Bertujuan Genjot Penetrasi Asuransi, PasarPolis Kembangkan Aplikasi Keagenan

Startup insurtech PasarPolis merilis aplikasi keagenan bernama PasarPolis Mitra sebagai salah satu langkah untuk perluas penetrasi asuransi yang masih minim di Indonesia. Misi lainnya adalah membantu mitra tersebut memperoleh tambahan pendapatan, mengingat aplikasi ini dirilis bertepatan di saat pandemi yang memukul penghasilan banyak orang.

Dalam mengoperasikan aplikasi tersebut, PasarPolis bekerja sama dengan perusahaan broker PT Futura Finansial Prosperindo. Inisiasi ini juga dirilis sebagai salah satu realisasi pasca mengumumkan pendanaan Seri B senilai $54 juta pada September 2020 dari LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dan Xiaomi.

Dalam wawancara terbatas yang diadakan perusahaan pada hari ini (3/12), Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing menjelaskan PasarPolis Mitra bukan menjadi agen asuransi karena punya mekanisme yang berbeda, hanya memberi referensi produk asuransi kepada konsumen. Produk asuransi yang dijual tergolong simpel dengan premi yang ringan.

Terlebih itu, mitra yang tergabung ini harus melalui proses pelatihan demi memastikan tidak terjadi misselling. Perusahaan juga memastikan perlindungan konsumen, seperti audit ISO cyber security dan data protection, sebagai langkah proteksinya.

“Ada app khusus dan perlu training dulu. Setelah itu dapat kode akses, tujuannya agar konsumen mengerti produk asuransi yang mereka beli, jangan sampai ada misselling,” ujar Cleosent.

Sejak aplikasi ini dirilis pada enam bulan lalu, diklaim kini telah mampu menggaet 40 ribu mitra. Pendapatan bulanan para mitra disebutkan naik antara dua sampai tiga kali lipat. Cleosent menyebut seluruh angka tersebut, melampaui ekspektasi perusahaan.

“Mitranya ini ada dari driver GoCar, GoLife, dan agen profesional yang tadinya berjualan secara offline kini ke online.”

Konsep keagenan, sambungnya, bukan barang baru di dunia asuransi. Mencontoh dari negara lain, Tiongkok misalnya, terdapat Ping An yang memiliki 1 juta agen yang menjadi perantara perusahaan dan konsumen akhir. Namun, konsep yang dipakai Ping An tidak serta merta copy-paste saat dibawa ke Indonesia.

Menurut Cleosent, lokalisasi memegang peranan terpenting terlebih Indonesia adalah negara yang unik. “Justru kita ingin putar paradigma, dari Indonesia yang kita bawa ke negara lain, bukan sebaliknya.”

Pencapaian dan prospek pasar insurtech

Ia juga turut menyampaikan pencapaian perusahaan yang positif sepanjang pandemi. Hingga Agustus 2020 disebutkan pertumbuhan bisnis PasarPolis tumbuh lebih dari 80 kali. Diklaim tiap bulannya perusahaan menerbitkan 70 juta polis baru. Adapun sepanjang pada tahun lalu, perusahaan telah menerbitkan 650 juta polis di tiga negara di mana mereka beroperasi, yakni Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Kebanyakan produk yang dibeli berkaitan tentang logistik, travel, dan e-commerce. Ketiga produk ini mencerminkan lini bisnis utama dari tiga investor PasarPolis yang menanamkan investasi seri A pada 2018, yakni Tokopedia, Gojek, dan Traveloka. “Kenaikan juga terjadi signifikan berkaitan dengan kesehatan dan mobil.”

Selain itu juga diungkapkan sebanyak 90% pembeli asuransi di PasarPolis adalah first time buyer dan 40% dari mereka bekerja di sektor informal. Perusahaan, bersama dengan mitra perusahaan asuransi, telah meracik 80 produk asuransi yang aktif dijual melalui berbagai platform.

Pertumbuhan yang positif ini dipengaruhi oleh pesatnya akselerasi digitalisasi di berbagai sektor selama pandemi, yang turut memengaruhi tingkat permintaan di sektor kesehatan. Alhasil, prospek perusahaan insurtech cukup cerah untuk tahun depan.

Dia menuturkan, pandemi Covid-19 pada tahun ini adalah kunci pendorong percepatan digitalisasi. Dengan fondasi digitalisasi yang sudah kuat, proses berikutnya akan semakin mudah. Terlebih lagi, pasar asuransi di Indonesia masih sangat luas karena penetrasi yang minim.

Insurtech dapat tumbuh positif meski ada pandemi, adopsi digital kita lihat menjadi peluang bagi insurtech. Kita optimis ke depannya orang-orang akan semakin sadar untuk membuat perlindungan. Pekerjaan rumah kami adalah bagaimana mendemokratisasi semua lapisan dengan produk asuransi yang terjangkau,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

PasarPolis Announces Series B Funding Worth of 796 Billion Rupiah

PasarPolis insurtech startup announced the closing of its series B (oversubscribed) funding. Overall, the total investment was successfully booked at $ 54 million or equivalent to 796.7 billion Rupiah. Investors involved in this round are LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, and Xiaomi.

This round is claimed to be the largest amount among insurtech startups in the region. Previously, several startups offering insurance services also received significant funding, for example from PolicyPal ($20 million) and CXA Group ($58 million) – both are Singapore based.

PasarPolis is to use the fresh funds to support and accelerate business growth. This includes units outside Indonesia, in Thailand and Vietnam. The inclusion of LeapFrog is said to help accelerate PasarPolis in reaching new insurance consumers through its regional network. Meanwhile, with Xiaomi, the company wants to create insurance technology that is more accessible and holistic.

In 2018, PasarPolis received series A funding from Gojek, Tokopedia, and Traveloka with an undisclosed value. The development of artificial intelligence and big data technologies was the main focus then, along with the expansion of partnerships and integration of services to several partner applications, including the three platforms becoming investors.

“Their (investors) support is a great validation of our positive impact in the industry and society,” said Cleosent Randing, the Co-Founder & CEO of PasarPolis.

One of the main strategies for PasarPolis is partnership-based, currently there are at least 25 digital company partners who help sell insurance products. Since 2018, the company claims to have experienced an 80-fold growth in monthly policies issued. The company also claims to have had a fourfold increase in the number of partners during the same period.

In his official statement, Fernanda Lima as Partner of LeapFrog Investments said, “With 30 insurance companies and 25 digital partners, (PasarPolis) has served more than 4 million new consumers in June 2020 [..] There is great potential for positive social impacts. writing provided to novice buyers of insurance services using digital ecosystems, digital payments, and mobile platforms. ”

It is showed in the Insurtech Report 2020 released by DSResearch that the insurance business support ecosystem in Indonesia is quite complete. In the digital realm, there are already several players. With a similar business model, PasarPolis has several direct competitors which can be seen in the chart below.

