ke merchant secara realtime. Batasan pembayaran bisa dilakukan dengan minimal transaksi senilai Rp1000.

Dua permasalahan pembayaran mikro yang ingin diselesaikan dengan Coowry

David turut menceritakan apa yang menjadi tujuan dari pengembangan produknya tersebut. Ada dua hal yang ia paparkan, yakni terkait dengan efisiensi dan aksesibilitas dalam pembayaran digital. Efisiensi pembayaran dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan transaksi bernilai kecil. Misalnya untuk membeli aplikasi dengan harga Rp20.000, pada umumnya pembeli akan berpikir kembali ketika harus melakukan pembayaran dengan nilai tersebut, namun dikenakan biaya transaksi yang nilainya hampir sama.

“…minimnya metode pembayaran di Indonesia dan tingginya komisi yang dikenakan menjadi permasalahan yang ingin kami selesaikan, terutama untuk jumlah kecil…”

Kemudian aksesibilitas juga ingin diberikan kepada para pemilik merchant untuk memberikan pilihan model transaksi yang lebih terjangkau. Termasuk ketika membutuhkan kegiatan seperti memberikan cashback atau pengembalian dana. Dengan sistem transfer pulsa atau pembayaran menggunakan pulsa akan lebih memudahkan penyampaiannya. Dinilai lebih efektif juga ketimbang menggunakan platform lain, yang tak sedikit harus menambahkan biaya berlangganan.

Pada awalnya fokus bisnis Coowry pada transaksi penjualan barang dan jasa digital, seperti game, aplikasi dan konten digital. Namun ketika melihat tren positif dari bisnis e-commerce di Indonesia, sehingga akan turut menjadi fokus penawaran model transaksi berikutnya.

“Belum. Kami baru memulai operasi kami dan kami sedang membangun di Indonesia,” ujar David menerangkan kehadiran kantor perwakilannya di Indonesia.

Cara kerja Coowry sebagai layanan pembayaran

Ada dua cara untuk mengaktifkan nomor ponsel di layanan ini, melalui website atau melalui aplikasi Coowry yang saat ini sudah bisa diunduh di Google Play. Pengguna hanya perlu memasukkan nomor ponselnya, kemudian melakukan otentikasi melalui OTP (One-Time Password) via SMS. Setelah itu pengguna akan masuk ke halaman pengelolaan layanan. Di halaman tersebut pengguna dapat melakukan transaksi, termasuk mengubah pulsa menjadi nominal kredit Coowry. Selanjutnya proses transfer atau transaksi juga bisa langsung dilakukan, baik melalui web ataupun aplikasi.

Pedagang dapat langsung menerima kredit dari pulsa yang sudah dikonversi. Bahkan untuk merchant atau pemilik paltform, Coowry juga menyediakan dokumentasi API yang bersifat publik, untuk memungkinkan dielaborasi dengan sistem untuk penambahan metode pembayaran menggunakan potong pulsa.

“Kami pikir Indonesia memiliki kondisi yang sempurna untuk layanan seperti Coowry. Dengan populasi yang sangat besar, terutama orang muda dengan salah satu tingkat aktivitas dan konsumsi digital tertinggi. Selain itu, operator telekomunikasi sangat mendukung dan sangat terbuka dalam menangani masalah pembayaran dengan pendekatan diferensial Coowry,” pungkas David.

Application Information Will Show Up Here

Pengembang Layanan Mobile Payment Ayopop Dapatkan Seed Funding USD$1 Juta

Startup pengembang platform pembayaran Ayopop hari ini mengumumkan telah mendapatkan seed funding sebesar USD$1 juta (Rp13.3 miliar) dari beberapa investor yang dipimpin oleh GREE Ventures. Jajaran investor tersebut termasuk di dalamnya serial entrepreneur Sandep Tandon. Investasi ini akan difokuskan untuk memperluas kemampuan teknologi Ayopop. Selain itu juga akan digunakan untuk perluasan pangsa pasar, termasuk menjalin kemitraan dengan bisnis e-commerce, pemain pasar tradisional dan perusahaan jasa keuangan.

Nila Kapur dari GREE Ventures mengungkapkan bahwa pihaknya begitu meyakini bahwa layanan payment semacam Ayopop akan memerankan peran penting di lanskap fintech Indonesia selama beberapa tahun ke depan, mengingat berbagai masalah dalam sektor ini masih banyak yang belum terselesaikan. Pertimbangan lain ialah terkait dengan visi tim Ayopop, dipadukan dengan pengalaman di bidangnya serta kemampuan memadukan teknologi untuk kebutuhan komersial membuat para investor makin yakin untuk menggelontorkan investasi tersebut.

Seperti diketahui sebelumnya, platform Ayopop menyediakan sistem pembayaran untuk kalangan konsumer di Indonesia. Dengan mengunduh aplikasi Ayopop di platform iOS dan Android, pengguna dapat melakukan ragam pembayaran seperti tagihan listrik, air, internet hingga pulsa prabayar.

Terdapat dua nama di barisan Co-founder Ayopop yang banyak memberikan pengaruh pada akselerasi bisnis. Pertama ada Jakob Rost, sebelumnya ia bekerja di Lazada Indonesia sebagai Managing Director selama tiga tahun, ia dikenal sebagai seorang yang ahli di bidang finansial. Kamudian ada juga Chiragh Kirpalani yang mendedikasikan dirinya sebagai tim pengembangan produk, sebelumnya ia bekerja menjadi Product Head di Times Internet.

