Oculus Quest Segera Kedatangan Fitur Hand Tracking Tanpa Controller

Visual bukanlah satu-satunya aspek esensial dalam bidang virtual reality. Kontrol pun juga tidak kalah penting. Semakin bagus input kontrol yang ditawarkan, semakin immersive pengalaman yang didapat konsumen, dan sensasi immersive selama ini selalu menjadi tolok ukur utama keberhasilan suatu perangkat VR.

Dewasa ini, VR headset yang dibekali inside-out tracking macam Oculus Quest sudah tergolong oke perihal kontrol. Menggunakan controller Oculus Touch, pergerakan tangan pengguna sudah dapat dilacak secara cukup akurat tanpa mengandalkan satu pun sensor atau kamera eksternal.

Progress selanjutnya adalah mewujudkan semua itu tanpa harus melibatkan controller. Kabar baiknya, fitur hand tracking tanpa controller ini bakal segera mendarat di Oculus Quest dalam waktu dekat. Cukup mengejutkan mengingat rencana Oculus sebelumnya adalah merilis fitur tersebut tahun depan.

Perlu dicatat, hand tracking masih dikategorikan sebagai fitur eksperimental di software update v12 untuk Quest. Jumlah aplikasi yang mendukung pun belum banyak, baru beberapa aplikasi bawaan seperti Oculus Browser, Oculus TV maupun Oculus Store. SDK (software development kit) untuk para pengembang aplikasi pihak ketiga baru akan dirilis minggu depan.

Sebelum ini Facebook pernah menjelaskan bahwa kemajuan dalam hal hand tracking ini bisa dicapai berkat sejumlah teknik baru deep learning dan model-based tracking. Selain lebih praktis ketimbang harus menggunakan controller, sistem baru ini juga dapat melacak pergerakan jari-jari pengguna secara lebih presisi dan realistis.

Salah satu hal yang membuat video trailer Half Life: Alyx menurut saya adalah pergerakan tangan dan jari-jari pemain yang kelihatan begitu realistis di layar. Facebook dan Oculus sepertinya ingin mencuri start dari Valve soal ini. Juga penting adalah harapan bahwa hand tracking bisa mendemokratisasikan VR secara lebih baik lagi mengingat konsumen tidak diwajibkan lagi untuk mempelajari cara menggunakan controller.

Sumber: The Verge dan Oculus.

ESL dan Oculus Luncurkan VR League Season 3 dengan Hadiah Rp3,5 Miliar

Dunia esports tidak hanya ramai di console, PC, dan mobile, tapi kini juga sudah merambah virtual reality. Oculus selaku salah satu produsen perangkat VR populer bahkan telah menggaet ESL untuk menciptakan liga esports VR pertama dan terbesar di dunia. Diluncurkan pada tahun 2017, liga ini awalnya mengusung nama VR Challenger League. Kini liga tersebut telah memasuki season ketiganya, dan dikenal dengan nama “VR League” saja.

VR League Season 3 terdiri dari kompetisi online berformat cup yang akan berjalan selama enam minggu di Eropa dan Amerika Utara, terhitung sejak tanggal 24 Maret 2019. Para pemenang kompetisi online itu, ditambah dengan pemenang dari last chance qualifier, kemudian akan bertanding secara offline dalam ajang Grand Final pada tanggal 8 – 9 Juni nanti. Grand Final ini rencananya digelar di gedung Haymarket Theatre, Leicester, Inggris.

VR League - Players
Sumber: VR League

ESL dan Oculus menawarkan total hadiah senilai US$250.000 (sekitar Rp3,5 miliar), ditambah dengan hadiah mingguan seiring berjalannya pertandingan. Hadiah ini dibagi ke dalam empat cabang game, dua di antaranya sudah ada di season sebelumnya dan dua lagi baru. Berikut ini daftar game yang dilombakan.

Echo Arena – Olahraga arena sejenis frisbee dengan lingkungan gravitasi nol. Game ini dikembangkan oleh Ready At Dawn Studios, kreator di balik game PS4 The Order 1886.