Insurtech di Indonesia


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

PasarPolis Umumkan Pendanaan Seri B, Bukukan Dana 796 Miliar Rupiah

Startup insurtech PasarPolis mengumumkan telah menutup pendanaan seri B (oversubscribed). Secara keseluruhan jumlah investasi berhasil dibukukan senilai $54 juta atau setara 796,7 miliar Rupiah. Investor yang terlibat dalam putaran ini adalah LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dan Xiaomi.

Investasi ini diklaim merupakan yang terbesar sejauh ini startup insurtech di wilayah regional. Sebelumnya beberapa startup yang tawarkan layanan asuransi juga dapatkan pendanaan yang cukup besar, misalnya yang diperoleh PolicyPal ($20 juta) dan CXA Group ($58 juta) — keduanya berbasis di Singapura.

Dana segar akan digunakan PasarPolis untuk mendukung dan mempercepat pertumbuhan bisnis. Termasuk untuk unitnya di luar Indonesia, yakni di Thailand dan Vietnam. Masuknya LeapFrog dikatakan akan turut membantu mempercepat PasarPolis dalam menjangkau konsumen asuransi baru melalui jaringan regional yang dimiliki. Sementara bersama Xiomi, perusahaan ingin menciptakan teknologi asuransi yang lebih mudah diakses serta holistik.

Tahun 2018 lalu, PasarPolis menerima pendanaan seri A dari Gojek, Tokopedia, dan Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan. Pengembangan teknologi artificial intelligence dan big data menjadi fokus utama kala itu, seiring dengan perluasan kemitraan dan integrasi layanan ke beberapa aplikasi mitra, termasuk ketiga platform yang menjadi investor tersebut.

“Dukungan mereka (investor) adalah validasi besar atas dampak positif kami dalam industri dan masyarakat,” sambut Co-Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing.

Salah satu strategi yang menjadi andalan PasarPolis adalah berbasis kemitraan, saat ini setidaknya sudah ada sekitar 25 mitra perusahaan digital yang membantu menjualkan produk asuransi. Sejak 2018, perusahaan mengklaim mengalami pertumbuhan polis bulanan yang diterbitkan hingga 80 kali lipat. Perusahaan juga mengaku telah mendapatkan peningkatan jumlah mitra 4 kali lipat selama periode yang sama.

Dalam sambutannya Fernanda Lima selaku Partner LeapFrog Investments mengatakan, “Dengan 30 perusahaan asuransi dan 25 mitra digital, (PasarPolis) telah melayani lebih dari 4 juta konsumen baru di Juni 2020 [..] Ada potensi besar untuk dampak sosial yang positif. Ini berkat pengalaman mulis yang diberikan untuk pembeli pemula layanan asuransi menggunakan ekosistem digital, pembayaran digital, dan platform mobile.”

Dalam laporan Insurtech Report 2020 yang dirilis DSResearch diungkapkan, saat ini ekosistem pendukung bisnis asuransi di Indonesia sudah cukup lengkap. Di ranah digital, pemainnya pun sudah ada beberapa. Dengan model bisnis yang mirip, PasarPolis memiliki beberapa pesaing langsung yang dapat disimak pada bagan di bawah ini.

Insurtech di Indonesia

Application Information Will Show Up Here

The Role of Insurtech to Democratize Insurance Services

In the long run, insurance services are often associated with negative feedback. Complicated and expensive are probably the two things that most often attach to the stigma of insurance services in Indonesia. It’s no wonder that insurance penetration in Indonesia is still around 2%.

This reality also hits PasarPolis when starting its business as an insurtech. PasarPolis’ Founder & CEO Cleosent Randing said that this challenge was the company’s foothold in the process of democratizing insurance services.

How can insurance be free from the bad stigma that has stuck for so many years? How can insurtech have great prospects in facilitating access to insurance products to the wider community? Cleo shared his knowledge and experience as the founder of PasarPolis in this #SelasaStartup session.

Insurance service democratization

Cleo explained that democratizing insurance services means that more people can access insurance products to ensure safety feeling. The key is in access. The high price of insurance products and the purchase claim process are examples of barriers to this access.

In fact, according to Cleo, the safety offered by insurance products is very important. The most common example is when the head of the family or a family member who acts as a provider falls ill and has to be hospitalized.

The costs incurred for treatment and medicine will certainly not just a penny. One incident is enough to shake a family’s economy. That’s where the role of insurance is so important. However, as we all know, these obstacles put insurance as a necessity in Indonesia.

“In an outline, it is how we use technology to reduce prices or costs for someone to get a sense of security,” Cleo explained.

Insurtech has this ability. Technology allows insurtech players to open as wide access as possible to more people and reduce the price of insurance products to a level that can reach all levels of society.

PasarPolis way to create access

It is true that insurance penetration in this country is quite low. However, at the same time, the potential to develop in the industry is wide open. Cleo claims that PasarPolis is currently able to sell policies 60 times more than in their early years of operation.

“We are currently selling about 50 million policies a month,” he added.

One of the main strategies for PasarPolis is to collaborate with large partners to sell insurance products. Call it Gojek, Tokopedia, to Traveloka.

The third one is investors and business partners of PasarPolis. They have a few millions of users. This strategic partnership is a shortcut in boosting insurance product sales.

However, Cleo admits that numbers such as users are not their only factor in determining collaboration. The similar vision and mission, the added value provided to consumers, and the use of technology are also considered. Cleo admitted that his team was quite selective before deciding to partner with others.

Technology is indeed playing quite a role in the effort to popularize insurance products to the wider community. PasarPolis practices this by creating insurance products at low prices and accessible on other platforms. An example is Go-Sure, as their collaboration with Gojek. Also, it is more often seen on Tokopedia. Every time you make checkout at Tokopedia, a small box will appear that allows prospective buyers to choose whether the items spent are insuranced or not.

Looking for more opportunities

PasarPolis also operates in Vietnam and Thailand. With more or less the same market conditions in Indonesia, PasarPolis draws a similar strategy: cooperating with the main digital platforms and offering affordable insurance products.

However, the pandemic is likely to encourage PasarPolis to find more maneuvers. With the current condition that demand for health products in all lines continues to increase, public awareness of the importance of having insurance has also increased.

