Finantier Obtains Seed Funding, to Offer API service for Financial Business

Finantier is an open finance service developer startup, enabling financial companies to use an API (Application Programming Interface) connection to streamline multiple processes. In the Finantier service, there are three main features, verification of identity through data owned by users or bank data; help businesses manage raw data with machine learning; and provides features to accommodate regular payments or subscriptions.

The startup founded by Diego Rojas, Keng Low, and Edwin Kusuma, today (23/11) announced its pre-seed funding led by East Ventures with the participation of AC Ventures, Genesia Ventures, and several other investors. There is no further detail of the nominal funding obtained. The investment fund will be focused on strengthening the team and accelerating the development of their API technology, including preparing services to expand in various countries in Southeast Asia.

Co-Founder Finantier: Diego Rojas & Keng Low
Finantier’s Co-Founders : Diego Rojas & Keng Low

“Open finance is a framework built on the principles of open banking that gives consumers the flexibility to access their data securely and use it optimally across multiple platforms,” ​​Finantier Co-Founder & CEO Diego Rojas said.

In Indonesia, open banking regulation is the responsibility of Bank Indonesia. Until now, the Open API standard is in its developing stage. Since last July 2020, BI has announced the release of the Open API standard, enabling collaboration between banks and fintechs to create an inclusive financial services ecosystem. Open API is an application program that allows companies to be integrated between systems.

In Indonesia, there are several API service startups to accommodate various payments. One of the most comprehensive is Ayoconnect, which offers an API for transactions, payments, and even transaction data management. With a different approach, there is also an API-based open banking solution provided by Brankas, enabling developers to facilitate various transactions from user to bank.

“We are leveraging the digital footprint of consumers and businesses to provide them with safe access in Southeast Asia to customized financial services, which in turn help improve consumers’ financial well-being,” Co-Founder & CPO Finantier, Keng Low added.

Meanwhile, Finantier’s Co-Founder & COO Edwin Kusuma outlined one of the issues that fintech players in Indonesia have often encountered. “P2P lending companies often have difficulty channeling loans to individuals and SMEs. Usually, this is due to a lack of information or because fintech companies are unable to get a complete financial picture of prospective borrowers, even though this data is needed to reduce loan risk and reduce costs.”

Finantier was founded in the middle of this year aiming to provide the infrastructure and data needed by businesses to build the next generation of financial products. Finantier enables fintech platforms and financial institutions to collaborate securely to provide consumers with flexibility, convenience and security in utilizing their financial data.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Finantier Dapat Pendanaan Awal, Hadirkan Layanan API untuk Bisnis Finansial

Finantier adalah startup pengembang layanan open finance, memungkinkan perusahaan finansial menggunakan sambungan API (Application Programming Interface) untuk mengefisiensikan beberapa proses. Di layanan Finantier ada tiga kapabilitas utama yang ditawarkan, yakni melakukan verifikasi identitas melalui data yang dimasukkan pengguna atau data bank yang sudah dimiliki; membantu bisnis mengelola data mentah dengan machine learning; dan menghadirkan fitur untuk mengakomodasi pembayaran yang dilakukan rutin atau langganan.

Startup yang didirikan Diego Rojas, Keng Low, dan Edwin Kusuma tersebut, hari ini (23/11) mengumumkan perolehan pendanaan pre-seed yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures, Genesia Ventures, dan beberapa investor lainnya. Tidak disebutkan detail nominal pendanaan yang didapat. Dana investasi akan difokuskan untuk memperkuat tim dan mengakselerasi pengembangan teknologi API mereka, termasuk mempersiapkan layanan agar bisa berkembang di berbagai negara di Asia Tenggara.

Co-Founder Finantier: Diego Rojas & Keng Low
Co-Founder Finantier: Diego Rojas & Keng Low

Open finance adalah sebuah kerangka yang dibangun di atas prinsip-prinsip open banking yang memberikan konsumen keleluasaan untuk mengakses data mereka dengan aman dan menggunakannya dengan optimal di berbagai platform,” kata Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Di Indonesia sendiri aturan open banking ada di ranah Bank Indonesia. Sampai saat ini, standar Open API sedang dalam tahap pematangan. Sejak Juli 2020 lalu, BI sudah mengumumkan segera merilis standar Open API, memungkinkan kolaborasi antara bank dan fintech mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang inklusif. Open API adalah program aplikasi yang memungkinkan perusahaan terintegrasi antar sistem.