Echo Combat – Masih dari Ready At Dawn Studios, dan masih bertema gravitasi nol. Namun alih-alih olahraga, game ini justru memiliki genre first-person shooter.

Onward – Tactical shooter yang mengedepankan kerja sama, realisme, dan simulasi militer. Game ini menempatkan pemain dalam arena yang luas dan pertaruhan hidup yang menegangkan.

Space Junkies – Game bergenre arcade shooter karya Ubisoft. Mirip seperti Echo Combat, game ini juga menggunakan fitur gravitasi nol namun dengan lingkungan luar angkasa yang lebih realistis.

Seluruh kompetisi ini ini ditayangkan setiap akhir pekan di channel Twitch resmi VR League. Tersedia juga rekaman pertandingan di channel YouTube mereka bagi Anda yang berminat menonton namun ketinggalan.

Banyak pihak percaya bahwa virtual reality adalah industri yang masih terus berkembang dan memiliki masa depan cerah. Selain Oculus bersama ESL, HTC dan Hewlett-Packard juga telah mensponsori liga esports VR yang bertajuk Virtual Athletics League. Ini menunjukkan bahwa industri VR punya cukup peminat dan ada potensi untuk bermain secara kompetitif, bahkan profesional, di ekosistem ini.

Memang masih ada entry barrier yang cukup tinggi, terutama dari segi perangkatnya yang mahal. Namun teknologi akan selalu bertambah murah seiring perkembangan zaman, jadi hanya tinggal masalah waktu sampai kita bisa menikmati perangkat VR dengan harga terjangkau. Bila itu sudah terjadi, dan VR sudah memiliki jangkauan pasar yang lebih luas lagi, jangan kaget bila esports VR kemudian akan menjadi hiburan yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia.

Sumber: VR League, The Esports Observer

Rift S Adalah Versi Baru Headset VR Oculus Dengan Teknologi Pelacakan Lebih Canggih

Tes sesungguhnya bagi para pemain di industri VR dimulai dua tiga tahun setelah tersedianya perangkat kelas konsumen. Head-mounted display standalone kini dianggap banyak orang sebagai solusi paling ideal dalam mengakses konten virtual reality karena dibekali hardware pengolah data mandiri serta tidak mengunci pengguna di satu titik. Di kelas ini, Facebook sudah menyiapkan produk bernama Oculus Quest.

Namun konsep ‘tetheredvirtual reality tetap belum bisa disingkirkan. Untuk sementara, lewat metode inilah dunia maya bisa tersaji optimal karena dukungan PC. Dan di Game Developers Conference 2019, Facebook resmi memperkenalkan versi baru Oculus Rift, kini mengusung teknologi pelacakan ruang serta sistem optik yang lebih canggih demi mendongrak kualitas grafis. Headset anyar itu dinamai Oculus Rift S.

Anda bisa segera melihat perbedaan Rift S dari penampilannya. Headset ini tidak lagi menggunakan strap lentur, digantikan oleh headband melingkar dengan struktur menyerupai PlayStation VR. Itu berarti pemasangannya lebih mudah dilakukan sendiri. Anda tinggal mengenakan headband lalu menarik bagian visor. Arahan desain ini katanya dipilih karena lebih baik dalam mendistribusikan beban di kepala. Perancangan Rift S dilakukan tim Oculus bersama Lenovo.

Potongan bagian luarnya sedikit berbeda dan Anda akan melihat modul-modul lensa. Ia merupakan komponen dari sistem pelacakan berskala ruang Oculus Insight, yang memungkinkan headset bekerja tanpa membutuhkan sensor eksternal. Berbekal Insight dan lima lensa (dua di depan, masing-masing di kiri dan kanan, dan satu lagi di atas), Rift S dapat melacak dan menangkap objek yang ada di sekitar pengguna. Dan ketika dikombinasikan bersama periferal Oculus Touch barunya, pengalaman pemakaiannya jadi jauh lebih natural.

Oculus Rift S 2.