“For example, people are going across region such as Surabaya or other provinces, there must be protection from Covid-19, and as we see it is still rare in Indonesia. We can see how we can provide a value proposition to the community,” Cleo concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Peran Insurtech untuk Demokratisasi Layanan Asuransi

Dalam jangka waktu yang panjang, layanan asuransi kerap diasosiasikan dengan hal-hal yang kurang enak di telinga. Rumit dan mahal mungkin dua hal yang paling sering menempel dengan stigma layanan asuransi di Indonesia. Maka tak heran penetrasi asuransi di Indonesia masih sekitar 2% saja.

Kenyataan tersebut harus dihadapi oleh PasarPolis saat memulai usahanya sebagai insurtech. Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing menyebut tantangan tersebut menjadi pijakan perusahaannya dalam proses demokratisasi layanan asuransi.

Bagaimana caranya asuransi lepas dari stigma buruk yang kadung melekat sekian tahun? Bagaimana bisa insurtech punya prospek besar dalam mempermudah akses produk asuransi ke masyarakat yang lebih luas? Cleo berbagi pengetahuan dan pengalamannya sebagai pendiri PasarPolis dalam #SelasaStartup kali ini.

Arti demokratisasi layanan asuransi

Cleo menerangkan, secara lugas bahwa demokratisasi layanan asuransi berarti ada lebih banyak orang yang dapat mengakses produk-produk asuransi untuk memperoleh rasa aman. Kata kuncinya ada di akses. Harga produk asuransi yang mahal dan proses klaim yang berbeli merupakan contoh penghambat akses tersebut.

Padahal menurut Cleo rasa aman yang ditawarkan produk asuransi itu begitu penting. Contoh paling sering terjadi adalah jika kepala keluarga atau anggota keluarga yang berperan sebagai penafkah jatuh sakit hingga harus dirawat di rumah sakit.

Biaya yang dikeluarkan untuk mendapat perawatan dan obat-obatan sudah pasti tidak akan sedikit. Satu kejadian cukup untuk mengguncang perekenomian suatu keluarga. Di sanalah peran asuransi begitu penting. Namun seperti diketahui bersama, hambatan-hambatan tadi menempatkan asuransi belum sebagai kebutuhan di Indonesia.

“Mungkin secara garis besar bagaimana kita menggunakan teknologi untuk menurunkan harga atau biaya seseorang untuk mendapatkan rasa aman,” terang Cleo.

Insurtech punya kemampuan tersebut. Teknologi memungkinkan pelaku insurtech membuka akses selebar mungkin ke lebih banyak orang dan menekan harga produk asuransi hingga ke level yang bisa menyentuh semua lapisan masyarakat.

Cara PasarPolis membuka akses

Memang benar bahwa penetrasi asuransi di negeri ini masih sangat rendah. Namun secara bersamaan potensi untuk berkembang di industri terbuka begitu lebar. Cleo mengklaim PasarPolis saat ini mampu menjual polis 60 kali lipat lebih banyak ketimbang di tahun-tahun awal mereka beroperasi.

“Kita saat ini menjual sekitar 50 juta polis dalam sebulan,” imbuh Cleo.

Salah satu strategi yang menjadi andalan PasarPolis adalah menggandeng mitra-mitra besar untuk menjual produk asuransi. Sebut saja Gojek, Tokopedia, hingga Traveloka.

Ketiganya adalah investor sekaligus rekan bisnis PasarPolis. Ketiganya juga memiliki jumlah berjuta-juta pengguna. Kemitraan strategis tersebut adalah jalan pintas dalam mendongkrak penjualan produk asuransi.

Namun Cleo mengaku angka-angka seperti jumlah pengguna bukan satu-satunya faktor mereka dalam menentukan kerja sama. Kesesuaian visi dan misi, nilai tambah yang dapat diberikan ke konsumen, dan penggunaan teknologi juga jadi pertimbangan PasarPolis. Cleo mengaku pihaknya cukup selektif sebelum memutuskan bermitra dengan pihak mana pun.

Teknologi tentu juga memainkan perannya dalam upaya mempopulerkan produk asuransi ke masyarakat luas. PasarPolis mempraktikan hal itu dengan menciptakan produk-produk asuransi dengan harga murah dan dapat dijangkau di platform lain. Contohnya adalah Go-Sure, buah kerja sama mereka dengan Gojek. Atau yang lebih sering terlihat di Tokopedia. Setiap akan checkout belanja di Tokopedia, akan muncul kotak kecil yang memungkinkan calon pembeli memilih barang yang dibelanjakan akan dilindungi asuransi atau tidak.

Terus mencari kesempatan lebih

PasarPolis saat ini juga beroperasi di Vietnam dan Thailand. Dengan kondisi pasar yang kurang lebih sama di Indonesia, PasarPolis menarik strategi yang juga serupa di sini: menggandeng platform digital utama di sana dan menawarkan produk asuransi yang terjangkau.

Namun kondisi pandemi yang sepertinya mendorong PasarPolis bermanuver lebih banyak. Dengan kondisi kebutuhan produk kesehatan di segala lini yang terus meningkat, kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki asuransi pun meningkat.

“Misal ada orang yang harus pergi ke Surabaya atau ke tempat lain, kan harus ada proteksi dari Covid-19 dan di Indonesia ini kita lihat masih jarang. Di sana kita bisa lihat bagaimana kita bisa memberikan value proposition ke masyarakat,” pungkas Cleo.

Daftar Startup Insurtech di Indonesia

Startup yang bergerak di bidang Insurtech (Insurance Technology) di Indonesia tidak sedikit pemainnya. Insurtech merupakan bisnis yang coba mendigitalkan manajemen produk asuransi, bentuknya berupa kanal informasi dan perbandingan produk, pemesanan layanan, hingga klaim asuransi. Berikut ini daftar startup Insurtech di Indonesia:

PasarPolis

PasarPolis salah satu startup insurtech indonesia yang resmi diperkenalkan pada tahun 2015

PasarPolis salah satu startup bidang insurtech yang resmi diperkenalkan pada masyarakat pada 3 Maret 2015. Disebutkan PasarPolis telah bermitra dengan lebih dari 100 produk asuransi dari sekitar 30 mitra asuransi yang memasarkan produknya di situs PasarPolis. PasarPolis menyediakan enam jenis produk asuransi, seperti asuransi perjalanan, kecelakaan diri, properti, kesehatan, jiwa, dan kendaraan motor.

Tahun lalu, setelah mengumumkan ambisi ekspansinya ke pasar regional dimulai dari Thailand dan Vietnam, PasarPolis mulai mengembangkan di sektor pariwisata, yaitu produk asuransi yang ditawarkan PasarPolis seperti asuransi perjalanan dan penundaan penerbangan. Sementara untuk e-commerce produk yang ditawarkan mencakup penanggungan kerusakan produk saat proses pengiriman.