Di Indonesia sendiri beberapa startup layanan API untuk mengakomodasi berbagai pembayaran. Salah satu yang terlengkap adalah Ayoconnect, menawarkan API untuk transaksi, pembayaran, sampai ke pengelolaan data transaksi. Dengan pendekatan berbeda, ada juga solusi open banking berbasis API yang disediakan Brankas, memungkinkan pengembang memfasilitasi berbagai transaksi dari pengguna ke bank.

“Kami memanfaatkan jejak digital konsumen dan bisnis untuk memberikan mereka akses yang aman di Asia Tenggara ke layanan finansial yang disesuaikan dengan kebutuhan, yang kemudian turut membantu meningkatkan kesejahteraan finansial konsumen,” tambah Co-Founder & CPO Finantier, Keng Low.

Sementara itu, Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma menjabarkan salah satu isu yang selama ini kerap ditemui pemain fintech di Indonesia. “Perusahaan p2p lending seringkali kesulitan dalam menyalurkan pinjaman ke individu dan UMKM. Biasanya, hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi atau karena perusahaan fintech tidak bisa mendapatkan gambaran finansial yang lengkap dari calon peminjam, padahal data tersebut dibutuhkan untuk mengurangi risiko pinjaman dan menekan biaya.”

Finantier didirikan pada pertengahan tahun ini dengan tujuan menyediakan infrastruktur dan data yang dibutuhkan oleh bisnis dalam membangun produk finansial generasi selanjutnya. Finantier membuat platform fintech dan institusi keuangan bisa berkolaborasi dengan aman untuk memberikan konsumen keleluasaan, kenyamanan, dan keamanan dalam memanfaatkan data finansial milik mereka.

Ayopop Secures Pre Series B Funding Worth of 73 Billion Rupiah, Rebranding to Ayoconnect

Ayopop fintech payment aggregator rebrands to Ayoconnect and shifting their business focus after securing Pre-Series B funding worth of $5 million (more than 73 billion Rupiah) led by BRI Ventures.

There are some other investors involved in this round, including Kakaku.com, Brama One Ventures, and the previous investors, Finch Capital, Amand Ventures, Strive, and AC Ventures. Overall, the company has raised over $10 million.

Ayoconnect’s Co-Founder and CEO Jakob Rost said this fresh money will be channeled to invest in technology and develop partnership networks to connect billing providers and payment partners, with the trusted basic infrastructure, safe, and fast digital bill payments.

The company is to immediately double the employees, from the current 100 people in Indonesia headquarter and technology centers in India.

“We expect a solid partnership with our previous investors and new investors, which is in line with Ayoconnect’s vision to shape Indonesia’s billing ecosystem into a centralized network,” he explained in an official statement, Wednesday (5/8).

On the occasion, he also announced the appointment of Alex Jatra as the new CFO. He has a strong financial track record with experience working in the private equity industry, venture capital, and served as C-Level at startup, HARA and Dattabot.

One API solution

Rost said, Ayoconnect’s new business focus is the billing network provider (open bill network) with the One API solution that allows billing companies to expand their payment points with minimum effort, while payment partners have direct access to 2500 billing products.

The solution is to answer bill payment industry problems in Indonesia that is mostly offline, separate, and manual. Integration through the API will streamline the process, therefore, consumers will be easier to transact.

In this billing network, Ayoconnect connects bill providers (electricity/water companies, telecommunications, educational institutions, etc.) with online and offline payment partners (including Indomaret, Pos Indonesia, and financial institutions) for customers can pay their bills easier through Ayoconnect network.

The company has introduced this business model since Ayopop starts operating in August last year. It still uses the name Ayopop Open API. Some previous B2B partners already connected, including Dana, LinkAja, Pos Indonesia, BRI Bank, Permata Bank, Bukalapak, Lazada, and Pegadaian.

“Therefore, we want to clarify that we are no longer just payment aggregators. Payment aggregators are part of the payment products that we offer. We are agnostic to our partners. Moreover, we continue to run the Ayoconnect brand. Ayopop will be part of the Ayoconnect network,” Rost explained separately to DailySocial.

BRI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja also added, “Bill payment technology plays an important role in the vertical industry that is currently underserved, and there is a great opportunity in digitizing these sectors.”

Ayoconnect’s Co-Founder and COO, Chiragh Kirpalani mentioned that online bill payments play a big role in the pandemic because consumers prefer to shift into digital. One ongoing solution is the Billing Reminder which has been proven to help partner companies, such as Bank Mandiri Card Division and other financial institutions, do auto-debit for bill payments.