Oculus sebetulnya belum secara resmi mengungkap spesifikasi Rift S, tapi UploadVR menginformasikan pemanfaatan resolusi 2560×1440p – setara Oculus Go. Itu berarti ia punya kepadatan pixel 40 persen lebih tinggi dari Rift standar di 2160x1200p, kemudian bagian optiknya diperbarui buat mengurangi efek screen door dan menghilangkan god rays. Perlu dicatat bahwa layar HMD masih mengusung LCD dan menggunakan backlight sehingga belum bisa menampilkan hitam yang benar-benar pekat. Lalu saya juga baca ada sedikit penurunan refresh rate dari 90Hz ke 80Hz.

Oculus Touch Rift S.

Selain itu, periferal Touch yang menemani Rift S juga mendapatkan modifikasi. Desainer memindahkan bagian ‘cincin pelacak’ dari bawah ke atas, dimaksudkan agar pemancar inframerah dapat mudah terdeteksi headset. Penempatan tombol-tombolnya sendiri masih sama.

Oculus Rift S 1.

Oculus Rift S rencananya akan mulai dipasarkan di ‘musim semi’ tahun ini. Satu unitnya dibanderol US$ 400 untuk varian dengan penyimpanan internal 64GB. Akan tersedia pula opsi ber-storage 128GB.

VR Tambah Subur, Diujungtombaki PlayStation VR dan Oculus

Ujian sesungguhnya bagi virtual dan augmented reality telah dimulai, ketika makin banyak orang mencobanya dan mitos yang dahulu hinggap pada perangkat cross reality memudar. Signifikansinya dibanding platform hiburan mainstream memang tidak begitu besar, namun VR dan AR sepertinya sudah menemukan pasarnya sendiri dan tumbuh dengan sehat.

Di minggu ini, IDC melaporkan bahwa pasar VR dan AR menunjukkan kenaikan year-over-year sebesar 9,4 persen per kuartal tiga 2018 kemarin. Data tersebut merupakan kabar gembira bagi para pemain di bidang ini, karena distribusi produk virtual reality sempat menurun empat triwulan berturut-turut. Buat sekarang, head-mounted display virtual reality menguasai 97 persen produk AR dan VR, dan menunjukkan kenaikan 8,2 persen dari periode yang sama tahun lalu – mencapai 1,9 juta unit.

Berdasarkan data IDC, peningkatan ini diujungtombaki oleh dua brand lewat pendekatan produk berbeda. Di segmen VR tethered/berkabel, PlayStation VR dan Oculus terlihat mendominasi, masing-masing berhasil menyumbangkan angka pengapalan 463 ribu dan 300 ribu unit dalam setahun. Di posisi ketiga, HTC membuntuti dengan 230 ribu headset. Itu berarti, untuk pertama kalinya distribusi HMD VR berkabel melampaui 1 juta unit.

Segmen HMD standalone meroket 428,6 persen, dan kini menguasai 20,6 persen pasar VR. Dua brand terlihat menonjol di sana: Oculus Go dan Xiaomi Mi VR. Pada dasarnya, mereka merupakan produk yang sama, tapi punya nama dipasarkan ke wilayah berbeda. Ketika dijumlahkan, angka pengapalan keduanya mendekati 250 ribu unit – membuatnya jadi perangkat standalone paling populer.

Meski Sony boleh dibilang berada di posisi pertama, Facebook-lah yang sukses memasarkan produk virtual reality paling banyak jika ditakar dari total varian tethered maupun standalone. Tanpa menyertakan Xiaomi Mi VR, distribusi headset Oculus menyentuh 491 ribu unit. Itu berarti, brand punya Facebook itu mengamankan 25,9 persen pasar VR.

Namun ada berita buruk di tengah kabar baik ini: kepopuleran headset-headset tanpa layar seperti Samsung Galaxy Gear VR terus merosot. Penurunannya sangat signifikan, yaitu 58,6 persen, disebabkan oleh ketersediaan yang berkurang dan habisnya program diskon. Hal tersebut diperparah oleh tidak kompatibelnya smartphone Samsung terbaru dengan Gear VR.