RajaPremi

RajaPremi adalah startup insurtech dengan portal asuransi pertama di Indonesia. Startup yang sebenarnya sudah digarap sejak 2012 ini, dan dirintis oleh tiga orang founder, Chang Jeh sebagai CEO, Keith Chee sebagai CTO, dan Margaretha Venny sebagai General Manager.

Layanan yang mengklaim dirinya sebagai pelopor pasar asuransi online di Indonesia ini menawarkan banyak produk yang salah satunya adalah asuransi jiwa dan kesehatan. Melalui situs ini, masyarakat diajak untuk membandingkan harga dan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahkan, rajapremi.com juga menyediakan konsultasi gratis dengan konsultan asuransi independen untuk memudahkan calon pengguna layanannya memilih asuransi yang tepat.

Qoala 

Startup insurtech indonesia qoala merupakan salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV)

Qoala juga merupakan startup insurtech yang menjembatani proses klaim asuransi melalui sistem teknologi. Qoala sendiri berada di bawah PT Archor Teknologi Digital dan merupakan salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV) batch kedua.

Semua proses klaim Qoala menggunakan teknologi digital berbasis artificial intelegence (AI). Gunanya untuk mempercepat proses identifikasi terhadap seseorang. Sehingga proses klaim jadi lebih efektif dan tentu saja cepat. Waktu klaim yang dijanjikan Qoala hanya butuh beberapa menit saja. Bahkan klaim bisa dikirimkan melalui pembayaran digital OVO dan Gopay.

Wowpremi

WowPremi masuk dalam daftar startup insurtech indonesia

WowPremi masuk dalam daftar startup insurtech yang tidak hanya melayani pengajuan polis asuransi jiwa secara online, melainkan juga membantu calon nasabah mencocokan kebutuhan asuransi karena WowPremi menyediakan banyak kategori asuransi dari perusahaan asuransi terkemuka. Selain didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), WowPremi menggandeng payment gateway yang didukung oleh 21 bank dan kartu kredit sehingga proses pembayaran asuransi dijamin aman dan instan.

Futuready

Futuready adalah salah satu startup insurtech Indonesia yang bisnis perusahaannya pialang (lebih dikenal broker) asuransi, dengan jalur penjualan khusus online. Perusahaan ini diklaim memiliki lisensi resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nama usaha PT Futuready Insurance Broker dan nomor izin no. KEP-518/NB.1/2015.

Futuready adalah startup insurtech indonesia yang bisnisnya pialang (lebih dikenal broker) asuransi

Setelah sebelumnya fokus kepada onboarding customer, saat ini Futuready fokus kepada layanan pelanggan secara menyeluruh, terutama dalam hal proses klaim asuransi. Didukung dengan teknologi dan pilihan pembayaran pelanggan, mereka menyebutkan proses klaim bisa dilakukan hanya dalam waktu 48 jam saja.

Igloo

Igloo merupakan asuransi digital on-demand untuk perlindungan layar. Aplikasi yang dilengkapi dengan teknologi machine learning tersebut menyediakan layanan asuransi khusus untuk perlindungan layar (screen protector) untuk semua tipe dan merek ponsel yang tersedia di Indonesia.

Saat ini Igloo hanya menyediakan asuransi untuk layar ponsel saja, namun ke depannya Igloo juga akan menghadirkan asuransi untuk perjalanan wisata, perlindungan furnitur dan barang berharga di apartemen.

Lifepal

Lifepal, startup insurtech yang hadir dalam bentuk platform marketplace , layanannya membantu membandingkan, membeli, dan menggunakan produk asuransi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Adapun produk yang ditawarkan mulai dari asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi kendaraan, asuransi perjalanan, dan lain sebagainya.

Lifepal, startup insurtech indonesia yang hadir dalam bentuk platform marketplace

Lifepal menyediakan pilihan paket asuransi kesehatan dan jiwa yang lengkap, mulai dari Paket Keluarga, Paket Penyakit Kritis, Paket Kehamilan, hingga Paket Lanjut Usia. Juga menawarkan perbandingan perlindungan dengan manfaat terbaik dan harga premi termurah dari berbagai brand asuransi ternama untuk melindungi karyawan perusahaan.

9lives

9Lives (PT. Nine Lives Indonesia) merupakan sebuah perusahaan startup insurtech Indonesia yang bergerak dibidang usaha aktivitas konsultasi digital dan managemen fasilitas informasi teknologi lainnya, yang menyediakan pelayanan dalam pencarian dan pembelian polis asuransi. Serta klaim asuransi melalui sebuah mobile aplikasi.

Hadir di Indonesia sejak tahun 2018, 9Lives mencoba relevan dengan inovasi microinsurance. Yang terbaru mereka meluncurkan Asuransi Selfie yang secara khusus melindungi wajah saat terjadi kecelakaan. Produk ini diharapkan cocok dengan target pasarnya, yaitu kalangan milenial khususnya kaum perempuan.

Cekpremi

Satu lagi layanan perbandingan produk finansial hadir di Indonesia. Meski bukan yang pertama, CekPremi besutan PT Reventon Mitra Utama ini mencoba hadir sebagai portal informasi dalam perbandingan produk asuransi online.

Sebagai penyedia layanan perbandingan asuransi, Cekpremi memiliki peran ganda yang untuk dapat menguntungkan konsumen maupun mitra asuransi yang berpartisipasi. Melalui situs resminya, saat ini CekPremi baru menyediakan jasa perbandingan produk asuransi untuk mobil, motor dan juga asuransi perjalanan. Keunggulan lain yang ditawarkan oleh CekPremi yaitu mereka berani memberikan garansi 200% dari perbedaan harga jika konsumen menemukan premi yang lebih murah daripada yang dijual di Cekpremi.

Premiro

Premiro, portal pembanding asuransi yang menginginkan pelanggan memegang kendali. Startup insurtech ini menghubungkan pengguna dengan produk-produk asuransi pilihan secara instan tanpa harus meninggalkan rumah atau pekerjaan. Hemat waktu dan tenaga. Dengan memberikan kebebasan memilih asuransi yang paling sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Premiro menghadirkan empat produk. Untuk asuransi perjalanan, bagi yang ingin ke luar negeri hanya melayani perjalanan tunggal. Pada produk asuransi kendaraan, terdapat beragam pilihan perlindungan serta disediakan bengkel rekanan terpilih. Perlindungan untuk properti dan harta benda, tersedia untuk memproteksi risiko terhadap kebakaran, banjir, pencurian, perampokan dan berbagai risiko lain. Selanjutnya adalah produk kesehatan, pribadi dan jiwa.