Until July 2020, the company has processed more than 40 million payments through 600 billing networks and 40 payment partners. The number of transactions recorded an increase of 400% in a period of six months during the first six month period this year.

In March, the Open API business contributes around 80% of the gross transaction value (GTV). In fact, the company only started in November of last year.

“We will remain dedicated to bill payments yet build more B2B technology for value-added solutions for us to provide to bill providers and channels. We are currently pursuing very broad (blue ocean) categories, there are hundreds of thousands of micro-billers, therefore, we need to build partnerships and improve the technology required to drive digitalization in that area,” Rost concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Peroleh Investasi Pra-Seri B 73 Miliar Rupiah, Ayopop Rebranding Jadi Ayoconnect

Startup fintech payment agregator Ayopop melakukan rebranding menjadi Ayoconnect, sekaligus mengubah fokus bisnis mereka pasca mengantongi pendanaan Pra-Seri B senilai $5 juta (lebih dari 73 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BRI Ventures.

Investor baru lainnya yang turut berpartisipasi dalam putaran tersebut adalah Kakaku.com, Brama One Ventures, dan investor sebelumnya, yakni Finch Capital, Amand Ventures, Strive, dan AC Ventures. Secara keseluruhan, perusahaan telah berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $10 juta.

Co-Founder dan CEO Ayoconnect Jakob Rost mengatakan, pendanaan segar ini akan digunakan untuk berinvestasi teknologi dan pengembangan jaringan kemitraan untuk menghubungkan perusahaan penyedia tagihan dan mitra pembayaran, dengan infrastruktur dasar untuk pembayaran tagihan digital yang terpercaya, aman, dan cepat.

Perusahaan juga segera menambah jumlah pegawai menjadi dua kali lipat, dari posisi saat ini hampir 100 orang yang berkantor pusat di Indonesia dan pusat teknologi di India.

“Kami mengharapkan kemitraan yang solid dengan investor sebelumnya dan investor baru kami, yang sejalan dengan visi Ayoconnect untuk membentuk ekosistem penagihan Indonesia menjadi satu jaringan terpusat,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (5/8).

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengumumkan penunjukan CFO baru Alex Jatra ke dalam jajaran manajemen. Ia memiliki rekam jejak finansial yang kuat dengan pengalaman bekerja dalam industri ekuitas pribadi, modal ventura, dan menjabat C-Level di startup, yakni HARA dan Dattabot.

Solusi One API

Rost menjelaskan, fokus bisnis baru Ayoconnect adalah penyedia jaringan tagihan (open bill network) dengan solusi One API yang memungkinkan perusahaan penyedia tagihan untuk memperluas titik pembayaran mereka dengan upaya minimum, sedangkan mitra pembayaran memiliki akses secara langsung ke 2500 produk tagihan.

Solusi tersebut untuk menjawab permasalahan bahwa industri pembayaran tagihan di Indonesia masih didominasi secara offline, terpisah, dan manual. Integrasi melalui API akan mempersingkat proses sehingga konsumen dapat lebih nyaman bertransaksi.

Dalam jaringan tagihan ini, Ayoconnect menghubungkan perusahaan penyedia tagihan (perusahaan listrik/air, telekomunikasi, institusi pendidikan, dan lainnya) dengan mitra pembayaran online dan offline (termasuk Indomaret, Pos Indonesia, dan institusi keuangan) agar pelanggan dapat membayar tagihan mereka dengan lancar dalam jaringan Ayoconnect.

Model bisnis ini sebenarnya sudah diperkenalkan perusahaan sejak masih menggunakan brand Ayopop mulai Agustus tahun lalu. Namanya masih menggunakan Ayopop Open API. Sejumlah mitra b2b awal yang telah memanfaatkannya adalah Dana, LinkAja, Pos Indonesia, Bank BRI, Bank Permata, Bukalapak, Lazada, dan Pegadaian.

“Karenanya, kami ingin mengklarifikasi bahwa kami tidak lagi hanya agregator pembayaran. Agregator pembayaran adalah bagian dari produk pembayaran yang kami tawarkan. Kami agnostik terhadap mitra kerja kami. Ke depan, kami tetap menjalankan merek Ayoconnect. Ayopop akan menjadi bagian dari jaringan Ayoconnect,” terang Rost secara terpisah kepada DailySocial.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja turut menambahkan, “Teknologi pembayaran tagihan memainkan peranan penting dalam industri vertikal yang saat ini belum terlayani, dan ada kesempatan yang besar dalam digitalisasi pada sektor-sektor tersebut.”