Pertumbuhan augmented reality juga tidak buruk. Lenovo mengamankan posisi pertama dengan keberhasilan mereka mengapalkan 23 ribu unit headset dalam setahun. Mayoritas dari produk tersebut adalah HMD Star Wars Jedi Challenge yang ditargetkan pada end-user. Tanpa menyertakan model ini, nama-nama seperti Epzon dan Vuzix menyumbang peningkatan sebesar 1,1 persen.

Oculus Go Kedatangan Fitur Casting, Konten Dapat Di-stream ke Smartphone atau Tablet

Dari segi performa, Oculus Go memang tidak semumpuni Oculus Quest yang akan meluncur tahun depan. Namun dengan banderol $200, ia merupakan VR headset yang pantas dibeli semua orang, bahkan termasuk konsumen Oculus Rift seandainya mereka bosan bermain dan hendak bersantai di home theater virtual.

Sebagai perangkat portabel, Oculus Go dapat selalu menemani penggunanya ke mana pun mereka pergi. Terlepas dari itu, tidak ada yang bisa menyangkal fakta bahwa VR headset merupakan gadget yang bersifat privat. Maksudnya, cuma penggunanya sendiri yang bisa menikmati konten yang disajikan.

Itu berarti kita tidak bisa pamer ke orang lain tanpa mempersilakan mereka menggunakannya sendiri. Solusinya, menurut Oculus, adalah fitur Casting yang baru saja mereka rilis versi beta-nya untuk Oculus Go.

Oculus Go Casting

Fitur ini pada dasarnya memungkinkan konten yang tengah tersaji di Oculus Go untuk di-stream ke perangkat mobile. Asalkan smartphone atau tablet-nya terhubung ke jaringan Wi-Fi yang sama seperti Oculus Go, Casting bisa langsung diaktifkan melalui menu Oculus Go.

Ini berarti orang di sekitar kita dapat ikut menyimak apa yang sedang kita mainkan atau tonton di Oculus Go, tanpa perlu meminjam perangkatnya. Jadi semisal pengguna sedang berkunjung ke rumah teman, mereka bisa pamer dan semuanya bisa ikut menyaksikan tanpa harus menggunakan perangkat secara bergantian.

Oculus Go Casting

Kedengarannya sepele memang, tapi fitur ini setidaknya bisa mengurangi kesan bahwa pengguna VR headset adalah manusia-manusia egois yang tidak peduli dengan sekitarnya selagi asyik berada di realita buatan. Sangat disayangkan Casting hanya kompatibel dengan ponsel atau tablet, setidaknya untuk saat ini. Akan lebih menarik lagi jika konten dari Oculus Go juga dapat di-stream ke TV.

Sumber: Oculus.

Oculus Rift Cuma Cocok untuk Gaming, Layanan Video On-Demand-nya Dihentikan

Apa fungsi VR headset selain untuk gaming? Tidak ada, kalau konteks yang dibicarakan adalah VR headset kelas desktop macam Oculus Rift. Bukankah penggunanya juga bisa menikmati video 360 derajat? Ya, namun potensi besar perangkat itu sebaiknya diarahkan ke gaming saja sepenuhnya.

Kalau Anda tidak percaya, coba lihat kebijakan terbaru yang ditetapkan Oculus. Mereka baru saja menghentikan layanan video on-demand (VOD) untuk Oculus Rift, yang berarti pengguna headset tersebut tak lagi bisa membeli atau menyewa video untuk ditonton menggunakan perangkatnya masing-masing.

Buat yang sudah terlanjur membeli, koleksi videonya masih bisa dinikmati sampai 20 November nanti, namun Oculus juga berencana untuk mengganti pengeluaran konsumen Rift di layanan VOD-nya selama ini. Kalau memang masih ngotot ingin menonton video 360 derajat, toh masih ada sajian dari platform seperti Facebook 360.