Asuransi88

Bekerja sama dengan lebih dari 10 perusahaan penyedia asuransi, Startup insurtech Asuransi88 mengklaim menawarkan layanannya secara gratis, mudah, tidak bias, dan independen. Monetisasi melalui iklan dan lead pembelian produk melalui situsnya merupakan model bisnis yang coba dibangun oleh Asuransi88.

Startup insurtech indonesia Asuransi88 bekerja sama dengan lebih dari 10 perusahaan penyedia asuransi

Melalui Internet, Asuransi88 menawarkan kemudahan bagi para penggunanya untuk dapat memiliki layanan asuransi idaman dari yang dulunya harus melalui proses yang cukup lama dan membuang waktu. Hanya dengan tiga langkah, seperti yang dikutip dari rilis persnya, pengguna sudah bisa mendapatkan asuransi terbaik sesuai dengan kebutuhannya.

PasarPolis and Its Focus on Product Innovation and Growth

After receiving fresh series A funding in 2018 from Go-Jek, Tokopedia, and Traveloka with an unspecified value, PasarPolis insurtech is reportedly to be in discussion with the International Finance Corporation (IFC) for further round. Regarding the truth, Cleosent Randing as the founder gives some clarification to DailySocial.

“We avoid commenting on such speculation. We continue to receive offers from the best investors from within and outside the country. We are always open to those who have the vision to democratize insurance for all through technology,” Cleosent said.

Was founded in 2015, PasarPolis is said to experience double-digit growth every month. The company has also developed some new breakthroughs such as collaboration with Gojek in developing insurance named Go-Sure, and developing new products such as cracked screen protection using patented QR code technology. Previously. they also expand to Thailand and Vietnam.

“Amid the Covid-19 pandemic we’ll also launched many products to protect the wider community,” Cleosent said.

The current outbreak of the Covid-19 virus is claimed to affect just a speck of the PasarPolis business. Although some of our partners in the transportation sector have decreased in traffic rate. It is said that PasarPolisis to overcome this by diversifying products into health. For example, the current products that rapidly growing with the number of partners from several industry segments outside transportation.

“To date, we have worked with more than 30 partners, almost all of them are leaders in their respective industries, such as Gojek on ride-hailing, Tokopedia in e-commerce services. In 2019, PasarPolis protects and releases more than 50 million insurance policy every month,” Cleosent said.

PasarPolis plans after the pandemic

Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure
Cleosent Randing at Go Sure launching

With the Covid-19 pandemic still ongoing, it is predicted that today and in the future new habits will be formed among people who prefer to buy insurance products online.

The insurtech platforms, such as PasarPolis which is actively increasing literacy in the importance of insurance, expected to increase public awareness in the future about the importance of easy and affordable insurance. Utilizing platforms such as PasarPolis that provide access and convenience in providing insurance is now much easier via digital.

“We see that after the Covid-19 pandemic ends will begin a new ‘ normal’ era where insurance purchases via digital continue to increase. With lower distribution costs, consumers can get more value and this Pandemic certainly provides a lesson for us all how important it is to maintain health,” Cleosent said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian 

PasarPolis dan Fokusnya pada Pertumbuhan dan Inovasi Produk

Setelah tahun 2018 lalu layanan insurtech PasarPolis menerima dana segar seri A dari Go-Jek, Tokopedia, dan Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan, kabarnya perusahaan tengah dalam penjajakan dengan International Finance Corporation (IFC) untuk pendanaan berikutnya. Disinggung kebenaran kabar tersebut, Cleosent Randing selaku founder memberikan klarifikasinya kepada DailySocial.

“Kami tidak berkomentar untuk spekulasi. Kami terus menerima tawaran dari investor investor terbaik dari dalam maupun luar negeri. Kami selalu terbuka kepada mereka yang memiliki satu visi untuk mendemokratisasi asuransi untuk semua lewat teknologi,” kata Cleosent.

Hadir tahun 2015 lalu, kini PasarPolis mengklaim terus mengalami peningkatan dengan double digit growth setiap bulannya. Perusahaan juga telah mengembangkan banyak terobosan baru seperti kerja sama dengan Gojek dalam mengembangkan asuransi di Gojek melalui Go-Sure, dan mengembangkan produk baru seperti proteksi layar retak dengan menggunakan teknologi QR code yang telah di patenkan. Sebelumnya mereka juga telah melancarkan ekspansi ke Thailand dan Vietnam.

“Di tengah pandemi Covid-19 kami juga meluncurkan banyak produk yang melindungi masyarakat luas,” kata Cleosent.

Penyebaran Covid-19 saat ini diklaim tidak terlalu berpengaruh kepada bisnis dari PasarPolis. Meskipun beberapa partner di bidang transportasi mengalami penurunan dari sisi traffic. Konon hal tersebut bisa teratasi oleh PasarPolis dengan adanya diversifikasi produk ke kesehatan. Misalnya yang justru bertumbuh sangat pesat di saat ini dan juga dengan banyaknya partner dari beberapa segmen industri di luar transportasi.

“Sampai saat ini kami telah bekerja sama dengan lebih dari 30 partners, hampir semuanya adalah leader di industri masing-masing, seperti Gojek di ride hailing, Tokopedia di layanan e-commerce. Pada tahun 2019 PasarPolis setiap bulannya melindungi dan mengeluarkan lebih dari 50 juta polis asuransi,” kata Cleosent.

Rencana PasarPolis usai pandemi

Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure
Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure

Meskipun pandemi Covid-19 masih terus berlangsung, diprediksi saat ini dan ke depannya akan terbentuk kebiasaan baru di kalangan masyarakat yang lebih banyak memilih dan membeli produk asuransi secara online.

Dengan adanya platform insurtech seperti PasarPolis yang secara aktif terus meningkatkan literasi akan pentingnya asuransi, harapannya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat ke depannya akan pentingnya asuransi yang dapat diperoleh dengan sangat mudah dan juga terjangkau. Memanfaatkan platform seperti PasarPolis yang memberikan akses dan kemudahan dalam memberi asuransi jauh lebih mudah lewat digital.

“Kami melihat setelah pandemi Covid-19 usai akan terbentuk kebiasaan baru ‘new normal’ di mana pembelian asuransi lewat digital terus meningkat. Karena biaya distribusi yang lebih rendah sehingga konsumen bisa mendapatkan value yang lebih dan juga Pandemi ini tentunya memberikan suatu pembelajaran bagi kita semua betapa pentingnya menjaga kesehatan,” kata Cleosent.