Di akhir tahun 2015 keduanya memutuskan untuk berjalan bersama membangun bisnis Ayopop di Indonesia.

“Kami melihat ini (pendanaan ini) sebagai validasi untuk konsep kami,” ujar Jakob.

Jakob melanjutkan, “Kebanyakan orang Indonesia masih membayar tagihan mereka secara offline. Perilaku ini akhirnya bergeser secara online dan karena itu kami menawarkan potensi besar untuk perusahaan-perusahaan seperti kita. Dan ini baru permulaan. Fokus sepenuhnya pada pembayaran digital memungkinkan kami untuk bergerak cepat sementara menawarkan proposisi nilai unik seperti instan 24 jam dukungan pelanggan dalam app dan lebih hidup.”

Saat ini tim Ayopop di Indonesia telah beranggotakan 30 staf. Saat ini pihaknya mengaku tengah terus mematangkan tim produk dan mempelajari perilaku pengguna di Indonesia. Termasuk saat ini tengah mengembangkan sebuah algoritma khusus untuk menunjukkan kebutuhan tersebut.

“Ada banyak hal yang perlu dibangun di sini dan kami secara aktif terus bergerak di ruang fintech (di Indonesia),” sambung Chiragh.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi QOIN Sajikan Layanan Mobile Payment untuk Wisatawan Asing di Bali

Satu lagi startup pengembang aplikasi yang siap mengusung suksesi digital payment dan cashless society, kali ini giliran QOIN. Diinisiasi oleh Calfin Leonardo dan Rony Fhebrian, aplikasi QOIN menyediakan sistem mobile payment untuk memudahkan turis internasional ketika melakukan kunjungan wisata ke Pulau Dewata. Selain ingin memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk melakukan pembayaran non-tunai, QOIN juga berusaha menjadi sarana penukaran valuta asing digital.

QOIN sendiri baru akan diluncurkan secara masif pada Juni 2017 mendatang, menargetkan kerja sama dengan 5000 merchant yang ada di Bali. Tak hanya merchant dari kalangan ritel besar, tapi QOIN juga ingin bermitra dengan ritel di kelas UMKM. Kendati sudah tersedia dan dapat diunduh, tim pengembang QOIN mengaku saat ini masih terus menggalakkan peningkatan kualitas aplikasi dari sisi keamanan dan fitur.

Fitur utama yang disajikan untuk proses pembayaran ialah dengan QR Payment, sebuah cara yang saat ini banyak diimplementasikan dalam sistem mobile payment. Sampai saat ini berjalannya startup di balik QOIN masih dilakukan secara bootsrapping, untuk kebutuhan operasional mengandalkan hadiah dari kompetisi yang pernah diikuti. Co-Founder Calfin Leonardo mengatakan kendati belum ada pendanaan, beberapa waktu terakhir sudah ada perbincangan dengan angel investor.

Memaksimalkan potensi wisatawan internasional di Bali

Menjawab pertanyaan mengapa di Bali, Calfin memaparkan beberapa data tentang potensi pariwisata. Bali masuk ke dalam lima besar destinasi wisata terbaik dunia, dengan pertumbuhan sektor pariwisata sebesar 8-10 persen per tahun. Pada tahun 2016, tercatat 4,4 wisatawan internasional yang berkunjung ke Bali, menyumbangkan pemasukan sebesar $4,8 miliar. Menariknya dari total angka tersebut, 90 persen ditransaksikan secara tunai.

“…berangkat dari hal tersebut, kami melihat potensi pasar yang sangat besar untuk dikelola, dan memberikan dampak yang signifikan baik dari merchant maupun pemerintah,” ujar Calfin.

Dari sisi merchant, aplikasi QOIN ingin menawarkan kemudahan adopsi sistem pembayaran non-tunai tanpa menggunakan peralatan khusus seperti EDC. Saldo QOIN yang diterima oleh merchant juga dapat digunakan untuk melakukan transaksi di merchant lain yang mengadopsi sistem QOIN. Untuk pencarian dana, merchant dapat melakukan penarikan saldo QOIN secara langsung pada rekening bank pribadinya.

“Aplikasi QOIN menerapkan sistem inklusif, di mana untuk mengadopsi sistem pembayaran QOIN merchant tidak harus menjadi nasabah sebuah bank tertentu. Sedangkan di sisi turis mancanegara, aplikasi QOIN menerapkan biaya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan menggunakan kartu kredit, tanpa adanya biaya tambahan dan transparansi biaya tanpa adanya biaya tersembunyi,” jelas Calfin.

Terinspirasi dari kunjungan rekan dari luar negeri ke Bali

Calfin menceritakan, pengembangan QOIN berawal dari keluhan temannya dari luar negeri yang kala itu berwisata ke bali. Keluhan tersebut terkait dengan keamanan memegang uang fisik, tempat penerimaan kartu kredit belum merata terutama di merchant kecil, kekhawatiran terjadi penipuan ketika melakukan penukaran di money changer sampai biaya administrasi yang relatif besar untuk penarikan uang tunai dari kartu kredit bank luar negeri.

“Berangkat dari hal tersebut, kami merancang sebuah metode pembayaran yang difokuskan pada turis mancanegara sehingga memudahkan mereka ketika berkunjung ke Bali tanpa harus pusing mendapatkan dan menggunakan uang tunai,” pungkas Calfin.

Application Information Will Show Up Here