Keputusan ini didasari observasi Oculus yang menyimpulkan bahwa mayoritas konsumen Rift menggunakan perangkatnya murni untuk gaming. Lain halnya dengan Oculus Go, yang lebih diarahkan ke multimedia mengingat spesifikasinya memang lebih ‘lemah syahwat’.

Itulah mengapa layanan VOD masih bakal bisa diakses oleh konsumen Oculus Go. Yang masih tanda tanya adalah Oculus Quest, namun dugaan saya perangkat itu juga akan diperlakukan seperti Rift saat dirilis tahun depan, mengingat spesifikasinya memang jauh lebih mumpuni ketimbang Go.

Sumber: Variety.

Facebook Perkenalkan Headset VR Standalone High-End Spesialis Gaming Oculus Quest

Tersedianya headset virtual reality kelas konsumen membuka begitu banyak skenario pemakaian, dari mulai di ranah hiburan, edukasi hingga medis. Namun terlepas dari kian canggihnya teknologi pendukung VR, HMD kelas high-end masih mengikat penggunanya di satu lokasi. Dan sebagai jalan keluarnya, para produsen berlomba-lomba menyediakan perangkat berkonsep standalone.

Facebook memang sempat memperkenalkan dan meluncurkan Oculus Go di awal tahun ini. Namun mereka yakin masih bisa menggarap perangkat standalone dengan kapabilitas yang lebih baik darinya. Dalam konferensi Oculus Connect 5, Mark Zuckerberg resmi mengumumkan Oculus Quest, head-mounted display VR all-in-one standalone yang sengaja difokuskan pada ranah gaming.

Oculus Quest merupakan inkarnasi versi konsumen dari proyek Santa Cruz, dan kemandirian merupakan aspek andalan yang ditawarkan olehnya. Headset bisa bekerja tanpa PC, bebas kabel, dan sama sekali tidak membutuhkan sensor eksternal. Seperti Rift, Anda hanya tinggal mengenakannya di kepala dengan bagian visor menutup mata. Lalu untuk berinteraksi dengan konten digital, Quest turut dibundel bersama controller motion Oculus Touch model baru.

Oculus Quest 1

Hal paling menarik dari Quest adalah janji Facebook terhadap kemampuannya menghidangkan kualitas visual hampir setara Rift. Di waktu peluncurannya nanti, Quest rencananya siap menghidangkan lebih dari 50 judul game VR -beberapa yang paling terkenal di antaranya Robo Recall, The Climb dan Moss. Oculus Studios juga sempat mengumumkan Star Wars: Vader Immortal Episode I buat memeriahkan perilisan Quest.

Facebook belum menginformasikan spesifikasi Quest secara lengkap, namun head of VR Oculus Hugo Barra menjelaskan bahwa headset ini mendukung sistem tracking seluas 370 meter persegi. Quest juga ditunjang oleh teknologi Oculus Insight yang mengusung kapabilitas pelacakan luar-dalam. Dipadu kebebasan bergerak enam-derajat, HMD dapat tahu saat Anda berdiri, jongkok, atau memiringkan kepala. Lewat Insight, Oculus bisa menerapkan fitur pengaman ‘Guardian’ yang memungkinkan kita mengetahui keadaan di sekitar meski sedang berada di alam virtual.

Quest menyimpan aspek optik serupa Oculus Go, menyuguhkan layar beresolusi 1600x1440p untuk masing-masing mata. Selain itu, headset turut dibekali sistem audio built-in yang menjanjikan output berkualitas tinggi dengan bass bertenaga.

Facebook punya agenda untuk mulai memasarkan Oculus Quest di musim semi 2019. Produk akan dijajakan seharga US$ 400 untuk model dengan penyimpanan 64GB – dua kali lipat harga Oculus Go. Perilisan Quest di tahun depan itu kabarnya menandai akhir dari pengembangan perangkat VR Oculus generasi pertama.

Sumber: Oculus.