Application Information Will Show Up Here

Produk Asuransi Mikro Terkustomisasi Jadi Kunci Meningkatkan Penetrasi

Masuknya Gojek, Grab dan perusahaan teknologi lainnya ke ranah insurtech memberi keyakinan bahwa sudah saatnya masyarakat untuk diperkenalkan lebih dalam dengan variasi produk wealth management berikutnya, yakni asuransi. Di bank, produk asuransi masuk dalam rangkaian produk wealth management, setelah sekuritas dan reksa dana.

Berdasarkan data dari OJK, penetrasi asuransi pada tahun lalu tergolong rendah yaitu 3,01%. Rasio jumlah penduduk dengan polis asuransi yang dimiliki Indonesia tertinggal dari Malaysia, Thailand dan Filipina. Angka kecil ini menjadi kue gurih bila dilihat menurut kacamata bisnis. Makanya, insurtech menjadi vertikal bisnis berikutnya dari fintech yang kini ramai-ramai dirambah.

Mengutip dari laporan DSResearch, faktor-faktor keengganan orang Indonesia terhadap asuransi disebabkan oleh sejumlah faktor. Yakni, terkait prosedur untuk mendapatkannya (33,62%); harga yang dinilai terlalu mahal (24,15%); tidak memahami tentang produk dan manfaat (20,76%). Ada beberapa responden (13,56%) yang mengaitkan dengan larangan agama.

Pemain teknologi yang terjun sebenarnya membuka akses terhadap produk-produk baru dengan cara yang simple namun punya dampak besar. Selain Gojek dan Grab, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, ada Tanamduit yang sudah buat unit khusus membuat insurtech.

Bila diperhatikan, produk yang mereka tawarkan bersama mitra asuransi kebanyakan adalah produk mikro dengan harga premi terjangkau dan punya jangka waktu pendek. Itu semua ada tujuannya. Bahwa mereka ingin perlahan-lahan memfamiliarkan produk asuransi berdasarkan kebutuhan sehari-hari.

Gojek, melalui produk GoSure bersama PasarPolis, menyediakan produk asuransi untuk gadget, asuransi perjalanan untuk pesawat dan kereta api, dan asuransi motor. Harga premi yang ditawarkan cukup terjangkau, misalnya Rp20 ribu/tahun untuk gadget, dan Rp50 ribu/tahun untuk motor dengan manfaat perlindungan hingga Rp2,5 juta.

Layanan GoSure / Gojek
Layanan GoSure / Gojek

“Sejak hadir dalam versi beta pada Oktober 2019, GoSure mendapat antusiasme positif dari pelanggan. Secara keseluruhan, total produk yang terjual sampai Januari 2020 meningkat hingga 60 kali lipat, asuransi gadget yang paling banyak diminati,” ucap Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo kepada DailySocial.

“Sehingga ke depan, kami akan terus mengembangkan ragam perlindungan yang unik dan sesuai dengan kebutuhan yang memudahkan keseharian pelanggan kami,” tambahnya.

GoSure juga mencakup layanan perlindungan asuransi kecelakaan untuk mitra pengemudi dan penumpang saat menggunakan layanan GoRide.
Grab juga melakukan strategi yang mirip. Sebelumnya, Grab melakukan uji coba dengan Qoala, salah satu peserta dari Grab Velocity Ventures, untuk meluncurkan insurtech khusus pasar Indonesia. Produk yang disediakan adalah asuransi gadget.

Sementara di Singapura, melalui Grab Financial Group, mereka merilis GrabInsure Insurance Agency dengan menggandeng Chubb sebagai mitra asuransi. Produk yang pertama kali dijual adalah asuransi perjalanan, dengan harga premi 2,5 dolar Singapura per hari untuk destinasi manapun di global.

Disebutkan produk ini akan dirilis secara bertahap untuk pasar Grab lainnya di Asia Tenggara untuk beberapa bulan ke depan. Chubb juga memiliki kantor operasional di Indonesia.

Produk mikro agar lebih mudah dikenal

Director Insurtech Tanamduit Itha Sargianitha menjelaskan, merilis produk asuransi mikro dan unik adalah pendekatan tercepat agar semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari berasuransi. Sebelum digital mendisrupsi industri asuransi, produk ini dikenal sangat eksklusif dan punya kesan sangat susah untuk klaim. Satu lain hal, ini menjadi suatu alasan kuat mengapa produk asuransi punya penetrasi yang rendah.

“Langkah awal terbaik adalah masuk ke produk mikro agar lebih mudah dimengerti dan lebih mudah mengombinasikan dengan gaya hidup masyarakat,” terang Itha kepada DailySocial.

Proses klaim yang cepat sebenarnya bisa dilakukan, namun untuk beberapa produk tertentu saja. Diantaranya asuransi perjalanan apabila penerbangan dibatalkan maskapai. Informasi tersebut sudah bisa diintegrasikan dengan perusahaan asuransi, sehingga bila kondisi itu terjadi klaim otomatis akan langsung dibayarkan tanpa nasabah harus membuat laporan.

Mengindetifikasi klaim agar tidak terjadi penipuan adalah SOP wajib buat perusahaan asuransi. Ada proses-proses yang tidak bisa dipotong. “Ini jadi challenge terbesar di asuransi. Tapi dengan teknologi bisa dibantu sebagai solusinya. Di kami, setiap ada klaim secara otomatis akan memberitahu progresnya melalui aplikasi.”

“Masyarakat bukan enggak mau beli asuransi, tapi karena belum percaya, after sales-nya yang susah pas mau klaim. Yang bisa kita lakukan sekarang bukan menjanjikan klaim yang cepat, tapi klaim yang mudah,” sambungnya.

Tanamduit, awalnya berbasis aplikasi investasi online, merambah insurtech  sejak September 2019 karena melihat dibutuhkannya produk tambahan yang bisa melengkapi produk sebelumnya. Pendekatan yang diambil juga kemudahan membeli asuransi dengan metode pembayaran terkini seperti LinkAja, Dana dan GoPay.

Sejauh ini Tanamduit telah merilis lima produk asuransi gadget, proteksi bebas penyakit, proteksi 5 penyakit, proteksi penyakit tropis dan proteksi DBD.

Jajaran manajemen tanamduit saat peluncuran produk asuransi / DailySocial
Jajaran manajemen tanamduit saat peluncuran produk asuransi / DailySocial

Strategi ke depannya, Tanamduit akan merilis produk asuransi perjalanan dan kecelakaan diri, asuransi hewan peliharaan, asuransi kendaraan, dan produk unik lainnya yang berbasis komunitas. Di sisi lain, perusahaan juga terus meningkatkan teknologinya agar pelayanan klaim semakin seamless.