Co-Founder dan COO Ayoconnect Chiragh Kirpalani menambahkan, pembayaran tagihan online sangat berperan besar dalam masa pandemi karena preferensi konsumen beralih ke digital. Salah satu solusi telah dikembangkan adalah Pengingat Tagihan (Billing Reminder) yang terbukti telah membantu mitra perusahaan, seperti Bank Mandiri Card Division dan institusi finansial lainnya melakukan auto-debet untuk pembayaran tagihan.

Hingga Juli kemarin perusahaan telah memroses lebih dari 40 juta pembayaran melalui 600 jaringan tagihan dan 40 mitra pembayaran. Jumlah transaksi tercatat meningkat 400% dalam jangka waktu enam bulan selama periode enam bulan pertama tahun ini.

Pada Maret, bisnis Open API ini telah berkontribusi hingga 80% terhadap nilai transaksi kotor (gross transaction value/GTV). Padahal, perusahaan baru memulainya pada November tahun lalu.

“Kami akan tetap berdedikasi pada pembayaran tagihan tetapi membangun lebih banyak teknologi B2B untuk solusi yang bernilai tambah untuk kami berikan kepada penyedia tagihan dan mitra saluran. Beberapa kategori yang kami kejar masih sangat luas (blue ocean) ada ratusan ribu mikro-biller, sehingga kami perlu terus membangun kemitraan dan meningkatkan teknologi yang diperlukan untuk mendorong digitalisasi di area itu,” pungkas Rost.

Application Information Will Show Up Here

Bank Indonesia to Set Standard for Open API, Optimizing Collaboration of Banking and Fintech

Bank Indonesia set the standard for the Open Application Programming Interface (API) to facilitate collaboration between banking and fintech to create an inclusive financial services ecosystem. Open API is an application program that allows companies to be integrated between systems (system to system).

BI’s Director of Payment System Policy Department, Erwin Haryono explained, there would be an agreement and a standardized code by banks and fintech when adopting the Open API standard.

“We want digital transformation in Indonesia to be more integrated. Open API allows banks and fintech to collaborate on data,” Erwin said, as quoted from Katadata.co.id.

The standard is included in the five main central bank initiatives in the blueprint of the Indonesian payment system by 2025. BI is currently refining the stages.

Once released, the application will be performed in stages considering diversity in the payment system industry in Indonesia. This stage will be performed both in terms of the players and the implementation time, considering the size and complexity of the business.

BI considers the Open API standard to improve efficiency in transaction and payment systems. In addition, it is able to increase innovation, competition, and financial inclusion, also reduce and mitigate risk.

Moreover, it is required in the industry, influenced by the rapid digitalization that accelerates the implementation of collaboration between banking and fintech. This is at least reflected in a number of banking corporate actions, which have penetrated the digital banking business model.

Rapid development

Previously, many banks considered opening technology such as API to other companies as forbidden. In fact, this allows the occurrence of moral hazard that could threaten certain aspects of consumer protection. This aspect is a guideline that is always preferred for the financial services industry in running a business.

However, with the rapid technology development, banking is starting to open up. The qualified payment system is required in advancing digital-based businesses, such as e-commerce.

Payment via bank transfers used to be quite popular, but the manual checking process turns out to be a barrier. Finally, due to the rapid development, consumers can top-up electronic money through virtual accounts or NFC in e-commerce applications, also open saving account in non-e-commerce applications.

More banks are opening API services to reach their customers when transacting in various digital applications. It includes BCA, Bank Mandiri, BRI, Bank Danamon, Bank Permata, Bank CIMB, Jenius, Digibank, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bank Indonesia Segera Rilis Standar Open API, Permudah Kolaborasi Bank dan Fintech

Bank Indonesia segera merilis standar Open Application Programming Interface (API) untuk permudah kolaborasi antara bank dan fintech mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang inklusif. Open API adalah program aplikasi yang memungkinkan perusahaan terintegrasi antar sistem (system to system).

Direktur Departement Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono menerangkan, akan ada perjanjian kerja sama dan kode etik terstandar yang dilakukan perbankan dan fintech ketika sudah mengadopsi standar Open API.