Fitur Baru Oculus Rift ke Depannya Hanya Bisa Diakses Jika PC Menjalankan Windows 10

Pengalaman virtual reality terbaik yang bisa didapat konsumen secara luas saat ini masih harus bergantung pada PC. PC-nya pun tidak boleh sembarangan, melainkan yang memiliki spesifikasi cukup tinggi sehingga game VR dapat berjalan secara mulus dan sensasi immersive yang didapat bisa maksimal.

Selain hardware, software rupanya juga perlu diperhatikan. Lihat saja Oculus, yang baru-baru ini menyarankan pengguna headset Rift untuk meng-update PC-nya ke Windows 10 jika belum. Menurut Oculus, 95% konsumennya memang sudah menjalankan Windows 10, tapi sisanya masih bertahan di Windows 7 dan Windows 8.1.

Alasannya, selain karena Microsoft sendiri sudah mulai mengurangi dukungan atas Windows 7 dan 8.1, fitur-fitur baru Rift ke depannya hanya dapat dinikmati jika PC kita menjalankan Windows 10. Sederhananya, Rift masih bisa digunakan bersama Windows 7 atau 8.1, hanya saja ketika ada fitur baru yang dirilis, Anda tak akan bisa menikmatinya sebelum meng-update PC ke Windows 10.

Salah satu fitur eksklusif Windows 10 yang dimaksud mencakup Oculus Desktop, yang pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk mengakses desktop dalam tampilan yang dioptimalkan untuk VR. Ini jelas jauh lebih praktis ketimbang harus melepas headset setiap kali hendak mengakses desktop di sela-sela sesi VR.

Di samping itu, Oculus juga memperbarui spesifikasi PC minimum dan yang direkomendasikan untuk Rift. Lengkapnya sebagai berikut:

Minimum

  • GPU: Nvidia GTX 1050 Ti / AMD Radeon RX470 atau di atasnya
  • GPU Alternatif: Nvidia GTX 960 / AMD Radeon R9 290 atau di atasnya
  • Prosesor: Intel i3-6100 / AMD Ryzen 3 1200, AMD FX4350 atau di atasnya
  • RAM: 8 GB atau lebih
  • Output Video: HDMI 1.3
  • USB: 1x port USB 3.0 plus 2x USB 2.0
  • OS: Windows 10

Recommended

  • GPU: Nvidia GTX 1060 / AMD Radeon RX 480 atau di atasnya
  • GPU Alternatif: Nvidia GTX 970 / AMD Radeon R9 290 atau di atasnya
  • Prosesor: Intel i5-4590 / AMD Ryzen 5 1500X atau di atasnya
  • RAM: 8 GB atau lebih
  • Output Video: HDMI 1.3
  • USB: 3x port USB 3.0 plus 1x USB 2.0
  • OS: Windows 10

Sumber: Oculus.

Aplikasi Streaming Oculus TV Resmi Diluncurkan untuk VR Headset Oculus Go

Dijual seharga $199 saja, Oculus Go pada dasarnya bisa dilihat sebagai perangkat home theater murah meriah. VR headset tipe standalone tersebut mengemas panel display sebesar 5,5 inci dengan resolusi 2560 x 1440 (538 ppi), dan ketika dikenakan, pengguna dapat merasakan sensasi menonton TV seukuran 180 inci.

Juga sangat mendukung adalah sifatnya yang portable, yang berarti ‘home theater‘ ini bisa kita bawa-bawa dan nikmati kapan saja dan di mana saja. Maka dari itu, tidak mengejutkan apabila tim Oculus bersedia meluangkan waktunya untuk mengembangkan aplikasi khusus bernama Oculus TV.

Oculus TV

Pada dasarnya hampir semua layanan streaming video, baik live maupun on-demand, dapat diakses melalui Oculus TV. Beberapa layanan memang membutuhkan subscription, dan ini tetap berlaku ketika pengguna mengaksesnya lewat Oculus TV.

Tampilan aplikasinya sengaja dibuat seminimal mungkin dengan merujuk pada suasana nyaman yang biasa didapat di suatu lounge. Salah satu sumber konten yang menjadi andalan adalah Facebook Watch, tidak heran mengingat Facebook memang merupakan induk perusahaan Oculus.