“Kita mau produk asuransi yang unik-unik untuk mendampingi rangkaian produk asuransi yang biasa didengar masyarakat. Produk unik ini tidak asal kita cari partner yang sudah punya saja, tapi melihat lebih dalam benefit-nya. Kita juga melakukan seleksi dan minta costum agar sesuai dengan apa yang nasabah cari.”

Insurtech mendorong asuransi lebih kreatif

Perusahaan teknologi dengan bank data konsumen yang kuat adalah senjata ampuh untuk mengetahui seperti apa kemauan konsumen. Korelasi ini membuat Gojek dan Tanamduit punya “power” lebih untuk mendorong perusahaan asuransi lebih kreatif dalam meramu produk baru secara kostumisasi menyesuaikan target masing-masing.

Gambaran lebih jelasnya dilakukan oleh Tokopedia yang menyediakan fitur InsurLater. Di dalam sini perusahaan menyediakan produk asuransi yang sudah dikostumisasi untuk setiap transaksi yang terjadi di dalam platform.

Perusahaan menjual asuransi proteksi gadget, elektronik, elektronik kecantikan, furnitur, perjalanan, otomotif, ibu dan anak, kecantikan, makanan. Perlindungan ini akan di-bundling ketika checkout ke laman pembayaran dengan harga premi yang ringan.

Masa perlindungan akan bergantung pada jenis produk yang dibeli, akan tetapi di Tokopedia dimulai dari 30 hari sampai maksimal 12 bulan.

“’Kami juga melakukan riset, misalnya untuk asuransi hewan peliharaan. Kami tanya-tanya ke pengguna, biasanya hewan kalau sakit seperti apa, biaya rawat inap dan rawat jalan seperti apa. Dari situ kita kasih tahu ke asuransi untuk diskusi lebih lanjut untuk proses berikutnya,” tutup Itha.

Application Information Will Show Up Here

Digital insurance, Indonesia’s next innovation gold rush

Following the fintech boom in Indonesia, here comes the next wave: insurance technology. “Insurtech” encompasses a variety of digital tools and platforms, including aggregators and marketplaces, that offer or provide access to insurance products. Startups and conventional insurers are exploring the field to find more efficient ways of linking up with consumers.

They see a huge untapped potential. Just like how Indonesians are “underbanked”—meaning many people still lack access to banks and financial services—they are also “underinsured.”

According to data from Indonesia’s financial services regulator, OJK, as quoted in a CB Insights report, insurance literacy in Indonesia was only at 15.8% in 2017. Big strides have been made with the country’s new mandatory basic health insurance known as BPJS. In all, 193 million Indonesians are now registered as part of the BPJS scheme, which means more than half the population are in the program. But this covers only the necessities, and patients are required to seek treatment at public healthcare facilities that are part of the scheme.

For everything outside of BPJS, insurance penetration in Indonesia is as low 2%. In other words, only 4.5 million out of 264 million Indonesians carry any additional insurance policy, most commonly life insurance.

A slow start

At the moment, the development of insurtech in Indonesia lags behind that of fintech, especially online lending platforms. Insurtech platforms haven’t blossomed in the same way as lenders, perhaps because many Indonesians have a different perception and attitude towards insurance.

“[Online] lending was easy to grow because it gives access for people to get cash conveniently. But with insurance, it is the other way around. People need to pay money on a regular basis and won’t feel the benefits instantly. It will be challenging [for insurance providers] to get the trust, especially from older, more conventional people,” JP Ellis told KrASIA. He is the founder of the financial services marketplace C88, which aggregates a variety of credit and insurance products.

The commonly held view is that insurance is expensive, and that getting insured and eventually having claims settled is a complicated process. This all contributes toward the low adoption of insurance in Indonesia.

According to EY’s Global Insurance survey, the traditional insurance industry lags behind in developing innovative and customer-friendly digital experiences like information transparency, customer engagement through social media, and the use of analytics for tailor-made solutions.

This only exacerbates the adoption gap because insurance products fail to match current consumer habits and expectations.

Image by Kalhh from Pixabay
Image by Kalhh from Pixabay

A conventional insurer’s view

Like other sectors, we are nearing a point of digital disruption for insurance.

As Indonesia’s digital economy grows, insurtech businesses focusing on bringing conventional insurance online will play a more significant role and take up a bigger portion of the country’s digital economy.

Bianto Surodjo, the chief partnership and distribution officer at Allianz Indonesia, believes two factors contribute to a growing insurtech business opportunity in the country. The first is the government’s agenda to accelerate “insurance inclusion,” just as it did with financial inclusion. The second factor is the rapid growth of e-commerce, fintech, and general online business in Indonesia.

“While the current life insurance market is growing well, its penetration is at less than 2%,” Surodjo told KrASIA.

If the industry is able to grow with a CAGR of 15–20%, he predicts, then within ten years the estimate gross written premium (or the total value customers paid for their policies, before deductions for reinsurance and ceding commissions) will have exceeded IDR 1 quadrillion (USD 70.2 billion) with a profit pool of more than IDR 100 trillion (USD 7 billion), excluding those enjoyed by distributions including banks, agents, and reinsurance.

Surodjo said that like other industries, such as commerce, transportation, and banking, where the adoption of technology inside the business has vastly accelerated, we can expect a similar trend to happen in the insurance industry in the next three to six years.

Digital insurance and distribution will complement existing conventional insurance services, he believes. New, simple, and low-priced insurance products will find a better acceptance via digital distribution channels, but more complex products will still require face-to-face interactions with an insurance expert for customers to buy-in.

“Nevertheless, the digital aspect is not only about selling but also about post-selling activities. [Digital tools] we expect to adopt more quickly are in payments, claim processing, as well as the integration with an online doctor as well as pharmacists,” Surodjo continued.

Supportive regulation is needed

As the business in this sector is starting to grow, government regulations that specifically regulate digital insurance are needed to support insurance companies to continue developing digital-based products that are accessible for everyone.

Today, the insurtech platforms still refer to OJK’s regulations about financial digital innovation that mostly highlights fintech platforms.

“Indonesia has been a progressive regulator and it has a very involved fintech association. The regulation in fintech is pretty clear, especially about digital financing innovation, online lending, and so forth. However, we haven’t seen any regulation that addresses digital insurance in the country,” said JP Ellis.

According to local media reports, OJK is currently preparing regulations related to insurtech. The new set of rules will include provisions for the business models, as well as payment mechanisms for claims and complaints, aimed at protecting consumers. OJK is reportedly involving industry players to draft this regulation, but it is not clear when exactly the regulation will be issued.