“Kami ingin transformasi digital di Indonesia lebih terintegrasi. Open API membuat bank dan fintech bisa berkolaborasi terkait data,” ujar Erwin mengutip dari Katadata.co.id.

Standar ini masuk ke dalam lima inisiatif utama bank sentral pada cetak biru sistem pembayaran Indonesia hingga 2025. Adapun saat ini tahapannya sedang disempurnakan oleh BI.

Bila sudah dirilis, penerapannya akan dilakukan secara bertahap mempertimbangkan keberagaman dalam industri sistem pembayaran di Indonesia. Tahapan tersebut akan dilakukan baik dari sisi pelaku maupun waktu implementasi, dengan mempertimbangkan aspek ukuran dan kompleksitas bisnis.

BI memandang standar Open API akan meningkatkan efisiensi dalam sistem transaksi dan pembayaran. Selain itu, mampu meningkatkan inovasi dan persaingan, meningkatkan inklusi keuangan, serta mengurangi dan memitigasi risiko.

Terlebih itu, keberadaannya sangat dibutuhkan di industri, terpengaruh dari derasnya digitalisasi yang mempercepat terlaksananya kolaborasi antara perbankan dengan fintech. Hal tersebut setidaknya tergambar dalam beberapa aksi korporasi perbankan, yang sudah merambah model bisnis bank digital.

Perkembangan pesat

Dulu banyak perbankan menganggap membuka teknologi seperti API ke perusahaan lain adalah tindakan yang haram. Pasalnya, ini memungkinkan terjadinya tindakan moral hazard yang bisa mengancam aspek perlindungan konsumen. Aspek ini adalah pedoman yang selalu diutamakan bagi industri jasa keuangan dalam berbisnis.

Namun, lambat laun seiring perkembangan teknologi yang pesat perlahan-lahan perbankan mulai membuka diri. Pasalnya sistem pembayaran yang mumpuni itu sangat dibutuhkan dalam memajukan bisnis berbasis digital, salah satunya adalah pemain e-commerce.

Pembayaran dengan bank transfer dulu cukup terkenal, namun menjadi hambatan karena proses pengecekannya harus dilakukan secara manual. Akhirnya sekarang perkembangan makin pesat, bahkan konsumen bisa top-up saldo uang elektronik, melalui virtual account atau NFC di dalam aplikasi e-commerce, bahkan buka tabungan di bukan aplikasi e-commerce.

Semakin banyak perbankan yang membuka layanan API untuk menjangkau para nasabahnya saat bertransaksi di beragam aplikasi digital. Di antaranya, ada BCA, Bank Mandiri, BRI, Bank Danamon, Bank Permata, Bank CIMB, Jenius, Digibank, dan masih banyak lagi.

Animoto Membuka API Mereka, Tertarik?

Animoto, sebuah aplikasi untuk membuat video dengan gabungan antara foto, video serta musik yang kesemuanya bisa disusun oleh masing-masing pengguna, kini membuka API mereka yang memberikan kesempatan untuk para pemilik website untuk menambahkah fitur Animoto di situs mereka.

Seperti yang ditulis TechCrunch beberapa waktu yang lalu, program pengembangan Animoto Partner Platform ini bernama Quickstart. Jadi nantinya para pemilik website bisa menggunakan fitur yang dimiliki Animoto, seperti menyatukan berbagai images atau foto dengan ditambahkan musik, atau menggabungkannya dengan video klip dan ditambahkan dengan efek pergantian slide layaknya editing video ala profesional. Situs yang menggunakan Animoto di situs mereka nantinya bisa memberikan kemudahan bagi user mereka untuk membuat animasi video dengan animoto dari berbagai konten yang dimiliki situs tersebut.

Continue reading Animoto Membuka API Mereka, Tertarik?

LinkedIn Membuka Diri, TweetDeck Menyambut Dengan Senyum

openAPIlinkedInUser dari Indonesia di profesional social network LinkedIn memang masih sedikit, setidaknya itu yang ditunjukkan dari data Alexa. Beberapa social networking lain punya user dari Indonesia yang cukup banyak, seperti Facebook dan Twitter, sedangkan LinkedIn masih kurang.

Baru-baru ini LinkedIn mengumumkan untuk membuka API mereka pada pihak ketiga. Ini memungkinkan para pengembang yang sudah mengantri untuk menggunakan LinkedIn API untuk mengembangkannya pada aplikasi-aplikasi lain.
Continue reading LinkedIn Membuka Diri, TweetDeck Menyambut Dengan Senyum