Oculus TV

Ke depannya Oculus TV bakal kedatangan lebih banyak layanan streaming. Untuk sekarang, pengguna Oculus Go sudah bisa mengunduhnya secara cuma-cuma, dan nantinya aplikasi ini juga bakal dijadikan aplikasi default pada headset tersebut.

Yang masih tanda tanya sejauh ini adalah apakah aplikasi ini juga bakal hadir buat Gear VR. Di halaman Oculus Store, Gear VR tertera sebagai “unsupported devices“, membuat kita berspekulasi bahwa aplikasi ini eksklusif buat Oculus Go saja.

Sumber: Oculus.

Oculus Pamerkan Headset VR Purwarupa yang Lebih Canggih dari Rift

Sejak mulai bermain di ranah VR selama empat tahun dan menggelontorkan modal sebesar US$ 3 miliar, Facebook akhirnya mempersilakan publik memesan produk yang selama ini menjadi visi perusahaan dalam meramu headset virtual reality portable ideal: Oculus Go. Begitu ditunggunya perangkat itu, stok di Amazon segera ludes hanya beberapa jam setelah tersedia.

Alasan laris manisnya Oculus Go tak sulit ditebak. Head-mounted display ini bisa bekerja mandiri tanpa dukungan perangkat lain, menyimpan hardware  bertenaga untuk menghidangkan kualitas visual yang lebih baik dibandingkan headset berbasis smartphone, serta dijajakan di harga kompetitif. Namun bahkan sebelum Oculus Go benar-benar sampai di tangan konsumen, Facebook sudah memamerkan model purwarupa yang lebih canggih dari Oculus Rift.

Dalam konferensi F8 yang dilangsungkan hari Rabu silam, Facebook menyingkap HMD prototype ‘Half Dome’. Desain headset ini hampir identik dengan varian Oculus Rift standar, tetapi mempunyai sejumlah bundaran (benjolan) kecil di sisi depan – mengingatkan saya pada cekungan-cekungan bundar di HTC Vive. Facebook dan Oculus belum memberi tahu apa gunanya. Saya pribadi menerka, bagian tersebut berhubungan dengan fungsi pelacakan posisi.

Oculus

Aspek paling unik di Half Dome terletak di dalam, dan belum pernah dimanfaatkan oleh HMD komersial lain. Headset tersebut menyimpan mekanisme yang memungkinkan bagian lensa bergerak maju dan mundur dari mata pengguna secara cepat saat menangani aplikasi virtual reality. Maria Fernandez Guajardo selaku head of product management Oculus menamakan sistem ini sebagai displayvarifocal‘.

Display varifocal dapat menyesuaikan jarak lensa ke mata dalam hitungan di bawah milimeter. Dengan kemampuan tersebut, Half Dome bisa membuat detail pada gambar lebih ‘jernih’, misalnya teks. Meski demikian, sejauh ini belum diketahui apakah kapabilitas itu dimungkinkan karena headset sanggup mendeteksi fokus mata kita atau memanfaatkan software untuk ‘mendekatkan’ konten ke mata.

Keunggulan prototype Half Dome lainnya adalah pemakaian lensa yang lebih besar. Saat Oculus Rift dan HTC Vive menyuguhkan field of view seluas 110-derajat, unit baru ini menjanjikan FoV 140 derajat. Namun buat sekarang, Oculus belum mengungkap detail Half Dome secara lebih rinci; di antaranya resolusi, jenis layar (OLED atau LED) hingga apakah headset akan kembali menggunakan desain Fresnel seperti Rift.

Oculus juga belum menginformasikan kapan rencananya teknologi-teknologi baru Half Dome akan dituangkan menjadi produk konsumen. Namun mengevaluasi dari penyajiannya, boleh jadi ia akan disiapkan sebagai penerus atau vesi lebih canggih dari Rift, seperti Vive dan Vive Pro; dan tetap memanfaatkan PC untuk mengolah konten.

Sumber: Arstechnica.