There will likely be a push and pull process as the rules are laid out, with the interests of startups and innovators on one side, and the traditional insurers on the other.

“We need a regulation that is able to balance between the ‘innovation stimulators’ as well as safeguard all stakeholders of the industry, such as customers and insurance companies,” Surodjo points out.

Image by William Iven from Pixabay
Image by William Iven from Pixabay

The intersection of insurance and digital platforms

While regulators are still catching up, insurers and insurtech startups have begun paving their own way.

One major trend that can be observed in Indonesia is the integration of insurance products with digital platforms like Gojek, Grab, Traveloka, Tokopedia, and Bukalapak, which already have a massive user base.

Many Indonesian consumers are familiar with these apps, so buying insurance products through them is an easy first step to adopt digital insurance.

What’s more, these platforms are equipped with seamless payment options, which makes the transactions convenient.

“Through strategic business cooperation with several digital partners, we ensure that the benefits of insurance products and services can be experienced by more people, readily accessible and understood by all types of customers,” said Surodjo.

Trends in Indonesia’s digital business sectors tend to take a leaf from China, and the same is true for insurtech. In China, partnerships between digital platforms and insurers are common.

Let’s take, for instance, Zhong An, touted as the biggest insurtech company in the world. The company uses an aggressive B2B2C distribution strategy that allows it to target a variety of customers with specialized insurance offerings, also sometimes called microinsurance. Zhong An offers these through its more than 300 partners across health, travel, auto, e-commerce, banking, and other sectors.

A similar strategy has been adopted by a number of traditional insurers and insurtech companies in Indonesia.

In May, Allianz Indonesia formed a partnership with the country’s e-commerce unicorn Bukalapak to launch an insurance product called “Buka Proteksi Diri.” Allianz also invested in Gojek and collaborates to provide protection for Gojek drivers.

Besides Allianz, another company that continuously adds strategic partners to its portfolio is local insurtech platform PasarPolis. Founded in 2015 by Cleosant Randing, PasarPolis is the only startup that counts all of Indonesia’s three unicorns—Gojek, Tokopedia, and Traveloka—as its investors.

PasarPolis integrates its products into their systems allowing them to target millions of Indonesians. Similar to Zhong An, PasarPolis offers various microinsurance products. The company has over 100 products including health and accident coverage for Gojek’s drivers and passengers, damaged goods protection for Tokopedia’s shoppers and sellers, as well as flight and train delay insurance for customers who buy tickets in Traveloka.

PasarPolis CEO Cleosant Randing believes that it would be very difficult, if not impossible, for insurtech platforms to stand alone without being integrated with bigger digital platforms in the network.

“I think it is very unlikely for a customer to buy a train ticket on one platform and then look for separate insurance elsewhere,” Randing said. “In my opinion, being a part of the ecosystem is the best way for an insurtech company to scale up the business quickly while making a bigger impact on society.”

Fintech adoption within insurtech is crucial

While digital platforms help insurers deliver the right insurance product to the right people, they also offer another crucial advantage: seamless, cashless payments.

One of the reasons why many people are reluctant to sign up for conventional insurance is because of its complicated payment and claims processes. To address this issue, digital insurance platforms are collaborating with digital payment channels in order to provide a simple payment method to their customers.

“It does not matter whether you’re a standalone app or part of an integrated app. At the end of the day, people base their decisions on whether you are providing fast, reliable service at low cost,” Asheesh Birla, senior VP of product management at Ripple, told KrASIA.

Adoption of digital services comes down to having an efficient payments infrastructure, he stresses.

Insurtech platforms also need to provide tools for quick and easy claims in order to bring a seamless experience to customers. The tools should simplify claims settlements and reduce the cycle time so they can be performed completely virtually. Therefore, it’s not surprising to see that “instant claims” has become insurtech platforms’ favorite offering for its clients.

The existence and widespread adoption of fintech channels is a prerequisite for making insurance an attractive premise for Indonesians.

Image by William Iven from Pixabay
Image by William Iven from Pixabay

New horizons: Lifestyle-focused microinsurance

Lastly, it’s not only the ways people discover and pay for insurance products that are undertaking a digital shift. It’s going down to the core of what an insurance product is.

When we think of insurance plans, conventional life and health insurance services might be the first to come to mind. These two services are included in BPJS, Indonesia’s mandatory insurance scheme.

But insurtech has given rise to more and more lifestyle-focused microinsurance products that cover specific scenarios.

According to Daily Social’s Insurance Technology Survey 2019, five top insurtech platforms in Indonesia are Asuransiku, AXA MyPage, insurance88.com, PasarPolis, and Jagadiri. All offer various lifestyle-focused insurance products in addition to health and life protection.

And some are really going the extra mile to provide creative service packages in this area. For instance, JagaDiri has a Jaga Gamers product that protects game-addicts from possible health problems caused by spending too much time in front of a computer screen.

PasarPolis claims to have over 100 insurance products, some as specific as a cinema and event tickets cancellation hedge for users who buy tickets via Gojek’s ticket platform GoTix.

These kinds of services might sound strange, but the demand is actually high, according to PasarPolis’ CEO Cleosant Randing. Microinsurance products are designed with smaller premiums and a limited coverage scope to support those who might not have access to conventional plans.

“Insurance products are often seen as ‘luxury,’ but more people actually long for simple and affordable insurance facilities to cover their daily lives,” said Randing.

Microinsurance products are usually sold at very affordable prices—as low as IDR 10,000 (USD 0.70) for the Jaga Gamers policy– therefore the market for this segment is growing and attractive for young consumers.

PasarPolis sells around two million policies per day, and its consumers are mostly from digital generations or millennials, Randing told KrASIA.

Although Indonesia’s financial services authority OJK does not have regulations that specifically address digital insurance yet, it has long been aware of microinsurance’s potential.

In 2013, OJK rolled out a Grand Design for Microinsurance. Since then, many companies have entered the sector.

Falling short of functioning as actual regulation, the document served as a framework and reference for insurance operators, regulators, and all stakeholders in developing microinsurance services in Indonesia. Several important points mentioned in this outline are that insurance policies should be written in simple Indonesian that is easy to read and understand, and that claim payments should be processed no later than ten days after the required claim documents have been handed over by the policyholder.

Microinsurance, married with digital technology, is seen to have a big potential in countries like Indonesia where people have been traditionally adverse toward insurance products.

With convenience, specific and affordable policies, as well as greater transparency in the claims process, most Indonesians might come to accept the benefits of protecting themselves against a variety of potential risks–even if it means spending money on it now.

This article first appeared on KrASIA. It’s republished here as part of our partnership.